Jemaah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8.6
Soufiyouns (bicara | kontrib)
+ {{Authority control}}
 
(2 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{rapikanWikify}}
{{expert-subject}}
{{Islam}}
[[Berkas:Taipei Grand Mosque - Tarawih.JPG|jmpl|Salat jemaah di [[Taipei]], [[Taiwan]].]]
 
Untuk memahami makna Al Jama’ah, mari kita simak beberapa hadits yang memuatnya.
'''Jamaah ''' adalah wadah bagi ummat [[Islam]] dalam menjalankan ibadah. Di dalam jemaah, terdapat imam atau amir atau [[sultan]] yang di[[baiat]], dan ada [[rukyah]] atau makmum. Sama halnya dalam [[salat]], ada imam ada makmum.<ref>{{cite web|url=http://www.almaany.com/home.php?language=arabic&word=%D8%B5%D9%84%D8%A7%D8%A9+%D8%A7%D9%84%D8%AC%D9%85%D8%A7%D8%B9%D8%A9&cat_group=1&lang_name=%D8%B9%D8%B1%D8%A8%D9%8A&type_word=2&dspl=0|title=تعريف و معنى صلاة الجماعة في معجم المعاني الجامع، المعجم الوسيط ،اللغة العربية المعاصر - معجم عربي عربي - صفحة 1|first=Almaany|last=Team|website=www.almaany.com}}</ref><ref name="al-islam.com">{{cite web|url=http://www.al-islam.com/Content.aspx?pageid=1135&ContentID=1110|title=عرض المقالة - المحراب - موقع الإسلام|website=www.al-islam.com|access-date=2019-12-19|archive-date=2017-06-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20170627181322/http://www.al-islam.com/Content.aspx?pageid=1135&ContentID=1110|dead-url=yes}}</ref> Walaupun ribuan umat salat di masjid bersama, tapi tanpa ada imam, tidak bisa dikatakan salat jemaah. Akan tetapi walau hanya 3 orang, kalau salah satu maju menjadi imam, maka itu salat berjemaah.
 
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
 
أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ: ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
 
“Ketahuilah sesungguhnya umat sebelum kalian dari Ahli Kitab berpecah belah menjadi 72 golongan, dan umatku ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. 72 golongan di neraka, dan 1 golongan di surga. Merekalah Al Jama’ah” (HR. Abu Daud 4597, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)
Artinya : "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Az-Zariyat 51: Ayat 56)
 
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Dlm perjalanan hidup dan beribadah kepada Allah, Allah mengutus para Nabi. Sedangkan SYARIAT-nya Nabi dari zaman dahulu sampai sekarang adalah SAMA, yaitu supaya menetapi AGAMA dengan dasar KITABILLAH wa SUNNAH, Sesuai dalil berikut ini :
 
عليكم بالجماعة ، وإياكم والفرقة ، فإن الشيطان مع الواحد وهو من الاثنين أبعد .من أراد بحبوحة الجنة فليلزم الجماعة .ن سرته حسنته وساءته سيئته فذلكم المؤمن
شَرَعَ لَـكُمْ مِّنَ الدِّيْنِ مَاوَصّٰى بِهٖ نُوْحًا وَّالَّذِيْۤ اَوْحَيْنَاۤ اِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهٖۤ اِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى وَعِيْسٰۤى اَنْ اَقِيْمُوا الدِّيْنَ وَلَا تَتَفَرَّقُوْا فِيْهِ ۗ كَبُـرَ عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ مَا تَدْعُوْهُمْ اِلَيْهِ ۗ اَللّٰهُ يَجْتَبِيْۤ اِلَيْهِ مَنْ يَّشَآءُ وَيَهْدِيْۤ اِلَيْهِ مَنْ يُّنِيْبُ
 
“Berpeganglah pada Al Jama’ah dan tinggalkan kekelompokan. Karena setan itu bersama orang yang bersendirian dan setan akan berada lebih jauh jika orang tersebut berdua. Barangsiapa yang menginginkan bagian tengah surga, maka berpeganglah pada Al Jama’ah. Barangsiapa merasa senang bisa melakukan amal kebajikan dan bersusah hati manakala berbuat maksiat maka itulah seorang mu’min” (HR. Tirmidzi no.2165, ia berkata: “Hasan shahih gharib dengan sanad ini”)
Artinya : "Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan 'Isa, yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah-belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya)." (QS. Asy-Syura 42: Ayat 13)
 
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Sehingga dengan dalil itu, sudah tentu para Nabi membimbing umatnya untuk beribadah kepada Allah. INTI dari TUGAS seorang NABI itu yaa seperti itu.
 
ستكون بعدي هنات وهنات، فمن رأيتموه فارق الجماعة، أو يريد أن يفرق أمر أمة محمد كائنا من كان فاقتلوه ؛ فإن يد الله مع الجماعة، و إن الشيطان مع من فارق الجماعة يركض
Saat Nabi Muhammad SAW diutus, itu sebagai Nabi yang terakhir, maka tidak ada Nabi lagi setelahnya, yang ada adalah para Khalifah, para IMAM. Imam² ini tugasnya menggantikan Nabi dalam hal Memimpin/Meramut/Mengatur umat supaya sesuai dengan garis-garis Allah dan Rasul. Ini BUKAN berarti menyamakan kedudukan seorang IMAM dengan kedudukan seorang Nabi. Perhatikan dalil berikut ini :
 
“Sepeninggalku akan ada huru-hara yang terjadi terus-menerus. Jika diantara kalian melihat orang yang memecah belah Al Jama’ah atau menginginkan perpecahan dalam urusan umatku bagaimana pun bentuknya, maka perangilah ia. Karena tangan Allah itu berada pada Al Jama’ah. Karena setan itu berlari bersama orang yang hendak memecah belah Al Jama’ah” (HR. As Suyuthi dalam Al Jami’ Ash Shaghir 4672, dishahihkan Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shahih 3621)
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا ؟ قَالَ : فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
 
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Artinya : "Dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang besabda: "Bani Isra'il, kehidupan mereka selalu didampingi oleh para Nabi, bila satu Nabi meninggal dunia, akan dibangkitkan Nabi setelahnya. Dan sungguh tidak ada Nabi sepeninggal aku. Yang ada adalah para khalifah yang banyak jumlahnya". Para shahabat bertanya; "Apa yang baginda perintahkan kepada kami?". Beliau menjawab: "Penuihilah bai'at kepada khalifah yang pertama (lebih dahulu diangkat), berikanlah hak mereka karena Allah akan bertanya kepada mereka tentang pemerintahan mereka". (HR. Bukhari)
 
من رأى من أميره شيئا يكرهه فليصبر عليه فإنه من فارق الجماعة شبرا فمات ، إلا مات ميتة جاهلية
 
“Barangsiapa yang melihat sesuatu yang tidak ia sukai dari pemimpinnya, maka bersabarlah. Karena barangsiapa yang keluar dari Al Jama’ah sejengkal saja lalu mati, ia mati sebagai bangkai Jahiliah” (HR. Bukhari no.7054,7143, Muslim no.1848, 1849)
اَوْ يُلْقٰۤى اِلَيْهِ كَنْزٌ اَوْ تَكُوْنُ لَهٗ جَنَّةٌ يَّأْكُلُ مِنْهَا ۗ وَقَالَ الظّٰلِمُوْنَ اِنْ تَتَّبِعُوْنَ اِلَّا رَجُلًا مَّسْحُوْرًا
 
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Artinya : "atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya harta kekayaan atau (mengapa tidak ada) kebun baginya, sehingga dia dapat makan dari (hasil) nya? Dan orang-orang zalim itu berkata, Kamu hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang kena sihir." (QS. Al-Furqan 25: Ayat 8)
 
والذي لا إله غيره ! لا يحل دم رجل مسلم يشهد أن لا إله إلا الله ، وأني رسول الله ، إلا ثلاثة نفر : التارك الإسلام ، المفارق للجماعة أو الجماعة ( شك فيه أحمد ) . والثيب الزاني.والنفس بالنفس
Maka kalau ada orang yang mengatakan bahwa IMAM harus mempunyai WILAYAH maka itu adalah SALAH BESAR, tidak cocok dengan contoh dari Nabi SAW. Dan ternyata itu merupakan ucapan orang² Dzolim dan orang² Musryik.
 
“Demi Allah, darah seorang yang bersyahadat tidak lah halal kecuali karena tiga sebab: keluar dari Islam atau keluar dari Al Jama’ah, orang tua yang berzina dan membunuh” (HR. Muslim no.1676)
 
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
 
من مات مفارقا للجماعة فقد خلع ربقة الإسلام من عنقه
 
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan memisahkan diri dari Al Jama’ah, maka ia telah melepaskan tali Islam dari lehernya” (HR Bukhari dalam Tarikh Al Kabir 1/325. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 6410)
1. إِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعٌ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا مَا قَادَكُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ
 
Makna Al Jama’ah
Artinya : "Apabila kalian diperintah (di-Amiri) oleh seorang hamba sahaya (BUDAK) dari golongan Habasy yang cacat, maka dengarkanlah dan taatlah kepadanya, yaitu selama dia memimpin kalian dengan Al Qur`an." (HR. Ibnu Majah)
Secara bahasa, makna Al Jama’ah adalah:
 
الجماعة هي الاجتماع ، وضدها الفرقة ، وإن كان لفظ الجماعة قد صار اسما لنفس القوم المجتمعين
=> Seandainya yang menjadi IMAM adalah BUDAK Habasy maka supaya taat. Padahal budak itu tidak punya Wilayah, apalagi Negara.
 
“Al Jama’ah artinya perkumpulan, lawan dari kekelompokan. Walau terkadang Al Jama’ah juga artinya sebuah kaum dimana orang-orang berkumpul” (Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah, 3/157)
2. وَلَا يَحِلُّ لِثَلَاثَةِ نَفَرٍ يَكُونُونَ بِأَرْضِ فَلَاةٍ إِلَّا أَمَّرُوا عَلَيْهِمْ أَحَدَهُمْ
 
Namun dalam terminologi syar’i, para ulama menjabarkan banyak definisi sesuai dengan banyaknya hadits yang memuat istilah tersebut.
Artinya : "Dan TIDAK Halal bagi tiga orang yang berada di belahan bumi, kecuali jika mereka mengangkat salah satu dari mereka untuk menjadi Pemimpin/AMIR mereka. (HR. Ahmad)
 
Sahabat Nabi, Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu’anhu, menafsirkan istilah Al Jama’ah:
=> Kalau menurut hadits ini : Mendirikan ke-Amiran dengan hanya 3 orang, hukumnya SYAH. Padahal 3 orang ini juga TIDAK punya Wilayah, apalagi Negara.
 
الجماعة ما وافق الحق وإن كنت وحدك
3. فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
 
“Al Jama’ah adalah siapa saja yang sesuai dengan kebenaran walaupun engkau sendiri”
Artinya : "IMAM (pemimpin) adalah penggembala yang akan dimintai pertanggung jawaban atas gembalaannya (rokyahnya)". (HR. Bukhari)
 
Dalam riwayat lain:
=> Adapun IMAM adalah penggembala untuk rokyahnya. Jadi TIDAK ditanya Wilayah mu seluas apa ?? yang ditanya adalah dalam hal mengurusi Rokyahnya.
 
وَيحك أَن جُمْهُور النَّاس فارقوا الْجَمَاعَة وَأَن الْجَمَاعَة مَا وَافق طَاعَة الله تَعَالَى
4. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ أَمِيرِ عَشَرَةٍ إِلَّا يُؤْتَى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَغْلُولًا لَا يَفُكُّهُ مِنْهَا إِلَّا عَدْلُهُ
 
“Ketahuilah, sesungguhnya kebanyakan manusia telah keluar dari Al Jama’ah. Dan Al Jama’ah itu adalah yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala” (Dinukil dari Ighatsatul Lahfan Min Mashayid Asy Syaithan, 1/70)
Artinya : "Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidaklah seseorang yang memimpin 10 (SEPULUH) orang melainkan kelak pada hari kiamat akan didatangkan dalam keadaan terbelenggu, tidak ada yang melepaskannya dari belenggu tersebut melainkan keadilannya." (HR. Ahmad)
 
Ibnu Hajar Al Asqalani (wafat 852H) menukil penjelasan Imam Ath Thabari (wafat 310H) menjabarkan makna-makna dari Al Jama’ah:
=> Menurut dalil ini seorang IMAM walau hanya meng-Amiri 10 orang saja, itu akan dimintai pertanggung jawaban. Padahal 10 orang itu apa punya Wilayah ?? Apalagi Negara ?? Negara apa yang hanya dihuni oleh 10 orang ??
 
قَالَ الطَّبَرِيُّ اخْتُلِفَ فِي هَذَا الْأَمْرِ وَفِي الْجَمَاعَةِ فَقَالَ قَوْمٌ هُوَ لِلْوُجُوبِ وَالْجَمَاعَةُ السَّوَادُ الْأَعْظَمُ ثُمَّ سَاقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ أَنَّهُ وَصَّى مَنْ سَأَلَهُ لَمَّا قُتِلَ عُثْمَانُ عَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُنْ لِيَجْمَعَ أُمَّةَ مُحَمَّدٍ عَلَى ضَلَالَةٍ وَقَالَ قَوْمٌ الْمُرَادُ بِالْجَمَاعَةِ الصَّحَابَةُ دُونَ مَنْ بَعْدَهُمْ وَقَالَ قَوْمٌ الْمُرَادُ بِهِمْ أَهْلُ الْعِلْمِ لِأَنَّ اللَّهَ جَعَلَهُمْ حُجَّةً عَلَى الْخَلْقِ وَالنَّاسُ تَبَعٌ لَهُمْ فِي أَمْرِ الدِّينِ قَالَ الطَّبَرِيُّ وَالصَّوَابُ أَنَّ الْمُرَادَ مِنَ الْخَبَرِ لُزُومُ الْجَمَاعَةِ الَّذِينَ فِي طَاعَةِ مَنِ اجْتَمَعُوا عَلَى تَأْمِيرِهِ فَمَنْ نَكَثَ بَيْعَتَهُ خَرَجَ عَنِ الْجَمَاعَةِ
5. أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَكَلَّمَهُ فَجَعَلَ تُرْعَدُ فَرَائِصُهُ فَقَالَ لَهُ هَوِّنْ عَلَيْكَ فَإِنِّي لَسْتُ بِمَلِكٍ إِنَّمَا أَنَا ابْنُ امْرَأَةٍ تَأْكُلُ الْقَدِيدَ
 
“Ath Thabari berkata, permasalahan ini (wajibnya berpegang pada Al Jama’ah) dan makna Al Jama’ah, diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian ulama berpendapat hukumnya wajib. Dan makna Al Jama’ah adalah:
Artinya : "Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan mengajaknya berbicara dan tiba-tiba dia gemetar ketakutan, maka beliau bersabda: "Tenangkan dirimu, sesungguhnya aku BUKAN lah seorang Raja, aku hanyalah anak seorang wanita yang memakan dendeng". (HR. Ibnu Majah)
 
as sawadul a’zham. Kemudian Ath Thabari berdalil dengan riwayat Muhammad bin Sirin dari Abu Mas’ud bahwa beliau berwasiat kepada orang yang bertanya kepadanya ketika Utsman bin ‘Affan terbunuh, Abu Mas’ud menjawab: “hendaknya engkau berpegang pada Al Jama’ah karena Allah tidak akan membiarkan umat Muhammad bersatu dalam kesesatan“.
=> Dalil ini JELAS dan TEGAS bahwa Nabi Muhammad SAW itu BUKAN lah Raja, tapi cuma anak dari seorang ibu yang makan dendeng/daging kering/daging sisa.
sebagian ulama berpendapat maknanya adalah para sahabat, tidak termasuk orang setelah mereka.
sebagian ulama berpendapat maknanya adalah para ulama. Karena Allah telah menjadikan mereka hujjah bagi para hamba. Para hamba meneladani mereka dalam perkara agama.
Ath Thabari lalu berkata, yang benar, makna Al Jama’ah dalam hadits-hadits perintah berpegang pada Al Jama’ah adalah orang-orang yang berada dalam ketaatan, mereka berkumpul dalam kepemimpinan. Barangsiapa yang mengingkari baiat terhadap pemimpinnya (baca: merasa tidak berkewajiban untuk mentaati pemimpin sah kaum muslimin, ed), maka ia telah keluar dari Al Jama’ah” (Fathul Baari, 13/37)
 
Imam Asy Syathibi (wafat 790H) juga merinci makna-makna dari Al Jama’ah:
=> Maksudnya : Nabi itu BUKAN seperti para Raja yang makanannya adalah daging SEGAR (Daging Baik)
 
اختلف الناس في معنى الجماعة المرادة في هذه الأحاديث على خمسة أقوال :
6. عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ مَا شَبِعَ آلُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ خُبْزِ شَعِيرٍ يَوْمَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ حَتَّى قُبِضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أحدها : أنها السواد الأعظم من أهل الإسلام … فعلى هذا القول يدخل في الجماعة مجتهدو الأمة وعلماؤها ، وأهل الشريعة العاملون بها ، ومن سواهم داخل في حكمهم ؛ لأنهم تابعون لهم مقتدون بهم .
الثاني : أنها جماعة أئمة العلماء المجتهدين ، فعلى هذا القول لا مدخل لمن ليس بعالم مجتهد ؛ لأنه داخل في أهل التقليد فمن عمل منهم بما يخالفهم فهو صاحب الميتة الجاهلية ، ولا يدخل أيضا أحد من المبتدعين .
الثالث : أن الجماعة هي الصحابة على الخصوص . فعلى هذا القول فلفظ (الجماعة) مطابق للرواية الأخرى في قوله صلى الله عليه وسلم : “ما أنا عليه وأصحابي” .
الرابع : أن الجماعة هي أهل الإسلام إذا أجمعوا على أمر ، فواجب على غيرهم من أهل الملل اتباعهم ثم تعقب الشاطبي هذا القول بقوله : ” وهذا القول يرجع إلى الثاني ، وهو يقتضي أيضا ما يقتضيه ، أو يرجع إلى القول الأول ، وهو الأظهر ، وفيه من المعنى ما في الأول من أنه لا بد من كون المجتهدين منهم ، وعند ذلك لا يكون مع اجتماعهم بدعة أصلا فهم إذن الفرقة الناجية ” .
الخامس : ما اختاره الطبري الإمام من أن الجماعة جماعة المسلمين إذا اجتمعوا على أمير ، فأمر عليه الصلاة والسلام بلزومه ونهى عن فراق الأمة فيما اجتمعوا عليه من تقديمه عليهم .
 
.
Artinya : "Dari Aisyah berkata: Keluarga Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam TIDAK pernah kenyang roti gandum dua hari berturut-turut hingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat. (HR. Muslim)
 
“Para ulama berbeda pendapat mengenai makna Al Jama’ah yang ada dalam hadits-hadits dalam lima pendapat:
=> Kalo menurut hadits ini, keluarga Nabi Muhammad SAW itu TIDAK kenyang dalam dua hari berturut-turut, dan itu terjadi sampe Nabi wafat.
 
As sawadul a’zham dari umat Islam. Termasuk dalam makna ini para imam mujtahid, para ulama, serta ahli syariah yang mengamalkan ilmunya. Adapun selain mereka juga dimasukkan dalam makna ini karena diasumsikan hanya mengikuti orang-orang tadi”
=> Pertanyaan nya : Adakah Raja yang miskin ?? yang kesehariannya untuk urusan makan saja kadang ada, kadang tidak ada, sampai harus kelaparan seperti keluarga Nabi ?? Adakah Raja yang kelaparan sampai ajal menjemput ?? Jawab : TIDAK ADA !!
Para imam mujtahid. Dalam makna ini, tidak termasuk orang-orang yang bukan imam mujtahid karena mereka hakikatnya adalah ahli taqlid. Maka barangsiapa yang beramal dengan keluar dari pendapat para imam mujtahid, lalu mati, maka matinya sebagai bangkai jahiliyah. Dalam makna ini tidak termasuk juga seorang pun dari ahlul bid’ah (artinya, adanya pendapat yang beda dari ahli bidah tidaklah mempengaruhi keabsahan ijma, ed).
Para sahabat nabi saja. Makna ini sesuai dengan riwayat dari Nabi yang menafsirkan makna Al Jama’ah, yaitu:
7. جَلَسَ جِبْرِيلُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَظَرَ إِلَى السَّمَاءِ فَإِذَا مَلَكٌ يَنْزِلُ فَقَالَ جِبْرِيلُ إِنَّ هَذَا الْمَلَكَ مَا نَزَلَ مُنْذُ يَوْمِ خُلِقَ قَبْلَ السَّاعَةِ فَلَمَّا نَزَلَ قَالَ يَا مُحَمَّدُ أَرْسَلَنِي إِلَيْكَ رَبُّكَ قَالَ أَفَمَلِكًا نَبِيًّا يَجْعَلُكَ أَوْ عَبْدًا رَسُولًا قَالَ جِبْرِيلُ تَوَاضَعْ لِرَبِّكَ يَا مُحَمَّدُ قَالَ بَلْ عَبْدًا رَسُولًا
ما أنا عليه وأصحابي
 
“Siapa saja yang berpegang padaku dan para sahabatku”
Artinya : "Jibril pernah duduk di samping Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu ia melihat ke langit dan mendadak ada malaikat yang turun dari langit. Maka Jibrilpun berkata: "Sesungguhnya malaikat ini belum pernah turun sejak diciptakan beberapa sa'at yang lalu", kemudian ketika ia turun, dia berkata; "Wahai Muhammad, Rabbmu telah mengutusku kepadamu." Dia berkata; "Apakah kamu ingin Rabbmu menjadikanmu seorang Raja dan seorang Nabi ataukah seorang Hamba dan seorang Utusan." Lalu Jibril menyela: "Bertawadhu'lah kamu kepada Rabbmu wahai Muhammad." Beliau menjawab: "Seorang Hamba dan seorang Utusan." (HR. Ahmad)
 
Umat Islam jika bersepakat dalam sebuah perkara (baca: ijma’). Maka wajib bagi orang-orang yang menyimpang untuk mengikuti mereka. Asy Syathibi lalu memberi catatan: “Makna ini sebenarnya kembali pada makna kedua (para imam mujtahid), dan berkonsekuensi sama seperti konsekuensi dari makna kedua. Atau kembali pada makna pertama, dan inilah yang lebih nampak. Dan secara makna pun, sama seperti makna pertama. Karena sudah pasti butuh peran para imam mujtahid di antara mereka barulah bisa terwujud umat tidak akan bersatu dalam kesesatan, bahkan merekalah golongan yang selamat”
=> Malah dalam hadits ini Nabi sendiri yang memilih menjadi ORANG BIASA (Hamba) yang menjadi Utusan, bukan Raja yang menjadi Nabi.
Pendapat yang dipilih Imam Ath Thabari, yaitu bahwa Al Jama’ah adalah jama’ah kaum muslimin yang berkumpul di bawah pemerintahan. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan ummat untuk berpegang pada pemerintahnya dan melarang memecah belah apa yang telah dipersatukan oleh umat sebelumnya.
Imam Asy Syathibi kemudian menyimpulkan:
 
قال الشاطبي : ” وحاصله أن الجماعة راجعة إلى الاجتماع على الإمام الموافق لكتاب الله والسنة ، وذلك ظاهر في أن الاجتماع على غير سنة خارج عن الجماعة المذكورة في الأحاديث المذكورة ؛
 
“Kesimpulannya, Al Jama’ah adalah bersatunya umat pada imam yang sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah. Dan jelas bahwa persatuan yang tidak sesuai sunnah tidak disebut Al Jama’ah yang disebut dalam hadits-hadits” (Al I’tisham 2/260-265, dinukil dari Fatwa Lajnah Ad Daimah 76/276)
 
Al Munawi (wafat 1031H) menukil perkataan Syihabuddin Abu Syaamah (wafat 665H) dan Al Baihaqi (wafat 458H) mengenai makna Al Jama’ah:
 
قال أبو شامة: حيث جاء الأمر بلزوم الجماعة فالمراد به لزوم الحق وإتباعه وإن كان المتمسك به قليلا والمخالف كثيرا أي الحق هو ما كان عليه الصحابة الأول من الصحب ولا نظر لكثرة أهل الباطل بعدهم قال البيهقي: إذا فسدت الجماعة فعليك بما كانوا عليه من قبل وإن كنت وحدك فإنك أنت الجماعة حينئذ
Ini sejalan dengan ucapan Kholifah Umar bin Khottob :
 
“Abu Syamah berkata, ketika dalam hadits terdapat perintah berpegang pada Al Jama’ah, yang dimaksud dengan berpegang pada Al Jama’ah adalah berpegang pada kebenaran dan menjadi pengikut kebenaran walaupun ketika itu hanya sedikit jumlahnya dan orang-orang yang menyimpang dari kebenaran banyak jumlahnya. Maksud Abu Syaamah adalah bahwa kebenaran itu adalah mengikuti pemahaman para sahabat Nabi, bukan melihat banyak jumlah, ini pada orang-orang yang datang setelah mereka. Al Baihaqi berkata, ketika Al Jama’ah (baca: kaum muslimin saat ini) telah bobrok maka hendaknya engkau berpegang pada pemahaman orang terdahulu (para Salaf) walaupun engkau sendirian, maka ketika itu engkaulah Al Jama’ah” (Faidul Qadhir, 4/99)
إِنَّهُ لاَ إِسْلاَمَ إِلاَّ بِجَمَاعَةٍ وَلاَ جَمَاعَةَ إِلاَّ بِإِمَارَةٍ وَلاَ إِمَارَةَ إِلاَّ بِطَاعَةٍ
 
Jika kita telah memahami penjelasan para ulama mengenai makna Al Jama’ah, walaupun definisi mereka berbeda, namun pokok maknanya sama. Bahwa yang dimaksud dengan Al Jama’ah adalah umat Islam yang berkumpul bersama imam mujtahid dan para ulama mereka yang senantiasa meneladani ajaran Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dengan pemahaman para sahabat Nabi dan mereka berbaiat pada penguasa muslim yang sah serta tidak memberontak kepadanya
Artinya : "Tidaklah Islam kecuali dengan ber-JAMAAH. Tidaklah ber-Jamaah kecuali dengan ber-AMIR. Tidaklah ber-Amir kecuali dengan ber-TAAT". (HR. Darimi)
 
== Etimologi ==
Baris 109 ⟶ 126:
== Referensi ==
{{Reflist}}
 
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Islam]]