Trilaksana: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Faredoka memindahkan halaman Tiga Karakteristik ke Tilakkhaṇa dengan menimpa pengalihan lama |
|||
(38 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Buddhisme|dhamma}}
'''Tiga
==Dasar teks ==
{{Verse translation|Uppādā vā, bhikkhave, tathāgatānaṁ anuppādā vā tathāgatānaṁ, ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā. Sabbe saṅkhārā aniccā. Taṁ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānīkaroti: ‘sabbe saṅkhārā aniccā’ti.
Uppādā vā, bhikkhave, tathāgatānaṁ anuppādā vā tathāgatānaṁ ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā. Sabbe saṅkhārā dukkhā. Taṁ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānīkaroti: ‘sabbe saṅkhārā dukkhā’ti.
Uppādā vā, bhikkhave, tathāgatānaṁ anuppādā vā tathāgatānaṁ ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā. Sabbe dhammā anattā. Taṁ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānīkaroti: ‘sabbe dhammā anattā’”ti.|Para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau tidak, hukum ini tetap berlaku, kestabilan Dhamma ini, jalan pasti Dhamma ini: ‘Segala fenomena terkondisi adalah tidak kekal.’ Seorang Tathāgata tercerahkan pada hal ini dan menerobosnya, dan kemudian Beliau menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menetapkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya sebagai berikut: ‘Segala fenomena yang terkondisi adalah tidak kekal.’
* '''Ketidak-kekalan''' ([[bahasa Pali|Pali]]: ''Anicca''; [[bahasa Sanskerta|Sanskerta]]: ''anitya''); ini menunjukkan bahwa semua kondisi akan hilang atau tidak kekal, tetapi juga menunjukkan semua kondisi pada situasi yang terus berputar (bayangkan sebuah daun tumbuh dari sebuah pohon, daun itu akan rontok dari pohon dan digantikan dengan daun yang baru)▼
* '''Penderitaan''' ([[bahasa Pali|Pali]]: ''Dukkha'' ; [[bahasa Sanskerta|Sanskerta]]: ''duhkha''); sering pula diterjemahkan sebagai "ketidak-puasan". arti filosofisnya lebih menyerupai "kegelisahan", selayaknya berada dalam keadaan terganggu. Dengan demikian, "penderitaan" merupakan artian yang terlalu sempit untuk "konotasi emosional yang negatif" (Jeffrey Po),<ref>{{en}} Jeffrey Po, [http://www.4ui.com/eart/172eart1.htm “Is Buddhism a Pessimistic Way of Life?”]</ref>▼
* '''Tanpa Inti''' ([[bahasa Pali|Pali]]: ''Anatta'' ; [[bahasa Sanskerta|Sanskerta]]: ''anatman''); atau ke Tidak-akuan, impersonal, atau Tanpa-Ego, adalah antipola dari konsep "Diri" atau Ego. Dalam tradisi Hindu ada kebenaran yang mengikat segala fenomena atau zat pengikat segala hal ihwal ([[Sanskrit]]: "Atman"). ''Anatta'' merupakan suatu ciri umum yang dimiliki oleh segenap perakitan fisik dan komponen psikologis. Karena semua perakitan ini secara tersendiri tunduk kepada perubahan terus menerus dan tetap, tanpa ada kontrol dari diri pengamat. Pengenalan anatta adalah apabila pengamat dapat melihat bahwa sesungguhnya segala hal-ihwal tidak memiliki inti pusat (atau inti sari - [[Pali]]: ''suññata''). Karena kekosongan makna ini maka sikap yang manusia yang logis adalah tidak berpamrih.▼
Para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau tidak, hukum ini tetap berlaku, kestabilan Dhamma ini, jalan pasti Dhamma ini: ‘Segala fenomena terkondisi adalah penderitaan.’ Seorang Tathāgata tercerahkan pada hal ini dan menerobosnya, dan kemudian Beliau menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menetapkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya sebagai berikut: ‘Segala fenomena yang terkondisi adalah penderitaan.’
Para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau tidak, hukum ini tetap berlaku, kestabilan Dhamma ini, jalan pasti Dhamma ini: ‘Segala fenomena adalah tanpa-diri.’ Seorang Tathāgata tercerahkan pada hal ini dan menerobosnya, dan kemudian Beliau menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menetapkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya sebagai berikut: ‘Segala fenomena adalah tanpa-diri.’}}
{{center|'''Uppādā Sutta, Aṅguttara Nikāya 3.136'''}}
Dalam filosofi Buddhis, [[Sang Buddha]] menyimpulkan bahwa semua fenomena materi ([[Pali]]: ''rūpa'') dan semua fenomena batin ([[Pali]]: ''nāma''), atau [[Khandha|Pañcakkhandha]], ditandai oleh tiga ciri umum ini.
== Anicca ==
{{main|Anicca}}{{rapikan}}
▲
Semua gejala (hal-hal dan pengalaman) adalah berubah-ubah, goyah, dan tidak tetap. Segalanya kita dapat alami melalui pikiran kita yang terdiri dari komponen, dan bergantung pada sisi kanan kondisi-kondisi untuk keberadaannya. Segalanya merupakan perubahan terus menerus tanpa henti, dan demikian kondisi-kondisi dan hal tersebut secara senantiasa berubah. Hal-Hal secara konstan berdiri; mendapat, dan berhenti untuk; menjadi. Tidak ada apapun yang tidak berakhir.▼
▲
Nilai yang penting di sini adalah gejala itu muncul dan berhenti menurut kondisi-kondisi kompleks dan tidak menurut sikap dan imajinasi kita. Selama kita sudah membatasi kemampuan untuk memengaruhi perubahan kepada lingkungan dan kemelekatan kita, pengalaman memberitahukan kita bahwa usaha kita yang lemah adalah bukan jaminan bahwa hasil dari usaha kita adalah untuk kegemaran/kesukaan kita. Lebih sering daripada tidak bahwa, hasil yang kita dapat lebih rendah daripada hasil yang kita harapkan.
Baris 25 ⟶ 29:
Dzongsar Jamyang Khyentse Rinpoche menegaskan dalam empat segel tradisi Mahayana, Nirwana harus dilihat sebagai "melampaui kesungguhan". Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa "Dalam banyak filosofi atau keperayaan, hasil akhir adalah sesuatu yang dapat anda pegang dan pertahankan. Hasil akhir adalah satu-satu-ny ahal yang benar-benar nyata. Tetapi nirwana tidak dibuat, jadi ia bukan sesuatu yang dapat anda pegang. Hal ini menunjuk kepada "melampaui kesungguhan".
Kita kadang-kadang berpikir bahwa kita dapat pergi ke suatu tempat dimana kita akan mendapatkan tempat duduk yang lebih baik, sebuah sistem mandi (basuhan) yang lebih baik, sistem perairan yang lebih baik, sebuah nirwana dimana anda tidak harus memiliki sebuah pengendali jarak jauh, dimana segala sesuatunya ada pada saat anda memikirkannya. Tetapi seperti yang dikatakan terdahulu, bukanlah menambahkan sesuatu yang baru yang sebelumnya tidak ada. Nirwana diraih pada saat anda menyingkirkan segala tiruan dan hal yang menggelapkan."<ref>{{en}} {{cite web|url=http://www.shambhalasun.com/index.php?option=content&task=view&id=1814|title="Buddhism in a Nutshell: The Four Seals of Dharma"|accessdate=15-08-2009|archive-date=2014-10-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20141019092506/http://www.shambhalasun.com/index.php?option=content&task=view&id=1814|dead-url=yes}}</ref>
== Dukkha ==
{{main|Dukkha}}{{rapikan}}
▲
{{cquote|''Apapun yang tidak kekal adalah subjek untuk berganti, apapun subjek yang akan berganti merupakan subjek yang menderita''|4=Sang Buddha|5=}}
Berusaha untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, kita mungkin mengalami stress ataupun penderitaan – ''dukkha''. Mendapatkan apa yang kita inginkan, kita mungkin menemukan rasa senang dan bahagia. Kemudian, rasa tersebut akan habis dan hilang, kita akan bosan dengan hal tersebut. Bosan merupakan bentuk dari ketidakpuasan (atau penderitaan) dan untuk lepas dari hal tersebut, untuk lepas dari rasa bosan kita akan memaksa diri kita dengan bentuk kesenangan yang baru. Terkadang kita masih tidak rela untuk melepaskan objek yang kita sudah tidak tertarik, kita mulai untuk mengumpulkan dan melekat pada barang dengan sifat menyerakahi daripada membaginya dengan orang lain yang mungkin lebih berguna untuknya daripada untuk kita.
Baris 39 ⟶ 45:
== Anatta ==
{{main|Anatta}}{{rapikan}}
▲
Di dalam Filosofi orang [[India]], konsep dari suatu Diri disebut [[Atman (Hindu)|atman]] (itu adalah, " jiwa" atau diri metafisis), yang mengacu pada suatu inti sari tak berubah-ubah/permanen yang dipahami berdasarkan atas keberadaan. Konsep ini dan konsep Brahman (''Vedantic Monistic Ideal'') yang dihormati sebagai suatu atman terakhir untuk semua mahluk, dan yang sangat dibutuhkan oleh orang India sebagai metafisika tendensi, logika, dan ilmu pengetahuan; untuk semua hal-hal yang nyata pada suatu dasar dan kenyataan, yang serupa dengan suatu format bersifat persaudaraan.
[[Sang Buddha]] menolak semua konsep atman, menekankan tidak ada ketetapan, tetapi perubahan/tidak tetap. Ia mengajar bahwa semua konsep dari suatu diri pribadi adalah substansiil salah, dan dibentuk di dalam dunia ketidak-tahuan. Di dalam sejumlah besar sutra Mahayana (contoh: [[Mahaparinibbana Sutra|Sutra Mahaparinirvana]], [[Tathagatagarbha Sutra|Sutra Tathagatagarbha]], [[Srimala Sutra|Sutra Srimala]], dan lainnya), [[Sang Buddha]] diperkenalkan sebagai pemberi penjelasan akan pengajaran ini dengan mengatakan bahwa, selama [[Skanda]] (faktor penyusun tubuh fisik dan pikiran) bukan merupakan diri, akan tetapi terdapat sesuatu yang abadi, tidak berubah, sifat kebuddhaan yang bahagia pada seluruh mahluk hidup, yang merupakan sesuatu yang tidak tercipta dan jati-diri Buddha ("Buddha-dhatu") atau "Diri Sejati" akan Sang Buddha sendiri. "Tathagatagarbha" / Sifat Buddha tidak menggambarkan suatu diri yang besar; akan tetapi, merupakan ungkapan bahasa yang positif akan "sunyata" (kehampaan) dan mewakili kemampuan untuk mewujudkan kebuddhaan melalui pelaksanaan ajaran-ajaran Agama Buddha; tujuan pengajaran akan tathagatagarbha (Sifat Buddha) adalah lebih kearah soteriologi daripada secara teoretis.<ref>{{en}} {{cite web|url=http://zencomp.com/greatwisdom/ebud/ebdha191.htm|title=Heng-Ching Shih, "The Significance Of 'Tathagatagarbha' -- A Positive Expression Of 'Sunyata.'"|accessdate=15-08-2009}}</ref>
Tubuh suci (atman) ini tidaklah mungkin untuk dibentuk seperti tubuh duniawi, tidak kekal, menderita "ego", yang mana berlawanan. Pada sisi lain, Esensi-Buddha atau Jati-diri Buddha juga
Konsep Anatta di diskusikan dalam [[Milinda Panha|"Pertanyaan Raja Milinda"]], yang dirangkum pada periode "
Menurut beberapa pemikir baik Barat atau Timur, ajaran mengenai "tanpa-inti", dapat diartikan bahwa [[Agama Buddha]] merupakan suatu bentuk dari nihilisme atau sesuatu sejenis. Akan tetapi, seorang pemikir seperti [[Nagarjuna]] yang telah menjelaskan dengan saksama, [[Agama Buddha]] bukan semata-mata menolak pandangan akan keberadaan atau arti, tetapi kepada pembedaan keras dan gegabah antara keberadaan dan ketidak-beradaan, atau lebih antara ada atau tidak ada. Gejala tidaklah berdiri sendiri dari sebab dan kondisi dan tidak berada sebagai suatu hal yang diasingkan sebagaimana kita mengganggapnya demikian. Kurangnya kesejatian, ketidak-berubahan, Diri yang sejati pada mahluk hidup dan benda-benda tidak berarti bahwa mereka tidak mengalami pertumbuhan dan hancur pada taraf tertentu. Tetapi pada tingkat analisis yang lebih lanjut, seseorang tidak dapat mengenali sebuah objek dari sebab dan kondisinya atau bahkan mengenali antara objek dan subjek (sebuah pemikiran yang baru oleh para ilmuwan negara barat). [[Agama Buddha]] oleh karenanya memiliki banyak kesamaan dengan [[teori pengalaman]] (empirisme) negara Barat, [[paham pragmatis]], [[anti-fondamentalisme]], dan bahkan [[pra-strukturalisme]] dibandingkan dengan [[nihilisme]].
Di dalam [[Nikaya]], [[Sang Buddha]] dan para pengikutnya
Dengan demikian, kebijaksanaan yang mendalam atau [[Prajna|prajñā]] akan tanpa-inti membangkitkan pelenyapan akan penderitaan, dan bukan merupakan debat intelektual akan ada tidaknya diri.
Baris 56 ⟶ 64:
== Penafsiran oleh berbagai aliran ==
{{rapikan}}
Beberapa tradisi Agama Buddha menerangkan bahwa Anatta menjelaskan segalanya, dan tidak terbatas pada kepribadian, atau jiwa. Tradisi-tradisi ini menerangkan bahwa Nirwana juga memiliki kualitas yang sama dengan Anatta, akan tetapi [[Nirwana]] (menurut definisi) adalah lenyapnya Dukkha dan Anicca.
|