Suku Kei: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k Etnik |
||
(36 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox ethnic group
|name = Kei
|native_name = ''umag Evav''
|image = COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Prauw_van_Groot-Kei_TMnr_10010572.jpg
|caption = Perahu tradisional ([[kora-kora]]) di [[Kepulauan Kei]].
|population = 180.000<ref name="Czlenow"/>
|popplace = [[Indonesia]] ([[Kepulauan Kei]])
|language = [[Bahasa Kei|Kei]], [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
|rels = [[Islam]], [[Kekristenan]] (terutama [[Katolik]]), [[Aliran Kepercayaan|kepercayaan tradisional]], [[Hindu]]
|related = [[Suku Tanimbar|Tanimbar]] dan [[orang Maluku]] lainnya<ref name="Czlenow"/>
}}
'''Suku Kei''' adalah [[suku bangsa]] di Indonesia yang mendiami [[Kepulauan Kei]] di [[Maluku|Provinsi Maluku]]. Masyarakat suku Kei bertutur menggunakan [[bahasa Kei]] yang berfungsi sebagai [[basantara]] bagi masyarakat di Kepulauan Kei. Populasi suku Kei berjumlah sekitar 180.000 orang.<ref name="Czlenow">Michaił Anatoljewicz Czlenow: Kiejcy. W: Walerij Aleksandrowicz Tiszkow (red.): Narody i rieligii mira: encykłopiedija. Moskow: Bolszaja rossijskaja encykłopiedija, 1998, hlm. 233–234.</ref> [[Orang Tanimbar Kei]] merupakan salah satu sub-suku Kei yang mendiami [[pulau Tanimbar Kei]]; umumnya beragama [[Hindu]].
Orang Kei sendiri suka menyebut dirinya ''Evav'', artinya "pulau babi". Pendapat lain mengatakan bahwa "Kei" berasal dari bahasa Portugis ''kayos'' yang artinya "keras"<ref>{{Cite book|title=Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia|url=https://books.google.co.id/books?id=w_FCDAAAQBAJ&lpg=PA171&ots=yRy9GsxYbR&dq=upacara%20sob-sob%20di%20kei&pg=PA171#v=onepage&q=upacara%20sob-sob%20di%20kei&f=false|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia|date=2015|isbn=9789794619292|language=id|first=Dr Zulyani|last=Hidayah}} Hal. 169</ref>. Mungkin dikarenakan pulau-pulau tersebut terbentuk dari batu-batu karang, dan ditumbuhi berbagai jenis-jenis kayu yang keras. Catatan-catatan prasejarah menunjukkan bahwa Kepulauan Kei pada masa lampau sudah pernah dikunjungi oleh pelaut asing. Bukti-bukti prasejarah sendiri menunjukkan bahwa kepulauan ini pernah dihuni oleh manusia-manusia berkebudayaan sama seperti di Australia bagian utara. Ada pula sisa-sia peninggalan manusia berkebudayaan peralihan dari daratan Asia, antara lain dengan ditemukannya nekara dan kapak upacara dari perunggu di Kepulauan itu<ref>{{Cite book|title=Hafal Mahir Materi Sejarah SMA/MA KELAS 11, 12, 13|url=https://books.google.co.id/books?id=ymZwDwAAQBAJ&lpg=PA63&ots=yuiM-I13XC&dq=kapak%20upacara%20dari%20perunggu%20di%20Kepulauan%20kei&pg=PA63#v=onepage&q=kapak%20upacara%20dari%20perunggu%20di%20Kepulauan%20kei&f=false|publisher=Grasindo|date=2018-09-10|isbn=9786020500805|language=id|first=Santi Sari Dewi, M.|last=Pd}} hal. 63</ref>.▼
== Sejarah ==
Pendapat yang lebih kuat Suku Kei disinyalir mempunyai hubungan kekerabatan yang erat dengan salah satu komunitas di Bali. Hasil penelusuran sementara, diyakini nenek moyang Suku Kei datang dari Desa Pedawa. Kepala Dinas Kebudayaan [[Kabupaten Buleleng]] Drs. Gede Komang, M.Si. mengatakan para peneliti dari Maluku Tenggara sangat yakin dan percaya bahwa asal usul mereka berasal dari [[Pedawa, Banjar, Buleleng|Pedawa]]. Hal itu berlandaskan hikayat dan cerita rakyat yang diceritakan secara turun temurun, serta bentuk rumah adat antara Suku Kei dengan warga di Desa Pedawa juga sangat mirip. Dari segi arsitektur, terlihat rumah adat keduanya memiliki kesamaan diantaranya rumah adat sama-sama membelakangi jalan raya dan segenap kegiatan sehari-hari seperti beribadah dan memasak dilakukan di dalam rumah. Kemiripan lain yakni adanya kosa kata “''tombak''” yang hingga kini di pegang teguh masyarakat Kei. Beredar cerita kata itu berarti “kita berasal dari Bali”. Lain dari pada itu ada sejumlah adat istiadat serta ritual yang diyakini mempunyai kemiripan dengan ritual Bali pada umumnya. Salah satunya hukum adat mengenai “''sawen''” atau hak kepemilikan ulayat. yaitu apabila sebidang tanah atau seekor hewan ternak sudah memiliki tanda “sawen”, maka hak kepemilikan tidak bisa di ganggu gugat. Sama seperti hak ''sawen'' yang ada di kebudayaan Bali. Secara [[morfologi]] wajah orang Kei dengan orang Pedawa juga mirip. Bahkan, tak menutup kemungkinan Suku Kei sejatinya berasal dari Bali. .<ref>{{Cite web|url=https://www.merdeka.com/peristiwa/nenek-moyang-suku-kei-diperkirakan-berasal-dari-buleleng-bali.html|title=Nenek moyang Suku Kei diperkirakan berasal dari Buleleng Bali|last=Billiocta|first=Ya'cob|website=merdeka.com|language=en|access-date=2019-03-04}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://radarbali.jawapos.com/read/2018/10/08/97840/fix-asal-usul-suku-kei-di-maluku-tenggara-dari-pedawa-ini-buktinya|title=FIX! Asal Usul Suku Kei di Maluku Tenggara dari Pedawa, Ini Buktinya…|last=JawaPos.com|date=2018-10-08|website=radarbali.jawapos.com|language=id|access-date=2019-03-04}}</ref>▼
▲Orang Kei sendiri
▲Pendapat yang lebih kuat,
Umumnya orang Kei sudah memeluk agama seperti Islam atau Kristen, akan tetapi sebagian masih meyakini konsep seperti roh-roh dan kekuatan-kekuatan sakti menurut religi leluhurnya. Roh (mitu) dianggap bisa mendatangkan kebahagiaan dan juga kesusahan. Panen yang berhasil atau gagal, kehidupan yang sejahtera atau malapetaka yang menimpa penduduk dianggap berasal dari kekuatan mitu. Karena itu selain melaksanakan upacara-upacara kecil di lingkungan keluarga, setiap tahun mereka mengadakan pula upacara khusus ''"membersihkan"'' negeri secara massal. Upacara bersih desa ini mereka sebut sob-sob. Mitu dapat pula diperalat oleh manusia melalui praktik ilmu gaib yang mereka sebut suanggi<ref>{{Cite book|title=Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia|url=https://books.google.co.id/books?id=w_FCDAAAQBAJ&lpg=PA171&ots=yRy9GsxYbR&dq=upacara%20sob-sob%20di%20kei&pg=PA171#v=onepage&q=upacara%20sob-sob%20di%20kei&f=false|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia|date=2015|isbn=9789794619292|language=id|first=Dr Zulyani|last=Hidayah}} Hal. 171</ref>. Menurut Yong Ohoitimur, agama asli di Kei pada dasarnya mengandung unsur-unsur: Animisme, Magi, dan Totemisme<ref>{{Cite web|url=https://docplayer.info/35861257-Bab-iii-potret-masyarakat-kei.html|title=BAB III POTRET MASYARAKAT KEI - PDF|website=docplayer.info|access-date=2019-03-04}}</ref>. Animisme berasal dari perkataan latin yakni ''anima'' artinya “nyawa” Dari asal kata ini, nyawa bisa diartikan sebagai roh. Jadi animisme dapat didefinisikan sebagai kepercayaan akan adanya roh-roh yang memasuki benda-benda di dalam alam semesta, misalnya pohon, hutan, batu, air, dan sebagainya. Istilah animisme, peratama kali dikemukakan oleh Edward Tylor, melalui bukunya ''Primitive Culture''. Baginya bentuk agama yang paling awal adalah ''the beliefe in spiritual being.'' Dalam visi Tylor mengenai evolusi agama, disamping arwah-arwah dan makhluk-makhluk halus itu, muncul dewata; kemudian diantara para dewata itu salah satunya muncul sebagai dewa atau Tuhan yang terbesar, dan akhirnya dewata yang lain tidak diakui lagi.<ref>{{Cite book|title=Primitive Culture|url=https://books.google.co.id/books?id=EhiVDAAAQBAJ&lpg=PP1&dq=isbn:0486813894&pg=PA356#v=onepage&q&f=false|publisher=Courier Dover Publications|date=2016-06-22|isbn=9780486813899|language=en|first=Edward Burnett|last=Tylor}} hal. 418</ref>▼
==
▲
Animisme berasal dari perkataan latin yakni ''anima'' artinya "nyawa" Dari asal kata ini, nyawa bisa diartikan sebagai roh. Jadi animisme dapat didefinisikan sebagai kepercayaan akan adanya roh-roh yang memasuki benda-benda di dalam alam semesta, misalnya pohon, hutan, batu, air, dan sebagainya. Istilah animisme, peratama kali dikemukakan oleh Edward Tylor, melalui bukunya ''Primitive Culture''. Baginya bentuk agama yang paling awal adalah ''the beliefe in spiritual being.'' Dalam visi Tylor mengenai evolusi agama, disamping arwah-arwah dan makhluk-makhluk halus itu, muncul dewata; kemudian diantara para dewata itu salah satunya muncul sebagai dewa atau Tuhan yang terbesar, dan akhirnya dewata yang lain tidak diakui lagi.<ref>{{Cite book|title=Primitive Culture|url=https://books.google.co.id/books?id=EhiVDAAAQBAJ&lpg=PP1&dq=isbn:0486813894&pg=PA356#v=onepage&q&f=false|publisher=Courier Dover Publications|date=2016-06-22|isbn=9780486813899|language=en|first=Edward Burnett|last=Tylor}} hal. 418</ref>
=== Bentuk Kekerabatan ===▼
Suku Kei memiliki Bentuk kekerabatan yang cukup kompleks, dengan Kesatuan kerabat yang terkecil dalam masyarakat Kei adalah keluarga inti yang disebut dengan ''riin rahan'' atau ''ub''. Gabungan dari keluarga inti ini disebut ''rahayan'' atau ''fam'' (klen kecil) yang dapat berkembang semakin besar menjadi satu klen besar yang dikenal dengan nama ''soa''. Sebuah kampung (''ohoi'') biasanya didiami oleh satu ''soa''. Beberapa kampung bergabung menjadi satu desa yang disebut ''negeri''. ''Soa-soa'' yang tergabung di dalam sebuah ''negeri'' yang terbagi kepada dua golongan, yaitu golongan ''Ursiwa'' dan ''Urlima''. Kepemimpinan tradisional desa biasanya dipegang oleh orang-orang dari ''soa'' yang pertama sekali mendiami daerah itu.▼
▲Suku Kei memiliki
=== Garis keturunan ===
Orang Kei menganut prinsip garis keturunan yang bersifat patrilineal (melalui pihak ayah atau laki-laki). Dalam hal perkawinan mereka mencari pasangan di lingkungan lapisan sosial yang sama. Peranan fam atau rahayan lebih menentukan kedudukan seseorang dan dalam hubungan kekerabatan mereka menganut azas primogenitur, di mana hak anak sulung atau golongan senior lebih diutamakan.
=== Ursiu dan Lorlim ===
Ketentuan-ketentuan adat warisan leluhurnya mereka sebut hukum ''Larvul
== Struktur
Struktur
# '''''Mel-mel''''' merupakan
# '''''Ren-ren''''' merupakan
# '''''Hiri-hiri''''' merupakan kelompok budak yang tidak memiliki apa-apa (dikenal pada masa lalu).
Sistem pelapisan sosial dari masa lalu sebagian masih terlihat pemgaruhnya dalam kehidupan sosial sehari-hari. Misalnya dalam menentukan jodoh,
== Kepemimpinan
# '''''Rat''''' atau '''''Ratu''''' dibantu pula oleh sejumlah pejabat seperti '''''Marinyo''', '''Kapitan''''', dan '''''Mayor''''' yakni raja pada desa adat (''negeri'') Suku Kei.
# '''''Tae Jan''' atau '''Tuan Tanah''''' adalah pemimpin Kampung-kampung (''soa'') bawahan dari ''negeri''.
# '''''Tovoat''''' adalah seorang senior bijaksana yang memimpin kharisma adat.
# '''''Mitu Duan''''' yaitu orang-orang yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
''Rat'' sendiri dalam pemerintahannya mendapat pertimbangan dari badan musyawarah adat, yaitu ''Badan Saniri Negeri'' yang terdiri dari unsur-unsur pemimpin adat di atas. Pada masa sekarang pengaruh Rat masih cukup besar, terutama dalam menentukan seorang Kepala desa menurut sistem pemerintahan nasional.<ref>{{Cite book|title=Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia|url=https://books.google.co.id/books?id=w_FCDAAAQBAJ&lpg=PA170&ots=yRy9GsAT6M&dq=ensikolpedi%20suku%20bangsa%20indonesia%20zulyani%20hidayah%20kekerabaan%20suku%20kei&pg=PA170#v=onepage&q=ensikolpedi%20suku%20bangsa%20indonesia%20zulyani%20hidayah%20kekerabaan%20suku%20kei&f=false|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia|date=2015|isbn=9789794619292|language=id|first=Dr Zulyani|last=Hidayah}} Hal. 170</ref>
==Lihat juga==
*[[Orang Tanimbar Kei]]
==
<references />
[[Kategori:
|