Lilibooi, Leihitu Barat, Maluku Tengah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: pranala ke halaman disambiguasi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(34 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{negeri
|peta =
|nama =Liliboi<br>''Kainaman Lilipoya''
|provinsi =Maluku
|dati2 =Kabupaten
|nama dati2 =Maluku Tengah
|kecamatan =Leihitu Barat
|luas =...16 km²{{sfn|Sophia Grace Sipahelut, John Alfred Patty|2020|pp=12}}
|penduduk =... jiwa
|kepadatan =... jiwa/km²
}}
'''Lilibooi''', kadang dieja sebagai '''Liliboi''', '''Lilibooy''', atau '''Liliboy''', adalah sebuah [[negeri (Maluku Tengah)|negeri]] di [[kecamatan]] [[Leihitu Barat, Maluku Tengah|Leihitu Barat]], Kabupaten [[Maluku Tengah]], Provinsi [[Maluku]], [[Indonesia]]. Negeri ini dapat ditempuh dengan waktu kurang dari satu jam dari wilayah administratif Kota Ambon. Penduduk asli Lilibooi semuanya menganut agama Kristen Protestan. Tempat wisata yang terkenal di negeri ini adalah Pantai Batu Kapal.
 
== Etimologi ==
Berdasarkan tuturan yang berkembang di masyarakat Lilibooi, nama negeri ini diyakini berasal dari penyebutan [[buaya]] dalam bahasa Tana. Dalam bahasa adat yang di Lilibooi sudah hampir sepenuhnya tergantikan dengan bahasa Melayu Ambon tersebut, buaya dikenal sebagai ''poya'' atau ''lilipoya''. ''[[Teun]]'' Lilibooi yaitu Kainaman Lilipoya merujuk pada seekor buaya di muara Sungai Sukabiri (''Wae Sukabiri'') yang bernama Kainaman.<ref name="Geschiedenis"/>
 
Kainaman bukanlah buaya sejati, melainkan dipercaya sebagai makhluk halus. Dalam tuturan masyarakat Lilibooi, dahulu kala di [[Pulau Seram]] terdapat seekor ular besar yang ganas. Ular tersebut berkonflik dengan buaya-buaya di pulau itu. Saking kuatnya ular tersebut, sang ular memusnahkan buaya-buaya Seram dalam jumlah besar. Kewalahan, buaya-buaya Seram meminta bantuan Kainaman, yang akhirnya berhasil membunuh ular tersebut.<ref name="Geschiedenis"/>
 
Tatkala nenek moyang Negeri Lilibooi datang dari Pulau Seram dan nanti mendirikan ''aman'' atau perkampungan di pesisir dekat Sungai Sukabiri, mereka teringat kisah buaya Kainaman. Mereka akhirnya menamakan tempat itu sebagai ''Kainaman Lilipoya''. Dari kata ''lilipoya''-lah nanti akan muncul nama Lilibooi akibat perubahan ejaan dan sebutan.<ref name="Geschiedenis">{{cite web|title=Geschiedenis |url=https://www.lilibooi.nl/geschiedenis/ |website=Kumpulan Negeri Lilibooi di Belanda *LILIPOYA KAINAMAN* |access-date=7 Juni 2022}}</ref> Nama Lilibooi termaktub dalam [[Hikayat Tanah Hitu]] sebagai "Liliboi" dan dalam beberapa peta lama bikin VOC. Peta tahun 1617 mencatatkan nama Lelybey, sementara peta 1665 dan 1753 mencatatkan nama Lilleboy dan Lilibay.{{sfn|Daya Negri Wijaya, Deny Yudo Wahyudi, Siti Zainatul Umaroh, Ninie Susanti, Rendy Aditya Putra Ertrisia|2021|pp=94}}
 
== Sejarah ==
Lilibooi mengklaim bahwa negeri mereka adalah negeri tua atau yang mula-mula menempati Jazirah Leihitu bagian selatan.{{sfn|H. J. Jansen|1939|pp=328}} Menurut tuturan di Lilibooi, negeri-negeri tetangga seperti Allang, [[Hatu, Leihitu Barat, Maluku Tengah|Hatu]], [[Laha, Teluk Ambon, Ambon|Laha]], dan [[Tawiri, Teluk Ambon, Ambon|Tawiri]] sebagai pendatang yang kemudian membentuk negeri di wilayah mereka. Orang Allang disebutkan berasal dari Hatu Alang di Semenanjung Huamual di Pulau Seram. Ada pun Hatu berasal dari Piru, sementara Laha dan Tawiri adalah kumpulan manusia dari berbagai tempat, termasuk Ternate yang mendiami benteng Portugis di [[Teluk Ambon]].{{sfn|H. J. Jansen|1939|pp=328}}
 
Nenek moyang Lilibooi yang terawal diperkirakan datang dari Pulau Seram atau ''Nusa Ina''.{{sfn|Kadek Wiweka, Titus Indrajaya, Suci Sandi Wachyuni, Putu Pramania Adnyana, Anastasia Enike Hanorsian|2019|pp=4}} Mereka adalah orang Alifuru dan dikenal belum beradab. Peninggalan kebudayaan lama orang Alifuru ini dapat terlihat dari adanya [[tari cakalele]] di Lilibooi yang dipandang sakral. Orang Alifuru dari Pulau Seram datang dan mendiami Gunung Latua. Mereka terdiri dari tiga kelompok, masing-masing akan menurunkan matarumah Hetharion, Marlissa, dan Talahatu.{{sfn|Kadek Wiweka, Titus Indrajaya, Suci Sandi Wachyuni, Putu Pramania Adnyana, Anastasia Enike Hanorsian|2019|pp=4}} Ketiga matarumah ini dikenal pula sebagai ''mutelu'' atau "yang tiga". Selain itu, nantinya akan ada moyang-moyang dari matarumah yang lain yang datang menetap di Lilibooi dan meramaikan negeri itu.{{sfn|Kadek Wiweka, Titus Indrajaya, Suci Sandi Wachyuni, Putu Pramania Adnyana, Anastasia Enike Hanorsian|2019|pp=4}}
 
Pendirian kampung di daerah pegunungan adalah kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat yang berpindah dari Pulau Seram. Mereka tidak langsung mendirikan permukiman di pesisir. Tujuannya adalah agar terhindar dari serangan musuh. Nanti atas berbagai pertimbangan, nenek moyang orang Lilibooi kemudian turun ke pantai, ke wilayah negeri yang sekarang di bagian selatan Leihitu di tepian Teluk Ambon. Kawasan ini akhirnya akhirnya berhasil dikristenkan oleh VOC yang mulai hadir di Ambon pada 1605.{{sfn|Muhammad Farid|2016|pp=16}} Negeri-negeri Kristen di Leihitu tersebut meliputi Lilibooi, Allang, Hatu, Tawiri, [[Hative Besar, Teluk Ambon, Ambon|Hative Besar]], hingga [[Passo, Teluk Ambon Baguala, Ambon|Passo]],{{sfn|Muhammad Farid|2016|pp=18}} dengan pengecualian Negeri Laha yang tetap Muslim hingga sekarang.
 
Jansen menyebutkan dalam catatannya, pada tahun 1930an, dikarenakan [[sagu]] semakin berkurang, masyarakat Lilibooi mengandalkan [[ubi kayu]] (''Manihot esculenta'') yang secara lokal dikenal disebut ''kasbi'' sebagai pengganti sagu. ''Kasbi'' kemudian dimasak menjadi [[papeda]].{{sfn|H. J. Jansen|1939|pp=328}} Hampir semua rumah di Lilibooi menanam ''kasbi'' guna memenuhi kebutuhan pokoknya. Sebagian juga masih memiliki dusun sagu. Guna mendapatkan penghasilan, banyak di antara penduduknya yang menjadi kuli di toko-toko yang terdapat di Kota Ambon.{{sfn|H. J. Jansen|1939|pp=328}} Ada pun hewan yang diternak warga adalah [[babi]].{{sfn|H. J. Jansen|1939|pp=328}}
 
== Kondisi wilayah ==
=== Batas-batas ===
Lilibooi memiliki batas-batas sebagai berikut.{{sfn|Kadek Wiweka, Titus Indrajaya, Suci Sandi Wachyuni, Putu Pramania Adnyana, Anastasia Enike Hanorsian|2019|pp=4}}
* Sebelah utara berbatasan dengan kawasan hutan dan perbukitan.
* Sebelah timur berbatasan dengan Negeri Hatu.
* Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Ambon.
* Sebelah barat berbatasan dengan Negeri Allang.
 
=== Topografi dan aksesibilitas ===
Negeri ini terapit antara Teluk Ambon di bagian muka negeri, yang di pesisirnya terdapat permukiman atau negeri induk, dengan perbukitan yang berhutan di jantung Jazirah Leihitu. Lilibooi berjarak 320 km dari ibu kota kabupaten di Masohi. Penduduk Lilibooi dapat menggunakan angkutan darat ke [[Tulehu, Salahutu, Maluku Tengah|Tulehu]] dan dari pelabuhan di Tulehu, menaiki kapal cepat. Total waktu tempuh menuju Masohi lebih kurang lima jam.{{sfn|Kadek Wiweka, Titus Indrajaya, Suci Sandi Wachyuni, Putu Pramania Adnyana, Anastasia Enike Hanorsian|2019|pp=4}} Ada pun ibu kota provinsi di Ambon jaraknya hanya 65 km dan dapat ditempuh dalam waktu satu setengah jam menggunakan transportasi darat.{{sfn|Kadek Wiweka, Titus Indrajaya, Suci Sandi Wachyuni, Putu Pramania Adnyana, Anastasia Enike Hanorsian|2019|pp=4}}
 
== Pemerintahan negeri ==
Saat ini Lilibooi belum memiliki raja. Oleh karena itu, pemerintahan administratif negeri dijalankan oleh seorang pejabat kepala negeri yang dibantu oleh sekretaris negeri serta kepala urusan (kaur) dan kepala seksi (kasi). Berikut adalah nama tokoh-tokoh yang saat ini menjalankan administrasi di Lilibooi.<ref>{{cite web |title=Pemerintah Negeri |url=https://negerililibooi.id/profil-desa/pemerintah-desa/ |website=Situs Web Resmi Negeri Lilibooi |access-date=7 Juni 2022 |archive-date=2022-06-25 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220625195151/https://negerililibooi.id/profil-desa/pemerintah-desa/ |dead-url=yes }}</ref>
 
*Kepala pemerintah: Orelius C. Kastanya
*Sekretaris negeri: James Marlissa
*Kasi Pemerintahan: Wilhelmus Nussy
*Kasi Kesejahteraan Sosial: Dian Nobel Saptenno
*Kasi Pemberdayaan dan Pembinaan Masyarakat: Ricardo Titarsole
*Kaur Perencanaan: James Makatita
*Kaur Keuangan: Lesly T. Sopaheluwakan
*Kaur Tata dan Umum: Stelly Kakisina
*Operator: Merlin Talahatu
 
== Demografi ==
Bersumber dari Kantor Pemerintah Negeri Lilibooi, negeri ini berpenduduk 2.004 jiwa pada tahun 2016. Dengan rincian sebagai berikut.{{sfn|Kadek Wiweka, Titus Indrajaya, Suci Sandi Wachyuni, Putu Pramania Adnyana, Anastasia Enike Hanorsian|2019|pp=5}}
{| class="wikitable"
|-
! No.!!Kelompok umur!!Jumlah penduduk laki-laki<br>(dalam jiwa)!!Jumlah penduduk perempuan<br>(dalam jiwa)!!Jumlah penduduk keseluruhan<br>(dalam jiwa)
|-
| 1 || 0-3 tahun || 51 || 65 || 116
|-
| 2 || 4-6 tahun|| 53 || 41 || 94
|-
| 3 || 7-9 tahun || 60|| 50 || 110
|-
| 4 || 10-12 tahun || 75 || 57 || 132
|-
| 5 || 13-15 tahun || 72 || 61 || 133
|-
| 6 || 16-45 tahun || 429|| 411 || 840
|-
| 7 || 46-59 tahun || 144 || 151 || 295
|-
| 8 || > 60 tahun || 140 || 144 || 284
|-
| || '''Total''' || 1.024|| 980 || 2.004
|}
 
=== Pendidikan ===
Per tahun 2016, di negeri ini terdapat sebuah PAUD, sebuah [[Taman Kanak-Kanak|TK]], dua buah [[sekolah dasar|SD]], dan sebuah [[sekolah menengah pertama|SMP]].{{sfn|Kadek Wiweka, Titus Indrajaya, Suci Sandi Wachyuni, Putu Pramania Adnyana, Anastasia Enike Hanorsian|2019|pp=5}} Rincian penduduk Lilibooi yang mengenyam pendidikan pada jenjang-jenjang yang ada, dapat dilihat dalam tabel berikut.
 
{| class="wikitable"
|+ Jenjang pendidikan warga
|-
! No.!!Jenjang!!Jumlah siswa!!Fasilitas yang ada<br>di Negeri Lilibooi
|-
| 1 || PAUD || 35 || 1
|-
| 2 || TK || 35 || 1
|-
| 3 || SD || 409 || 2
|-
| 4 || SMP || 424 || 1
|-
| 5 || [[Sekolah Menengah Atas|SMA]] || 612 || -
|-
| 6 || Diploma (D3) || 46 || -
|-
| 7 || Sarjana (S1) || 58 || -
|-
| 8 || Magister (S2) || 4 || -
|}
 
=== Agama ===
Lilibooi adalah negeri Kristen. Penduduk asli negeri ini semuanya beragama [[Kristen Protestan]], yang dilayani oleh [[Gereja Protestan Maluku]] (GPM) sebagai gereja utama. GPM Jemaat Lilibooi termasuk ke dalam [[Wilayah pelayanan Gereja Protestan Maluku|Klasis Pulau Ambon Utara]]. Dengan jumlah jemaat mencapai 2.003 jiwa, Lilibooi menyumbang 6,51% total populasi jemaat di klasisnya.<ref>{{cite web |title=Sejarah KPAU |url=https://kpaugpm.org/sejarah-kpau/ |website=Klasis GPM Pulau Ambon Utara|access-date=8 Juni 2022}}</ref> Para pemuda Kristen di Lilibooi tergabung dalam Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku Daerah Pulau Ambon Utara (AMGPM Dapatra) cabang Gidion II. Cabang ini meliputi para pemuda dari jemaat di Lilibooi dan Allang. Awalnya bersama dengan pemuda jemaat Hatu, ketiganya masuk cabang Gidion, sebelum akhirnya cabang Gidion dibagi dua. Gidion I meliputi para pemuda di Negeri Hatu saja.<ref>{{cite web |title=Gidion II |url=https://www.amgpm-dapatra.com/cabang/gidion-2/ |website=AMGPM Daerah Pulau Ambon Utara |access-date=8 Juni 2022 |archive-date=2022-07-04 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220704130920/http://www.amgpm-dapatra.com/cabang/gidion-2/ |dead-url=yes }}</ref>
 
=== Matarumah ===
Terdapat 12 matarumah (fam atau marga) asli yang mendiami Negeri Lilibooi, enam di antaranya memiliki nenek moyang yang berasal dari luar wilayah Provinsi Maluku yang sekarang. Kedua belas matarumah tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.{{sfn|Kadek Wiweka, Titus Indrajaya, Suci Sandi Wachyuni, Putu Pramania Adnyana, Anastasia Enike Hanorsian|2019|pp=5}}
 
{|class="wikitable sortable"
! class="unsortable" scope="col"| Matarumah
! class="unsortable" scope="col" | Daerah asal
|-
! scope="row" | Hetharion
| Pulau Seram
|-
! scope="row" | Kakisina
| [[Pulau Madura]]
|-
! scope="row" | Makatita
| [[Jailolo, Halmahera Barat|Jailolo]], [[Pulau Halmahera]]
|-
! scope="row" | Marlissa
| Pulau Seram
|-
! scope="row" | Nussy
| Pulau Seram
|-
! scope="row" | Petta
| [[Titawaai, Nusalaut, Maluku Tengah|Titawaai]], [[Pulau Nusalaut]]
|-
! scope="row" | Simantunny
| [[Danau Toba]]
|-
! scope="row" | Talahatu
| Pulau Seram
|-
! scope="row" | Titalessy
| Titawaai, Pulau Nusalaut
|-
! scope="row" | Titarsole
| Jailolo, Pulau Halmahera
|-
! scope="row" | Tuhumena
| Jailolo, Pulau Halmahera
|-
! scope="row" | Tulaseket
| Jailolo, Pulau Halmahera
|-
|}
 
== Adat dan budaya ==
Salah satu bangunan yang sakral bagi setiap negeri di Maluku adalah [[baileo]] atau baileu. Baileu Negeri Lilibooi bernama ''Samasuru Pessiliasiwa'', dalam catatan Jansen tertulis sebagai ''Sama Soeloe Pessi Lia Siwa''.{{sfn|H. J. Jansen|1939|pp=328}} Jansen juga mencatat bahwa di Lilibooi tahun 1930an, seorang suami yang istrinya sedang hamil dilarang bercukur. Ketika istri mau melahirkan, suami harus mengeluarkan semua peralatan memancing dari rumah untuk mencegah terjadinya ''selawar'' atau bala.{{sfn|H. J. Jansen|1939|pp=328}}
 
== Hubungan sosial ==
Negeri Lilibooi terikat hubungan [[pela]] dengan empat negeri, yaitu [[Ihamahu, Saparua Timur, Maluku Tengah|Ihamahu]] dan [[Haria, Saparua, Maluku Tengah|Haria]] di [[Pulau Saparua]]; [[Abubu, Nusalaut, Maluku Tengah|Abubu]] di [[Pulau Nusalaut]]; dan [[Seilale, Nusaniwe, Ambon|Seilale]] di Jazirah Leitimur, [[Pulau Ambon]].<ref>{{cite web|title=Pela's Lilibooi |url=https://www.lilibooi.nl/pelas-lilibooi/ |website=Kumpulan Negeri Lilibooi di Belanda *LILIPOYA KAINAMAN* |access-date=7 Juni 2022}}</ref> Pela yang mengikat antara Lilibooi dengan masing-masing tiga negeri yang pertama (Ihamahu, Haria, dan Abubu) disebut-sebut berkaitan semangat mendukung Perang Pattimura 1817.{{sfn|Abdul Kadir M.|2007|pp=65}} Namun, dalam tulisannya, Hehanussa justru menyatakan bahwa pela Lilibooi dengan Abubu adalah sebagai upaya mediasi karena selama Perang Pattimura, keduanya berada di kubu yang berbeda. Lilibooi mendukung Belanda, sementara Abubu di pihak [[Pattimura]].{{sfn|Jozef Hehanussa|2009|pp=6}} Jenis pasti pela antara Lilibooi dengan negeri-negeri yang sudah disebut di atas tidak diketahui dengan jelas. Namun, satu sumber menyebutkan bahwa Lilibooi dan Haria terikat pela ''kepeng'' (uang), sementara dengan Abubu, keduanya berpela ''tampa siri''.{{sfn|Kadek Wiweka, Titus Indrajaya, Suci Sandi Wachyuni, Putu Pramania Adnyana, Anastasia Enike Hanorsian|2019|pp=6}}
 
Menurut Atlas Maluku, selain dengan empat negeri yang sudah disebutkan sebelumnya, Lilibooi juga terikat pela dengan [[Ureng, Leihitu, Maluku Tengah|Ureng]],{{sfn|Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional|2000|pp=106}} [[Allang, Leihitu Barat, Maluku Tengah|Allang]], dan [[Hitumessing, Leihitu, Maluku Tengah|Hitumessing]], yang semuanya berada di Pulau Ambon.<ref>{{cite web |title=Lilibooi is pela met |url=https://www.atlas-maluku.nl/?regio=2430&eiland=17&kampong=465 |website=Atlas Maluku |access-date=7 Juni 2022}}</ref> Ada pula sumber yang menyebutkan bahwa Lilibooi tidak terikat pela dengan Ureng, melainkan hubungan keduanya adalah ''gandong'' atau sedarah (sekandung).{{sfn|Kadek Wiweka, Titus Indrajaya, Suci Sandi Wachyuni, Putu Pramania Adnyana, Anastasia Enike Hanorsian|2019|pp=6}}
 
Salah satu tulisan yang dirangkum oleh Rudi Sabandar dari wawancaranya dengan orang-orang Maluku di Belanda menunjukkan bahwa pela yang terjadi antara Lilibooi dengan Ihamahu dan Haria sebenarnya adalah pela antarmatarumah atau fam (marga). Disebutkan bahwa matarumah Titarsole dari Lilibooi berpela dengan matarumah Haulussy, Tahamata, dan Nendissa dari Ihamahu. Matarumah yang sama berpela dengan matarumah Manuhutu dan Tamaela dari Haria.<ref>{{cite web |author=Rudi Sabandar |title=Bondgenootschappen van de Families in Huizen (Pela en bongso) |url=https://vdocuments.net/pela-en-bongso-lilipory-hutumuri-ambon-pela-sirisore-serani-en-tamilouw-saparua.html |date=20 April 2018 |access-date=7 Juni 2022}}</ref>
 
Elifas Tomix Maspaitella dalam tulisannya di potretmaluku.id berpendapat bahwa antara matarumah Tuhumena di Lilibooi (Leihitu) dengan Tuhumury di Kampung Seri, Negeri Urimessing (Leitimor) bisa jadi ada kesepakatan kuno di antara para datuk yang menurunkan kedua matarumah.<ref name="Maspaitella"/> Hal ini dikarenakan kedua matarumah masing-masing menggunakan kata ''mena'' yang artinya di depan dan ''muri'' yang artinya di belakang. ''Mena muria'' sendiri adalah salah satu slogan yang cukup terkenal di kalangan orang Maluku bagian tengah. Slogan ini kemungkinan berasal dari masa perluasan wilayah dan peperangan antarkelompok, sehingga orang-orang yang beraliansi membagi penjagaan menjadi bagian depan dan bagian belakang guna memperkuat pertahanan.<ref name="Maspaitella">{{cite news |last1=Maspaitella |first1=Elifas Tomix |title=Mena Muria sebagai Semantik Kebudayaan |url=https://potretmaluku.id/mena-muria-sebagai-semantik-kebudayaan/ |work=potretmaluku.id |date=21 April 2021 |access-date=8 Juni 2022}}</ref>
 
== Perekonomian ==
Pertanian dan perkebunan adalah soko guru kehidupan masyarakat Lilibooi. Salah satu tanaman yang menjadi andalan penghasilan masyarakat adalah [[pala]]. Luas lahan penanaman pala di negeri ini mencapai 55 hektare, dengan produksi sekitar 20 ton per satu kali panen.{{sfn|Sisilya Leunupun, Martha Turukay, Maisie T.F. Tuhumury|2020|pp=94}} Masyarakat Lilibooi menjual biji pala dan [[fuli]], sementara daging pala yang mencakup 80% total satu buah pala tidak diolah sama sekali.{{sfn|Sophia Grace Sipahelut, John Alfred Patty|2020|pp=12}} Sipahelut dan Patty menyebutkan bahwa potensi pertanian dan perkebunan di Lilibooi termasuk besar. Negeri ini memiliki 302 hektare lahan potensial bagi perkebunan pala dan [[cengkih]], lima hektare lahan tanaman pangan, dan 28 hektare untuk sayur-sayuran (holtikultura).{{sfn|Sophia Grace Sipahelut, John Alfred Patty|2020|pp=12}}
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== Daftar Pustaka ==
=== Buku ===
* {{cite book
|author= Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
|editor= Lembaga Pendidikan Kemasyarakatan dan Budaya Universitas Indonesia
|date= 2000
|title= Lembaga Budaya Pela dan Gandong di Maluku: Latar Sejarah, Peranan dan Fungsinya
|url= http://repositori.kemdikbud.go.id/14297/1/Lembaga%20budaya%20pela%20dan%20gandong%20di%20maluku%20latar%20sejarah%20peranan%20dan%20fungsinya.pdf
|location= Jakarta
|publisher= Proyek Pengembangan Media, Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan Nasional RI
|page= 106
|ref= harv
}}
* {{cite book
|author= Muhammad Farid
|date= Oktober 2016
|title= Kekerasan, Perang, Jihad: Diskursus tentang Kekerasan, Perang dan Jihad dalam Konteks Peristiwa Ambon tahun 1999
|url= https://www.researchgate.net/publication/335369034_KEKERASAN_PERANG_JIHAD_Diskursus_tentang_Kekerasan_Perang_dan_Jihad_dalam_Konteks_Peristiwa_Ambon_tahun_1999
|location= Malang
|publisher= Penerbit Misykat Indonesia
|page= 16, 18
|isbn= 9789791122627
|ref= harv
}}
 
=== Jurnal ===
* {{cite journal
| author = Abdul Kadir M.
| date = Desember 2007
| title = Pela Gandong sebagai Basis Pembinaan Kerukunan Umat Beragama di Kota Ambon
| url = http://jurnalalqalam.or.id/index.php/Alqalam/article/download/564/410
| journal = Jurnal '-Al-Qalam"
| issue = 20
| pages = 65
| access-date = 7 Juni 2022
| ref = harv
}}
* {{cite journal
| author1 = Daya Negri Wijaya
| author2 = Deny Yudo Wahyudi
| author3 = Siti Zainatul Umaroh
| author4 = Ninie Susanti
| author5 = Rendy Aditya Putra Ertrisia
| date = 2021
| title = Toponimi Desa-Desa di Nusa Ambon: Kajian Sejarah dan Arkeologi
| url = https://docplayer.info/215335908-The-toponymy-of-the-villages-in-ambon-island-a-historical-and-archaeological-study.html
| journal = Berkala Arkeologi
| volume = 41
| issue = 1
| pages = 94
| ISSN = 0216-1419
| doi = 10.30883/jba.v41i1.600
| access-date = 8 Juni 2022
| ref = harv
}}
* {{cite journal
| author = H. J. Jansen
| date = 1939
| title = Ethnographische Bijzonderheden van Eneke Ambonsche Negorijen (± 1930)
| url = http://www.jstor.org/stable/20770446
| journal = Bijdragen Tot de Taal-, Land- En Volkenkunde van Nederlandsch-Indië
| volume = 98
| issue = 3
| pages = 325-368
| access-date = 7 Juni 2022
| ref = harv
}}
* {{cite journal
| author = Jozef Hehanussa
| date = 2009
| title = Pela dan Gandong: Sebuah Model untuk Kehidupan Bersama dalam Konteks Pluralisme Agama di Maluku
| url = https://journal-theo.ukdw.ac.id/index.php/gema/article/download/40/35
| journal =
| issue =
| pages =
| access-date = 7 Juni 2022
| ref = harv
}}
* {{cite journal
| author1 = Kadek Wiweka
| author2 = Titus Indrajaya
| author3 = Suci Sandi Wachyuni
| author4 = Putu Pramania Adnyana
| author5 = Anastasia Enike Hanorsian
| date = Desember 2020
| title = Opportunities and Challenges for the Development of Sustainable Tourism Attraction at Batu Kapal Beach, Central Maluku Lilibooi Village
| url = https://www.academia.edu/39589223/Opportunities_and_Challenges_for_the_Development_of_Sustainable_Tourism_Attraction_at_Batu_Kapal_Beach_Central_Maluku_Lilibooi_Village
| journal = Advance in Research
| volume = 19
| issue = 3
| pages = 1-14
| ISSN = 2348-0394
| access-date = 8 Juni 2022
| ref = harv
}}
* {{cite journal
| author1 = Sisilya Leunupun
| author2 = Martha Turukay
| author3 = Maisie T.F. Tuhumury
| date = Desember 2020
| title = Strategi Pengembangan Pala di Kabupaten Maluku Tengah (Studi Kasus di Negeri Seith, Lilibooi, dan Hatu)
| url = https://ejurnalunsam.id/index.php/jagris/article/view/2984/2165
| journal = Jurnal Penelitian Agrisamudra
| volume = 7
| issue = 2
| pages = 92-102
| ISSN = 2337-9782
| access-date = 7 Juni 2022
| ref = harv
}}
* {{cite journal
| author1 = Sophia Grace Sipahelut
| author2 = John Alfred Patty
| date = Mei 2020
| title = Pengolahan Limbah Daging Buah Pala di Desa Lilibooi, Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah
| url = https://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/mitra/article/view/889/629
| publisher = Lemabga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat - Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
| journal = MITRA: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat
| volume = 4
| issue = 1
| pages = 11-19
| ISSN = 2337-9782
| access-date = 7 Juni 2022
| ref = harv
}}
 
{{Leihitu Barat, Maluku Tengah}}
{{Authority control}}
{{negeri-stub}}
[[Kategori:Negeri di Maluku Tengah]]