Suku Citak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Blackman Jr. (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Etnik
 
(14 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Bedakan|Suku Karo|Suku Kao}}
{{Infobox ethnic group
|group = Citak
Baris 6 ⟶ 7:
|population = 8.000<ref name=":0"/>
|popplace = [[Papua Selatan]] ([[Indonesia]])
|langs = [[Bahasa Citak|Citak]], [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
|rels = [[Kekristenan]] (terutama [[Katolik]]), [[Animisme]]
|related = [[Suku Asmat|Asmat]]{{•}}[[Suku Awyu|Awyu]]{{•}}[[Suku Sawi|Sawi]]
Baris 13 ⟶ 14:
'''Suku Citak''' ('''Kau''' atau '''Kaunak''';<ref name="Antoni 2010 pp. 411–422">{{cite journal | last=Antoni | first=Alexander de | title=“Call Us Kau, Not Citak.” Constitutive Factors for the Ethnic Consciousness of an Asmat Subgroup | journal=Anthropos | publisher=Nomos Verlag | volume=105 | issue=2 | year=2010 | issn=0257-9774 | doi=10.5771/0257-9774-2010-2-411 | pages=411–422}}</ref> disebut juga sebagai '''Cicak''' yang merupakan sebutan eksonim dari [[suku Awyu]] untuk suku ini) adalah [[kelompok etnis]] yang mendiami [[Papua Selatan]], Indonesia. Mereka menggunakan [[bahasa Citak]] atau ''Kau Adagum'' sebagai bahasa komunikasi antar masyarakat suku ini. Berdasarkan dialeknya, bahasa ini dibagi menjadi dialek Tamnim, Diuwe, dan Citak.
 
==Penyebaran Sejarah ==
Pada awalnya, suku Citak berkehidupan semi-nomaden, dan tinggal di kampung-kampung kecil yang tersebar disekitar [[Sungai Brazza]]. Setelah adanya paksaan dari pemerintahan [[Hindia Belanda]] mereka mulai hidup permanen di kampung-kampung yang lebih besar, hal ini dimaksudkan agar pemerintah Hindia Belanda lebih mudah untuk mengontrol mereka.<ref name="Melalatoa 1995 p. 212 "/>
Masyarakat suku Citak mendiami hulu [[Sungai Brazza]] dan dibatasi di sebelah timur oleh hulu [[Sungai Digul]], sedangkan di sebelah barat dibatasi oleh [[Sungai Pulau]] dan [[Sungai Wildeman]].<ref name="Antoni 2010 pp. 411–422"/> Disebelah baratnya berdiam [[suku Asmat]], sebelah selatannya adalah [[suku Awyu]]. Bahasa mereka memiliki persamaan dengan [[bahasa Asmat]], sehingga sebagian [[ahli bahasa]] cenderung menggolongkan mereka sebagai salah satu sub-suku berbahasa Asmat.
 
Suku Citak menggunakan sistem kekerabatan [[matrilineal]] dengan adat menetap menikah matrilokal. Selain itu masyarakat suku Citak juga tidak mengenal sistem [[klan]]. Walaupun kemudian perlahan berubah disaat masuknya [[Misi Kristen|misionaris Kristen]].<ref name="Melalatoa 1995 p. 212 "/>
Desa-desa mereka adalah Daikut, Samnak, Sipanap,<ref name=":0"/> Senggo, Kunasuma, Basman, Tiau, Amazu, Binerbis, Bidneu (Bidnew), Vamu (Vomu, Fomu), Ipem, Binam, Vakam, Bi-namzein (Mbinamzain), Womin, Sagamu, Buruba, Abau, Komasma (Kumasma), Vou, Imembi, Patipi, Piramanak, Burbis, Binam, Sagis, Emenepe, Tokemau, Dja-wok, dan Asserep.<ref name="Antoni 2010 pp. 411–422"/><ref>{{Cite web|url=https://petabahasa.kemdikbud.go.id/infobahasa.php?idb=349|title=Peta Bahasa Kemendikbud, Bahasa Papua, Bahasa Citak|website=petabahasa.kemdikbud.go.id|access-date=2022-11-07}}</ref> Secara administratif, wilayah yang didiami suku ini termasuk kedalam wilayah kecamatan [[Citak Mitak, Mappi|Citak Mitak]] (Kampung Senggo), [[Kabupaten Mappi]], [[Papua Selatan]], Indonesia. Jumlah populasi suku ini sekitar 8.000 jiwa.<ref name=":0">{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=w_FCDAAAQBAJ&pg=PA95&lpg=PA95&dq=suku+busami&source=bl&ots=yQCaItv-6R&sig=JfcfFwQo2c1zMLwkdGw-idqRFig&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiJ4bmN57nTAhWHMY8KHW71Bx4Q6AEIWTAK#v=onepage&q=suku%20busami&f=false|title=Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia|last=Hidayah|first=Dr Zulyani|date=2015-01-01|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia|isbn=9789794619292|language=id}}</ref>
 
== Sejarah Penyebaran==
Masyarakat suku Citak mendiami hulu [[Sungai Brazza]] dan dibatasi di sebelah timur oleh hulu [[Sungai Digul]], sedangkan di sebelah barat dibatasi oleh [[Sungai Pulau]] dan [[Sungai Wildeman]].<ref name="Antoni 2010 pp. 411–422"/> Disebelah baratnya berdiam [[suku Asmat]], sebelah selatannya adalah [[suku Awyu]] atau disebut juga suku Mitak. Bahasa mereka memiliki persamaan dengan [[bahasa Asmat]], sehingga sebagian [[ahli bahasa]] cenderung menggolongkan mereka sebagai salah satu sub-suku berbahasa Asmat.<ref name="Melalatoa 1995 p. 212 "/>
Pada awalnya, suku Citak berkehidupan semi-nomaden, dan tinggal di kampung-kampung kecil yang tersebar disekitar [[Sungai Brazza]]. Setelah adanya paksaan dari pemerintahan [[Hindia Belanda]] mereka mulai hidup permanen di kampung-kampung yang lebih besar, hal ini dimaksudkan agar pemerintah Hindia Belanda lebih mudah untuk mengontrol mereka.
 
Desa-desa mereka adalah Daikut, Samnak, Sipanap,<ref name=":0"/> Senggo, Kunasuma, Basman, Tiau, Amazu, Binerbis, Bidneu (Bidnew), Vamu (Vomu, Fomu), Ipem, Binam, Vakam, [[Binamsain, Kolf Braza, Asmat|Bi-namzein (Mbinamzain)]], Womin, Sagamu, Buruba, Abau, Komasma (Kumasma), Vou, Imembi, Patipi, Piramanak, Burbis, Binam, Sagis, Emenepe, Tokemau, Dja-wok, dan Asserep.<ref name="Antoni 2010 pp. 411–422"/><ref>{{Cite web|url=https://petabahasa.kemdikbud.go.id/infobahasa.php?idb=349|title=Peta Bahasa Kemendikbud, Bahasa Papua, Bahasa Citak|website=petabahasa.kemdikbud.go.id|access-date=2022-11-07}}</ref> Secara administratif, wilayah yang didiami suku ini termasuk kedalam wilayah kecamatan [[Citak Mitak, Mappi|Citak Mitak]] (Kampung Senggo), [[Kabupaten Mappi]], [[Papua Selatan]], Indonesia. Jumlah populasi suku ini sekitar 8.000 jiwa.<ref name=":0">{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=w_FCDAAAQBAJ&pg=PA95&lpg=PA95&dq=suku+busami&source=bl&ots=yQCaItv-6R&sig=JfcfFwQo2c1zMLwkdGw-idqRFig&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiJ4bmN57nTAhWHMY8KHW71Bx4Q6AEIWTAK#v=onepage&q=suku%20busami&f=false|title=Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia|last=Hidayah|first=Dr Zulyani|date=2015-01-01|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia|isbn=9789794619292|language=id}}</ref>
Makanan pokok masyarakat Citak adalah [[sagu]] yang dilengkapi dengan ikan dan daging. Sagu dan ikan merupakan hasil dari kaum perempuan sedangkan daging merupakan hasil buruan kaum laki-laki. Kaum laki-laki berburu menggunakan perahu berukuran panjang 4 meter, lebih kecil dari perahu untuk keluarga yang memiliki panjang 10 meter.<ref name="Melalatoa 1995 p. 212 ">{{cite book | last=Melalatoa | first=M.J. | title=Ensiklopedi suku bangsa di Indonesia: A-K | publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI | series=Ensiklopedi suku bangsa di Indonesia | year=1995 | url=https://books.google.com/books?id=sU4OAQAAMAAJ | pages=212| language=id | access-date=2022-10-25 | page=}}</ref>
 
==Masyarakat==
Suku Citak menggunakan sistem kekerabatan [[matrilineal]] dengan adat menetap menikah matrilokal. Selain itu masyarakat suku Citak juga tidak mengenal sistem [[klan]]. Walaupun kemudian perlahan berubah disaat masuknya [[Misi Kristen|misionaris Kristen]].<ref name="Melalatoa 1995 p. 212 "/>
Makanan pokok masyarakat Citak adalah [[sagu]] yang dilengkapi dengan ikan dan daging. Sagu dan ikan merupakan hasil dari kaum perempuan sedangkan daging merupakan hasil buruan kaum laki-laki. Kaum laki-laki berburu menggunakan perahu berukuran panjang 4 meter, lebih kecil dari perahu untuk keluarga yang memiliki panjang 10 meter.<ref name="Melalatoa 1995 p. 212 ">{{cite book | last=Melalatoa | first=M.J. | title=Ensiklopedi suku bangsa di Indonesia: A-K | publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI | series=Ensiklopedi suku bangsa di Indonesia | year=1995 | url=https://books.google.com/books?id=sU4OAQAAMAAJ | pages=212| language=id | access-date=2022-10-25 | page=}}</ref>
 
== Budaya ==
Baris 29 ⟶ 31:
Peninggalan dari suku Citak yang berada di [[Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat]] disimpan di dalam koleksi ''Yupmakcain''. Menurut direktur museum tersebut, Eric Sarkol, nama tersebut diberikan oleh pendahulunya Yufentius Biakai. Menurut Biakai, nama ''Yupmakcain'' merupakan nama [[emik dan etik|emik]] dari daerah utara Binam dan Mbinamzain. Beberapa contoh cabang seni suku ini berupa seni drama dan seni rupa yang merupakan bagian dari upacara adat. Mirip dengan [[suku Asmat]], beberapa seni ukiran berupa pahatan perisai dengan pilihan warna yang mirip dengan gaya seni barat-daya lainnya seperti suku Asmat dan [[Suku Awyu|Awyu]].<ref name="Melalatoa 1995 p. 212 "/>
 
==Tradisi==
==Legenda =Agu Ibit===
Menurut Pido seorang ''zauwaibit'' (pemimpin perang) yang berasal dari Senggo Lama, awalnya suku ini tinggal di [[rumah pohon]] tetapi kemudian berubah karena berbahaya bagi anak kecil yang mudah jatuh. Legenda leluhur suku ini adalah ''Agu Ibit'' yang dinarasikan Pido kepada Josef Haas tahun 1981 (yang di translasikan diterjemahkan berdasarkan rekaman oleh Alexander de Antoni, Stefanus Supprobo, dan Cornelis di Senggo, 2007):
<Blockquote>
Agu Ibit melangkah keluar dari air ke darat. Setelah semalaman di sungai, dia kemudian duduk diatas pohon ''Kiki'', kemudian dia juga telah duduk diatas pohon ''Tinaktinak''. Setelah buang air besar ia kemudian buang air kecil di pagi hari. Ia kemudian melompat dari pohon ke pohon, lalu di atas pohon ia menghadap ke barat. Kemudian kamu memakai ikat pinggang dari kerang dan kalung dari gigi anjing. Dia kemudian bangun dengan kaki yang kaku dan membuka tangan di atas pohon ''Kiki''. "Oh pohon ''Kiki'' berikanlah cuaca yang baik, sehingga lengan tangan bisa bergerak bebas", dengan suara yang ceria, "Saya sedang mencari sesuatu untuk dimakan, Hujan jangan turun, saya mau berburu tikus besar, kasuari, dan ikan di sungai. Jika ada perempuan disana, saya ingin memukul sagu." Fo....fo.... Kemudian perempuan lain berkata, "Saya tinggal di siang ini untuk menyusui bayi." Siang ini sangat terik, ingin pergi jauh. Agu Ibit memberi cuaca yang baik. Di atas pohon ''Kiki'', di atas pohon ''Kurukuru'', di atas pohon ''Badambadam'', di atas pohon ''Utuautua'', pohon kayu, pohon ''Pambampambam'', daun ''Tinaktinak'', daun pohon, pohon Sagusagu. Daun pohon sagu, tatapan matamu bercahaya. Agu Ibit, Agu Ibit, Tanambitda (''matahari laki-kaki'' nama lain Agu Ibit), Tanambitda, matamu bercahaya sepanjang hari. Sekarang kamu akan pergi berangkat dari timur ke barat, hingga menghilang.<ref name="Antoni 2010 pp. 411–422"/></blockquote>
 
== Referensi ==
Baris 38 ⟶ 41:
 
[[Kategori:Suku bangsa di Papua Selatan|Citak]]
[[Kategori:SukuKelompok bangsaetnik di Indonesia|Citak]]