Siddhattha gotama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Xqbot (bicara | kontrib)
k Bot: Memperbaiki pengalihan ganda ke Siddhattha Gotama
Tag: Perubahan target pengalihan
 
(Satu revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Riwayat Hidup#ALIH [[Siddhattha Gotama''']]
 
Ayah dari Pangeran Siddhattha adalah Sri Baginda Raja Suddhodana dari suku Sakya dan ibunya Sri Ratu Maha Maya Dewi. Ibunda Ratu meninggal dunia tujuh hari setelah melahirkan Sang Pangeran. Setelah meninggal, Beliau terlahir di alam Tusita, yaitu alam sorga luhur. Sejak itu maka yang merawat Pangeran Siddhattha adalah Maha Pajapati, bibinya yang juga menjadi istri Raja Suddhodana.
 
Pangeran Siddhattha dilahirkan pada tahun 623 SM di Taman Lumbini. Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala diramalkan bahwa Pangeran Siddhattha kelak akan menjadi Maharaja Diraja atau akan menjadi seorang Buddha. Hanya pertapa Kondanna yang dengan pasti meramalkan bahwa sang Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena apabila sang Pangeran menjadi Buddha, tidak ada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu menjelaskan agar sang Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa, atau ia akan menjadi pertapa dan menjadi Buddha. Empat macam peristiwa itu adalah: 1. Orang tua, 2. Orang sakit, 3. Orang mati, 4. Seorang pertapa.
 
Sejak kecil sudah terlihat bahwa sang Pangeran adalah seorang anak yang cerdas dan sangat pandai, selalu dilayani oleh pelayan-pelayan dan dayang-dayang yang masih muda dan cantik rupawan di istana yang megah dan indah. Dalam usia 16 tahun Pangeran Siddhattha menikah dengan Putri Yasodhara yang dipersuntingnya setelah memenangkan berbagai sayembara. Ternyata akhirnya sang Pangeran melihat empat peristiwa yang selalu diusahakan agar tidak berada di dalam penglihatannya, setelah itu Pangeran Siddhattha tampak murung dan kecewa melihat kenyataan hidup yang penuh dengan derita ini.
 
Ketika Beliau berusia 29 tahun, putra pertamanya lahir dan diberi nama Rahula. Setelah itu Pengeran Siddhattha meninggalkan istana, keluarga, kemewahan, untuk pergi berguru mencari ilmu sejati yang dapat membebaskan manusia dari usia tua, sakit dan mati.
 
Pertapa Siddhattha berguru kepada Alara Kalama dan kemudian kepada Uddaka Ramaputra, tetapi tidak merasa puas karena tidak memperoleh yang diharapkannya. Kemudian beliau bertapa menyiksa diri dengan ditemani lima orang pertapa. Akhirnya Beliau juga meninggalkan cara yang ekstrim itu dan bermeditasi di bawah pohon Bodhi untuk mendapatkan Penerangan Agung.
 
Dalam usia 35 tahun pertapa Siddhattha memperoleh Penerangan Agung, menjadi Buddha di bawah pohon Bodhi di hutan Uruvela (kini tempat tersebut disebut Buddha Gaya). Untuk pertama kalinya Beliau mengajarkan Dhamma yang maha sempurna kepada lima orang pertapa kawan Beliau di taman Rusa Isipatana di dekat Benares. Adapun kelima orang pertapa itu adalah Kondanna, Bodhiya, Vappa, Mahanama dan Assaji.
 
Seteleh mendengarkan khotbah sang Buddha, Kondanna segera menjadi Sotapana dan kemudian menjadi Arahat. Yang lainnya pun menyusul menjadi Arahat. Khotbah pertama ini kemudian dikenal sebagai Khotbah Pemutaran Roda Dhamma (Dhamma Cakka Pavattana Sutta). Selanjutnya sang Buddha sangat giat mengajarkan Dhamma kepada para siswaNya sampai Beliau mangkat di Kusinara dalam usia 80 tahun.
 
[http://buddha-rlee.blogspot.com/ Buddha and His teachings]