Suku Bugis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k Etnik
 
(105 revisi perantara oleh 39 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{ethnic group|
|group=Orang Bugis
|group=Suku Bugis <br />''To Ugi''<br />ᨈᨚ ᨕᨘᨁᨗ<br />اورڠ بوݢيس
|native_name=''To Ugi''<br />ᨈᨚ ᨕᨘᨁᨗ
|image=<table border=0 align="center" style="font-size:90%;">
| image = Pengantin bugis - panoramio.jpg
<tr>
| caption = Pasangan Bugis dalam kostum tradisional
<td>[[Berkas:Raja Ali Haji.jpg|x100px]]</td>
|poptime= ± 7 juta (2010)
<td>[[Berkas:Bacharuddin Jusuf Habibie official portrait.jpg|x100px]]</td>
<td>[[Berkas:Jusuf Kalla Vice President Portrait 2014.jpg|x100px]]</td>
<td>[[Berkas:Dato Sri Mohd Najib Tun Razak.JPG|x100px]]</td>
</tr>
<tr>
<td><small><div style="line-height:1em">[[Raja Ali Haji]]</small></td>
<td><small><div style="line-height:1em">[[B.J. Habibie]]</small></td>
<td><small><div style="line-height:1em">[[Jusuf Kalla]]</small></td>
<td><small><div style="line-height:1em">[[Najib Tun Razak]]</small></td>
</tr>
<tr>
<td>[[Berkas:Muhyiddin-yassin 11.jpg|x100px]]</td>
<td>[[Berkas:Andi Ghalib.jpg|x100px]]</td>
<td>[[Berkas:Andi Mattalata.jpg|x100px]]</td>
<td>[[Berkas:Amir Syamsuddin crop.jpg|x100px]]</td>
</tr>
<tr>
<td><small><div style="line-height:1em">[[Muhyiddin Yassin]]</small></td>
<td><small><div style="line-height:1em">[[Andi Muhammad Ghalib]]</small></td>
<td><small><div style="line-height:1em">[[Mohammad Andi Mattalatta|Andi Mattalatta]]</small></td>
<td><small><div style="line-height:1em">[[Amir Syamsuddin]]</small></td>
</tr>
<tr>
 
<td>[[Berkas:Andi Mallarangeng, 2009.jpg|x100px]]</td>
<td>[[Berkas:SyahrulYasinLimpo2.jpg|x100px]]</td>
<td>[[Berkas:Andi Arsyil Rahman.jpg|x100px]]</td>
<td>[[Berkas:Jenderal TNI M Jusuf.png|x100px]]</td>
</tr>
<tr>
 
<td><small><div style="line-height:1em">[[Andi Mallarangeng]]</small></td>
<td><small><div style="line-height:1em">[[Syahrul Yasin Limpo]]</small></td>
<td><small><div style="line-height:1em">[[Andi Arsyil Rahman]]</small></td>
<td><small><div style="line-height:1em">[[M. Jusuf]]</small></td>
</tr>
</table>|poptime= ± 7 juta (2010)
|region1 = '''{{INA}}''' (sensus 2010)
|pop1 = '''6.359.000'''
Baris 87 ⟶ 51:
|pop13 = 96.146
|ref13 =
|region14 = [[SumatraSumatera Selatan]]
|pop14 = 42.977
|ref14
Baris 100 ⟶ 64:
|pop18 = 68.227
|ref18 =
|region19 = [[Jawa Barat]]
|pop19 = 34.548
|ref19 =
 
|region20region19 = '''[[Diaspora Bugis]]'''
|region21region20 = {{MAS}}
|pop21pop20 = '''728.465'''
|ref20 =
|region21 = {{SIN}} (sensus 1990)
|pop21 = '''15.374'''
|ref21 =
|region22 = {{SIN}} (sensus 1990)
|pop22 = '''15.374'''
|ref22 =
|langs=Asli: [[bahasa Bugis|Bugis]]<br>Juga: [[bahasa Indonesia|Indonesia]], [[bahasa Melayu|Melayu]], [[bahasa Inggris|Inggris]], dan lain-lain
|rels='''Mayoritas'''<br />[[Islam]] (99%)<br />
'''Minoritas'''<br /> [[Tolotang]] (0,7%), [[Kristen]] (0,3%)<ref>{{cite web
|related=[[suku Toraja|Toraja]], [[suku Mandar|Mandar]], [[suku Makassar|Makassar]]
| title = Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin, M Sairi Hasbullah, Nur Budi Handayani, Agus Pramono. Demography of Indonesia's Ethnicity. Singapore: ISEAS: Institute of Southeast Asian Studies. p. 271.
| date = 2015
| url =
}}</ref>
|related=[[Suku Makassar|Makassar]], [[Suku Mandar|Mandar]], [[Suku Selayar|Selayar]]
}}
'''Suku Bugis''' ([[aksara Lontara|Lontara]]: ᨈᨚ ᨕᨘᨁᨗ) merupakan [[kelompok etnik]] yang berasal dari wilayah [[Sulawesi Selatan]]. Penciri utama kelompok etnik ini adalah [[bahasa]] dan [[adat-istiadat]], sehingga pendatang [[Suku Melayu|Melayu]] dan [[Orang Minangkabau|Minangkabau]] yang merantau ke [[Sulawesi]] sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di [[Kerajaan Gowa]] dan telah terakulturasi, juga dikategorikan sebagai orang Bugis.<ref>http://www.rajaalihaji.com/id/article.php?a=YURIL3c%3D= Situs Raja Ali Haji</ref> Berdasarkan sensus penduduk [[Indonesia]] tahun 2000, populasi orang Bugis sebanyak sekitar enam juta jiwa. Kini orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia, seperti [[Sulawesi Tenggara]], [[Sulawesi Tengah]], [[Papua]], [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|DKI Jakarta]], [[Kalimantan Timur]], [[Kalimantan Selatan]], [[Jambi]], [[Riau]], dan [[Kepulauan Riau]]. Disamping itu orang-orang Bugis juga banyak ditemukan di [[Malaysia]] dan [[Singapura]] yang telah beranak pinak dan keturunannya telah menjadi bagian dari negara tersebut. Karena jiwa perantau dari masyarakat Bugis, maka orang-orang Bugis sangat banyak yang pergi merantau ke mancanegara.
 
'''Suku Bugis''' ([[aksara Lontara|Lontara]]: '''ᨈᨚ ᨕᨘᨁᨗ'''; [[Jawi]]: '''اورڠ بوݢيس''') merupakan [[kelompok etnik]] dengan wilayah asal [[Sulawesi Selatan]]. Penciri utama kelompok etnik ini adalah [[bahasa]] dan [[adat-istiadat]], sehingga pendatang [[Melayu]] dan [[Suku Minangkabau|Minangkabau]] yang merantau ke [[Sulawesi]] sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di [[Kerajaan Gowa]] dan telah terakulturasi, juga dikategorikan sebagai orang Bugis.<ref>http://www.rajaalihaji.com/id/article.php?a=YURIL3c%3D= Situs Raja Ali Haji</ref> Berdasarkan sensus penduduk [[Indonesia]] tahun 2000, populasi orang Bugis sebanyak sekitar enam juta jiwa. Kini orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia, seperti [[Sulawesi Tenggara]], [[Sulawesi Tengah]], [[Papua]], [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|DKI Jakarta]], [[Kalimantan Timur]], [[Kalimantan Selatan]], [[Jambi]], [[Riau]], dan [[Kepulauan Riau]]. Disamping itu orang-orang Bugis juga banyak ditemukan di [[Malaysia]] dan [[Singapura]] yang telah beranak pinak dan keturunannya telah menjadi bagian dari negara tersebut. Karena jiwa perantau dari masyarakat Bugis, maka orang-orang Bugis sangat banyak yang pergi merantau ke mancanegara.
 
== Sejarah ==
Baris 128 ⟶ 93:
 
=== Masa kerajaan ===
[[Kedatuan Luwu]] adalah kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dan merupakan asal muasal lahirnya kerajaan - kerajaan lain seperti kerajaan Bone, kerajaan Gowa, kerajaan Soppeng, kerajaan Wajo, kerajaan Sidenreng Rappang dan Mandar.
 
Di dalam epik [[La Galigo]], terdapat versi menggambarkan sebuah wilayah pesisir dan sungai yang didefinisikan secara samar-samar yang ekonominya berbasis pada perdagangan. Pusat-pusat penting di wilayah ini adalah Luwu dan kerajaan Cina (diucapkan Cheena tapi identik dalam pengucapan bahasa Indonesia ke [[China]]), yang terletak di lembah Cenrana bagian barat, dengan pusat istananya di dekat dusun [[Sarapao]] di distrik [[Pamanna]]. Ketidakcocokan La Galigo dan ekonomi politik dengan realitas kerajaan agraris Luwu menyebabkan sejarawan Bugis mengajukan periode intervensi kekacauan untuk memisahkan keduanya secara kronologis.<ref>Pelras, C. 1996. ''The Bugis.'' Oxford: Blackwell.</ref>
 
Penelitian arkeologi dan tekstual yang dilakukan sejak tahun [[1980-an]] telah meruntuhkan kronologi ini.<ref>Bulbeck, D. and I. Caldwell. 2000. ''Land of iron; The historical archaeology of Luwu and the Cenrana valley.'' Hull: Centre for South East Asian Studies, University of Hull.</ref> Survei dan penggalian yang ekstensif di Luwu telah mengungkapkan bahwa Luwu tidak lebih tua dari kerajaan agraris yang berdiri paling awal di semenanjung barat daya. Pemahaman yang baru adalah bahwa orang Bugis yang berbicara dengan pemukim dari lembah [[Cénrana]] barat mulai menetap di sepanjang batas pantai sekitar tahun 1300. [[Teluk Bone]] bukanlah daerah yang berbahasa Bugis saja: ini adalah daerah dengan keragaman etnis yang sangat beragam. Orang [[Suku Pamona|Pamona]], [[Padoe]], [[Toala]], [[Wotu]] dan [[Lemolang]] tinggal di dataran rendah pesisir dan kaki bukit, sedangkan lembah dataran tinggi merupakan rumah bagi kelompok yang berbicara dalam berbagai bahasa Sulawesi Tengah dan Selatan lainnya. Orang-orang Bugis ditemukan hampir di sepanjang pantai, yang terbukti bahwa mereka bermigrasi untuk berdagang dengan masyarakat adat Luwu. Sudah jelas bahwa dari sumber arkeologi dan tekstual bahwa Luwu adalah koalisi Bugis dari berbagai kelompok etnis, yang dipersatukan oleh hubungan perdagangan.
 
Ekonomi politik Luwu didasarkan pada peleburan bijih besi yang dibawa turun, melalui pemerintahan Lémolang di [[Baebunta, Luwu Utara|Baebunta]], ke [[Malangke, Luwu Utara|Malangke]] di dataran pantai tengah. Di sini besi yang akan dilelehkan itu diolah menjadi senjata dan alat pertanian dan diekspor ke dataran rendah selatan yang memproduksi beras. Hal ini membawa kekayaan yang besar, dan pada abad [[abad ke-14|ke-14]] Luwu telah menjadi entitas yang ditakuti di bagian selatan semenanjung barat daya dan tenggara. Penguasa pertama yang diketahui secara nyata adalah [[Dewaraja]] (memerintah 1495-1520). Cerita saat ini di Sulawesi Selatan menceritakan serangan agresifnya terhadap kerajaan tetangga, [[Kerajaan Wajo|Wajo]] dan [[Kerajaan Sidenreng|Sidenreng]]. Kekuasaan Luwu mulai memudar pada abad [[abad ke-16|ke-16]] oleh meningkatnya kekuatan kerajaan agraris dari selatan, dan kekalahan militernya ditetapkan dalam [[Tawarik Bone]].
 
Pada tanggal 4 atau 5 Februari 1605, Datu Luwu, [[La Patiwareq]], Daeng Pareqbung, menjadi penguasa yang pertama dari wilayah Sulawesi bagian selatan yang memeluk Islam, menggunakan gelar Sultan Muhammad Wali Mu'z'hir (atau Muzahir) al-din. Dia dimakamkan di Malangke dan disebut dalam kronik sebagai [[Matinroe ri Wareq]], ("Dia yang tidur di Wareq"), bekas pusat istana Luwu. Guru agamanya, [[Dato Sulaiman]], dikuburkan di dekatnya. Sekitar tahun 1620, Malangke ditinggalkan dan sebuah ibu kota baru didirikan di sebelah barat, [[Kota Palopo|Palopo]]. Tidak diketahui mengapa wilayah Malangke, yang populasinya mungkin mencapai 15.000 pada abad ke-16, tiba-tiba ditinggalkan: kemungkinan besar termasuk penurunan harga barang besi dan potensi ekonomi perdagangan dengan suku-suku dari dataran tinggi [[Suku Toraja|Toraja]].
 
Pada abad [[abad ke-19|ke-19]], Luwu telah menjadi kerajaan kecil. [[James Brooke]], yang di kemudian hari menjadi Rajah [[Sarawak]], menulis pada tahun [[1830-an]] bahwa "Luwu adalah kerajaan Bugis tertua, dan yang paling rusak [...] Palopo adalah kota yang menyedihkan, yang terdiri dari sekitar 300 rumah, tersebar dan bobrok [...] Sulit dipercaya bahwa Luwu bisa menjadi negara yang kuat, kecuali dalam keadaan peradaban asli yang sangat rendah."<ref>Brooke, J. 1848. ''Narrative of events in Borneo and Celebes down to the occupation of Labuan. From the Journals of James Brooke, Esq. Rajah of Sarawak and Governor of Labuan [. . .] by Captain [[Rodney Mundy]].'' London: John Murray.</ref>
 
Pada tahun [[1960-an]], Luwu menjadi wilayah fokus pemberontakan [[DI/TII]] yang dipimpin oleh [[Kahar Muzakkar]]. Dewasa ini, wilayah bekas kerajaan adalah rumah bagi tambang [[nikel]] terbesar di dunia dan mengalami ledakan ekonomi yang didorong oleh migrasi ke dalam, namun masih memiliki sebagian besar atmosfer perbatasan aslinya.
==== Kerajaan Bone ====
Di daerah Bone terjadi kekacauan selama tujuh generasi, yang kemudian muncul seorang To Manurung yang dikenal Manurungnge ri Matajang. Tujuh raja-raja kecil melantik Manurungnge ri Matajang sebagai raja mereka dengan nama Arumpone dan mereka menjadi dewan legislatif yang dikenal dengan istilah ''ade pitue''.
Baris 146 ⟶ 124:
Wajo dipimpin oleh, La Tenribali Batara Wajo I (bekas arung cinnotabi V), kemudian La Mataesso Batara Wajo II dan La Pateddungi Batara Wajo III. Pada masanya, terjadi lagi krisis bahkan Batara Wajo III dibunuh. kekosongan kekuasaan menyebabkan lahirnya perjanjian La Paddeppa yang berisi hak-hak kemerdekaan Wajo. Setelahnya, gelar raja Wajo bukan lagi Batara Wajo akan tetapi Arung Matowa Wajo hingga adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 
==== Konflik antar kerajaanantarkerajaan ====
Pada abad ke-15 ketika kerajaan Gowa dan Bone mulai menguat, dan Soppeng serta Wajo mulai muncul, maka terjadi konflik perbatasan dalam menguasai dominasi politik dan ekonomi antar kerajaan. Kerajaan Bone memperluas wilayahnya sehingga bertemu dengan wilayah Gowa di Bulukumba. Sementara, di utara, Bone bertemu Luwu di Sungai Walennae. Sedang Wajo, perlahan juga melakukan perluasan wilayah. Sementara Soppeng memperluas ke arah barat sampai di Barru.
Perang antara Luwu dan Bone dimenangkan oleh Bone dan merampas payung kerajaan Luwu kemudian mempersaudarakan kerajaan mereka. Sungai Walennae adalah jalur ekonomi dari Danau Tempe dan Danau Sidenreng menuju Teluk Bone. Untuk mempertahankan posisinya, Luwu membangun aliansi dengan Wajo, dengan menyerang beberapa daerah Bone dan Sidenreng. Berikutnya wilayah Luwu semakin tergeser ke utara dan dikuasai Wajo melalui penaklukan ataupun penggabungan. Wajo kemudian bergesek dengan Bone. Invasi Gowa kemudian merebut beberapa daerah Bone serta menaklukkan Wajo dan Soppeng. Untuk menghadapi hegemoni Gowa, Kerajaan Bone, Wajo dan Soppeng membuat aliansi yang disebut "[[Persekutuan Tellumpoccoe|Tellumpoccoe]]".
Baris 159 ⟶ 137:
=== Masa kemerdekaan ===
Para raja-raja di Nusantara mendapat desakan oleh pemerintahan Orde Lama (Soekarno) untuk membubarkan kerajaan mereka dan melebur dalam wadah NKRI. Pada tahun 1950-1960an, Indonesia khususnya Sulawesi Selatan disibukkan dengan pemberontakan. Pemberontakan ini mengakibatkan banyak orang Bugis meninggalkan kampung halamannya. Pada zaman [[Orde Baru]], budaya periferi seperti budaya di Sulawesi benar-benar dipinggirkan sehingga semakin terkikis. Sekarang generasi muda Makassar & Bugis adalah generasi yang lebih banyak mengonsumsi budaya material sebagai akibat modernisasi, kehilangan jati diri akibat pendidikan pola Orde Baru yang meminggirkan budaya mereka. Seiring dengan arus reformasi, munculah wacana pemekaran. Daerah Mandar membentuk provinsi baru yaitu [[Sulawesi Barat]]. Kabupaten Luwu terpecah tiga daerah tingkat dua. Sementara banyak kecamatan dan desa/kelurahan juga dimekarkan. Namun sayangnya tanah tidak bertambah luas, malah semakin sempit akibat bertambahnya populasi dan transmigrasi.
 
== Kepercayaan ==
Saat ini mayoritas orang Bugis menganut agama [[Islam]] (sekitar 99%). Islamisasi masyarakat Bugis telah mengakar kuat, walau masih ada sebagian kecil masyarakat yang menganut agama asli suku Bugis yakni agama [[Tolotang]] yang jumlahnya sekitar sebanyak 27 ribu jiwa dan tinggal di wilayah Sidenreng Rappang. Pada masa sebelumnya, masyarakat suku Bugis yang masih menganut agama Tolotang juga pernah mengalami nasib yang tragis. Mereka dikejar-kejar oleh para pemberontak [[Darul Islam]]/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan [[Kahar Muzakkar]]. Para pemberontak memaksa banyak penganut agama Tolotang untuk keluar dari keyakinan mereka. Tidak sedikit para penganut Tolotang yang mati dibunuh.<ref name=Lokal>[https://1001indonesia.net/kepercayaan-lokal-komunitas-towani-tolotang-di-sidenreng-rappang/ 1001 Indonesia: Kepercayaan Lokal Komunitas Towani Tolotang di Sidenreng Rappang]. 25 Januari 2019. Diakses 30 Maret 2019.</ref>
 
Sebelum Islamisasi masyarakat Bugis, telah ada sebagian masyarakat yang menganut agama [[Kristen]] abad ke 16 yang dibawa oleh [[Portugis]]. Saat ini masih ada komunitas penganut Kristen di daerah Soppeng namun jumlahnya hanya sekitar 5 ribu jiwa. Pada abad ke-17, penyebaran Islam yang dibawa oleh para pendakwah dari tanah [[Melayu]] dan [[Minangkabau]] membuat banyak masyarakat penganut Kristen dan Tolotang masuk Islam sehingga Islam menyebar luas di tanah Bugis dan Makassar.
 
== Mata pencarian ==
Baris 164 ⟶ 147:
 
=== Perompak ===
Sudah bukan rahasia lagi apabila Bugis identik dengan dunia perompakan. Sejak [[Perjanjian Bongaya]] yang menyebabkan jatuhnya [[Makassar]] ke tangan kolonial Belanda, orang-orang Bugis dianggap sebagai sekutu bebas pemerintahan Belanda yang berpusat di Batavia. Jasa yang diberikan oleh Arung Palakka, seorang Bugis asal Bone kepada pemerintah Belanda, menyebabkan diperolehnya kebebasan bergerak lebih besar kepada masyarakat Bugis. Namun sebagai Suku Bugis yang keras dan tidak mau mengikuti aturan, kebebasan ini disalahagunakantentu disalah gunakan Bugis untuk menjadi perompak yang mengganggu jalur niaga Nusantara bagian timur.
 
Armada perompak Bugis merambah seluruh Kepulauan Indonesia. Mereka bercokol di dekat [[Samarinda]] dan menolong sultan-sultan Kalimantan di pantai barat dalam perang-perang internal mereka. Perompak-perompak ini menyusup ke [[Kesultanan Johor]] dan mengancam Belanda di benteng Malaka. Hingga masa modern ini perompak Bugis masih ada dan menjadi momok menakutkan di perairan Indonesia<ref>{{cite book | last =Vlekke | first =Bernard H.M. | authorlink = | coauthors = | title =Nusantara Sejarah Indonesia | publisher =Kepustakaan Populer Gramedia | date = | location =Jakarta | url = | doi = | isbn = | page =263}}</ref>
 
=== Serdadu bayaran ===
Selain sebagai perompak, karena jiwa merantaukeras dan loyalitasnyahaus terhadap persahabatanmembunuh orang-orang Bugis terkenal sebagai serdadu bayaran. Orang-orang Bugis sebelum konflik terbuka dengan Belanda mereka salah satu serdadu Belanda yang setia. Mereka banyak membantu Belanda, yakni saat pengejaran [[Trunojoyo]] di [[Jawa Timur]], penaklukan pedalaman [[Minangkabau]] melawan pasukan [[Paderi]], serta membantu orang-orang Eropa ketika melawan Ayuthaya di [[Thailand]].<ref>{{cite book | last =Vlekke | first =Bernard H.M. | authorlink = | coauthors = | title =Nusantara Sejarah Indonesia | publisher =Kepustakaan Populer Gramedia | date = | location =Jakarta | url = | doi = | isbn = | page =200}}</ref> Orang-orang Bugis juga terlibat dalam perebutan kekuasaan dan menjadi serdadu bayaran [[Kesultanan Johor]], ketika terjadi perebutan kekuasaan melawan para pengelana Minangkabau pimpinan Raja Kecil.
 
== Perkawinan ==
Orang Bugis memandang [[perkawinan]] sebagai suatu upacara adat yang bertujuan untuk menyatukan hubungan kekeluargaan antara dua keluarga besar menjadi semakin erat. Perkawinan tidak dianggap sebatas menyatukan dua mempelai dalam hubungan suami-istri, melainkan mendekatkan hubungan keluarga yang sudah jauh. Pandangan ini membuat orang Bugis memilih perkawinan antara keluarga dekat, karena mereka sudah saling mengenal sebelumnya.<ref>{{Cite book|last=Hafid, dkk.|first=|date=2016|url=http://karyailmiah.uho.ac.id/karya_ilmiah/Jamiluddin/17.Buku_Dat_Perkawinan.pdf|title=Adat Perkawinan Suku Bugis di Perantauan: Studi di Kabupaten Bombana|location=Kendari|publisher=Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Sultra|isbn=978-602-60719-0-3|pages=3|url-status=live}}</ref>
 
== Kebudayaan ==
Suku Bugis menganggap [[Aksara Lontara|lontara]] sebagai sumber tertulis yang berkaitan dengan sejarah, budaya, dan kehidupan sosial masyarakatnya. Orang Bugis menggunakan lontara sebagai alat untuk menyampaikan cara berpikir dan pengalaman masa lalu masyarakatnya. Lontara dijadikan sebagai simbol budaya suku Bugis yang diwariskan dari masyarakat terdahulu ke masyarakat masa berikutnya.<ref>{{Cite book|last=Misnah|first=|date=2019|url=https://www.researchgate.net/profile/Misnah_Untad/publication/339939225_BUDAYA_TRADISI_LISAN/links/5e6da59692851c6ba7040499/BUDAYA-TRADISI-LISAN.pdf|title=Budaya Tradisi Lisan: Sumber Pembelajaran Sejarah Lokal Sulawesi Tengah|location=Banyumas|publisher=CV. Pena Persada|isbn=978-623-7699-08-8|pages=61-62|url-status=live}}</ref>
 
== Tempat tinggal ==
Suku Bugis umumnya membedakan bentuk rumah sebagai penanda [[Kelas sosial|pranata sosial]] di dalam masyarakatnya. Rumah suku Bugis dibedakan menjadi "''saoraja''<nowiki>'' dan ''</nowiki>''bola''<nowiki>''</nowiki>. Perbedaan keduanya terletak pada simbol-simbol tertentu di dalam arsitektur rumah dan bukan dari struktur dan konstruksinya. <nowiki>''</nowiki>''Saoraja'''<nowiki>' adalah rumah berukuran besar yang ditempati oleh keturunan raja atau kaum bangsawan, sedangkan ''</nowiki>''bola''<nowiki>''</nowiki> adalahi rumah biasa yang menjadi tempat tinggal bagi rakyat biasa. ''Saoraja'' memiliki 40 sampai 48 tiang sehingga berukuran lebih besar, sedangkan ''bola'' memiliki 20 sampai 30 tiang sehingga berukuran lebih kecil. Perbedaan status sosial dapat diketahui melalui bentuk tutup bubungan [[atap]] rumah yang disebut <nowiki>''</nowiki>''timpaklaja''<nowiki>''</nowiki>. ''Timpaklaja'' pada ''saoraja'' bertingkat-tingkat antara 3-5 tingkat, sedangkan timpaklaja pada bangunan ''bola'' tidak bertingkat. Semakin banyak jumlah tingkat ''timpaklaja'' maka semakin tinggi pula [[status sosial]] penghuninya.<ref>{{Cite book|last=Duli, dkk.|first=|date=2013|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/7794/1/MONUMEN%20ISLAM%20DI%20SULAWESI%20SELATAN.pdf|title=Monumen Islam di Sulawesi Selatan|location=Makassar|publisher=Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar|isbn=978-602-8405-50-8|pages=90|url-status=live}}</ref>
 
== Bugis perantauan ==
[[Berkas:Bugis Museum.JPG|jmpl|Museum Bugis di [[Johor]], [[Malaysia]].]]
<!--Bagian ini dipindahkan dari artikel "Pinisi" oleh Sentausa, 7 Maret 2007.-->Suku Bugis dikenal sebagai suku yang menyebar luas ke berbagai daerah di [[Indonesia]]. Orang Bugis melakukan perantauan besar-besaran di kawasan [[Nusantara]] sejak abad ke-17 Masehi. [[Koloni]]-koloni suku Bugis ditemukan di [[Kalimantan Timur]], [[Kalimantan Selatan]], [[Kota Pontianak|Pontianak]], [[Johor]], dan [[Semenanjung Malaya|Semenanjung Melayu]]. Di perantauan, koloni suku Bugis mengembangkan [[pelayaran]], [[perdagangan]], [[perikanan]], [[pertanian]] dan pembukaan lahan [[perkebunan]].<ref>{{Cite book|last=Hendraswati, Dalle, J., dan Jamalie, Z.|first=|date=2017|url=https://idr.uin-antasari.ac.id/13937/1/3-Diaspora%20Bugis%20Pagatan%202016.pdf|title=Diaspora dan Ketahanan Budaya Orang Bugis di Pagatan Tanah Bumbu|location=Yogyakarta|publisher=Penerbit Kepel Press|isbn=978-602-356-197-1|pages=2-3|url-status=live}}</ref>
<!--Bagian ini dipindahkan dari artikel "Pinisi" oleh Sentausa, 7 Maret 2007.-->Kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi [[samudra]] cukup dikenal luas, dan wilayah perantauan mereka pun hingga [[Malaysia]], [[Filipina]], [[Brunei]], [[Thailand]], [[Australia]], [[Madagaskar]] dan [[Afrika Selatan]]. Bahkan, di pinggiran kota [[Cape Town]], Afrika Selatan terdapat sebuah ''suburb'' yang bernama '''Maccassar''', sebagai tanda penduduk setempat mengingat tanah asal nenek moyang mereka{{fact}}.<!--sampai sini-->
 
Kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi [[samudra]] cukup dikenal luas, dan wilayah perantauan mereka pun hingga [[Malaysia]], [[Filipina]], [[Brunei]], [[Thailand]], [[Australia]], [[Madagaskar]] dan [[Afrika Selatan]]. Bahkan, di pinggiran kota [[Cape Town]], Afrika Selatan terdapat sebuah ''suburb'' yang bernama '''Maccassar''', sebagai tanda penduduk setempat mengingat tanah asal nenek moyang mereka{{fact}}.<!--sampai sini-->
 
Oleh karena itulah, pada daerah-daerah yang ditempati suku Bugis ini, dapat dijumpai mushaf Quran kuno. Biasanya di daerah pesisir, serupa [[Bima]], [[Sumbawa]], dan [[Bali]]. Bahkan Quran dari suku Bugis pun pernah dijumpai di [[Riau]].<ref>Permana, Fuji E.; editor: Wachidah Handasah. 10 Desember 2018. "Melestarikan Mushaf Kuno Nusantara". ''[[Republika]]''. Hlm.17</ref>
Baris 197 ⟶ 191:
* [[Demografi Indonesia]]
* [[Daftar tokoh Bugis]]
* [[Bahasa Bugis]]
* [[Andi (Gelar)]]
* [[Budaya Bugis]]
 
== Referensi ==
Baris 203 ⟶ 200:
== Pranala luar ==
* http://www.oxis.org/books/pelras-1996.pdf
 
 
{{etnis Malaysia}}
 
[[Kategori:Suku bangsa di Asia Tenggara]]
[[Kategori:SukuKelompok bangsaetnik di Indonesia|Bugis]]
[[Kategori:SukuKelompok bangsaetnik di Malaysia|Bugis]]
[[Kategori:Suku bangsa di Sulawesi Selatan|Bugis]]
[[Kategori:Bugis]]