Suku Sakuddei: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menghapus pengalihan ke Daftar suku bangsa di Indonesia Tag: Menghapus pengalihan |
k Etnik |
||
(8 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox ethnic group
|group = '''Suku Sakuddei'''<br />'''<small>Suku Siberut / Sabiroet</small>'''
|image = [[
|caption = Seorang dukun (''sikerei'') Sakuddei di [[Pulau Siberut]], [[Kepulauan Mentawai]].
|poptime =
|popplace = {{flag|Indonesia}} ([[Pulau Siberut]], [[Kepulauan Mentawai]])
|langs = [[Bahasa Mentawai]], [[Bahasa Indonesia]]
|rels = [[Kristen]], [[Animisme]], [[Shamanisme]], [[Islam]]
|related = [[Suku Mentawai]], [[Orang Minangkabau|Suku Minangkabau]]
}}
Masyarakat mereka dideskripsikan tanpa kelas, [[egalitarian]], tanpa pemimpin dan perang dan kesetaraan antara pria dan wanita. Mereka dideskripsikan tinggal dalam nuansa damai dengan lingkungan mereka dan suku-suku lainnya.<ref>{{cite web|url=http://www.filmakers.com/index.php?a=filmDetail&filmID=126|title=The Sakuddei of Indonesia, Disappearing World series, Produced by Granada Television International|year=1987|work=filmakers.com|accessdate=30 October 2010}}</ref><ref name=Save>{{Cite web|url=http://www.culturalsurvival.org/publications/cultural-survival-quarterly/indonesia/can-siberut-be-saved|title= Can Siberut Be Saved?|accessdate=2010-10-30|publisher=Cultural Survival}}</ref> Menurut Bakker (2007), Sakuddei umumnya menghindari kampanye-kampanye modernisasi dengan menarik diri ke pedalaman Siberut.<ref name="Bakker">{{cite journal|last=Bakker|first=Laurens|year=2007|title=Foreign images in Mentawai Authenticity and the exotic|journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde|publisher=Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde|volume=163|issue=2/3|page=279|url=https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:vdLoltdWWQAJ:www.kitlv-journals.nl/index.php/btlv/article/view/28/27+sakuddei+tattoos&hl=en&gl=us&pid=bl&srcid=ADGEESjjIvVVO6X-5Hgug0bT3c77ZQmMmNZ5t4hsjWCu_olWG_y9FIlFugTqOyGvV7TzAV5YLiinNfPD2xd7oha6R_HsSsihyGQoXLYOa3L__CSkzTdBjQvRU0-vE0Wnsr9y4ihwQupr&sig=AHIEtbQNtwCwDxmJmYSB5OZZrg3geIf8nQ}}</ref>
==
[[Berkas:Siberut island river.jpg|ka|jmpl|250px|Tepian sungai tempat tinggal Sakuddei di [[Siberut]].]]
Melalui sejarah yang diketahui, sejak para misionaris memulai konversi penduduk asli menjadi [[Kristen]], Profil etnografi masyarakat Siberut banyak diamati oleh banyak antropolog. Catatan paling awal tentang orang pulau dibuat oleh [[Sir Thomas Raffles]], yang setelah mengunjungi pulau itu pada tahun 1821, berkomentar "Saya membuat penemuan lebih lanjut di pulau-pulau ini, di mana saya menemukan populasi yang lebih disukai dan, jika mungkin, masih lebih cerdik. Jika saya melanjutkan ke arah ini, saya mungkin berharap menemukan 'Taman Eden' di suatu tempat, dan keturunan dari orang tua pertama kita".<ref name=Save/> Konversi pertama penduduk asli dimulai oleh [[Italia|Italia]] [[Misionaris]] pada tahun 1912, meskipun upaya sebelumnya yang dilakukan dari tahun 1911 telah mengakibatkan pembunuhan misionaris bernama Pendeta Mr. Lett pada tahun 1916. Ini adalah upaya pertama yang dilaporkan untuk menghilangkan budaya perdukunan etnis lokal.<ref name=Save/> Beberapa [[pendeta Katolik]] memahami nuansa budaya etnik dan mengadopsi banyak kebiasaan etnik seperti mengenakan manik-manik saat berkhotbah selama misa.<ref name=Save/> Namun, pada tahun 1917, J.F.K. Hansen, Kapten [[Angkatan Darat Belanda]], bersikap kritis terhadap adat [[pagan]] masyarakat setempat dan bertanya-tanya bagaimana kebiasaan ini dapat dihilangkan.<ref name=Save/>
Pada awal 1990-an, ada rencana untuk mengembangkan hutan hujan di Kepulauan Mentawai tempat tinggal penduduk asli Siberut, Sakuddei, salah satu dari sedikit marga Siberut, menjadi perkebunan [[kelapa sawit]], sebagai proposisi komersial. [[Pemerintah Indonesia]] juga tidak menolak konversi ini sejak kelapa sawit, barang impor, dapat diproduksi dalam skala besar secara lokal, yang akan menghemat devisa dan menambah ekonomi lokal negara. Pemerintah kabupaten pada satu tahap, pada tahun 1980-an, bahkan telah memerintahkan penghentian ritus [[perdukunan]] dan kepemilikan paksa perlengkapan etnis [[perdukunan]], yang kemudian dihentikan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, dengan publisitas internasional kepada masyarakat etnis lokal, melalui berbagai saluran media, daerah tempat tinggal Sakuddei telah menarik masuknya wisatawan, yang sekarang diidentifikasi sebagai keuntungan ekonomi.<ref name=Save/>
Terlepas dari upaya berbagai lembaga internasional untuk mempengaruhi pengambilan keputusan tentang perambahan peradaban kelompok etnis lokal, sebuah perusahaan kayu [[Filipina]] telah diberikan izin penebangan di wilayah tersebut,<ref name=Save/><ref>{{cite web|url=http://www.therai.org.uk/film/the-series-of-disappearing-world/the-sakuddei/|title=The Sakuddei|work=therai.org.uk|access-date=30 October 2010}}</ref> yang mengancam cara hidup mereka yang khas. Semua ini terjadi meskipun kawasan tersebut telah dinyatakan sebagai "[[Cagar Biosfer]]" oleh [[UNESCO]], pada tahun 1981. [[World Wide Fund for Nature]] (WWF) tetap bertahan dengan upaya konservatifnya bekerja sama dengan [[Universitas Andalas]] dari [[Sumatera Barat]] "untuk mempelajari dan memantau kondisi sosial ekonomi dan biotik di Siberut dan seluruh Mentawai.<ref name=Save/>
== Referensi ==
{{Reflist|2}}
Baris 21 ⟶ 28:
{{Portal|Indonesia}}
[[
[[Kategori:Kepulauan Mentawai]]
|