Nafsu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Dalam agama: Terjemah Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Soufiyouns (bicara | kontrib) + {{Authority control}} |
||
(9 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Distinguish|nafsi}}
{{emosi}}▼
{{wiktionary|nafsu}}
[[Berkas:Jheronimus_Bosch_Table_of_the_Mortal_Sins_%28Luxuria%29.jpg|jmpl|ka|280px|Detail: ''Luxuria'' (Hawa Nafsu), dalam ''[[The Seven Deadly Sins and the Four Last Things]]'', oleh [[Hieronymus Bosch]].]]
▲{{emosi}}
'''Hawa nafsu''' adalah sebuah perasaan atau kekuatan emosional yang besar dalam diri seorang manusia; berkaitan secara langsung dengan pemikiran atau fantasi seseorang. Hawa nafsu merupakan kekuatan psikologis yang kuat yang menyebabkan suatu hasrat atau keinginan intens terhadap suatu objek atau situasi demi pemenuhan emosi tersebut.<ref name="richard">{{en}} {{cite book|author=Richard Lazarus with Bernice N Lazarus|title=Passion and Reason: Making Sense of Our Emotions|url=https://archive.org/details/passionreasonmak00laza|year=1994|location=New York|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0195104615}}</ref> Dapat berupa hawa nafsu untuk pengetahuan, kekuasaan, dan lainnya; namun pada umumnya dihubungkan dengan hawa nafsu [[seksual]].
== Dalam agama ==
Agama-agama cenderung membedakan antara gairah/[[renjana]] (''passion'') dan nafsu dengan mengkategorikan nafsu sebagai keinginan yang tidak bermoral dan renjana dianggap sebagai ''nafsu'' yang diterima secara moral.
=== Islam ===▼
Hawa nafsu dianggap tidak bermoral karena objek atau tindakannya bertentangan dengan [[hukum alam]] dan/atau saat hasrat (misalnya [[hasrat seksual]]) menguasai dan mengatur akal sehat orang tersebut, tidak bisa lagi dikontrol oleh akal dan kehendak orang tersebut.
Sedangkan renjana, bagaimanapun kekuatannya, dipertahankan sebagai sesuatu yang diberikan Tuhan dan bermoral, karena maksud, tindakan, dan niat di baliknya adalah kebajikan dan ketertiban terhadap ciptaan, sekaligus juga diatur oleh akal dan kehendak orang tersebut.
▲=== Islam ===
Idiom 'hawa nafsu' tersusun dari kata ''hawa'' dan ''nafsu'' yang keduanya merupakan serapan dari Bahasa Arab. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), secara etimologi kata 'nafsu' memiliki beberapa makna, di antaranya: keinginan, kecenderungan, atau dorongan hati yang kuat; gairah, atau meradang. Bila ditambah dengan kata 'hawa', menjadi hawa nafsu, maka bermakna dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik.<ref>{{Cite web|year=2016|title=KBBI Daring: nafsu|url=https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nafsu|website=KBBI Daring|publisher=Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan RI|language=Indonesia|access-date=2023-02-19}}</ref> Idiom 'hawa nafsu' dibedakan dari istilah 'syahwat' yang secara spesifik dikaitkan dengan nafsu atau keinginan untuk bersetubuh atau keberahian.<ref>{{Cite web|year=2016|title=KBBI Daring: syahwat|url=https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/syahwat|website=KBBI Daring|publisher=Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan RI|access-date=2023-02-19}}</ref>
Ketiga perkataan ini (hawa, nafsu dan syahwat) berasal dari bahasa Arab:
Baris 31 ⟶ 37:
Hawa nafsu berasal dari {{lang-la|luxuria}} yang digunakan [[Santo]] [[Hieronimus]] untuk menerjemahkan berbagai dosa dalam kitab suci ([[Vulgata]]), termasuk kemabukan dan hasrat seksual berlebih.<ref name="mark">{{en}} {{cite book|author=Mark D. Jordan|title=The Invention of Sodomy p. 37|year=1994}}</ref> Santo [[Gregorius Agung]] kemudian menempatkan hawa nafsu ({{lang-la|luxuria}}, {{lang-en|luxury}}) dalam salah satu dari [[tujuh dosa pokok]], dan mempersempit cakupannya menjadi keinginan yang tidak teratur.<ref name="mark"/><ref name="ccc3118">{{en}} {{cite web |url=http://www.vatican.va/archive/ccc_css/archive/catechism/p3s1c1a8.htm |title=Catechism of the Catholic Church - Sin |publisher=Holy See}}</ref> Lalu Santo [[Thomas Aquinas]] dalam [[Summa Theologia]] turut menegaskan bahwa hawa nafsu memang termasuk dosa pokok; sambil mengutip kata-kata St [[Isidore dari Sevilla|Isidorus dari Sevilla]], St Thomas mengaitkan hawa nafsu sebagai kesenangan seksual yang merusakkan pikiran manusia.<ref name="summa3153">{{en}} {{cite web |url=http://www.newadvent.org/summa/3153.htm |author=St. Thomas Aquinas |title=The Summa Theologica II.II-Q153 (Lust) |publisher=New Advent |edition=1920, Second and Revised Edition}}</ref> Perlu diketahui bahwa [[Alkitab]] [[Douay Rheims]], yang dahulu umum digunakan kalangan [[Katolik]] berbahasa Inggris, menggunakan kata ''luxury'' bukan ''lust''.
Secara lengkap [[Katekismus Gereja Katolik]] (KGK) #2351 mendefinisikan hawa nafsu ({{lang-en|lust}}) sebagai suatu keinginan yang tidak teratur atau kenikmatan berlebihan atas kepuasan seksual, apabila kepuasan tersebut dikejar bagi dirinya sendiri dengan melepaskannya dari tujuan [[prokreasi]] (demi kelahiran manusia baru) dan persatuan dalam cinta kasih suami - isteri ([http://imankatolik.or.id/alkitab.php?k=tob&b=8&a1=4&a2=9 Tobit 8:4-9]) --KGK #2361.<ref name="ccc3226">{{en}} {{cite web |url=http://www.vatican.va/archive/ccc_css/archive/catechism/p3s2c2a6.htm |publisher=Holy See |title=Catechism of the Catholic Church - The Sixth Commandment}}</ref> Ungkapan kebiasaan buruk hawa nafsu menghasilkan [[dosa (kristen)|dosa]] berat (Lihat: [[Dosa (Kristen)#Bobot Dosa|Bobot Dosa]]) melawan kemurnian yaitu: [[perzinahan]],
Karena kadar dosa yang berat, mutlak dibutuhkan penyesalan dan rahmat dari [[Sakramen]] [[Rekonsiliasi|Pengakuan Dosa]] sebagai langkah awal kesembuhan dari keterikatan hawa nafsu (KGK #1856);<ref name="ccc3118"/>
== Lihat pula ==
Baris 61 ⟶ 67:
{{Tujuh Dosa Pokok}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Hukum agama]]
|