Kuantan Hilir Seberang, Kuantan Singingi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(1 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 26:
[[Berkas:Istana kotorajo1.jpg|jmpl|Istana Koto Rajo tampak depan.]]
Pembangunan istana ini berkaitan erat dengan kepindahan Raja Hasan dari [[Cerenti, Kuantan Singingi|Cerenti]] pada abad ke-19 M. Raja Hasan sendiri adalah anak Yang Dipertuan Pendek, seorang keturunan raja [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] dari [[Minangkabau]]. Ketika Raja Hasan melanjutkan kepemimpinan ayahnya, ia pindah dari Cerenti menuju [[Baserah]] dengan pusat pemerintahan berada di [[Koto Rajo, Kuantan Hilir Seberang, Kuantan Singingi|Koto Rajo]].
Ketika [[Hindia Belanda|Belanda]] menaklukkan Kuantan setelah menang dalam [[Perang Manggis]] di tahun 1905, Raja Hasan dengan gelar Yang Dipertuan Putih menandatangani suatu perjanjian pendek untuk ditunjuk sebagai ''urang godang'' atau pembesar di Koto Rajo. Saat Distrik Kuantan dibentuk, Koto Rajo pun mempunyai keistimewaan dibanding daerah lain, yakn, pembesar wilayah tersebut tidak dipanggil sebagai ''urang godang'' dan tidak diberi bergelar datuk, melainkan pembesar yang berstatus "raja" sebagaimana yang sudah-sudah.<ref>UU Hamidy, ''Masyarakat Adat Kuantan Singingi'', Cetakan Pertama, (Pekanbaru: UIR Press, 2000), hal. 20-22</ref>
 
=== Pekuburan Silat Koto Rajo ===
[[Berkas:Kuburan silat.jpg|jmpl|Pekuburan Silat Koto Rajo, terdapat makam guru besar [[Silat Pangean]] di kenegerian tersebut.]]
Pekuburan ini berisi makam guru-guru [[Silat Pangean]] yang berada di Koto Rajo. Sebagai makam utama dengan cungkup, tentu saja makam Pendekar Alam Koto Rajo sebagai Guru Besar Silat di kenegerian tersebut. Pekuburan ini pun ramai diziarahi ''anak silek'' pada hari ketiga di bulan Syawal. Lalu pada sore harinya, diadakan pertunjukan atraksi silat Pangean di alun-alun kenegerian maupun di laman silat yang terdapat di [[Lumbok, Kuantan Hilir Seberang, Kuantan Singingi|Desa Lumbok]] untuk memeriahkan [[Idulfitri|Hari Raya Idul Fitri]].<ref>Ahyatul Putra dan Ahmad Yani, "Studi Kualitatif Silat Pangean Desa Koto Rajo Kabupaten Kuantan Singingi" dalam ''JRPP'', Vol. 6, No. 4, 2023, hal. 1784., pp. 1778-1786, [journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jrpp]</ref>
 
Silsilah keturunan Pendekar Alam Koto Rajo pun masih dapat dilacak sampai sat ini. Pendekar yang berasal dari Pangean ini mempunyai seorang anak sebagai generasi kedua yang bernama Tino Lembut. Silsilah ini berlanjut kepada generasi yang ketiga, yakni Tino Lunak, Tino Farila, Tino Farida, Datuk Isin (sebagai guru silat di masa hidupnya), dan terakhir Tino Hasnidar sebagai lima orang adik beradik. Kelimanya adalah anak Tino Lembut yang menikah dengan Pendekar Malin Abu Bakar Sulaiman dari Desa [[Lumbok, Kuantan Hilir Seberang, Kuantan Singingi|Lumbok]]. Silisilah ini kemudian berlanjut ke generasi keempat, kelima bahkan telah mencapai generasi keenam.<ref>Kontribusi Informasi Tino Hasnidar, anak kandung Tino Lembut, 2019.</ref>
 
=== Bendungan Koto Rajo ===
Baris 41:
 
=== Surau Lokuak Koto Rajo ===
[[Berkas:POST - Surau Lokuak Koto 001.jpg|jmpl|Surau Lokuak Koto Rajo, foto diambil pada tahun 2018 sebelum direnovasi.]]
[[Berkas:POST - Surau Lokuak Koto 004.jpg|jmpl|Sungai di depan Surau Lokuak Koto Rajo, sebelum surau direnovasi pada tahun 2018 silam.]]
Surau ini merupakan salah satu surau tertua yang berada di Kecamatan Kuantan Hilir Seberang. Pengambilan kata "''Lokuak''" sebagai nama surau, merujuk pada lokasi bangunannya yang terletak di bawah ''lokuak'' Desa Koto Rajo. Kata "''Lokuak''" dalam padanan bahasa Indonesia berarti lembah di bawah bukit atau daerah yang terletak di bawah tebing tinggi.
 
Secara administratif, Surau Lokuak Koto berlokasi di [[Pengalian, Kuantan Hilir Seberang, Kuantan Singingi|Desa Pengalian]] yang berbatasan langsung Koto Rajo. Namun keduanya dipisah oleh sungai kecil yang bermuara sampai ke [[Batang Kuantan]]. Sungai kecil itu terdapat di depan surau dan menjadi tempat mengambil air wudhu' maupun pemandian umum.
 
Surau ini diperkirakan telah ada sejak awal abad ke-20 M di mana guru yang terbilang mahsyur adalah Datuk Manan bergelar ''Ongku Kali''. Para remaja laki-laki yang mulai menginjak usia dewasa, akan tidur di surau tersebut untuk belajar ilmu agama maupun berbagai pengalaman hidup.<ref>Kontribusi Informasi Tuan Guru M. Nasir, tokoh pendidikan di Kecamatan Kuantan Hilir Seberang, 2020.</ref>
 
=== Danau Sungai Sorik ===
Kecamatan Kuantan Hilir Seberang mempunyai rawa dan danau alami yang diperbesar, sehingga menjadi danau buatan yang terletak di Desa Sungai Sorik. Danau ini menjadi wadah penampung air hujan maupun luapan air Sungai Kuantan saat banjir. Atas inisiatif masyarakat maupun Pemerintah Desa, maka sejak beberapa tahun silam, danau ini kemudian dijadikan sebagai tempat wisata keluarga, lengkap dengan rumah makan terapung dan wahana perahu bebeknya.
 
=== Danau Buatan di Desa Danau ===
Danau buatan ini dulunya adalah ''rawang panjang'' atau rawa-rawa yang berukuran luas, kurang lebih sekitar 2-3 hektar. Rawang ini kemudian dikonversi menjadi danau sekitar tahun 2007, hampir bersamaan dengan pembuatan Danau Sungai Sorik. Tujuannya adalah sebagai wadah penampung air hujan maupun air luapan banjir dari Batang Kuantan. Di beberapa kesempatan, tempat ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk menyelenggarakan event kebudayaan seperti pacu jalur mini maupun pacu sampan kecil.
 
Menurut beberapa sumber lisan, rawang ini dulunya menjadi sarang buaya sungai sehingga cukup berbahaya untuk dimasuki seorang diri tanpa persiapan yang matang. Sekitar tahun 1980-an, beberapa warga di Kenegerian Koto Rajo konon sempat dihebohkan adanya penangkapan ''gajah menol,'' yakni hewan sejenis kuda nil namun dikaitkan erat dengan kejadian mistis. Hewan ini dikabarkan suka menyerang perahu pencari ikan yang sedang berada di rawang tersebut.<ref>Kontribusi Informasi Made Sastri, anggota komunitas kultural di Kenegerian Koto Rajo, Kec. Kuantan Hilir Seberang.</ref>
 
== Sejarah ==
Peradaban masyarakat di wilayah Kecamatan Kuantan Hilir Seberang telah muncul sejak masa lampau dalam berbagai bentuk pemerintahan maupun daulat kekuasaannya. Desa-desa tua seperti [[Koto Rajo, Kuantan Hilir Seberang, Kuantan Singingi|Koto Rajo]], [[Pelukahan, Kuantan Hilir Seberang, Kuantan Singingi|Pelukahan]], dan [[Sungai Sorik, Kuantan Hilir Seberang, Kuantan Singingi|Sungai Sorik]] telah disebutkan dalam beberapa literatur dan tutur lisan. Di abad ke-12 M misalnya, Koto Rajo disebutkan telah memiliki seorang raja yang ditunjuk sebagai perwakilian koto pasca ekspedisi [[Sang Sapurba]] yang berasal dari Kerajaan [[Sriwijaya]] berhasil mencapai Kuantan.<ref>UU. Hamidy, ''Masyarakat Adat Kuantan Singingi'', Cetakan Pertama, (Pekanbaru: UIR Press, 2000), hal. 20-21-20.</ref><mapframe latitude="-0.474467" longitude="101.715202" zoom="11" text="Peta Kecamatan Kuantan Hilir Seberang, Kuantan Singingi, Riau" width="200" height="124" />Di sekitar abad ke-14/15 M, [[Adityawarman]] yang merupakan keturunan dari Dara Jingga di [[Majapahit]], berhasil menjadi raja di Minangkabau ([[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]]). Ia kemudian mengutus beberapa pembesarnya untuk memperbaiki sistem pemerintahan di daerah Kuantan menjadi pemerintahan Konfederasi, yakni sistem yang menempatkan pusat pemerintahannya di masing-masing koto dengan jabatan pemimpin disebut ''Penghulu Nan Barompek'' (Penghulu yang Empat Orang) yang diberi gelar "Datuk". Sistem inilah yang kemudian terkenal dengan istilah ''[[Rantau Nan Kurang Oso Duo Pulua]] .'' Wilayah di sekitar Baserah termasuk [[Koto Rajo, Kuantan Hilir Seberang, Kuantan Singingi|Koto Rajo]] dan lain-lain bernaung di bawah ''Luhak Empat Koto di Hilir.''<ref>Hasbullah,, Rendi Ahmad Asori, Oki Candra, ''Olahraga dan Magis: Kajian terhadap Tradisi Pacu Jalur di Kabupaten Kuantan Singingi'', Cetakan Pertama, (Pekanbaru: ASA Riau, 2015), hal. 53-54. ISBN 978-602-1096-63-5.</ref>
 
Pada perkembangan berikutnya, desa-desa yang berada di Kecamatan Kuantan Hilir Seberang saat ini sempat bernaung di bawah ''Luhak Sembilan Koto di Hilir'' di bawah kepemimpinan Datuk Bandaro Lelo Budi. Lalu juga sempat bernaung di bawah ''Luhak Empat Koto di Hilir'' pada saat Kerajaan [[Kerajaan Pagaruyung|Pagarayung]] mengutus 5 orang pembesarnya atau ''Urang Godang'' untuk membantu tugas para datuk dalam memungut pajak dengan menerajui lima luhak yang salah satunya adalah ''Luhak Empat Koto di Hilir'' tadi. Di masa ini, pusat pemerintahan luhak tersebut berada di negeri [[Inuman, Kuantan Singingi|Inuman]] di bawah kekuasaan ''Urang Godang Datuk Dano Sakaro''.