Suku Ambon: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Blackman Jr. (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Etnik
(28 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 3:
|image = [[Berkas:Pakaian Adat Pengantin Ambon.jpg|250px]]
|caption = Sepasang pengantin Ambon mengenakan pakaian adatnya.
|languages = [[Bahasa Melayu Ambon|Melayu Ambon]], [[Bahasa Indonesia|Indonesia]], dan berbagai ''[[Bahasabahasa Asilulu|Asilulutanah]]''
|religions = [[Protestanisme|Protestan]] (mayoritas), [[Islam]] [[Sunni]], [[Gereja Katolik Roma|Katolik]]
|related = [[Orang Maluku|Maluku]], [[Melanesia]]lainnya
|population={{circa}} 1.590.000|region1={{flag|Indonesia}}|region2={{flag|Belanda}}|pop1={{circa}} 1.500.000|pop2={{circa}} 90.000}}
 
'''Suku Ambon''' ([[Bahasa Ambon|Ambon]]: ''orang Ambong'') adalah sebuah suku[[kelompok etnis]] dengan ras campuran [[Suku bangsa-suku Austronesia|Austronesia]]-[[DaftarMelanesia]] sukuyang bangsaterutama dimendiami Papua|Papua[[Kepulauan Maluku]] bagian selatan. Suku Ambon adalah sukukelompok etnis terbesar di [[Provinsi Maluku]], yang banyakterutama mendiami wilayah [[Kota Ambon|Ambon]], [[Pulau Saparua|Saparua]], [[Pulau Seram|Seram]] bagian selatan, [[Nusalaut, Maluku Tengah|Nusalaut]], dan [[Pulau Haruku, Maluku Tengah|Haruku]]., Suku Ambon merupakan suku terbesar di antaradan [[orangPulau MalukuAmbalau|orang-orang MalukuAmbalau]] lainnya, meski banyak darinya yang tersebar sebagai akibat dari perpindahan keluar dari daerah aslinya. Suku Ambonini menuturkan [[Bahasa Ambon|berbahasabahasa Melayu Ambon]] dan ''[[Bahasa tanah|bahasa-bahasa tana]]'' ([[Bahasa Asilulu|Asilulu]], [[Bahasa Hitu|Hitu]], [[Bahasa Laha (Indonesia)|Laha]], [[Bahasa Soya|Soya]],{{efn|Saat ini ''bahasa tana'' Soya sudah tidak digunakan lagi dalam percakapan sehari-hari, tetapi masih digunakan dalam upacara adat di negeri Soya.}} dan [[Bahasa Tulehu|Tulehu]]); keduanya termasuk dalam [[rumpun bahasa Austronesia]].{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=27}}
 
Suku Ambon merupakan suku yang paling dikenal danpaling berpengaruh di antara [[Daftar suku di Maluku|suku-suku asal Kepulauan Maluku lainnya]]. Mereka mulai melebarkanmeluaskan pengaruhnya ketika masa [[Kolonialisme Portugis di Indonesia|penjajahan Portugis]]. Hal inilah yang menyebabkan sering kali istilah ''orang Ambon'' dipadankan dengan ''[[orang Maluku]]''.{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=27}}'' Setelah kedatangan bangsa-bangsa Eropa yang menyusul penyebaran Islam, suku Ambon dicirikan oleh persaingan Islam-Kristennya.{{Sfn|Bartels|2017a|p=xxxi}}
 
Meskipun suku Ambon berasal dari [[Kepulauan Maluku]], sebagian besar dari mereka tersebar dan membentuk penyebaran bersama orang-orang asal Maluku lainnya dalam jumlah yang besar di [[Pulau Papua|Papua]], [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], [[Jawa Timur]], dan [[Jawa Barat]].{{Sfn|Na'im|Syaputra|2011|p=41}} Beberapa dari mereka pun membentuk [[Orang Maluku di Belanda|penyebaran besardiaspora di Belanda]], juga bersama-sama dengan orang Maluku lainnya.
 
== Asal-usul penamaanEtimologi ==
Asal-usul katanama ''"Ambon''" sendiri tidak dapat ditentukan secara pasti. Namun, yang pasti adalah istilah ''suku Ambon'' diambil dari nama Pulaupulau Ambon. Menurut penduduk setempat, katanama ''"Ambon''" atau ''"Ambong'' dalam [[Bahasa Ambon|bahasa Ambonnya]]" berasal dari kata ''ombong'' '[[embun]]' dalam [[bahasa Ambon]]. Nama tersebut diperkirakan diberikan karena puncak-puncak gunung di Pulaupulau Ambon sendiri sering kali ditutupi oleh embun.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=66}}
 
Pada mulanya, istilah ''orang'' ''Ambon'' atau ''Ambonezen'' dalam [[bahasa Belanda]] digunakan untuk merujuk pada orang [[mestizo]] yang berasal dari Pulaupulau Ambon. Namun pada perkembangan selanjutnya, istilah tersebut digunakan untuk mengacu pada orang yang berasal dari [[Pulau Seram|Seram]], [[Kepulauan Lease]], dan pulau-pulau di sekitarnya.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=66}} Meskipun pada akhirnya istilah ''orang Ambon'' merujuk pada suku Ambon, masih sering ditemukan ''[[pars pro toto]]'' dengan maksud keseluruhan [[orang Maluku]].''{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=27}}'' Hal yang sama terjadi di Belanda, meskipun pada pertengahan 1960-an para simpatisan [[Republik Maluku Selatan]] mulai menekankan penggunaan istilah ''orang Maluku Selatan'' atau ''Zuid-Molukkers'' agar lebih mencakup etnis lainnya. Hal tersebut berakhir ditolak oleh [[Pemerintah Belanda]] yang mengganti istilah tersebut dengan cukup ''orang MalukuMolukken''.{{Sfn|Bartels|2017a|p=32}}
 
== Sejarah ==
Baris 23:
Suku Ambon membagi sejarahnya menjadi enam zaman penting, dimulai dari zaman Nenek Moyang, dilanjutkan oleh Portugis, Vlaming, Pattimura, Kompeni, hingga zaman Republik. Garis besar sejarah suku Ambon dimulai dari Nunusaku di Seram Barat.{{Sfn|Bartels|2017b|p=437–438}}{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=300}}{{Sfn|Melalatoa|1995b|p=671}} Karenanya pun, budaya tradisional Seram menjadi landasan budaya Ambon.{{Sfn|Bartels|2017a|p=32}}
 
=== Nenek MoyangLeluhur ===
 
==== Asal-usul suku Ambon ====
Baris 33:
 
==== Hindu dan Islam ====
Kedatangan [[Hindu di Indonesia|Hindu]] ke [[Maluku Tengah]] belum dapat dipastikan kapan terjadi. Orang yang paling berkemungkinan membawa Hindu (gaya Jawa) untuk pertama kalinya ke masyarakat Ambon adalah ketiga bangsawan bersaudara dari Tuban: Patturi, Pattikawa, dan Nyai Mas. Namun, yang pasti, Hindu sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Ambon setidaknya pada masa [[Majapahit]] menguasai Maluku. Para pengiring ketiga bangsawan bersaudara tersebut adalah yang paling berkemungkinan besar memperkenalkan sistem pemerintahan kerajaan Hindu Jawa kepada [[Kerajaan Tanah Hitu|Kerajaan Hitu]]. Hal itulah yang menyebabkan Raja Hitu hanya menjadi lambang persatuan, sementara pemerintahannya dijalankan oleh keempat perdana ([[patih]]). Di Hitu sendiri, Patturi dan Pattikawa menurunkan garis perdana Tanahitumessen, sedangkan Nyai Mas menikah dengan Latu Lopulalang (Raja Selaksa Pedang), Raja [[Kerajaan Nusaniwe|Nusaniwe]].{{Sfn|Bartels|2017b|p=520}} Hal tersebut menyebabkan timbulnya hubungan pertalian darah antara Hitu [[Hitulama, Leihitu, Maluku Tengah|Hitulama]] dengan [[Nusaniwe, Nusaniwe, Ambon|Nusaniwe]] yang nantinya akan disebut sebagai [[Pela|pela gandong]].{{Sfn|Bartels|2017b|p=521}} Seiring dengan banyaknya peninggalan Majapahit pada suku Ambon, [[Jazirah Leitimur]] dikatakan sebagai pusat Hindu suku Ambon.{{Sfn|Bartels|2017b|p=519}} Pada kemudian hari, ditemukan bukti-bukti pernikahan politik antara putri-putri Jawa dengan penguasa Ambon, seperti di Soya yang kala itu sudah menjadi negara Hindu. Penguasanya, Latu Selemau (Sri Mahu) memperistri seorang putri Majapahit bernama Vera Ina dan karenanya mendapatkan gelar berbau Jawa yang masih digunakan oleh Raja [[Kerajaan Soya, Sirimau, Ambon|Soya]] hingga kini.{{Efn|Gelar tersebut merupakan Latu Selemau Agam Raden Mas Sultan Labu Inang Mojopahit yang dapat diterjemahkan sebagai Penguasa Selemau, Tuan Emas yang Jantan, Putra Bungsu Sultan Majapahit. Kata ''sultan'' pada gelar kemungkinan besar baru ditambah belakangan.{{sfn|1=Bartels|2=2017b|p=516}}}}{{Sfn|Bartels|2017b|p=516}} Sistem hubungan antarnegeri yang dikenal dengan [[Uli (Kepulauan Maluku)|uli]] (persekutuan) mulai muncul pada zaman Hindu seiring dengan dikenalnya paruh masyarakat.{{Sfn|Bartels|2017b|p=526}} Di [[Pulau Saparua|Saparua]], [[Kerajaan Iha]] sudah terbentuk pada masa ini, walaupun kehinduannya belum dapat dipastikan.{{Sfn|Bartels|2017b|p=535}}
 
Waktu masuknya Islam ke Maluku Tengah, khususnya suku Ambon terpecah menjadi beberapa pendapat ahli.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=17}} Pendapat pertama menyatakan bahwa Islam masuk pada abad XII berkat para [[Perdagangan rempah|pedagang Arab]] menurut naskah dakwah yang tersedia dan baru berhasil membentuk suatu kekuasaan, yakni [[Kerajaan Tanah Hitu|Hitu]] pada abad XIV. Pendapat kedua menyatakan bahwa Islam dibawa oleh para pedagang Arab dan diperkuat oleh datangnya pemuka Hitu untuk berguru ke Jawa, di mana ia bertemu dengan penguasa [[Kesultanan Ternate|Ternate]] dan mempererat hubungan antara keduanya.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=17–18}} Pendapat ketiga menyatakan bahwa Islam masuk karena dibawa oleh Ternate yang pada akhir abad XV sudah menjadi Islam dan memperluas kekuasaannya hingga ke [[Pulau Seram|Seram]].{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=18}} Sementara itu, cerita rakyat menyatakan hal yang berbeda. Seperti di Uli Hatuhaha di utara [[Pulau Haruku, Maluku Tengah|Haruku]], cerita rakyat menyatakan bahwa Islam (aliran [[Syiah]]) datang dari [[Hijaz]], [[Kesultanan Samudera Pasai|Pasai]], dan [[Kabupaten Gresik|Gresik]] ataupun [[Gujarat]] dan [[Kekaisaran Persia|Persia]].{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=18–19}} Bukti sendiri menunjukkan bahwa setidaknya sudah ada belasan keluarga [[Bangsa Persia|Persia]] di Ambon pada 1518.{{Sfn|Bartels|2017b|p=533}} Sejarah lisan [[Iha, Saparua Timur, Maluku Tengah|Iha]] di [[Pulau Saparua|Saparua]] menyatakan bahwa Islam dibawa langsung oleh tiga orang Arab yang datang melalui jalur Buton pada abad XIV. Yang tertua dari ketiganya menjadi Raja [[Kerajaan Iha|Iha]], yang kedua Raja [[Tuhaha, Saparua Timur, Maluku Tengah|Tuhaha]], dan yang paling muda menjadi Raja [[Ullath, Saparua Timur, Maluku Tengah|Ullath]] serta matarumahnya, Nikijuluw, masih memerintah di Ullath.{{Sfn|Bartels|2017b|p=535}}
 
Pergantian agama menjadi Islam pada [[Negeri (Maluku)|negeri-negeri]] Ambon diawali oleh para raja yang dalam hal ini adalah [[kepala desa|kepala negeri]].{{Sfn|Bartels|2017b|p=563}} Kerajaan yang awal menyatakan dirinya Islam adalah Iha pada awal abad XIV, [[Kerajaan Sirisori|Sirisori]] pada 1324, dan [[Kerajaan Tanah Hitu|Hitu]] pada 1510 setelah salah satu dari keempat perdana, Patih Tuban, kembali dari Jawa.{{Sfn|Bartels|2017b|p=535}} Sejak kedatangan Islam inilah terbentuk pula kerajaan-kerajaan Ambon bercorak Islam seperti [[Kerajaan Tanah Hitu|Hitu]] di [[Pulau Ambon|Ambon]], [[Kerajaan Hatuhaha|Hatuhaha]] di Haruku, dan Iha di [[Pulau Saparua|Saparua]].{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=27}} Bersama dengan [[Kerajaan Huamual|Huamual]], Hatuhaha dan Iha dikenal sebagai pusat Islam di [[Maluku Tengah]].{{Sfn|Bartels|2017b|p=533}}
 
=== Portugis ===
Baris 51:
| attr2 =
}}
Sejak itu, bangsa Portugis dikenal suku Ambon sebagai ''Farangis.{{Sfn|Bartels|2017b|p=542}}'' Para ''Farangis'' mendirikan berbagai tempat perdagangan dan gudang di Ambon.''{{Efn|Pada zaman penjajahan oleh bangsa Eropa, istilah ''Ambon'' dalam sejarah tertulis sering kali tidak merujuk pada [[Pulau Ambon]] saja, melainkan [[Kepulauan Ambon]] yang meliputi Pulau Ambon dan [[Kepulauan Lease]] ([[Pulau Saparua|Saparua]], [[Pulau Haruku, Maluku Tengah|Haruku]], dan [[Nusalaut, Maluku Tengah|Nusalaut]]),{{sfn|Widjojo|2009|p=19}} ataupun kawasan [[Maluku Tengah]] yang meliputi Kepulauan Ambon-Lease, Seram, dan Buru (tidak termasuk [[Kepulauan Banda]]).{{sfn|Bartels|2017a|p=388}}|name=Kegistamb}}'' Di sekitarnya, tumbuhlah permukiman yang menjadi tempat terjadinya banyak perkawinan campur dan penyebaran injil.{{Sfn|Abdurachman|2008|p=4, 127}} ''Farangis'' pun melakukan perkawinan campur dengan orang-orang Ambon untuk memperkuat pengaruhnya dalam mendirikan jajahan tetap, mengikuti peraturan perkawinan campur dengan orang setempat yang sudah dicanangkan [[Afonso de Albuquerque]] sejak [[Penaklukan Goa oleh Portugis|Portugis menaklukkan Goa]].''{{Sfn|Bartels|2017b|p=550}}'' Hingga kini, mestizo Ambon sudah dibaurkan menjadi suku Ambon. Meskipun demikian, terdapat banyak [[matarumah]], khususnya di [[Negeri (Maluku)|negeri-negeri]] Kristen Leitimur, yang mempertahankan [[Daftar fam Ambon yang berasal dari luar Maluku Tengah|fam]] Portugisnya.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=553}}'' Orang-orang Ambon yang memiliki fam Portugis tidak selalu berarti memiliki keturunan Portugis. Dalam banyak kejadian, orang Ambon mengambil marga ayah baptisnya. Contohnya, Raja Nusaniwe, Sinapatti, diberi nama baptis Thomas de Soysa ketika dibaptis pada 1602. Nama tersebut diambil dari nama seorang wakil laksamana Portugis. Hingga kini, [[Soa (Maluku)|soa]] de Soysa masih menjadi ''bangsa raja'' (soa yang memiliki hak gelar raja turun-temurun) dari Negeri [[Negeri Nusaniwe, Nusaniwe, Ambon|Nusaniwe]].''{{Sfn|Bartels|2017b|p=553–554}}'' Banyak masyarakat [[mestizo]] di Ambon yang berakhir meninggalkan Ambon menuju [[Melaka]], [[Sunda Kecil]] ataupun [[Filipina]] setelah Belanda datang. Mestizo yang tersisa melarikan diri menuju pegunungan dan melakukan perkawinan campur kembali dengan masyarakat setempat.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=552–553}}'' Kepergian banyak orang Portugis, termasuk mestizo, diperkarakan menjadi alasan mengapa fam Portugis cukup jarang ditemukan di suku Ambon.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=555}}''
 
Permusuhan suku Ambon dengan Portugis mulai memunculkan bibitnya pada 1523 ketika terjadi pertikaian antara Perdana Jamilu dengan tentara Portugis setelah anak perempuannya dilecehkan. Hal tersebut berujung pada berakhirnya kerja sama [[Kerajaan Tanah Hitu|Hitu]]-Portugis.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=548–549}}'' Pemerintah Portugis pada mulanya menekan penduduk Muslim setempat, tetapi juga berakhir menekan Kristen setempat.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=562–563}}'' Penekanan ini menimbulkan beberapa pemberontakan yang membuat [[orang Maluku]] semakin membenci Portugis.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=566}}'' [[Kerajaan Tanah Hitu|Hitu]] yang merupakan bawahan [[Kesultanan Ternate|Ternate]] pun terhasut oleh Sultan [[Khairun Jamil dari Ternate|Khairun]] untuk melakukan perlawanan.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=567}}''
Baris 86:
Masyarakat suku Ambon yang masih berada di lingkup budaya Ambon tinggal di [[Negeri (Maluku)|negeri]] (negeri) yang terdiri dari beberapa soa (klan). Negeri dipimpin oleh seorang [[Raja (gelar)|raja]] ([[kepala desa|kepala negeri]]) yang berasal dari salah satu matarumah dari soa paling tinggi kedudukannya di negeri tersebut. Layaknya raja pada umumnya, gelar raja tersebut diturunkan kepada orang sematarumah raja itu sendiri, walau kini raja dari beberapa negeri dipilih langsung oleh rakyat negerinya.{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=29}} Dalam memerintah negeri, raja didampingi oleh saniri (badan permusyawaratan) yang berisikan seluruh kepala ''soa'' di negeri tersebut atau perwakilan dewasanya dan dalam beberapa negeri ditambah para kepala adat. Saniri mengadakan sidang besar berkala setahun sekali di baileo yang dihadiri seluruh jajaran pemerintah negeri, kepala keluarga, dan laki-laki negeri dari negeri tersebut. Hal ini sering disebut sebagai salah satu bentuk [[Demokrasi langsung|kerakyatan langsung]].{{Sfn|Suwondo|1977|p=27}} Selain itu, terdapat marinyu sebagai pesuruh raja. Negeri satu dengan yang lainnya saling memiliki hubungan [[pela]] ([[Aliansi|persekutuan]]).{{Sfn|Hidayah|2015|p=21}} Bentuk pela tertinggi adalah pela keras yang dahulu digunakan untuk menghadapi perang dari pihak luar, seperti dalam perang melawan [[Sejarah Nusantara (1509–1602)|Portugis]] dan [[Sejarah Nusantara (1800–1942)|Belanda]] di masa lampau.{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=30}}
 
Selain pela, terdapat pulapulau [[Uli (Kepulauan Maluku)|uli]] (persekutuan) berupa ''Patasiwa'' (persekutuan sembilan negeri) dan ''Patalima'' (persekutuan lima negeri).{{Efn|Uli Siwa dan Uli Lima di [[Maluku Utara]]; Ursiu dan Lorlim [[Maluku Tenggara]].}}{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=30}} Terdapat beberapa uli yang dikenal, seperti Soya dan Urimessing di [[Pulau Ambon|Ambon]]; Hatuhaha dan uli di bawah [[Oma, Haruku, Maluku Tengah|Oma]] di [[Pulau Haruku, Maluku Tengah|Haruku]]; dan Ina Haha di bawah [[Titawaai, Nusalaut, Maluku Tengah|Titawaai]] serta Ina Luhu di bawah [[Ameth, Nusalaut, Maluku Tengah|Ameth]] di [[Nusalaut, Maluku Tengah|Nusalaut]]. Beberapa dari uli tersebut dahulu telah berkembang menjadi kerajaan layaknya di [[Maluku Utara]], seperti [[Kerajaan Tanah Hitu|Tanah Hitu]] di Ambon dan [[Kerajaan Iha|Iha]] di [[Pulau Saparua|Saparua]].{{Sfn|Suwondo|1977|p=43}}
 
== Bahasa ==
{{Main|Bahasa Ambon|Bahasa Asilulu}}[[Berkas:Kamus_Bahasa_Melayu_Ambon-Indonesia.png|al=|jmpl|227x227px|Kamus{{Pranala mati|date=Meibahasa 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }} bahasaMelayu Ambon–Indonesia.]]
Bahasa utama yang dituturkan oleh suku Ambon adalah [[bahasa Ambon]] atau Melayu Ambon, salah satu bahasa [[rumpun Austronesia]] yang sejatinya merupakan dialek [[Bahasa Melayu|Melayu]] hasil perkembangan bahasa tanah (asli) yang dipengaruhi kuat oleh bahasa Melayu.{{Sfn|Hidayah|2015|p=20}} Menurut pengelompokan bahasa Maluku, bahasa Ambon termasuk dalam [[kelompok bahasa Siwalima]].{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=27}} Penggunaan bahasa Ambon yang merupakan dialek bahasa Melayu oleh suku Ambon dilatarbelakangi oleh perdagangan dan penjajahan. Kini, bahasa Ambon tak hanya digunakan oleh suku Ambon, tetapi juga digunakan sebagai [[basantara]] seluruh [[Maluku]] di samping [[bahasa Indonesia]].<ref>{{Cite web|last=Wahidah|first=|date=21 Maret 2016|title=Keterancaman Bahasa-Bahasa Daerah di Maluku Akibat Dominasi Bahasa Melayu Ambon|url=https://kantorbahasamaluku.kemdikbud.go.id/2016/08/keterancaman-bahasa-bahasa-daerah-di-maluku-akibat-dominasi-bahasa-melayu-ambon/|website=Kantor Bahasa Maluku|publisher=Kantor Bahasa Maluku|location=Ambon|access-date=3 Oktober 2020}}</ref>
 
Bahasa Ambon terpengaruh kuat oleh [[bahasa Portugis]], dapat dilihat dari banyaknya [[kosakata]] Portugis yang terserap. Meskipun [[Sejarah Nusantara (1800–1942)|penjajahan Belanda]] berlangsung lebih lama, jumlah kosakata serapan bahasa Portugis berbanding lebih besar, jika dibandingkan dengan jumlah kosakata serapan [[bahasa Belanda]]. Hal ini disebabkan [[bangsa Portugis]] merupakan orang Eropa pertama yang menguasai [[Maluku]] sehingga merekalah yang memperkenalkan berbagai barang, cara, gagasan, dan budaya Eropa kepada suku Ambon. Selain itu, macam bunyi dalam bahasa Portugis tidak begitu asing di telinga suku Ambon, bila dibandingkan dengan bahasa Belanda. Bunyi tajam dan adanya suara tenggorokan dianggap menyulitkan orang Ambon dalam melafalkan bahasa Belanda sampai sekarang.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=575}}''
 
Sementara itu, [[bahasa tanah]] yang dituturkan oleh suku Ambon adalah [[bahasa Asilulu]]. Saat ini dalam lingkup wilayah budaya Ambon, bahasa Asilulu terbagi menjadi lima belas dialek: lima di [[Pulau Ambon|Ambon]], satu di [[Pulau Haruku, Maluku Tengah|Haruku]], satu di [[Pulau Saparua|Saparua]], satu di [[Nusalaut, Maluku Tengah|Nusalaut]], dan tujuh di [[Pulau Seram|Seram]]. Menurut penelitian terbaru, masing-masing dialek memiliki perbedaan dengan kisaran 52 hingga 77 persen.<ref>{{Cite web|last=Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|first=|date=|title=Bahasa Asilulu|url=https://petabahasa.kemdikbud.go.id/infobahasa.php?idb=340|website=Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia|publisher=Badan Bahasa, Kemdikbud|location=Jakarta Timur|access-date=3 Oktober 2020}}</ref>
 
Setelah [[Vereenigde Oostindische Compagnie|Perusahaan Hindia Timur]] menaklukkan seluruh [[Kepulauan Ambon|Kepulauan Ambon-Lease]], gereja-gereja dan sekolah-sekolah yang dibangun di kawasan tersebut menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantarnya dan aksara Latin sebagai aksara menulisnya.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=88–89}} Keputusan menggunakan bahasa Melayu ini telah melalui langkah panjang yang memberikan tiga pilihan: [[bahasa Belanda]], bahasa Melayu, atau bahasa tanah. Setelah Belanda gagal menerapkan bahasa Belanda, bahasa Melayu dipilih karena bahasa tanah terlalu sulit dipelajari, bahasa Melayu dapat digunakan di mana-mana, dan keadaan pada masa itu ketika suku Ambon menganggap rendah bahasa tanahnya bila dibandingkan dengan bahasa Melayu.{{Sfn|End|2007|p=71}} Alkitab terjemahan ke dalam bahasa Melayu tinggi oleh [[Melchior Leijdecker]] pun mulai diterbitkan pada 1773, disusul oleh terjemahan [[François Valentijn]] ke dalam bahasa Melayu yang digunakan di Ambon sehari-hari yang tidak pernah diterbitkan.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=89}} Alkitab terjemahan Leijdecker dan keterpencilan [[Maluku Tengah]] inilah yang mendorong pembakuan bahasa Melayu setempat, yakni bahasa Ambon untuk pertama kalinya.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=90}} Pada masa selanjutnya hingga kemerdekaan, bahasa Ambon ditulis oleh [[Alfabet Latin|aksara Latin]] dan [[abjad Arab]]. Aksara Latin digunakan oleh negeri-negeri Kristen, sedangkan abjad Arab digunakan oleh negeri-negeri Islam.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=85}} Bahasa tanah sebagai bahasa ibu pun perlahan-lahan digantikan kedudukannya oleh bahasa Melayu Ambon.{{Sfn|End|2007|p=71}}
== Struktur sosial ==
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Portret van een vorst met zijn gevolg Ambon TMnr 60039375.jpg|thumb|left|Potret raja dan rombongannya di [[Kota Ambon|Ambon]], antara tahun 1890 dan 1915.]]
Masyarakat Ambon hidup dalam komunitas tradisional pedesaan yang disebut ''[[Negeri (Maluku)|negeri]]'' dan dipimpin oleh seorang kepala pemerintahan yang disebut ''raja''. Komunitas-komunitas tersebut terbagi menjadi kelompok-kelompok terkait teritorial yang disebut ''soa'', yang pada gilirannya menyatukan klan patrilineal yang disebut ''[[Daftar fam Ambon|matarumah]]''. Pernikahan antara masyarakat Ambon hanya dilakukan dalam kelompok yang keduanya tidak memiliki ikatan ''[[Pela|pela gandong]]''. Bagi masyarakat Ambon, mereka secara tradisional bercirikan penyelesaian perkawinan patrilokal.<ref>{{Cite book|author=Frank L. Cooley|title=Ambonese kin groups|year=1962|publisher=Ethnology. Vol. 1|oclc=882992239|page=102}}</ref> Hubungan antar anggota masyarakat diatur oleh norma-norma perilaku tradisional yang disebut ''adat'', yang berasal dari adat istiadat nenek moyang. Saat ini, hukum adat sebagian besar mengatur masalah keluarga, keturunan, hukum pertanahan, serta pemilihan posisi kepemimpinan.<ref>{{Cite journal|author=Frank L. Cooley|title=Altar and Throne in Central Moluccan Societies|journal=Indonesia: A Semi-Annual Journal Devoted to Indonesia's Culture, History and Social and Political Problems|year=1966|publisher=Indonesia, No. 2|issn=0019-7289|page=140}}</ref>
 
== Agama ==
{{Lihat pula|Demografi Maluku#Agama}}
{{multiple image|align=left|direction=horizontal|caption_align=center|image1=Masjid Tua Wapauwe.jpg|width1=146|caption1=[[Masjid Wapauwe|Masjid Tua Wapauwe]]<br, /><small>masjid tertua Maluku<br />yang dibangun pada tahun 1414</small>.|image2=Gereja Imanuel Hila.jpg|width2=130|caption2=Gereja Tua Hila<br, /><small>gereja Protestan tertua Maluku<br />yang dibangun pada tahun 1659</small>.}}Suku Ambon dikenal sebagai masyarakat yang sangat agamawi.{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=32}} Suku Ambon mayoritas beragama [[Kekristenan di Indonesia|Kristen]] (terutama [[Protestan]] dengan minoritaspenganut [[Islam di Indonesia|MuslimIslam]] yang signifikan. Islam dibawa oleh para pedagang [[Bangsa Arab|Arab]] dan [[Suku Jawa|Jawa]], sementara KristenKekristenan datang dalam dua gelombang. Gelombang pertama Kristen adalah dalam bentuk [[Gereja Katolik Roma|Katolik Roma]] yang dibawa oleh [[bangsa Portugis]], dilanjutkan oleh [[Protestanisme|Protestan]] yang dibawa oleh [[Bangsa Belanda|Belanda]] sejak [[Sejarah Nusantara (1602–1800)|zaman VOC]]. Walaupun kedua agama tersebut merupakan agama utama suku Ambon, mereka sendiri masih menjalankan beberapa peninggalan kepercayaan asli mereka, pemujaan roh nenek moyang, yang mereka peluk sebelum datangnya kedua agama tersebut ke Maluku.{{Sfn|Hidayah|2015|p=21}} Persaingan dan pergesekan di antara kaum Kristen dan Islam sempat [[Konflik sektarian Maluku|memuncak pada akhir abad XIX]].
 
Perbedaan sangat tampak di antara kedua kelompok agama tersebut, seperti pada mata pencaharian. Suku Ambon Islam umumnya bekerja dalam bidang perdagangan dan ekonomi, sementara yang Kristen lebih banyak memilih pekerjaan-pekerjaan seperti pegawai negeri, guru, tentara, polisi, dan politikus. Sepanjang sejarah, kaum Kristen pun lebih memperhatikan pendidikan, sedangkan kaum Islam sedari awal berpusat dalam bidang perdagangan, walau tidak dalam jumlah besar. Meskipun demikian, kini kaum Kristen sudah menaruh perhatian pada bidang ekonomi, khususnya jasa, serta pendidikan di kalangan Islam sudah jauh lebih maju dari masa lampau.{{Sfn|Pieris|2004|p=76–77}} Kecenderungan merantau pun didapatkan di kalangan Kristen, membentuk penyebaran yang cukup besar, khususnya di Jawa.
 
=== PrakedatanganPra-kedatangan Islam dan Kristen ===
[[Berkas:Nae Baileu Soya 2018.jpg|jmpl|''Nae baileu'' di [[Soya, Sirimau, Ambon|Soya]], [[Sirimau, Ambon|Sirimau]], [[Kota Ambon|Ambon]] pada 2018.]]
Suku Ambon sebelum kedatangan Islam dan Kristen [[Animisme|memuja roh]], percaya pada makhluk-makhluk halus, roh-roh leluhur, dan kekuatan-kekuatan gaib. Dalam pemujaan roh suku Ambon, dikenal gagasan ''upu ama'' (makhluk halus baik) dan makhluk halus jahat, demikian pula ''Upu Lanite'' dan ''Upu Datu'' yang mereka anggap sebagai maha pencipta dunia.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=11}} Roh leluhur bersifat melindungi bila orang-orang tersebut melaksanakan adat, tetapi menghukum bila mereka tidak melaksanakannya. Sementara itu, kekuatan gaib dipercayai ada pada benda-benda pusaka, hewan, atau tumbuhan tertentu sehingga mereka harus diperlakukan baik agar membawa kebaikan dan kekuatan, seperti kain merah yang dianggap sebagai penangkal penyakit dan bahaya.{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=32}} Bukti arkeologi pun menunjukkan gua-gua beserta [[Lukisan gua|lukisannya]] yang tersebar di seluruh penjuru [[Maluku]], khususnya [[Pulau Seram|Seram]], yang melukiskan [[tangan]], [[manusia]], [[hewan]], dan [[perahu]]; dipercayai bersangkutan dengan [[kematian]].{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=31}} Hingga kini gua-gua tersebut masih dianggap keramat oleh [[Orang Maluku|orang-orang Maluku]], sehingga tidak boleh dimasuki sebelum diadakan [[upacara]].{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=31–32}} Kepercayaan seperti inilah yang melahirkan upacara-upacara adat yang masih dilaksanakan hingga kini.{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=32}}
Baris 142 ⟶ 145:
{{refend}}
 
[[Kategori:SukuKelompok bangsaetnik di Indonesia]]
[[Kategori:Maluku]]
[[Kategori:Suku bangsa di Maluku]]