Sidratul Muntaha: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Soufiyouns (bicara | kontrib)
+ {{Authority control}}
 
(43 revisi perantara oleh 22 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Ensiklopedia Islam|Muhammad}}
'''SidratSidratul al-MuntahāMuntaha''' ([[bahasa{{Lang-ar|سدرة Arab]]:المنتهى|Sidrat al-Muntahā}}<big><big> سدرة المنتهى‎ </big></big>, '''Sidratul Muntaha''') adalah sebuah [[pohon]] [[bidara]] (''sidr'') yang menandai akhir dari [[langit]]/[[Surga]] ke tujuhketujuh, sebuahyang batasmenandai dibatas manatempat [[makhluk]] tidak dapat melewatinya, menurut kepercayaanagama [[Islam]]. Dalam kepercayaan ajaran lain ada pula semacam kisah tentangyang Sidratmirip dengan ''Sidratul al-Muntahā'', yang disebut sebagai "[[Pohon kehidupan|Pohon Kehidupan]]".
 
PadaDalam tanggal 27 Rajab selamaperistiwa [[Isra Mi'rajMikraj]], hanya nabi Islam, [[Muhammad]], yang bisa memasuki ''SidratSidratul al-Muntaha'' dan dalam perjalanan tersebut, Muhammad ditemani olehdidampingi [[Malaikatmalaikat]] [[Jibril]], di manadan [[Allah]] memberikan perintah kepada umat Islam untuk mendirikan [[Salat lima waktu|Salatsalat 5 waktu]].<ref>El-Sayed DalamEl-Aswad. Agama [[Baha'i]] ''Sidrat[https://books.google.com/books?id=5CAJwXmjt3cC al-Muntahā''Religion biasaand disebutFolk denganCosmology: "Scenarios of the Visible and Invisible in Rural Egypt]''Sadratu'l-Muntahá''". adalahPraeger/Greenwood. sebuahUnited kiasanStates: untuk2002. penjelmaanp. [[Tuhan]]84. {{ISBN|0-89789-924-5}}</ref>
 
Dalam agama [[Baháʼí]] ''Sidrat al-Muntahā'' biasa disebut dengan "''Sadratu'l-Muntahá''" adalah sebuah kiasan untuk penjelmaan [[Tuhan]].
== Etimologi ==
Sidrat al-Muntahā berasal dari kata ''sidrah'' dan ''muntaha''. ''Sidrah'' adalah pohon Bidara, sedangkan ''muntaha'' berarti tempat berkesudahan, sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut:
{{cquote|''Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah '''kesudahan''' (segala sesuatu). (An-Najm, 53:41-42)}}
 
== Etimologi dan wujud ==
Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha berarti pohon Bidara tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al-Qur'an, yaitu pada ayat:
''Sidrat al-Muntahā'' berasal dari kata ''sidrah'' dan ''muntaha''. ''Sidrah'' adalah "pohon Bidarabidara", sedangkan ''muntaha'' berarti "tempat berkesudahan" atau "puncak", sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut:
{{cquote|''...(yaitu) di '''Sidratil Muntaha'''. (An-Najm, 53:14)}}
 
{{cquoteQuote|''Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah '''kesudahan''' (segala sesuatu).|{{cite (An-Najm, quran|53:|41-42)|style=inline}}}}
Menurut [[cendikiawan Muslim]] dinamakan ''Sidratul Muntaha'' (secara harfiah Pohon Puncak) karena ilmu [[malaikat]] hanya sampai disini, dan tidak ada yang mampu melewati pohon tersebut. Kemudian semua ketetapan Allah yang turun, pangkalnya dari pohon tersebut, dan semua yang naik ujungnya ada di pohon itu pula.<ref>[[Ibnu Abbas]] dan para ahli tafsir mengatakan: "Dinamakan sidratul muntaha (pohon puncak), karena ilmu malaikat puncaknya sampai disini. Tidak ada yang bisa melewatinya, kecuali rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa dinamakan sidratul muntaha karena semua ketetapan Allah yang turun, pangkalnya dari sana dan semua yang naik, ujungnya ada di sana." (Ta’liqat ‘ala Shahih Muslim, Muhamad Fuad Abdul Baqi, 1/145).</ref>
 
Dengan demikian, secara bahasa Sidratul MuntahaSidratulmuntaha berarti pohon Bidara"bidara tempatyang berkesudahan". Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al-Qur'an, yaitu pada ayat:
== Wujud Sidrat al-Muntahā ==
Sidratul Muntaha digambarkan sebagai Pohon Bidara yang sangat besar, tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana atau kendi dari daerah Hajar.<ref>Hadis dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Aku melihat Shidratul-Muntaha di langit ke tujuh. Buahnya seperti kendi daerah Hajar, dan daunnya seperti telinga gajah. Dari akarnya keluar dua sungai luar dan dua sungai dalam. Kemudian aku bertanya, “Wahai Jibril, apakah keduanya ini?” Dia menjawab, “Adapun dua yang dalam itu ada di surga sedangkan dua yang di luar itu adalah Nil dan Eufrat. (HR. Bukhari 3207)</ref><ref>Dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha'sha'ah, dari Nabi {{SAW}}. Diapun menyebutkan hadits Mi'raj, dan di dalamnya: "Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha". Lalu Nabi {{SAW}} mengisahkan: "Bahwasanya daunnya seperti telinga gajah dan bahwa buahnya seperti bejana batu". Hadits telah dikeluarkan dalam ash-Shahihain dari hadits Ibnu Abi Arubah. Hadits riwayat al-Baihaqi (1304). Asal hadits ini ada pada riwayat al-Bukhari (3207) dan Muslim (164).</ref>
 
{{Quote|yaitu di '''Sidratulmuntaha'''|{{cite quran|53|14|style=inline}}}}
Menurut Kitab ''As-Suluk'', ''Sidrat al-Muntahā'' adalah sebuah pohon yang terdapat di bawah [['Arsy]], pohon tersebut memiliki daun yang sama banyaknya dengan sejumlah makhluk ciptaan Allah.<ref>Kabil Akbar katanya: “Allah SWT telah menciptakan sebuah pohon di bawah Arsy yang mana daunnya sama banyak dengan bilangan makhluk yang Allah ciptakan. Jika seseorang itu telah diputuskan ajalnya, maka umurnya tinggal 40 hari dari hari yang diputuskan. Maka jatuhlah daun itu kepada Malaikat Maut, tahulah bahwa dia telah diperintahkan untuk mencabut nyawa orang yang tertulis pada daun tersebut.</ref>
 
Menurut [[cendikiawan Muslim|ulama]] dinamakan ''Sidratul MuntahaSidratulmuntaha'' (secara harfiah Pohon Puncak) karena ilmu [[malaikat]] hanya sampai disinidi sini, dan tidak ada yang mampu melewati pohon tersebut. Kemudian semua ketetapan Allah yang turun, pangkalnya dari pohon tersebut, dan semua yang naik ujungnya ada di pohon itu pula.<ref>[[Ibnu Abbas]] dan para ahli tafsir mengatakan: "Dinamakan sidratul muntaha (pohon puncak), karena ilmu malaikat puncaknya sampai disini. Tidak ada yang bisa melewatinya, kecuali rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa dinamakan sidratul muntaha karena semua ketetapan Allah yang turun, pangkalnya dari sana dan semua yang naik, ujungnya ada di sana." (Ta’liqat ‘ala Shahih Muslim, Muhamad Fuad Abdul Baqi, 1/145).</ref>
Allah berfirman dalam surah An-Najm 16, {{cquote|''Ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya (an-Najm, 53: 16)}} Dikatakan bahwa yang menyelimutinya adalah [[permadani]] yang terbuat dari [[emas]].
 
Sidratul MuntahaSidratulmuntaha digambarkan sebagai Pohon Bidarabidara yang sangat besar, tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana atau kendi dari daerah Hajar.<ref>Hadis dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Aku melihat Shidratul-Muntaha di langit ke tujuh. Buahnya seperti kendi daerah Hajar, dan daunnya seperti telinga gajah. Dari akarnya keluar dua sungai luar dan dua sungai dalam. Kemudian aku bertanya, “Wahai Jibril, apakah keduanya ini?” Dia menjawab, “Adapun dua yang dalam itu ada di surga sedangkan dua yang di luar itu adalah Nil dan Eufrat. (HR. Bukhari 3207)</ref><ref>Dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha'sha'ah, dari Nabi {{SAW}}. Diapun menyebutkan hadits Mi'raj, dan di dalamnya: "Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha". Lalu Nabi {{SAW}} mengisahkan: "Bahwasanya daunnya seperti telinga gajah dan bahwa buahnya seperti bejana batu". Hadits telah dikeluarkan dalam ash-Shahihain dari hadits Ibnu Abi Arubah. Hadits riwayat al-Baihaqi (1304). Asal hadits ini ada pada riwayat al-Bukhari (3207) dan Muslim (164).</ref>
Jika Allah memutuskan sesuatu, maka "bersemilah" Sidratul Muntaha sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas'ud {{Ra}} adalah "permadani emas". Deskripsi tentang Sidratul Muntaha dalam hadits-hadits tentang Isra Mi'raj tersebut menurut sebagian ulama hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata.
 
Menurut Kitab ''As-Suluk'', ''Sidrat al-Muntahā'' adalah sebuah pohon yang terdapat di bawah [['Arsyarasy]], pohon tersebut memiliki daun yang sama banyaknya dengan sejumlah makhluk ciptaan Allah.<ref>Kabil Akbar katanya: “Allah SWT telah menciptakan sebuah pohon di bawah Arsy yang mana daunnya sama banyak dengan bilangan makhluk yang Allah ciptakan. Jika seseorang itu telah diputuskan ajalnya, maka umurnya tinggal 40 hari dari hari yang diputuskan. Maka jatuhlah daun itu kepada Malaikat Maut, tahulah bahwa dia telah diperintahkan untuk mencabut nyawa orang yang tertulis pada daun tersebut.</ref>
 
Allah berfirman dalam [[surah An-Najm]] 16:
 
{{Quote|Ketika Sidratulmuntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya|{{cite quran|53|16|style=inline}}}}
 
Dikatakan bahwa yang menyelimutinya adalah [[permadani]] yang terbuat dari [[emas]].
 
Jika Allah memutuskan sesuatu, maka "bersemilah" Sidratul MuntahaSidratulmuntaha sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran [[Abdullah bin Mas'ud|Ibnu Mas'ud {{Ra}}]] adalah "permadani emas". Deskripsi tentang Sidratul MuntahaSidratulmuntaha dalam haditshadis-haditshadis tentang Isra Mi'rajMikraj tersebut menurut sebagian ulama hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata.
 
== Peristiwa di Sidratul Muntaha ==
Ketika Mi'rajMikraj, di sini Muhammad melihat banyak hal, seperti:
=== Melihat bentuk asliBentuk Jibril ===
Dikatakan bahwa Muhammad telah melihat wujud asli dari Malaikat Jibril yang memiliki sayap sebanyak 600 sayap.<ref>Asy-Syaibani berkata: Aku menanyai Zirr bin Hubaisy tentang firman Allah {maka jadilah dia dekat dua ujung busur panah atau lebih dekat (an-Najm, 53: 9)}. Dia menjawab: "Telah mengabariku Ibnu Mas'ud bahwasanya Nabi telah melihat (bentuk asli) Jibril. Ia memiliki enam ratus sayap." Hadits riwayat [[Imam Muslim|Muslim]] (174), Kitab Iman, Bab tentang Penyebutan Sidratul Muntaha.</ref>
{{cquote|''...dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (An-Najm 53:13)}}
 
{{cquoteQuote|''...dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,|{{cite (An-Najm quran|53:|13)|style=inline}}}}
=== Melihat cahaya Tuhan ===
 
=== Melihat cahaya TuhanAllah ===
Dikatakan pula bahwa Muhammad telah melihat Allah yang berupa [[cahaya]] atau hanya tertutup dengan cahaya.<ref>Dari Abu Dzar, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah: "Apakah paduka melihat Tuhan paduka?". Ia menjawab: "Hanya cahaya. Bagaimana mungkin aku dapat melihat Allah?" Hadits riwayat [[Imam Muslim|Muslim]] (178.1), Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya".</ref><ref>Dari Abdullah bin Syaqiq, ia telah bersabda: Aku bertanya kepada Abu Dzar: "Seandainya aku melihat Rasulullah, pasti aku akan menanyainya." Lantas dia berkata: "Tentang sesuatu apa?" Aku akan menanyainya: "Apakah baginda melihat Tuhan baginda?" Abu Dzar berkata: "Aku telah menanyainya, kemudian dia jawab: 'Aku telah melihat cahaya'." Hadits riwayat [[Imam Muslim|Muslim]] (178.2), Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya".</ref><ref>''Syarh Nawawi tahqiq Khalil Ma'mun Syiha'' III/15 no.442 dan juga no. 443</ref>
 
Untuk hal ini terdapat beda pendapat di kalangan ulama, apakah Nabi Muhammad pernah melihat Tuhannya? Jika pernah apakah dia melihat-Nya dengan mata kepala atau mata hati? Masing-masing memiliki argumennya sendiri-sendiri. Di antaraTokoh yang berpendapatmenganggap bahwa diaMuhammad pernah melihat-Nya dengan mata hati antara lain al-Baihaqi, al-Hafizh [[Ibnu Katsir]] dalam Tafsirnya, dan [[Syaikh al-Albani]] dalam ''tahqiqnya''tahkiknya terhadap ''[[Syarah]]menurut Aqidah athhadis-Thahawiyah''. Salah satu argumentasi mereka adalah hadits yang telah dikutip di atas. Jadi, menurut riwayat yang shahih, yang Nabi Muhammad lihat hanyalah cahaya yang menghalangi antara dirinya denganhadis Allahsahih.
 
=== Mendapatkan perintahPerintah salat ===
Di Sidratul MuntahaSidratulmuntaha ini Nabi [[Muhammad]] mendapatkan perintah [[salat]] 5lima waktu]]. PerintahAwalnya melaksanakan salat tersebut pada awalnya adalahdiperintahkan 50 kaliwaktu setiap harinya,hari. akanAkan tetapi, karena pertimbangan dan saran Nabi[[Musa (tokoh Al-Qur'an)|Musa]] serta permohonan Nabi Muhammad sendiri, serta kasih dan sayang Allah, jumlahnyaakhirnya menjadidipangkas hanyamenjadi 5 kali saja. Di antara haditshadis mengenai hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud.<ref>
Dari Ibnu Abbas, ia telah berkata: "Nabi kalian diperintah lima puluh kali salat (sehari semalam), kemudian dia meminta keringanan Tuhan kalian agar menjadikannya lima kali salat." Hadits riwayat Ibnu Majah (1400) dengan redaksi di atas, dan Ahmad (2884). Menurut [[Muhammad Nashiruddin Al-Albani|al-Albani]], hadits ini hasan lighairih.</ref>
 
{{Quote|Dari Abdullah (bin Mas'ud), ia telah berkata: "Ketika Rasulullah diisrakandi-''isra''-kan, dia berakhir di Sidratul MuntahaSidratulmuntaha (yang bermula) di langit keenam. Ke sanalah berakhir apa-apa yang naik dari bumi, lalu diputuskan di sana. Dan ke sana berakhir apa-apa yang turun dari atasnya, lalu diputuskan di sana." Ia berkata: "Kemudian Rasulullah diberi tiga hal: Diberi salat lima waktu dan diberi penutup [[Surah Al-Baqarah]] serta diampuni dosa-dosa besar bagi siapa pun dari umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun".|Hadis riwayat [[Imam Muslim|Muslim]] (173) dengan redaksi di atas, at-Tirmidzi (3276), an-Nasai (451), dan Ahmad (3656 dan 4001).}}
 
== Penggunaan dalam logo ==
Ia berkata: "Kemudian Rasulullah diberi tiga hal: Diberi salat lima waktu dan diberi penutup Surah al-Baqarah serta diampuni dosa-dosa besar bagi siapapun dari umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun".<ref>HR [[Imam Muslim|Muslim]] (173) dengan redaksi di atas, at-Tirmidzi (3276), an-Nasai (451), dan Ahmad (3656 & 4001).</ref>
Pohon bidara juga menjadi logo dari beberapa organisasi, misalnya [[Qatar Foundation]]: "Pohon Sidr, yang sangat kuat dan tangguh di lingkungan yang paling keras, menjadi simbol ketekunan dan kesuburan di seantero dunia Arab. Seberapa pentingnya pohon yang mulia ini? Dengan akarnya yang menghunjam ke bumi dan cabang-cabangnya menjulur ke atas, melambangkan solidaritas dan tekad; itu mengingatkan kita bahwa tujuan hidup kita di dunia ini tidak boleh bertentangan dengan tujuan akhir hidup kita di akhirat." Pohon ''[[Ziziphus spina-christi]]'' merepresentasikan simbolisme ini.<ref>{{cite web|author=Sheikha Moza bint Nasser, Qatar Foundation Chairperson|date=13 October 2003|title=The Sidra Tree Story|url=http://www.qf.org.qa/about|website=Qatar Foundation - About}}</ref>
 
== Lihat pula ==
* [['ArsyArasy]]
* [[Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAWMikraj]]
* [[Pohon kehidupan|Pohon Kehidupan]]
 
== ReferensiRujukan ==
{{reflist|2}}
 
Baris 51 ⟶ 61:
* {{id}} [http://media.isnet.org/isnet/Djamal/isra2.html Sidratul Muntaha dalam Isra dan Mi'raj]
 
{{Nama orang dan tempat yang disebutkan dalam Al-Qur'an}}
[[Kategori:Islam]]
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Kata dan frasa Arab]]
[[Kategori:Eskatologi Islam]]
[[Kategori:Istilah Islam]]
[[Kategori:Istilah Bahá'í]]
[[Kategori:Pohon dalam Islam]]