Hadanah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
Kim Nansa (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 2 pranala ditambahkan.
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Disarankan: tambahkan pranala
 
(3 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Yatimorphan|Oktober 2022}}
'''Hadanah''' adalah upaya memberikan perlindungan serta pemeliharaan kepada [[anak]] yang masih kecil hingga ia mencapai [[Umur manusia|usia]] [[dewasa]]. Kewajiban memberikan hadanah berlaku untuk anak-anak yang belum mampu menjalani [[kehidupan]] secara mandiri. Bentuk pemeliharaan yang diberikan dalam hadanah ialah pemeliharaan secara [[Tubuh manusia|fisik]], [[akal]] dan [[agama]].{{Sfn|Al-Jaza'iri|2020|p=811}}
 
Baris 6:
 
== Pelaksana ==
Kewajiban hadanah dibebankan kepada kedua orang tua dari anak yang masih kecil. Jika anak tersebut memiliki orang tua yang keduanya telah meninggal, maka kewajiban ini dialihkan kepada kerabat yang memiliki hubungan kekerabatan yang terdekat. Jika anak tersebut sebatang kara dan tidak memiliki kerabat sama sekali, maka kewajiban hadanah dibebankan kepada seorang muslim ataupun [[pemerintah]].{{Sfn|Al-Jaza'iri|2020|p=811}}
 
== Penerima hak ==
Hak untuk memberikan hadanah kepada seorang anak yang paling utama adalah ibu dari anak tersebut. Pemberlakuan hak ini terjadi ketika suami dan istri melakukan perceraian akibat [[talak]]. Ibu dari anak tersebut juga memperoleh hak ini jika suaminya meninggal. Syarat pemberian hak ini ialah ibu dari anak tersebut tidak mengadakan pernikahan yang baru. Ketentuan ini didasarkan kepada salah satu [[Hadis|hadits]] yang menyebutkan bahwa seorang ibu lebih berhak atas anaknya selama tidak melakukan pernikahan kembali.{{Sfn|Al-Jaza'iri|2020|p=811-812}}
 
Jika anak tersebut tidak memiliki [[ibu]], maka hak untuk memberikan hadanah diberikan kepada nenek dari jalur keluarga ibunya. Pemberian hak ini didasari bahwa [[nenek]] dari jalur ibu sama dengan ibu anak itu. Jika anak tersebut tidak mempunyai nenek, maka hak dialihkan ke [[bibi]] dari anak tersebut dari jalur keluarga ibunya. Dasar yang sama berlaku untuk hak ini yaitu bahwa bibi dari jalur ibu sama dengan ibu dari anak itu. Ketentuan ini didasarkan kepada salah satu hadits yang menyatakan bahwa bibi dari jalur ibu memiliki kedudukan yang sama dengan ibu dari anak tersebut. Hak hadanah ini kemudian beralih lagi jika bibi dari jalur ibu tidak ada. Pengalihan hak ini secara berurutan yaitu ke nenek dari jalur bapak, saudara perempuan dari jalur bapak, bibi dari jalur bapak dan anak perempuan dari saudara laki-lakinya. Jika seluruh penerima hak tersebut tidak ada, maka hak dilaihkan ke bapaknya dan jalur kekerabatan bapaknya.{{Sfn|Al-Jaza'iri|2020|p=812}}
 
== Pembatalan hak ==
Hak hadanah dibatalkan dari ibunya ketika ibu dari anak tersebut melakukan [[pernikahan]] kembali. Pernikahan ini dilakukan dengan orang lain yang bukan kerabat dari anak tersebut. Hak ibu dari anaknya menjadi hilang dan digantikan oleh kerabatnya. Ini berdasarkan kepada salah satu hadits yang menyatakan bahwa hak ibu atas anaknya berlaku selama ia belum mengadakan pernikahan baru. Jika ia telah menikah lagi, maka hak ini pun hilang. Pembatalan hak ibu untuk melakukan hadanah terhadap anaknya juga berlaku pada beberapa kondisi, yaitu mengalami [[Gila|kegilaan]] atau menderita [[penyakit menular]]. Pembatalan hak juga berlaku bagi para wanita yang mempunyai hak tetapi belum dewasa, belum mampu memberikan perlindungan kepada anak, atau kafir. Pengguguran hak hadanah bagi wanita yang belum dewasa dikarenakan belum adanya kemampuan untuk menjaga fisik, akal dan agama dari anak. Sedangkan kekafiran dianggap sebagai penggugur hak hadanah karena adanya kekhawatiran terhadap kerusakan [[Akidah Islam|akidah]] dari anak tersebut.{{Sfn|Al-Jaza'iri|2020|p=813}}
 
== Hak anak ==
Anak memiliki hak dalam memilik orang yang akan menerima hadanah darinya ketika ia telah memahami pilihan tersebut. Dalam kasus perceraian, anak dapat memilik tinggal bersama ibunya atau tinggal bersama bapaknya. Ketentuan ini diperoleh dari hadits yang diriwayatkan oleh [[Imam Ibnu Majah|Ibnu Majah]] dan [[Muhammad bin Isa at-Tirmidzi]]. Dalam hadits ini, anak diberikan pilihan untuk tinggal bersama ibu atau bapaknya jika ia telah memahami kondisinya.<ref>{{Cite book|last=Jamaluddin, dan Amalia, N.|date=2016|url=https://repository.unimal.ac.id/1149/1/Buku%20Ajar%20HUKUM%20PERKAWINAN.pdf|title=Buku Ajar Hukum Perkawinan|location=Lhokseumawe|publisher=Unimal Press|isbn=978-602-1373-44-6|editor-last=Faisal|pages=74|url-status=live|access-date=2022-01-23|archive-date=2018-08-26|archive-url=https://web.archive.org/web/20180826235352/http://repository.unimal.ac.id/1149/1/Buku%20Ajar%20HUKUM%20PERKAWINAN.pdf|dead-url=no}}</ref>
 
== Referensi ==
 
=== Catatan kaki ===
{{Reflist|2}}
<references />
 
=== Daftar pustaka ===