Pengguna:Athayahisyam/Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Athayahisyam (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi '== Pemikiran dan karya tulis == Hamid Fahmy Zarkasyi mengkritisi pengaruh pemikiran Barat dalam semesta pemikiran Islam<ref name=":4">{{Cite book|last=Hashim|first=Rosnani|date=2010|url=https://www.google.co.id/books/edition/Reclaiming_the_Conversation/gZUc2IzdaBUC|title=Reclaiming the Conversation: Islamic Intellectual Tradition in the Malay Archipelago|publisher=The Other Press|isbn=978-983-9541-74-8|language=en}}</ref>, utamanya pemikiran Islam di Indonesia.<r...'
 
Athayahisyam (bicara | kontrib)
Peringkasan subbab
(8 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 2:
Hamid Fahmy Zarkasyi mengkritisi pengaruh pemikiran Barat dalam semesta pemikiran Islam<ref name=":4">{{Cite book|last=Hashim|first=Rosnani|date=2010|url=https://www.google.co.id/books/edition/Reclaiming_the_Conversation/gZUc2IzdaBUC|title=Reclaiming the Conversation: Islamic Intellectual Tradition in the Malay Archipelago|publisher=The Other Press|isbn=978-983-9541-74-8|language=en}}</ref>, utamanya pemikiran Islam di Indonesia.<ref name=":5">{{Cite book|last=Husaini|first=Adian|date=2005|url=https://books.google.co.id/books?id=nn8cODFdNEcC|title=Wajah peradaban Barat: dari hegemoni Kristen ke dominasi sekular-liberal|publisher=Gema Insani|isbn=978-979-561-992-5|language=id}}</ref> Ia menentang sekularisasi dan liberalisasi Islam di Indonesia.<ref name=":6">{{Cite web|last=Nasrul|first=Erdy|date=2022-02-16|title=Hamid Fahmy Zarkasyi, dkk di Tengah Liberalisasi Islam|url=https://republika.id/posts/25122/hamid-fahmy-zarkasyi-dkk-di-tengah-liberalisasi-islam|website=Republika|language=|archive-url=https://web.archive.org/web/20240709092908/https://www.republika.id/posts/25122/hamid-fahmy-zarkasyi-dkk-di-tengah-liberalisasi-islam|archive-date=2024-07-09|access-date=2024-07-09}}</ref> Beberapa kajian utama Hamid Fahmy Zarkasyi adalah sebagai berikut.
 
=== Deliberalisasi dan Dewesternisasi ===
Hamid menekankan bahwa konsep Tuhan dalam tradisi intelektual Barat problematik, ia menggaris bawahi sikap manusia Barat yang meletakkan posisi teologi sebagai hal yang hanya bisa dipahami lewat iman, sementara filsafat hanya dengan akal.
Istilah "Islam Liberal" mulai populer sejak tahun 2004 melalui kajian keislaman di kampus-kampus besar Islam di Indonesia.<ref>{{Cite book|last=Dzulhadi|first=Qosim Nursheha|date=2013|url=https://books.google.co.id/books/about/Membongkar_kedok_liberalisme_di_Indonesi.html?id=0eYwlwEACAAJ|title=Membongkar kedok liberalisme di Indonesia: study kritis pemikiran sekularisme, pluralisme & liberalisme|publisher=Cakrawala Publishing|isbn=978-602-205-011-7|language=id}}</ref> Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa corak Islam Liberal sudah terlihat sejak tahun 1990 - 2000 dengan polemik teologi rasional [[Muktazilah|Mu'tazilah]] yang dikemukakan oleh [[Harun Nasution]],<ref>{{Cite book|last=Nasution|first=Harun|date=1979|url=https://books.google.co.id/books/about/Islam_ditinjau_dari_berbagai_aspeknya.html?id=ONf2vwEACAAJ|title=Islam ditinjau dari berbagai aspeknya|publisher=Universitas Indonesia|language=id}}</ref> yang kemudian memperoleh kritik dari [[Mohammad Rasjidi]].<ref>{{Cite book|last=Rasyidi|first=M.|date=1977|url=https://books.google.co.id/books/about/Koreksi_terhadap_Dr_Harun_Nasution_tenta.html?id=GMuOGwAACAAJ|title=Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang Islam ditinjau dari berbagai aspeknya|publisher=Bulan Bintang|language=id}}</ref>
 
{{quote|Sejak awal era modern, Francis Bacon (1561-1626) menggambarkan ''mindset'' manusia Barat begini: ''Theology is known by faith but philosophy should depend only upon reason.'' Maknanya, teologi di Barat tidak masuk akal dan berfilsafat tidak bisa melibatkan keimanan pada Tuhan.}}
[[Leonard Binder]] menerangkan bahwa "Islam Liberal" adalah Muslim yang menganut faham penafsiran yang tidak tekstual terhadap [[Al-Qur'an|Qur'an]], melainkan menafsirkan dengan pencarian esensi makna yang dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman.<ref>{{Cite book|last=Binder|first=Leonard|date=1988-08-15|url=https://books.google.co.id/books/about/Islamic_Liberalism.html?id=pkNKPebCfwEC|title=Islamic Liberalism: A Critique of Development Ideologies|publisher=University of Chicago Press|isbn=978-0-226-05147-5|language=en}}</ref> [[Charles Kurzman|Kurzman]], dalam bukunya ''Liberal Islam'' (diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul ''Wacana Islam Liberal''<ref>{{Cite journal|last=Kurzman|first=Charles|date=2001|title=Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu Global|url=https://scholar.google.com/scholar?cluster=1351541186559895345&hl=en&oi=scholarr|journal=Jakarta: paramadina}}</ref>)—yang secara aktif dikaji oleh akademisi Indonesia<ref name=":6" />—berpendapat bahwa Islam Liberal adalah Muslim yang kritis terhadap tradisi Islam adat dan Islam Revivalis yang menyebabkan keterbelakangan umat Islam, di samping dengan memiliki semangat untuk mengedepankan nilai Islam yang sejalan dengan nilai liberalisme barat seperti demokrasi, kemajuan ekonomi, hak asasi manusia dan lain sebagainya.<ref>{{Cite book|last=Kurzman|first=Charles|date=1998|url=http://dx.doi.org/10.1093/acref/9780195116212.001.0001|title=Liberal Islam|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-511621-2}}</ref>
 
Akibatnya, intelektualitas di peradaban Barat tidak bisa rukun dengan diskusi filsafat dan sains. Hamid menandaskan hal tersebut sekaligus akibat dari problematika ini.
Hamid Fahmy Zarkasyi mengkorelasikan antara pemikiran liberal cendekiawan Islam dengan tren pemikiran Barat untuk mewujudkan [[Masyarakat madani|masyarakat sipil]] (''civil society'') dan menegaskan bahwa [[metodologi]], kerangka kerja, konsep dan teori yang digunakan untuk mewujudkan gagasan masyarakat sipil bertentangan secara diametrikal dengan apa yang telah ada dalam tradisi intelektual Islam.<ref name=":7">{{Cite book|last=Zarkasyi|first=Hamid Fahmy|last2=Salim|first2=Mohammad Syam'un|date=2021|url=https://books.google.co.id/books/about/Rasional_tanpa_menjadi_liberal.html?id=Qpa3zgEACAAJ|title=Rasional tanpa menjadi liberal: menjawab tantangan liberalisasi pemikiran Islam|publisher=Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization|isbn=978-602-52894-4-6|language=id}}</ref> Ia menekankan bahwa pengkaji Islam Liberal terkesan "memaksakan" pembacaan Islam menggunakan metodologi dan teori Barat, tanpa proses epistemologis yang jelas.<ref name=":7" /> Hamid kemudian merelasikan pemaksaan ini dengan teori Foucault mengenai ilmu dan kekuasaan. Menurut Foucault, ilmu merupakan kekuasaan dan saat digunakan ia akan mengatur perilaku orang lain.<ref>{{Cite book|last=Foucault|first=Michel|date=1977|url=https://books.google.co.id/books/about/Discipline_and_Punish.html?id=pWv1R2o_PWsC|title=Discipline and Punish: The Birth of the Prison|publisher=Vintage Books|isbn=978-0-679-75255-4|language=en}}</ref> Dalam pandangan Hamid, teori tersebut terpenuhi dalam pemaksaan pembacaan Islam menggunakan perspektif (metodologi dan teori) Barat<ref name=":7" />. Secara tersirat, ia menganggap bahwa liberalisasi Islam merupakan upaya melanggengkan penjajahan Barat yang sudah terejawantahkan sebelumnya dalam bentuk hegemoni keilmuan Orientalisme, sebagaimana yang dipaparkan oleh [[Edward Said|Said]]<ref>{{Cite book|last=Said|first=Edward W.|date=2014-10-01|url=https://www.google.com/books/edition/Orientalism/npF5BAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=said+orientalism&printsec=frontcover|title=Orientalism|publisher=Knopf Doubleday Publishing Group|isbn=978-0-8041-5386-7|language=en}}</ref> dan kemudian [[Wael Hallaq|Hallaq]].<ref>{{Cite book|last=Hallaq|first=Wael B.|date=2018-07-03|url=https://www.google.com/books/edition/Restating_Orientalism/HUtBDwAAQBAJ?hl=en|title=Restating Orientalism: A Critique of Modern Knowledge|publisher=Columbia University Press|isbn=978-0-231-54738-3|language=en}}</ref>
 
{{quote|...Tuhan tidak lagi berkaitan dengan ilmu, dunia empiris...Akhirnya Barat kini, dalam bahasa Nietzsche, sedang "menempuh ketiadaan yang tanpa batas."}}
 
Ketika pemikiran Barat masuk ke dalam semesta intelektualitas Indonesia, dalam pandangan Hamid, yang terjadi ialah diskursus teologi yang menggugat sifat Tuhan sebagai entitas maha kuasa, dan diskursus memisahkan antara ketuhanan sebagai akar peradaban dengan peradaban itu sendiri.
 
{{quote|Kini di Indonesia dan di negeri-negeri Muslim lainnya, sebagian cendekiawan Muslim mulai ikut-ikutan risih dengan konsep Allah Maha Kuasa (''Supreme Being''). Tuhan tidak lagi mengatur segala aspek kehidupan manusia. Bahkan kekuasaan Tuhan harus dibatasi.}}
 
Lebih jauh lagi, Hamid menegaskan, bahwa sekularisasi menumbuhkan logika relativisme. Dari pandangan relatif terhadap kebenaran agama, berujung kepada ateisme, yang meniadakan Tuhan. Produk akhirnya adalah membuat manusia menjadi ateis epistemologi, yang menolak kuasa Tuhan pada rasio.
 
{{quote|Mungkin karena tidak ada ilmu dalam teologi akhirnya tidak ada Tuhan dalam ilmu (''godless''). Jadi ateis di zaman modern adalah ateis epistemologi...Orang menjadi ateis bukan hanya karena lemah iman, tapi juga salah ilmu. Ilmunya tidak menambah imannya. Epistemologinya tidak teologis dan teologinya tidak epistemologis. Dalam Islam, hati yang tak berzikir adalah mati, dan otak yang tidak bertafakkur akan kufur.}}
 
Untuk "membalik" efek liberalisasi dan westernisasi ini, Hamid mengajukan dewesternisasi dan deliberalisasi dengan program Islamisasi<ref>{{Cite web|last=Salim|first=Moh. Syam'un|date=2022-02-12|title=Prof. Hamid: Cerminan Imbangnya Kekayaan Turats dan Penguasaan Wacana Kontemporer|url=https://insists.id/prof-hamid-cerminan-imbangya-kekayaan-turats-dan-penguasaan-wacana-kontemporer/|website=INSISTS|language=|access-date=2024-07-09}}</ref> yang berasal dari pandangan hidup (''worldview'') Islam.<ref>{{Cite book|last=Zarkasyi|first=Hamid Fahmy|date=2020|url=https://www.google.com/books/edition/Minhaj_berislam/KP9fzQEACAAJ?hl=en|title=Minhaj berislam: dari ritual hingga intelektual|publisher=Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization|isbn=978-602-52894-3-9|language=id}}</ref>
 
=== Deliberalisasi ===
Istilah "Islam Liberal" mulai populer sejak tahun 2004 melalui kajian keislaman di kampus-kampus besar Islam di Indonesia.<ref>{{Cite book|last=Dzulhadi|first=Qosim Nursheha|date=2013|url=https://books.google.co.id/books/about/Membongkar_kedok_liberalisme_di_Indonesi.html?id=0eYwlwEACAAJ|title=Membongkar kedok liberalisme di Indonesia: study kritis pemikiran sekularisme, pluralisme & liberalisme|publisher=Cakrawala Publishing|isbn=978-602-205-011-7|language=id}}</ref> Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa corak Islam Liberal sudah terlihat sejak tahun 1990 - 2000 dengan polemikdiskursus teologi rasional [[Muktazilah|Mu'tazilah]] yang dikemukakan oleh [[Harun Nasution]],<ref>{{Cite book|last=Nasution|first=Harun|date=1979|url=https://books.google.co.id/books/about/Islam_ditinjau_dari_berbagai_aspeknya.html?id=ONf2vwEACAAJ|title=Islam ditinjau dari berbagai aspeknya|publisher=Universitas Indonesia|language=id}}</ref> yang kemudian memperoleh kritik dari [[Mohammad Rasjidi]].<ref>{{Cite book|last=Rasyidi|first=M.|date=1977|url=https://books.google.co.id/books/about/Koreksi_terhadap_Dr_Harun_Nasution_tenta.html?id=GMuOGwAACAAJ|title=Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang Islam ditinjau dari berbagai aspeknya|publisher=Bulan Bintang|language=id}}</ref>
 
[[Leonard Binder]] menerangkan bahwa "Islam Liberal" adalah Muslim yang menganut faham penafsiran yang tidak tekstual terhadap [[Al-Qur'an|Qur'an]], melainkan menafsirkan dengan pencarian esensi makna yang dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman.<ref>{{Cite book|last=Binder|first=Leonard|date=1988-08-15|url=https://books.google.co.id/books/about/Islamic_Liberalism.html?id=pkNKPebCfwEC|title=Islamic Liberalism: A Critique of Development Ideologies|publisher=University of Chicago Press|isbn=978-0-226-05147-5|language=en}}</ref> [[Charles Kurzman|Kurzman]], dalam bukunya ''Liberal Islam'' (diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul ''Wacana Islam Liberal''<ref>{{Cite journal|last=Kurzman|first=Charles|date=2001|title=Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu Global|url=https://scholar.google.com/scholar?cluster=1351541186559895345&hl=en&oi=scholarr|journal=Jakarta: paramadina}}</ref>)—yang secara aktif dikaji oleh akademisi Indonesia<ref name=":6" />—berpendapat bahwa Islam Liberal adalah Muslim yang kritis terhadap tradisi Islam adat dan Islam Revivalis yang menyebabkan keterbelakangan umat Islam, di samping dengan memiliki semangat untuk mengedepankan nilai Islam yang sejalan dengan nilai liberalisme barat seperti demokrasi, kemajuan ekonomi, hak asasi manusia dan lain sebagainya.<ref>{{Cite book|last=Kurzman|first=Charles|date=1998|url=http://dx.doi.org/10.1093/acref/9780195116212.001.0001|title=Liberal Islam|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-511621-2}}</ref>
 
Hamid Fahmy Zarkasyi mengkorelasikan antara pemikiran liberal cendekiawan Islam dengan tren pemikiran Barat untuk mewujudkan [[Masyarakat madani|masyarakat sipil]] (''civil society'') dan menegaskan bahwa [[metodologi]], kerangka kerja, konsep dan teori yang digunakan untuk mewujudkan gagasan masyarakat sipil bertentangan secara diametrikal dengan apa yang telah ada dalam tradisi intelektual Islam.<ref name=":7">{{Cite book|last=Zarkasyi|first=Hamid Fahmy|last2=Salim|first2=Mohammad Syam'un|date=2021|url=https://books.google.co.id/books/about/Rasional_tanpa_menjadi_liberal.html?id=Qpa3zgEACAAJ|title=Rasional tanpa menjadi liberal: menjawab tantangan liberalisasi pemikiran Islam|publisher=Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization|isbn=978-602-52894-4-6|language=id}}</ref> Ia menekankan bahwa pengkaji Islam Liberal terkesan "memaksakan" pembacaan Islam menggunakan metodologi dan teori Barat, tanpa proses epistemologis yang jelas.<ref name=":7" /> Hamid kemudian merelasikan pemaksaan ini dengan teori Foucault mengenai ilmu dan kekuasaan. Menurut Foucault, ilmu merupakan kekuasaan dan saat digunakan ia akan mengatur perilaku orang lain.<ref>{{Cite book|last=Foucault|first=Michel|date=1977|url=https://books.google.co.id/books/about/Discipline_and_Punish.html?id=pWv1R2o_PWsC|title=Discipline and Punish: The Birth of the Prison|publisher=Vintage Books|isbn=978-0-679-75255-4|language=en}}</ref> Dalam pandangan Hamid, teori tersebut terpenuhi dalam pemaksaan pembacaan Islam menggunakan perspektif (metodologi dan teori) Barat<ref name=":7" />. Secara tersirat, ia menganggap bahwa liberalisasi Islam merupakan upaya melanggengkan penjajahan Barat yang sudah terejawantahkan sebelumnya dalam bentuk hegemoni keilmuan Orientalisme, sebagaimana yang dipaparkan oleh [[Edward Said|Said]]<ref>{{Cite book|last=Said|first=Edward W.|date=2014-10-01|url=https://www.google.com/books/edition/Orientalism/npF5BAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=said+orientalism&printsec=frontcover|title=Orientalism|publisher=Knopf Doubleday Publishing Group|isbn=978-0-8041-5386-7|language=en}}</ref> dan kemudian [[Wael Hallaq|Hallaq]].<ref>{{Cite book|last=Hallaq|first=Wael B.|date=2018-07-03|url=https://www.google.com/books/edition/Restating_Orientalism/HUtBDwAAQBAJ?hl=en|title=Restating Orientalism: A Critique of Modern Knowledge|publisher=Columbia University Press|isbn=978-0-231-54738-3|language=en}}</ref>
 
=== Pandangan hidup dan epistemologi Islam ===
Istilah [[pandangan hidup]] (''worldview''), sejauh literatur menyebutkan<ref name=":0">{{Cite book|last=Naugle|first=David K.|date=2002-07-16|url=https://www.google.co.id/books/edition/Worldview/qBzjfDMpvBIC|title=Worldview: The History of a Concept|publisher=Wm. B. Eerdmans Publishing|isbn=978-0-8028-4761-4|language=en}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Englert|first=Alexander T.|date=2023-04-25|title=The Conceptual Origin of Worldview in Kant and Fichte|url=https://www.degruyter.com/document/doi/10.1515/jtph-2022-0007/html|journal=Journal of Transcendental Philosophy|language=en|volume=4|issue=1|pages=1–24|doi=10.1515/jtph-2022-0007|issn=2626-8310}}</ref>, pertama kali digunakan oleh [[Immanuel Kant]] dalam bukunya ''[[Kritik atas Nalar Murni]]'' (''Critique of Pure Reason'') dengan istilah ''Weltanschauung''<ref>{{Cite book|last=Kant|first=Immanuel|last2=Kant|first2=Immanuel|date=2007|title=Critique of pure reason|location=London|publisher=Penguin Books|isbn=978-0-14-044747-7|editor-last=Weigelt|editor-first=Marcus|series=Penguin classics|translator-last=Müller|translator-first=Friedrich Max}}</ref><ref>{{Cite book|last=Grimm|first=Jacob|last2=Grimm|first2=Wilhelm|date=20|title=Deutsches Wörterbuch|location=München|publisher=Dt. Taschenbuch-Verl. [u.a.]|isbn=978-3-423-05945-9|edition=Nachdr|series=Dtv}}</ref> (bahasa Jerman: pandangan-dunia). Istilah ini kemudian dikembangkan oleh ragam pemikir, seperti [[Georg Wilhelm Friedrich Hegel|Hegel]]<ref>{{Cite journal|last=Ashmore|first=Jerome|date=1966|title=Three Aspects of Weltanschauung|url=https://www.jstor.org/stable/4104855|journal=The Sociological Quarterly|volume=7|issue=2|pages=215–228|issn=0038-0253}}</ref>, [[Wilhelm Dilthey|Dilthey]]<ref>{{Cite journal|last=Makkreel|first=Rudolf|date=2008-01-16|title=Wilhelm Dilthey|url=https://plato.stanford.edu/ENTRIES/dilthey/#DiltReflEthiWorlHisDoubAbouMeta|language=en}}</ref>, dan [[Edmund Husserl|Husserl]]<ref name=":0" />. Pandangan hidup terbentuk dari akumulasi pengetahuan dalam pikiran manusia, baik pengetahuan ''[[Apriori|a priori]]'' maupun ''[[a posteriori]],'' konsep-konsep, serta sikap mental yang ia kembangkan semasa hidupnya.<ref name=":1">{{Cite book|vauthors=Muslih MK, et al.|date=2021|url=http://repo.unida.gontor.ac.id/1433/5/Buku%20Epistemologi%20islam%20%20prinsip-prinsip%20dasar%20ilmu%20pengetahuan%20dalam%20Islam.pdf|title=Epistemologi Islam|location=Ponorogo|publisher=Universitas Darussalam Gontor Press|url-status=live}}</ref> Akumulasi pengetahuan ini—disebut Thomas F. Wall disebut sebagai ''epistemological beliefs—''membentuk pandangan hidup, bersama dengan peranan besar dari kepercayaan metafisik (''metaphysical beliefs'') yang ia anut.<ref>{{Cite book|last=Wall|first=Thomas F.|date=2001|url=https://books.google.co.id/books/about/Thinking_Critically_about_Philosophical.html?id=CDAQAQAAIAAJ|title=Thinking Critically about Philosophical Problems|publisher=Wadsworth/Thompson Learning|isbn=978-0-534-57420-8|language=en}}</ref> Menurut Alparslan Açikgenç, pandangan hidup lahir dari kristalisasi konsep-konsep dalam pikiran manusia yang membentuk kerangka berfikir (''mental framework'').<ref name=":2">{{Cite journal|last=Açikgenç|first=Alparslan|date=1996|title=The Framework for A History of Islamic Philosophy|url=https://journals.iium.edu.my/shajarah/index.php/shaj/article/view/177|journal=Al-Shajarah|volume=1|issue=1|pages=10}}</ref> Hamid Fahmy Zarkasyi menyimpulkan, bahwa ilmu pengetahuan yang diperoleh seseorang itu terdiri dari ide-ide, kepercayaan, aspirasi, dan lain sebagainya yang seluruhnya membentuk suatu totalitas konsep yang saling berkaitan dan terorganisasi dalam sebuah jaringan dalam pikiran manusia.<ref name=":1" /> Pengetahuan ini, dalam tradisi intelektual Islam, adalah terbantuk dari konsep dan ajaran dalam agama Islam. Mengikuti Alparslan<ref name=":2" />, Hamid berpendapat bahwa pandangan hidup Islam adalah termasuk pandangan hidup transparan (''transparent worldview''{{efn|Alparslan membagi pandangan hidup menjadi dua, berdasarkan bagaimana ia muncul. Pandangan hidup pertama disebut dengan pandangan hidup alami (''natural worldview'') yang merupakan hasil kerja akal tanpa disadari, mengikuti keadaan mental berfikir, kebudayaan dan kehidupan masyarakat. Pandangan hidup kedua disebut dengan pandangan hidup transparan (''transparent worldview'') yang merupakan hasil kerja akal yang disadari untuk mencari pengetahuan, sehingga ia secara sadar memikirkan konsep-konsep yang dapat dilihat (transparan) bagi akalnya.<ref>{{cite journal |last1=Açıkgenç |first1=Alparslan |title=Worldview Projected From the Qur'anic Outlook |journal=The Straight Path |date=October 2021 |page=1-36 |url=https://www.istikametdergisi.org/uploads/bb33cf75-449a-4b52-abc0-d3adad09caf2/19ca6d5a-a5ee-45b5-987d-cdee350914fa/1-_Alparslan%20A%C3%A7%C4%B1kgen%C3%A7_Worldview%20and%20Qur'an.....pdf |access-date=11 Juli 2024}}</ref>}}) karena ia tidak lahir di antara masyarakat ilmiah yang memiliki mekanisme canggih untuk menghasilkan ilmu pengetahuan. Pandangan hidup Islam, muncul dari wahyu Ilahi (''divine revelations'') yang diterima oleh Muhammad, dan kemudian olehnya dijelaskan dan disebarkan ke masyarakat.<ref name=":1" />
 
==Catatan==
{{notelist}}
 
== Referensi ==