Suku Kei: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dafiadel (bicara | kontrib)
membuat artikel baru
Tag: tanpa kategori [ * ] VisualEditor
 
k Etnik
 
(46 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox ethnic group
{{sedang ditulis}}
|name = Kei
[[Berkas:Keitradisi.jpg|jmpl|306x306px|tradisi pukul sapu suku kei]]
|native_name = ''umag Evav''
'''Suku Kei''' merupakan suku bangsa indonesia yang mendiami [[Kepulauan Kei]] di Laut Arafuru, yang terdiri atas Pulau Nuhucut, Nuhurowa, Kaidullah, Toyandu, Walir dan sejumlah pulau lebih kecil di sekitarnya. Kepulauan ini terbagi menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan [[Pulau Kei Besar|Kei Besar]] dan Kecamatan [[Pulau Kei Kecil|Kei Kecil]], [[Kabupaten Maluku Tenggara]], [[Maluku|Provinsi Maluku]]. Orang Kei sendiri suka menyebut dirinya ''Evav'', artinya "pulau babi". Pendapat lain mengatakan bahwa "Kei" berasal dari bahasa Portugis ''kayos'' yang artinya "keras". Mungkin karena pulau-pulau tersebut terbentuk dari batu-batu karang, dan ditumbuhi pula oleh jenis-jenis kayu yang keras.<ref>{{Cite book|edition=Edisi kedua|title=Ensiklopedia suku bangsa di Indonesia|url=https://www.worldcat.org/oclc/913647590|location=Jakarta|isbn=9789794619292|oclc=913647590|first=Hidayah,|last=Zulyani,}} hal. 169</ref> Catatan-catatan prasejarah menunjukkan bahwa Kepulauan ''Kei'' pada masa lampau dikunjungi oleh pelaut asing. Bukti-bukti prasejarah sendiri menunjukkan bahwa kepulauan ini pernah dihuni oleh manusia-manusia berkebudayaan sama seperti di Australia bagian utara. Ada pula sisa-sia peninggalan manusia berkebudayaan peralihan dari daratan Asia, antara lain dengan ditemukannya nekara dan kapak upacara dari perunggu di Kepulauan itu.
|image = COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Prauw_van_Groot-Kei_TMnr_10010572.jpg
|caption = Perahu tradisional ([[kora-kora]]) di [[Kepulauan Kei]].
|population = 180.000<ref name="Czlenow"/>
|popplace = [[Indonesia]] ([[Kepulauan Kei]])
|language = [[Bahasa Kei|Kei]], [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
|rels = [[Islam]], [[Kekristenan]] (terutama [[Katolik]]), [[Aliran Kepercayaan|kepercayaan tradisional]], [[Hindu]]
|related = [[Suku Tanimbar|Tanimbar]] dan [[orang Maluku]] lainnya<ref name="Czlenow"/>
}}
 
'''Suku Kei''' adalah [[suku bangsa]] di Indonesia yang mendiami [[Kepulauan Kei]] di [[Maluku|Provinsi Maluku]]. Masyarakat suku Kei bertutur menggunakan [[bahasa Kei]] yang berfungsi sebagai [[basantara]] bagi masyarakat di Kepulauan Kei. Populasi suku Kei berjumlah sekitar 180.000 orang.<ref name="Czlenow">Michaił Anatoljewicz Czlenow: Kiejcy. W: Walerij Aleksandrowicz Tiszkow (red.): Narody i rieligii mira: encykłopiedija. Moskow: Bolszaja rossijskaja encykłopiedija, 1998, hlm. 233–234.</ref> [[Orang Tanimbar Kei]] merupakan salah satu sub-suku Kei yang mendiami [[pulau Tanimbar Kei]]; umumnya beragama [[Hindu]].
== Asal Usul Suku Kei ==
Suku Kei diyakini memiliki hubungan kekerabatan dengan salah satu komunitas Bali Aga di Bali. Bahkan, tak menutup kemungkinan Suku Kei sejatinya berasal dari Bali. Kesimpulan sementara, diyakini Suku Kei memang berasal dari Desa Pedawa. Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng Gede Komang mengatakan, peneliti dari Maluku Tenggara sangat meyakini bahwa asal usul mereka berasal dari Pedawa. Hal itu didasari dari cerita rakyat yang didengar secara turun temurun dan bentuk rumah adat yang mirip. Menurut Gede Komang, bentuk rumah adat antara Suku Kei dengan warga Bali Aga di Desa Pedawa sangat mirip. Dari segi arsitektur, konon rumah adat keduanya memiliki kemiripan. Pertama, rumah adat sama-sama membelakangi jalan raya. Kedua, seluruh aktifitas keseharian seperti memasak dan beribadah dilakukan di dalam rumah. Selain itu ada pula cerita rakyat yang diyakini berkaitan dengan masyarakat Pedawa<ref>{{Cite web|url=https://www.merdeka.com/peristiwa/nenek-moyang-suku-kei-diperkirakan-berasal-dari-buleleng-bali.html|title=Nenek moyang Suku Kei diperkirakan berasal dari Buleleng Bali|last=Billiocta|first=Ya'cob|website=merdeka.com|language=en|access-date=2019-03-04}}</ref>. Selain itu ada pula kata “Tombak” yang hingga kini dipegang teguh masyarakat Kei. Konon kata itu berarti “kita berasal dari Bali”. Selain itu ada beberapa hukum adat serta ritual yang diakui memiliki kemiripan dengan ritual Bali Aga pada umumnya. Salah satunya hukum adat mengenai “sawen” atau hak kepemilikan ulayat. Apabila sebuah bidang tanah atau seekor ternak sudah berisi tanda “sawen”, maka hak kepemilikan tak dapat digugat. Sama seperti hak sawen yang dilakukan di Bali. “Katanya morfologi wajah orang Kei dengan orang Pedawa juga mirip.<ref>{{Cite web|url=https://radarbali.jawapos.com/read/2018/10/08/97840/fix-asal-usul-suku-kei-di-maluku-tenggara-dari-pedawa-ini-buktinya|title=FIX! Asal Usul Suku Kei di Maluku Tenggara dari Pedawa, Ini Buktinya…|last=JawaPos.com|date=2018-10-08|website=radarbali.jawapos.com|language=id|access-date=2019-03-04}}</ref>
 
== Agama dan KepercayaanSejarah ==
Orang Kei sendiri menyebut dirinya sebagai ''umag Evav'', ''umag'' artinya "orang" atau "manusia" dan ''Evav'' artinya "pulau babi". Pendapat lain mengatakan bahwa "Kei" berasal dari bahasa Portugis ''kayos'' yang artinya "keras".<ref>{{Cite book|title=Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia|url=https://books.google.co.id/books?id=w_FCDAAAQBAJ&lpg=PA171&ots=yRy9GsxYbR&dq=upacara%20sob-sob%20di%20kei&pg=PA171#v=onepage&q=upacara%20sob-sob%20di%20kei&f=false|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia|date=2015|isbn=9789794619292|language=id|first=Dr Zulyani|last=Hidayah}} Hal. 169</ref> Mungkin dikarenakan pulau-pulau tersebut terbentuk dari batu-batu karang dan ditumbuhi berbagai jenis-jenis kayu yang keras. Dalam catatan-catatan sejarah menunjukkan bahwa Kepulauan Kei pada masa lampau sudah pernah dikunjungi oleh pelaut asing. Bukti-bukti sejarah ini sendiri menunjukkan bahwa kepulauan ini pernah dihuni oleh manusia-manusia yang berkebudayaan sama seperti di [[Australia]] bagian utara. Ada pula sisa-sisa peninggalan manusia berkebudayaan peralihan dari [[daratan Asia]], antara lain dengan ditemukannya nekara dan kapak upacara dari perunggu di Kepulauan Kei.<ref>{{Cite book|title=Hafal Mahir Materi Sejarah SMA/MA KELAS 11, 12, 13|url=https://books.google.co.id/books?id=ymZwDwAAQBAJ&lpg=PA63&ots=yuiM-I13XC&dq=kapak%20upacara%20dari%20perunggu%20di%20Kepulauan%20kei&pg=PA63#v=onepage&q=kapak%20upacara%20dari%20perunggu%20di%20Kepulauan%20kei&f=false|publisher=Grasindo|date=2018-09-10|isbn=9786020500805|language=id|first=Santi Sari Dewi, M.|last=Pd}} hal. 63</ref>
Walaupun '''''orang Kei''''' umumnya sudah memeluk agama Islam atau Kristen, akan tetapi sebagian dari mereka masih meyakini konsepsi roh-roh dan kekuatan-kekuatan sakti menurut religi leluhurnya. Roh (mitu) dianggap bisa mendatangkan kebahagiaan dan juga kesusahan. Panen yang berhasil atau gagal, kehidupan yang sejahtera atau malapetaka yang menimpa penduduk dianggap berasal dari kekuatan mitu. Karena itu selain melaksanakan upacara-upacara kecil di lingkungan keluarga, setiap tahun mereka mengadakan pula upacara khusus ''"membersihkan"''negeri secara massal. Upacara bersih desa ini mereka sebut sob-sob. Mitu dapat pula diperalat oleh manusia melalui praktik ilmu gaib yang mereka sebut suanggi. Menurut Yong Ohoitimur, agama asli di Kei pada dasarnya mengandung unsur-unsur: Animisme, Magi, dan Totemisme. Animisme berasal dari perkataan latin, anima artinya “nyawa” Dari asal kata ini, nyawa bisa diartikan sebagai roh. Jadi animisme dapat didefinisikan sebagai kepercayaan akan adanya roh-roh yang memasuki benda-benda di dalam alam semesta, misalnya pohon, hutan, batu, air, dan sebagainya. Istilah animisme, peratama kali dikemukakan oleh Edward Tylor, melalui bukunya ''Primitive Culture''. Baginya bentuk agama yang paling awal adalah ''the beliefe in spiritual being.'' Dalam visi Tylor mengenai evolusi agama, disamping arwah-arwah dan makhluk-makhluk halus itu, muncul dewata; kemudian diantara para dewata itu salah satunya muncul sebagai dewa atau Tuhan yang terbesar, dan akhirnya dewata yang lain tidak diakui lagi<ref>{{Cite book|title=Primitive Culture Volume I.|url=https://www.worldcat.org/oclc/953233839|publisher=Dover Publications|date=2016|location=Mineola, UNITED STATES|isbn=0486813894|oclc=953233839|first=Tylor, Edward|last=Burnett.}} hal. 418</ref>.
 
SukuPendapat yang lebih kuat, suku Kei diyakinidisinyalir memilikimempunyai hubungan kekerabatan yang erat dengan salah satu komunitas Bali Aga di Bali. Bahkan,Hasil tak menutup kemungkinan Suku Kei sejatinya berasal dari Bali. Kesimpulanpenelusuran sementara, diyakini Sukunenek moyang suku Kei memang berasaldatang dari Desadesa Pedawa. Kepala Dinas Kebudayaan [[Kabupaten Buleleng]], Gede Komang mengatakan, para peneliti dari Maluku Tenggara sangat meyakiniyakin dan percaya bahwa asal usul mereka berasal dari [[Pedawa, Banjar, Buleleng|Pedawa]]. Hal itu didasariberlandaskan darihikayat dan cerita rakyat yang didengardiceritakan secara turun temurun, dan bentuk rumah adat yang mirip. Menurut Gede Komang,serta bentuk rumah adat antara Sukusuku Kei dengan warga Bali Aga di Desadesa Pedawa juga sangat mirip. Dari segi arsitektur, kononterlihat rumah adat keduanya memiliki kemiripan.kesamaan Pertama,diantaranya rumah adat sama-sama membelakangi jalan raya. Kedua,dan seluruhsegenap aktifitaskegiatan kesehariansehari-hari seperti memasakberibadah dan beribadahmemasak dilakukan di dalam rumah. SelainKemiripan itulain adayakni pulaadanya ceritakosakata rakyat''tombak'' yang diyakinihingga berkaitankini dengandi pegang teguh masyarakat Pedawa<ref>{{Cite web|url=https://wwwKei.merdeka.com/peristiwa/nenek-moyang-suku-kei-diperkirakan-berasal-dari-buleleng-bali.html|title=Nenek moyangBeredar Sukucerita Keikata diperkirakanitu berarti "kita berasal dari Buleleng Bali|last=Billiocta|first=Ya'cob|website=merdeka.com|language=en|access-date=2019-03-04}}</ref>". SelainBahkan, itu[[orang adaTanimbar pulaKei]] katayang “Tombak”merupakan yangsub-suku hinggaKei, kinimayoritas dipegangmasyarakatnya teguhberagama masyarakat[[Hindu]] Kei.dan Kononmemiliki katabanyak itukemiripan berartilainnya “kitadengan berasalmasyarakat dari[[suku Bali”Bali]]. SelainLain daripada itu ada beberapa hukumsejumlah adat istiadat serta ritual yang diakuidiyakini memilikimempunyai kemiripan dengan ritual Bali Aga pada umumnya. Salah satunya hukum adat mengenai “sawen”''sawen'' atau hak kepemilikan ulayat. Apabilayaitu sebuahapabila bidangsebidang tanah atau seekor hewan ternak sudah berisimemiliki tanda “sawen”''sawen'', maka hak kepemilikan taktidak dapatbisa digugatdi ganggu gugat. Sama seperti hak ''sawen'' yang dilakukanada di kebudayaan Bali. “KatanyaSecara [[morfologi]], wajah orang Kei dengan orang Pedawa di Bali juga mirip. Bahkan, tak menutup kemungkinan suku Kei sejatinya berasal dari Bali.<ref>{{Cite webnews|url=https://www.merdeka.com/peristiwa/nenek-moyang-suku-kei-diperkirakan-berasal-dari-buleleng-bali.html|title=Nenek moyang Suku Kei diperkirakan berasal dari Buleleng Bali|last=Billiocta|first=Ya'cob|work=[[Merdeka.com]]|language=id|access-date=2019-03-04|editor-last=Billiocta|editor-first=Ya'cob}}</ref><ref>{{Cite news|url=https://radarbali.jawapos.com/read/2018/10/08/97840/fix-asal-usul-suku-kei-di-maluku-tenggara-dari-pedawa-ini-buktinya|title=FIX! Asal Usul Suku Kei di Maluku Tenggara dari Pedawa, Ini Buktinya…|last=JawaPos.com|date=2018-10-08|websitework=radarbali.jawapos[[Jawa Pos|JawaPos.com]]|language=id|access-date=2019-03-04|archive-date=2019-03-06|archive-url=https://web.archive.org/web/20190306043850/https://radarbali.jawapos.com/read/2018/10/08/97840/fix-asal-usul-suku-kei-di-maluku-tenggara-dari-pedawa-ini-buktinya|dead-url=yes}}</ref>
== Sistem Kekerabatan ==
Kesatuan kerabat yang terkecil dalam '''''masyarakat Kei''''' adalah keluarga inti yang mereka sebut riin rahan atau ub. Gabungan keluarga inti, yang disebut rahayan atau fam (klen kecil) dapat berkembang semakin besar menjadi satu klen besar yang lebih dikenal dengan nama soa. Sebuah kampung (ohoi) biasanya didiami oleh satu soa. Beberapa kampung bergabung menjadi satu desa yang disebut negeri. Soa-soa yang terdapat di dalam sebuah negeri yang terbagi kepada dua golongan, yaitu golongan Ursiwa dan Urlima. Kepemimpinan tradisional desa biasanya dipegang oleh orang-orang dari soa yang pertama sekali mendiami daerah itu. '''''Orang Kei''''' menganut prinsip garis keturunan yang bersifat patrilineal (melalui pihak ayah atau laki-laki). Dalam hal perkawinan mereka mencari pasangan di lingkungan lapisan sosial yang sama. Peranan fam atau rahayan lebih menentukan kedudukan seseorang dan dalam hubungan kekerabatan mereka menganut azas primogenitur, di mana hak anak sulung atau golongan senior lebih diutamakan.
 
== Agama dan kepercayaan ==
Ketentuan-ketentuan adat warisan leluhurnya mereka sebut hukum Larvul Ngabel. Selain mengatur perilaku anggota masyarakat hukum adat ini juga menggariskan '''''masyarakat Kei''''' ke dalam dua kelompok adat. Pertama, kelompok Ursiu atau "persekutuan sembilan" yang sebagian besar berdiam di kecamatan '''''Kei''''' kecil. Kedua, kelompok Lorlim atau ''"persekutuan lima"'' yang berdiam di Kecamatan '''''Kei''''' besar. Simbol keberadaan kedua kelompok adat ini antara lain terlihat dari jumlah tiang balai adat (abua) di kampung-kampung mereka. Tiang balai adat pada kelompok adat. Ursiu berjumlah sembilan buah, sedangkan pada kelompok adat Lorlim berjumlah lima buah. Menurut struktur sosialnya '''''masyarakat Kei''''' terbagi menjadi tiga golongan atau lapisan sosial. Golongan terpandang, para pemimpin adat dan orang kaya merupakan lapisan sosial teratas yang disebut mel-mel. Golongan tengah terdiri dari rakyat kebanyakan yang biasanya disebut ren-ren. Pada masa lalu dikenal pula golongan iri-iri atau hiri-hiri, yaitu kelompok budak yang tidak punya apa-apa. Sistem pelapisan sosial dari masa lalu sebagian masih terlihat pemgaruhnya dalam kehidupan sosial sehari-hari. Misalnya dalam menentukan jodoh, dan menentukan pimpinan masyarakat, tatakrama dalam pergaulan sehari-hari, dan keterlibatan dalam upacara tertentu. Desa-desa adat '''''orang Kei''''' pada masa lalu cenderung berbentuk kerajaan kecil, di mana rajanya disebut Rat atau Ratu atau Orang Kaya. Rat sendiri dibantu pula oleh sejumlah pejabat seperti Marinyo, Kapitan, dan Mayor. Kampung-kampung bawahannya dipimpin oleh para Kepala Soa. Para pemimpin yang berasal dari Soa tertua di negeri itu biasanya disebut Tuan Tanah atau Tae Jan. Pemimpin kharisma adat di setiap negeri biasanya adalah seorang senior bijaksana yang disebut Tovoat. Status terhormat juga diberikan kepada tokoh-tokoh yang disebut Mitu Duan, yaitu orang-orang yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Rat sendiri dalam pemerintahannya mendapat pertimbangan dari badan musyawarah adat, yaitu Badan Saniri Negeri yang terdiri dari unsur-unsur pemimpin adat di atas. Pada masa sekarang pengaruh Rat masih cukup besar, terutama dalam menentukan seorang Kepala desa menurut sistem pemerintahan nasional.
Saat ini, umumnya orang Kei sudah memeluk agama seperti [[Islam]] atau [[Kekristenan]] (mayoritas [[Katolik]]), bahkan [[orang Tanimbar Kei]] yang mendiami pulau Tanimbar Kei mayoritas beragama [[Hindu]] sama seperti leluhurnya yang berasal dari [[Bali]]. Akan tetapi, sebagian masih meyakini konsep seperti roh-roh dan kekuatan-kekuatan sakti menurut religi leluhurnya. Roh (''mitu'') dianggap bisa mendatangkan kebahagiaan dan juga kesusahan. Panen yang berhasil atau gagal, kehidupan yang sejahtera atau malapetaka yang menimpa penduduk dianggap berasal dari kekuatan ''mitu''. Karena itu, selain melaksanakan upacara-upacara kecil di lingkungan keluarga, setiap tahun mereka mengadakan pula upacara khusus 'membersihkan ohoi' secara massal. Upacara bersih desa (''ohoi'') ini disebut ''sob-sob''. ''Mitu'' dapat pula diperalat oleh manusia melalui praktik ilmu gaib yang mereka sebut ''[[suanggi]]''.<ref>{{Cite book|title=Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia|url=https://books.google.co.id/books?id=w_FCDAAAQBAJ&lpg=PA171&ots=yRy9GsxYbR&dq=upacara%20sob-sob%20di%20kei&pg=PA171#v=onepage&q=upacara%20sob-sob%20di%20kei&f=false|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia|date=2015|isbn=9789794619292|language=id|first=Dr Zulyani|last=Hidayah}} Hal. 171</ref> Menurut ''Yong Ohoitimur'', agama asli di Kei pada dasarnya mengandung unsur-unsur [[animisme]], [[magi]], dan [[totemisme]].<ref>{{Cite web|url=https://docplayer.info/35861257-Bab-iii-potret-masyarakat-kei.html|title=BAB III POTRET MASYARAKAT KEI - PDF|website=docplayer.info|access-date=2019-03-04}}</ref>
 
Walaupun '''''orang Kei''''' umumnya sudah memeluk agama Islam atau Kristen, akan tetapi sebagian dari mereka masih meyakini konsepsi roh-roh dan kekuatan-kekuatan sakti menurut religi leluhurnya. Roh (mitu) dianggap bisa mendatangkan kebahagiaan dan juga kesusahan. Panen yang berhasil atau gagal, kehidupan yang sejahtera atau malapetaka yang menimpa penduduk dianggapAnimisme berasal dari kekuatanperkataan mitu.latin Karena itu selain melaksanakan upacara-upacara kecil di lingkungan keluarga, setiap tahun mereka mengadakan pula upacara khususyakni ''"membersihkan"anima''negeri secara massal. Upacara bersih desa ini mereka sebut sob-sob. Mitu dapat pula diperalat oleh manusia melalui praktik ilmu gaib yang mereka sebut suanggi. Menurut Yong Ohoitimur, agama asli di Kei pada dasarnya mengandung unsur-unsur: Animisme, Magi, dan Totemisme. Animisme berasal dari perkataan latin, anima artinya “nyawa”"nyawa" Dari asal kata ini, nyawa bisa diartikan sebagai roh. Jadi animisme dapat didefinisikan sebagai kepercayaan akan adanya roh-roh yang memasuki benda-benda di dalam alam semesta, misalnya pohon, hutan, batu, air, dan sebagainya. Istilah animisme, peratama kali dikemukakan oleh Edward Tylor, melalui bukunya ''Primitive Culture''. Baginya bentuk agama yang paling awal adalah ''the beliefe in spiritual being.'' Dalam visi Tylor mengenai evolusi agama, disamping arwah-arwah dan makhluk-makhluk halus itu, muncul dewata; kemudian diantara para dewata itu salah satunya muncul sebagai dewa atau Tuhan yang terbesar, dan akhirnya dewata yang lain tidak diakui lagi.<ref>{{Cite book|title=Primitive Culture Volume I.|url=https://wwwbooks.worldcatgoogle.orgco.id/oclc/953233839books?id=EhiVDAAAQBAJ&lpg=PP1&dq=isbn:0486813894&pg=PA356#v=onepage&q&f=false|publisher=Courier Dover Publications|date=2016|location=Mineola, UNITED STATES-06-22|isbn=04868138949780486813899|oclclanguage=953233839en|first=Tylor,Edward EdwardBurnett|last=Burnett.Tylor}} hal. 418</ref>.
== Daftar Rujukan ==
 
== Sistem Kekerabatankekerabatan ==
=== Bentuk kekerabatan ===
Suku Kei memiliki bentuk kekerabatan yang cukup kompleks, dengan Kesatuan kerabat yang terkecil dalam '''''masyarakat Kei''''' adalah keluarga inti yang merekadisebut sebutdengan ''riin rahan'' atau ''ub''. Gabungan dari keluarga inti, yangini disebut ''rahayan'' atau ''fam'' (klen kecil) yang dapat berkembang semakin besar menjadi satu klen besar yang lebih dikenal dengan nama ''soa''. Sebuah kampung (''ohoi'') biasanya didiami oleh satu ''soa''. Beberapa kampung bergabung menjadi satu desa yang disebut ''negeri''. ''Soa-soa'' yang terdapattergabung di dalam sebuah ''negeri'' yang terbagi kepada dua golongan, yaitu golongan ''Ursiwa'' dan ''Urlima''. Kepemimpinan tradisional desa biasanya dipegang oleh orang-orang dari ''soa'' yang pertama sekali mendiami daerah itu. '''''Orang Kei''''' menganut prinsip garis keturunan yang bersifat patrilineal (melalui pihak ayah atau laki-laki). Dalam hal perkawinan mereka mencari pasangan di lingkungan lapisan sosial yang sama. Peranan fam atau rahayan lebih menentukan kedudukan seseorang dan dalam hubungan kekerabatan mereka menganut azas primogenitur, di mana hak anak sulung atau golongan senior lebih diutamakan.
 
=== Garis keturunan ===
Orang Kei menganut prinsip garis keturunan yang bersifat patrilineal (melalui pihak ayah atau laki-laki). Dalam hal perkawinan mereka mencari pasangan di lingkungan lapisan sosial yang sama. Peranan fam atau rahayan lebih menentukan kedudukan seseorang dan dalam hubungan kekerabatan mereka menganut azas primogenitur, di mana hak anak sulung atau golongan senior lebih diutamakan.
 
=== Ursiu dan Lorlim ===
Ketentuan-ketentuan adat warisan leluhurnya mereka sebut hukum ''Larvul Ngabal''. Selain mengatur perilaku anggota masyarakat hukum adat ini juga menggariskan masyarakat Kei ke dalam dua kelompok adat. Pertama, kelompok Ursiu atau "persekutuan sembilan" yang sebagian besar berdiam di kecamatan [[Kei Kecil, Maluku Tenggara|Kei kecil]]. Kedua, kelompok Lorlim atau ''"persekutuan lima"'' yang berdiam di Kecamatan [[Kei Besar, Maluku Tenggara|Kei besar]]. Simbol keberadaan kedua kelompok adat ini antara lain terlihat dari jumlah tiang balai adat (abua) di kampung-kampung mereka. Tiang balai adat pada kelompok adat. Ursiu berjumlah sembilan buah, sedangkan pada kelompok adat Lorlim berjumlah lima buah.
 
== Struktur sosial ==
Struktur sosial masyarakat Kei terbagi menjadi tiga golongan atau lapisan sosial yaitu:
 
# '''''Mel-mel''''' merupakan golongan terpandang, biasanya adalah para pemimpin adat dan orang kaya pada lapisan sosial teratas.
# '''''Ren-ren''''' merupakan golongan tengah terdiri dari rakyat biasa kebanyakan.
# '''''Hiri-hiri''''' merupakan kelompok budak yang tidak memiliki apa-apa (dikenal pada masa lalu).
 
Sistem pelapisan sosial dari masa lalu sebagian masih terlihat pemgaruhnya dalam kehidupan sosial sehari-hari. Misalnya dalam menentukan jodoh, menentukan pimpinan masyarakat, tatakrama dalam pergaulan sehari-hari, dan keterlibatan dalam upacara tertentu.
 
== Kepemimpinan adat ==
 
# '''''Rat''''' atau '''''Ratu''''' dibantu pula oleh sejumlah pejabat seperti '''''Marinyo''', '''Kapitan''''', dan '''''Mayor''''' yakni raja pada desa adat (''negeri'') Suku Kei.
# '''''Tae Jan''' atau '''Tuan Tanah''''' adalah pemimpin Kampung-kampung (''soa'') bawahan dari ''negeri''.
# '''''Tovoat''''' adalah seorang senior bijaksana yang memimpin kharisma adat.
# '''''Mitu Duan''''' yaitu orang-orang yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
 
''Rat'' sendiri dalam pemerintahannya mendapat pertimbangan dari badan musyawarah adat, yaitu ''Badan Saniri Negeri'' yang terdiri dari unsur-unsur pemimpin adat di atas. Pada masa sekarang pengaruh Rat masih cukup besar, terutama dalam menentukan seorang Kepala desa menurut sistem pemerintahan nasional.<ref>{{Cite book|title=Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia|url=https://books.google.co.id/books?id=w_FCDAAAQBAJ&lpg=PA170&ots=yRy9GsAT6M&dq=ensikolpedi%20suku%20bangsa%20indonesia%20zulyani%20hidayah%20kekerabaan%20suku%20kei&pg=PA170#v=onepage&q=ensikolpedi%20suku%20bangsa%20indonesia%20zulyani%20hidayah%20kekerabaan%20suku%20kei&f=false|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia|date=2015|isbn=9789794619292|language=id|first=Dr Zulyani|last=Hidayah}} Hal. 170</ref>
==Lihat juga==
*[[Orang Tanimbar Kei]]
 
== Referensi ==
<references />
 
[[Kategori:Kelompok etnik di Indonesia|Kei]]