Aliansi Jurnalis Independen: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rachmat-bot (bicara | kontrib) k cosmetic changes |
k Bot: Mengganti kategori Jurnalisme di Indonesia dengan Kewartawanan di Indonesia |
||
(23 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{rapikan}}
{{Infobox organization
[[Berkas:IMG 0986.jpg|thumb|250px|Logo AJI]]▼
|name = Aliansi Jurnalis Independen
'''Aliansi Jurnalis Independen''' atau '''AJI''' adalah organisasi profesi jurnalis, yang didirikan oleh para [[wartawan]] muda [[Indonesia]] pada [[7 Agustus]] [[1994]] di [[Bogor]], [[Jawa Barat]], melalui penandatangan suatu deklarasi yang disebut "Deklarasi Sirnagalih".▼
|abbreviation = AJI
|formation = {{start date and age|1994|08|07}}
|logo =
|headquarters = Jl. Kembang Raya No.6, [[Kwitang, Senen, Jakarta Pusat|Kwitang]], [[Senen]], [[Jakarta Pusat]]
|leader_title = Ketua Umum
|leader_name = Sasmito Madrim<br>[[VOA Indonesia]]
|leader_title2 = Sekretaris Jenderal
|leader_name2 = Ika Ningtyas<br>[[Tempo (majalah)|Tempo]]
|website = https://aji.or.id
}}
▲'''Aliansi Jurnalis Independen''' atau '''AJI''' adalah organisasi profesi [[jurnalis
Organisasi
== Sejarah ==
=== Sebelum pembredelan ===
Sekitar tahun [[1991]], jauh sebelum pembredelan tiga media, terjadi pertemuan informal belasan jurnalis di [[Taman Ismail Marzuki]] (TIM), Menteng, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan tersebut, dibicarakan berbagai hal yang menyangkut kondisi pers Indonesia. Dalam pertemuan itulah, tercetus ide tentang perlunya membentuk organisasi jurnalis alternatif yang independen di luar PWI. Ada juga keinginan untuk membikin media sendiri. Sayangnya, pembicaraan itu tidak berlanjut menjadi aksi konkret.
Baris 13 ⟶ 24:
[[Pembredelan 21 Juni 1994]] membantu menciptakan momentum, yang dibutuhkan bagi lahirnya sebuah organisasi jurnalis alternatif. Pembredelan 21 Juni 1994 merupakan ''shock theraphy'', yang menjelma bendera penggalangan solidaritas para jurnalis muda untuk mewujudkan mimpi yang sudah lama terpendam untuk membentuk wadah jurnalis yang independen. Namun, benih-benih lahirnya AJI sebenarnya sudah tertanam jauh hari sebelum pembreidelan tersebut.
[[Berkas:AJI 1115.jpg|
=== Setelah pembredelan ===
Setelah pembredelan DeTik, Tempo dan Editor, para jurnalis muda yang didukung elemen mahasiswa, LSM dan seniman mengadakan aksi menolak pembreidelan. Karena pertimbangan prosedural, para jurnalis muda menemui pimpinan PWI Pusat yang diketuai [[Sofjan Lubis]] dengan Sekjen [[Parni Hadi]]. Mereka meminta PWI Pusat memperjuangkan nasib para karyawan dan wartawan korban pembreidelan. Pada pertemuan pertama di Gedung Dewan Pers, Jl. Kebon Sirih, Jakarta Pusat itu, para jurnalis muda meminta, agar AJI berusaha bertemu langsung dengan Menteri Penerangan [[Harmoko]]. PWI menyanggupi.
Baris 21 ⟶ 32:
Para jurnalis muda lalu menyatakan ketidakpercayaannya lagi pada PWI. PWI dianggap sudah tak efektif lagi memperjuangkan nasib wartawan dan sudah terlalu dikooptasi oleh penguasa.
=== Deklarasi Sirnagalih ===
Untuk menggalang dukungan sekaligus merancang langkah aksi pembentukan organisasi jurnalis, diadakanlah pertemuan para jurnalis muda. Wisma Tempo di [[Sirnagalih]], [[Jawa Barat]], dipilih sebagai lokasi pertemuan, karena pertimbangan praktis, relatif dekat, dan bisa lebih dijamin keamanan dan kerahasiaannya. Memang tak mudah mencari pemilik gedung, yang mau meminjamkan gedungnya untuk kegiatan yang berseberangan dengan pemerintah. Undangan disampaikan secara diam-diam. Juga disebarkan undangan palsu, seolah-olah pertemuan akan berlangsung di tempat lain di Bandung, sehingga ada sejumlah jurnalis yang salah informasi, dan datang ke tempat yang salah.
Pertemuan jurnalis pun digelar, dengan elemen utama jurnalis dari empat kota Surabaya, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta. Sebelum pertemuan, sudah terdengar kabar bahwa ada kelompok atau figur tertentu yang mengklaim bisa mengatur para jurnalis ini. Oleh karena itu, untuk menghindari politisasi dan kabar miring, maka para jurnalis senior seperti [[Erros Djarot]], [[Aristides Katoppo]], [[Goenawan Mohamad]] dan [[Fikri Djufri]] diminta tidak datang pada tanggal 6 Agustus malam saat penggodokan konsep dan wadah gerakan oleh para jurnalis muda sedang berlangsung. Mereka baru datang esok harinya, 7 Agustus, ketika penggodokan telah selesai. Hal ini dilakukan untuk menghindari tuduhan bahwa AJI sebagai sekadar alat atau kepanjangan kepentingan dari tokoh-tokoh pers tertentu.
[[Deklarasi Sirnagalih]] ditanda tangani pada 7 Agustus 1994.
=== Anggota ===
[[Berkas:AJI 1147.jpg|
Sejak AJI berdiri hingga sekarang, sebagian besar aktivis utamanya justru tidak berasal dari media yang dibreidel, namun justru dari media-media lainnya. Kecuali satu-dua orang, bisa dibilang tak ada satu pun wartawan eks-Editor yang pernah terlibat dalam aktivitas perlawanan AJI pada masa-masa awal berdirinya. Kalau melihat dari persentase, mungkin yang agak banyak terlibat dalam AJI adalah jurnalis eks Tabloid DeTik, disusul kemudian dengan para jurnalis Majalah Tempo.
Baris 35 ⟶ 46:
Dari sekian jurnalis eks-Tempo yang tidak bergabung ke Gatra, juga tidak semuanya aktif di AJI. Sebagian mereka ikut mendirikan Tabloid Kontan, dan sejak itu tak banyak aktif di AJI, meski pada awalnya sebagian mereka ikut menandatangani [[Deklarasi Sirnagalih]].
Di sisi lain, cukup banyak jurnalis-aktivis, yang menggerakkan roda organisasi AJI pada masa awal berdirinya, justru berasal dari grup media yang bukan korban pembreidelan. Mereka antara lain: [[Yosep Stanley Adi Prasetyo]] (Jakarta-Jakarta), Meirizal Zulkarnain (Bisnis Indonesia), Hasudungan Sirait (Bisnis Indonesia), Rin Hindryati (Bisnis Indonesia), [[Satrio Arismunandar]] (Kompas), Dhia Prekasha Yoedha (Kompas), Santoso (Forum Keadilan), [[Ayu Utami]] (Forum Keadilan), Andreas Harsono (The Jakarta Post), Ati Nurbaiti (The Jakarta Post), Roy Pakpahan (Suara Pembaruan), dan lain-lain.
== Pemilihan Nama Organisasi ==
Meski sejak awal sudah merancang ke arah pembentukan organisasi jurnalis alternatif, dalam diskusi 6 Agustus malam di Sirnagalih itu, tampak bahwa gagasan para peserta sangat beragam. Dalam diskusi pleno itu, mengemuka bahwa pembentukan forum komunikasi, paguyuban, atau bentuk apapun di luar organisasi profesi, tidak akan efektif dan tak akan dianggap penting oleh PWI atau pemerintah. Karena PWI yang dikooptasi penguasa adalah organisasi profesi jurnalis, maka imbangan yang pas terhadap PWI juga harus berbentuk organisasi profesi jurnalis,
Forum akhirnya sepakat membentuk organisasi profesi jurnalis. Menurut Salomo Simanungkalit (wartawan Kompas, yang juga penandatangan Deklarasi Sirnagalih), nama AJI itu sudah “ditimang-timang” dan disebut oleh Dhia Prekasha Yoedha, dalam perjalanan naik mobil dari Jakarta menuju Sirnagalih, sebelum pertemuan para jurnalis. Nama itu terkesan bagus, singkat, mudah disebut, mudah diingat, dan punya makna positif. Aji dalam mitologi Jawa berarti suatu ilmu atau kesaktian tertentu.
Baris 52 ⟶ 63:
AJI adalah organisasi jurnalis alternatif. Kata “alternatif” perlu ditekankan, untuk membedakan dari sebutan “tandingan.” Istilah “tandingan” bermakna reaktif. Jika AJI sekadar tandingan dari PWI, maka eksistensi keberadaan AJI akan tergantung pada PWI. Jika PWI bubar, AJI juga harus bubar, karena kelahirannya hanyalah sebagai tandingan atau reaksi dari keberadaan PWI. Itulah sebabnya, sejak awal AJI tak pernah menyebut diri sebagai “tandingan PWI.”
Sedangkan, sebutan “alternatif” pada semangatnya adalah menerima pluralitas dan perbedaan, tidak memonopoli. “Alternatif” bagi AJI artinya bisa menerima adanya organisasi-organisasi lain. Sejak berdirinya AJI,
Pada 7 Agustus siang, mulailah acara penandatangan Deklarasi. Tidak semua peserta yang hadir bersedia menandatangani, dengan pertimbangan yang beragam. Herdi SRS, M. Fadjroel Rachman, [[Ging Ginanjar]], memilih tidak menandatangani. Bambang Harymurti (BHM) namanya dicantumkan di Deklarasi,
Pada kenyataannya, para jurnalis senior “ditodong” untuk ikut memberi tanda tangan dalam Deklarasi, yang isinya dirancang sepenuhnya oleh para jurnalis muda. Bagaimanapun juga, nama para jurnalis senior ini dibutuhkan untuk memberi gaung yang lebih besar pada Deklarasi Sirnagalih, yang menjadi dasar berdirinya AJI. Pada waktu itu, istilah “jurnalis” juga diartikan secara luas dan mencakup juga para kolumnis, sehingga Arief Budiman, Christianto Wibisono, dan Jus Soemadi Pradja yang sudah lama tidak aktif sebagai jurnalis, ikut tanda tangan.
Baris 72 ⟶ 83:
== Program kerja dan kasus ==
Sejak berdiri hingga saat ini, AJI memiliki kepedulian pada tiga isu utama. Inilah yang kemudian diwujudkan menjadi program kerja selama ini. Pertama, perjuangan untuk mempertahankan kebebasan pers. Kedua, meningkatkan profesionalisme jurnalis. Ketiga, meningkatkan kesejahteraan jurnalis. Semua ini merujuk pada persoalan nyata yang dihadapi jurnalis.
=== Ancaman kebebasan pers ===
Perjuangan untuk mempertahankan kebebasan pers merupakan pekerjaan rumah utama AJI. Tidak hanya semasa Orde Baru berkuasa, saat represi terhadap media dan pemberangusan terhadap kebebasan pers sangat tinggi. Setelah Soeharto tumbang berganti era reformasi, isu kebebasan pers itu masih terus aktual. Sebab, represi yang dulunya berasal dari negara, kini justru bertambah dari masyarakat, mulai pejabat dan pengusaha yang merasa terancam oleh pers yang mulai bebas, hingga kelompok-kelompok preman.
Baris 81 ⟶ 93:
Beberapa kasus menonjol dalam kasus kekerasan terhadap pers adalah pembunuhan Fuad Muhammad Syafruddin, wartawan Harian Bernas Yogyakarta, 1996. AJI memberikan perhatian serius atas perkembangan tiap tahun kasus ini. Untuk menghargai dedikasinya kepada profesi, AJI menggunakan nama Udin Award sebagai penghargaan yang diberikan setiap tahun kepada jurnalis yang menjadi korban saat menjalankan tugas jurnalistiknya.
Kasus yang tak kalah penting adalah penyanderaan dua wartawan RCTI, Ersa Siregar dan Ferry Santoro oleh Gerakan Aceh Merdeka, di Aceh Timur, 2003. AJI menggalang dukungan internasional untuk membantu pembebasan tersebut, serta membentuk tim pembebasan bersama sejumlah organisasi lainnya. Ferry Santoro akhirnya selamat,
=== Profesionalisme jurnalis ===
Pers profesional merupakan prasyarat mutlak untuk membagun kultur pers yang sehat. Dengan adanya kualifikasi jurnalis semacam itulah pers di Indonesia bisa diharapkan untuk menjadi salah satu tiang penyangga demokrasi. Karena itulah, AJI melaksanakan sejumlah training, workshop, diskusi dan seminar.
Baris 100 ⟶ 112:
== Pengurus ==
AJI Indonesia berkantor pusat di Jakarta, Jl. Kembang Raya No. 6, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat. Organisasi AJI Indonesia dibantu pengurus AJI Kota di
== Apresiasi Jurnalis Jakarta ==
== Pranala luar ==
* [
* [http://www.blogaji.wordpress.com/ Blog Aliansi Jurnalis Independen]
* [http://www.ifj.org/ International Federation of Journalist]
Baris 116 ⟶ 128:
[[Kategori:Organisasi jurnalis]]
[[Kategori:Organisasi di Indonesia]]
[[Kategori:
|