Khilafah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Nurahman Soleh (bicara | kontrib)
k Dasar hukum agamawi: Perbaikan kesalahan ketik
Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Rfirmansyah (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(11 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Primary source}}
{{Peacock}}
{{Ensiklopedia Islam|Muhammad}}
{{Khalifah}}
{{Forms of government}}
{{Islam |Sejarah}}
'''Khilafah''' ({{lang-ar|{{large|الخلافة}}}}, ''Al-Khilāfah'') Khilafah adalah sebuah gerakan keagamaan yang dipahami sebagai konsep tentang kenegaraan yang berdasarkan syariat Islam dan pemimpinnya disebut Khalifah. Konsep tersebut mengandaikan seluruh dunia Islam disatukan ke dalam satu sistem kekhalifahan atau pemerintahan yang tunggal. [[Islam]]. Istilah Khilafah sering disalahgunakan oleh kelompok mengatasnamakan Islam untuk mendistorsikan sejarah.<ref>http://graduate.uinjkt.ac.id/?p=17529#:~:text=Khilafah%20adalah%20sebuah%20gerakan%20keagamaan,kekhalifahan%20atau%20pemerintahan%20yang%20tunggal.</ref>
{{FormsBasic forms of government}}
 
'''Khilafah''' atau '''khilāfah''' ({{lang-ar|خِلَافَة}}, {{IPA-ar|xi'laːfah}}) merupakan sebuah bentuk pemerintahan dibawah naungan kekuasaan yang lebih besar bercorak Islam, yakni '''Khalifah'''<ref>Hassan, Mona. “Conceptualizing the Caliphate, 632–1517 CE.” Longing for the Lost Caliphate: A Transregional History, Princeton University Press, 2016, h. 98–141, http://www.jstor.org/stable/j.ctt1q1xrgm.9 {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230117131528/https://www.jstor.org/stable/j.ctt1q1xrgm?turn_away=true |date=17 January 2023 }}</ref><ref>March, Andrew F. The Caliphate of Man: Popular Sovereignty in Modern Islamic Thought. Harvard University Press, 2019. https://doi.org/10.2307/j.ctvp2n3ms {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230117131527/https://apps.crossref.org/coaccess/coaccess.html?doi=10.2307%2Fj.ctvp2n3ms |date=17 January 2023 }}.</ref><ref>{{The Abbasid Caliphate: A History|pages=284–285|quote=Today the term "caliphate" has come to denote in journalistic use a form of political and religious tyranny, a fanatical version of the application of Islamic law, and a general intolerence toward other faiths - another interpretation, albeit a distorted one, at the beginning of the twenty-first century. It may be useful to recall that such radical perceptions of the term float mostly in the realm of media coverage and are far removed from the actual historical reality of the achievements when a caliphate existed in the medieval period. If we take a longer view of the influence of the office of the caliphate on changes in Islamic society, it may be worth noting that most of the dramatic social and legal reforms instituted by, for instance, the Ottomans in the 19th century were only feasible because of the ability of the sultan to posture as caliph. The Gulhane Reform of 1839 which established the equality of all subjects of the empire before the law, the reforms of 1856 which eliminated social distinctions based on religion, the abolition of slavery in 1857, and the suspension of the traditional penalties of Islamic law in 1858 would all have been inconceivable without the clout that the umbrella of the caliphate afforded to the office of the reforming monarch. ('''Terjemahan''': Saat ini istilah "kekhalifahan" telah menunjukkan dalam penggunaan jurnalistik suatu bentuk tirani politik dan agama, versi fanatik dari penerapan hukum Islam, dan intoleransi umum terhadap agama lain - interpretasi lain, meskipun terdistorsi, pada awalnya. dari abad kedua puluh satu. Mungkin berguna untuk mengingat bahwa persepsi radikal tentang istilah tersebut melayang sebagian besar di ranah liputan media dan jauh dari realitas historis sebenarnya dari pencapaian ketika kekhalifahan ada pada periode abad pertengahan. Jika kita melihat lebih jauh pengaruh kantor kekhalifahan terhadap perubahan dalam masyarakat Islam, mungkin perlu dicatat bahwa sebagian besar reformasi sosial dan hukum dramatis yang dilembagakan oleh, misalnya, Ottoman pada abad ke-19 hanya dapat dilakukan. karena kemampuan sultan untuk memposisikan diri sebagai khalifah. Reformasi Gulhane tahun 1839 yang menetapkan persamaan semua subjek kekaisaran di depan hukum, reformasi tahun 1856 yang menghilangkan perbedaan sosial berdasarkan agama, penghapusan perbudakan pada tahun 1857, dan penangguhan hukuman tradisional hukum Islam pada tahun 1858 semua tidak akan terbayangkan tanpa pengaruh yang diberikan oleh payung kekhalifahan pada jabatan monarki reformasi.)}}</ref> ({{IPAc-en|ˈ|k|æ|l|ɪ|f|,_|ˈ|k|eɪ|-}}; {{lang-ar|خَلِيفَة}} {{IPA-ar|xæ'liː'fæh}}, {{Audio|Ar-khalifa.ogg|pelafalan}}). Seseorang dapat dikatakan memiliki gaya politik bercorak Islam apabila merupakan keturunan dari nabi Islam, [[Muhammad]], dan pemimpin dari seluruh [[Dunia Islam]] ([[ummah]]).<ref name=":0" /> Dalam sejarah, contohnya seperti Kekhalifahan Rashidun, menerapkan sistem penunjukan ketimbang garis keturunan (walaupun dengan beberapa pergolakan yang akhirnya melahirkan faham Syiah) dan beberapa kekhalifahan setelahnya yang merupakan sistem monarki namun banyak yang tidak memilki garis keturunan nabi Muhammad. Sehingga, syarat keturunan nabi merupakan sesuatu yang tidak mutlak, karena khilafah lebih ditekankan kepada kepemimpinan yang siap memimpin pemerintahan sesuai dengan syariat Islam. Pada beberapa wilayah Islam, keturunan nabi dianggap sebagai kaum yang lebih mengerti dalam agama dan syariat, sehingga pemilihan keturunan nabi lebih dikarenakan mereka dianggap lebih faham syariat ketimbang mereka hanyalah keturunan nabi. Secara historis, [[peraturan]] dan [[hukum]] di Khilafah berlandaskan pada [[syariat Islam]] yang telah diterapkan kedalam kehidupan masyarakat di daerah tersebut.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=EAMqBgAAQBAJ&pg=PA3|title=Demystifying the Caliphate: Historical Memory and Contemporary Contexts|last1=Al-Rasheed|first1=Madawi|last2=Kersten|first2=Carool|last3=Shterin|first3=Marat|year=2012|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-932795-9|page=3|access-date=30 Agustus 2017|archive-date=17 Januari 2023|archive-url=https://web.archive.org/web/20230117131629/https://books.google.com/books?id=EAMqBgAAQBAJ&pg=PA3|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite book|title=4. The Muslim Caliphates|url=http://books.openedition.org/obp/9091|publisher=Open Book Publishers|year=2020|access-date=7 April 2022|isbn=978-1-78374-024-6|pages=73–100|series=OBP collection|language=en|first1=Erik|last1=Ringmar|archive-date=7 April 2022|archive-url=https://web.archive.org/web/20220407164823/https://books.openedition.org/obp/9091|url-status=live}}</ref> Di [[abad pertengahan]], terdapat tiga Kekhalifahan besar yang menjadi penerus dari Kekhalifahan sebelumnya, yakni: [[Kekhalifahan Rashidun]] (632–661 M), [[Kekhalifahan Umayyah]] (661–750 M), dan [[Kekhalifahan Abbasiyah]] (750–1258 M). Pada Kekhalifahan keempat, [[Kekhalifahan Ottoman]] (1517-1924 M), pemimpin darinya menduduki pemerintahan kekhalifahan.
Pada kenyataannya, dunia Islam dihiasi dari banyak sistem pemerintahan, seperti Kerajaan, kesultanan, ke-emiratan, Khanate dll.<ref>https://mui.or.id/berita/32245/jihad-dan-khilafah-dalam-konteks-nkri-ini-pandangan-resmi-mui/</ref>
 
== Etimologi ==
Dalam teks keagamaan, yakni dalam hadist dijelaskan perihal Khilafah sebagai berikut:
Sebelum adanya [[Islam]], monarki Arab menggunakan istilah ''[[malik]] ''yang berarti "Raja" ataupun "pemimpin", ataupun kata-kata lain dalam [[akar rumpun bahasa Semitik]].<ref name=":0">{{Cite journal|title = Caliph, caliphate|last1 = Kadi|first1 = Wadad|date = 2013|journal = The Princeton Encyclopedia of Islamic Political Thought|last2 = Shahin|first2 = Aram A.|pages = 81–86}}</ref>
 
Istilah "Khilafah" sendiri, merupakan [[kata pinjam]] yang berasal dari [[bahasa Arab]], yakni ''{{transliteration|ar|ALA|[[khalīfah]]}}'' ({{Lang|ar|خَليفة}},{{Audio|Ar-khalifa.ogg|pelafalan}}), yang berarti "Penerus" yang seringkali disebut sebagai kependekan dari ''Khalīfat Rasūl Allāh'' (Penerus Utusan Tuhan"). Akan tetapi, jika mengacu pada teks-teks yang ditemukan ataupun tertulis pada masa pra-Islam, beberapa ahli berpendapat bahwa kalimat tersebut memiliki arti sebagai "orang [yang ditunjuk] oleh Tuhan".<ref name=":0" />
“Khilafah di tengah umatku selama 30 tahun. Kemudian setelah itu diganti kerajaan.” (HR. Ahmad 22568, Turmudzi 2390 dan sanadnya dihasankan Syuaib al-Arnauth).
 
Secara umum, sebuah sistem pemerintahan bisa disebut sebagai Khilafah apabila menerapkan [[Syariat Islam|syariat]] sebagai dasar negara, serta mengikuti cara kepemimpinan [[Muhammad]] dan [[Khulafaur Rasyidin]] dalam menjalankan pemerintahan, meskipun dengan penamaan atau struktur yang berbeda.<ref>"Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku dan akan ada para khalifah dan mereka banyak." Para Shahabat bertanya, "Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?" Muhammad bersabda: Penuhilah bai'at yang pertama, yang pertama saja. Berikanlah kepada mereka hak mereka karena sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa yang mereka urus." (HR Muslim)</ref><ref>Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 60</ref>
Yang artinya sesuai hadist ini adalah, tidak adalagi Khilafah setelah 30 tahun kepemimpinan khulafaur Rasyidin, Khilafah diganti dengan kerajaan, hal ini dikarenakan, peralihan kepemimpinan dari Sayyidina Hassan ra. ke Muawiyah mengubah tatacara pemilihan pemimpin melalui keturunan, yakni sistem kerajaan.
 
Diyakini 30 tahun Khilafah ini adalah masa Khulafaur Rasyidin yakni pemerintahan Islam dibawah kepemimpinan sahabat Nabi yang utama yakni Sayyidina Abu Bakar ra, sayyidina Umar ra, sayyidina Utsman ra, dan Sayyidina Ali ra. Ulama lainnya berpendapat Sayyidina Hassan ra menggenapkan usia Khilafah menjadi tepat 30 tahun.
 
Merujuk ke sumber hadist tentang 5 fase kehidupan yg diriwayatkan oleh Imam Ahmad Khilafah akan kembali di masa Imam Mahdi, sebagai berikut:
 
“Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya.
 
Setelah itu, akan datang masa kekhilafahan ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya.
 
Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya.
 
Setelah itu, akan datang masa raja diktator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya.
 
Kemudian, datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian). Setelah itu, Beliau diam,” (HR. Imam Ahmad).
 
merujuk ke hadist ini, sepeninggal Khulafaur Rasyidin, bukanlah lagi Khilafah, melainkan kerajaan biasa.
 
 
== Definisi ==
Khilafah berasal dari kata خلف (kha-la-fa), yang berarti menggantikan. Kata Khalifah diambil berdasarkan Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 30.
 
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".” (QS. Al-Baqarah [2]: 30)
 
Ayat ini tidak merujuk pada Khalifah selayaknya raja, namun ayat ini adalah sebuah ayat informasi mengenai akan diciptakannya manusia yang memiliki sifat atau potensi untuk menumpahkan darah dan pembuat kerusakan. jadi Khalifah dalam ayat ini merujuk pada manusia secara umum, bukan khusus kepada seorang penguasa (raja).
 
==Kekhalifahan non-politik==
Baris 51 ⟶ 29:
 
Setelah Hakeem Noor-ud-Din, selaku khalifah pertama, gelar khalifah Ahmadiyah berlanjut ke [[Mirza Mahmud Ahmad]], yang memimpin komunitas tersebut selama lebih dari 50 tahun. Kemudian digantikan oleh [[Mirza Nasir Ahmad]], dan selanjutnya [[Mirza Tahir Ahmad]] yang masing-masing adalah khalifah ketiga dan keempat. Khalifah saat ini adalah [[Mirza Masrur Ahmad]], yang tinggal di London.<ref>{{cite journal |url=http://www.reviewofreligions.org/1772/editorial-68/ |title=Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V |access-date=9 March 2011 |journal=[[The Review of Religions]] |date=Mei 2008 |issn=0034-6721 |publisher=Islamic Publications |archive-date=27 Juli 2011 |archive-url=https://web.archive.org/web/20110727213542/http://www.reviewofreligions.org/1772/editorial-68/ |url-status=live }}</ref><ref>{{cite news |url=http://www.nola.com/religion/index.ssf/2013/11/the_ahmadiyya_muslim_community.html |title=The Ahmadiyya Muslim Community celebrates its new cultural outpost in Kenner |newspaper=[[NOLA.com]] |date=14 Juni 2017 |access-date=12 Maret 2019 |archive-url=https://web.archive.org/web/20180617192640/https://www.nola.com/religion/index.ssf/2013/11/the_ahmadiyya_muslim_community.html |archive-date=17 June 2018 |publisher=[[Advance Local Media LLC.]] |first=Juliet |last=Linderman |url-status=live }}</ref>
 
==Dasar hukum agamawi==
{{further|Politik Islam{{!}}Aspek politik Islam|Pembagian dunia menurut Islam}}
===Al-Qur'an===
[[Al-Qur'an]] menggunakan istilah ''khalifa'' dua kali. Pertama, di [[Surah Al-Baqarah]] ayat 30 yang menyatakan bahwa [[Allah (Islam)|Tuhan]] menciptakan manusia sebagai ''khalifa''-Nya di Bumi. Kedua, [[Surah Sad]] ayat 26 yang mengacu pada [[Daud (tokoh Al-Qur'an)]] sebagai ''khalifa'' Tuhan yang mengingatkannya akan keadilan.<ref>{{Cite book|title = Islam: A Brief History|url = https://archive.org/details/islambriefhistor0000sonn|last = Sonn|first = Tamara|publisher = [[Wiley-Blackwell]]|year = 2010|isbn = 978-1-4051-8094-8|page= [https://archive.org/details/islambriefhistor0000sonn/page/38 38]|author-link = Tamara Sonn|edition = 2nd}}
</ref>{{Quran}}
 
Sebagai tambahan, frasa berikut merupakan sebuah kutipan yang dikenal sebagai 'Kalimat Istikhlaf', yang seringkali digunakan untuk menentukan dasar dari hukum Khalifah:
{{Blockquote|{{Lang|ar|وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًٔا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ}}<ref group="catatan">Alih aksara: Wa'adallāhullażīna āmanụ minkum wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti layastakhlifannahum fil-arḍi kamastakhlafallażīna ming qablihim wa layumakkinanna lahum dīnahumullażirtaḍā lahum wa layubaddilannahum mim ba'di khaufihim amnā, ya'budụnanī lā yusyrikụna bī syai`ā, wa mang kafara ba'da żālika fa ulā`ika humul-fāsiqụn</ref>}}
{{blockquote |Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." ([[An-Nur]], 55)
}}
 
Pada frasa diatas, kalimat "Khulifa" (bentuk jamak dari ''Khalifa'') telah diterjemahkan secara beragam.
 
Beberapa ''mazhab'' yurisprudensi dan pemikiran dalam Islam [[Sunni]] berpendapat bahwa memerintah negara dengan [[Syariah]] menurut definisi adalah memerintah melalui kekhalifahan dan menggunakan ayat-ayat berikut untuk mempertahankan pandangan mereka mereka.
{{blockquote|dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.<ref group="catatan">Diterjemahkan dari kutipan dalam Al-Quran: {{quote|{{lang|ar|
وَاَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ اَنْ يَّفْتِنُوْكَ عَنْۢ بَعْضِ مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ اِلَيْكَۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ اَنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّصِيْبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوْبِهِمْ ۗوَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِ لَفٰسِقُوْنَ}}}}</ref>|{{Cite quran|005|049}}||}}
{{blockquote|Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.<ref group="catatan">Diterjemahkan dari kutipan dalam Al-Quran: {{quote|{{lang|ar|يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا}}}}</ref>|{{Cite quran|004|059}}||}}
 
== Kritik ==
Baris 72 ⟶ 68:
 
{{Topik Islam}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Islam]]