Airlangga: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rakehino (bicara | kontrib)
→‎Asal usul: perbaikan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
 
(16 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{redirect|Erlangga|penerbit|Erlangga (penerbit)|museum|Museum Airlangga|universitas|Universitas Airlangga}}{{infobox royalty
|name = Airlangga
|image = Airlangga.jpg
[[File:Airlangga.jpg|jmpl|180px|caption = Arca perwujudan Airlangga sebagai ''[[Wisnu|dewaDewa Wisnu]]'' mengendarai [[Garuda]]. Koleksi Museum [[Trowulan]], [[Jawa Timur]].]]
|title = Sri Maharaja Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa
|birth_date = 1000990
|birth_place = [[Pulau Bali]]
|death_date = 1049
|death_place = [[Candi Belahan]]
|place of burial = [[Petirtaan Belahan]], [[Pasuruan]], [[Jawa Timur]]
|royal house = [[Wangsa Isyana]]<br>[[Wangsa Warmadewa]]
|issue = *[[Sanggramawijaya Tunggadewi]]
*[[Sri Samarawijaya]]
Baris 21:
|religion = [[Waisnawa|Hindu Waisnawa]]
}}
'''Airlangga''' ([[Bali]], 1000990 – [[Petirtaan Belahan]], 1049) sering ditulis dengan '''Erlangga''' adalah pendiri kerajaan [[Kerajaan Kahuripan|Medang- Kahuripan]], [[Panjalu]] dan [[Janggala]] di [[Jawa Timur]] yang memerintah pada sekitar tahun ([[1019]]-[[1043]]). Airlangga naik takhta dengan gelarbergelar ''abhiseka'' (anumerta) sebagai '''Sri Maharaja Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa'''.
 
Airlangga menyatukan kembali bekas [[kerajaan Medang]] setelah jatuh di bawah serangan ''[[Haji (gelar)|Haji Wurawari]]'' dari Lwaram. Ia kemudian memerintahkan [[Mpu Kanwa]] untuk menggubah [[kakawin Arjunawiwaha]] yang menggambarkan keberhasilannya di dalam medan peperangan,. padaPada akhir masa pemerintahannya Airlangga membagi kerajaannya tersebut menjadi dua untuk kedua putranya yaitu [[kerajaan Panjalu]] dan [[kerajaan Janggala]].
 
== Asal -usul ==
 
Hingga saat ini nama raja Airlangga masih dikenang di dalam ingatan masyarakat [[suku Jawa|Jawa]] dan di berbagai cerita rakyat juga [[literatur]], serta sering diabadikan namanya di berbagai tempat di [[Indonesia]]. Airlangga bermakna ''"air yang melompat"'', dikisahkan Airlangga berhasil lolos dari peristiwa '''''Mahapralaya''''' atau ("bencana besar") yang dianggap bagai air bah. Sehingga Airlangga juga adalah julukan bermakna sebagai ''air yang melompat''. Ia lahir tahun [[1000990]]. Ayahnya bernama [[Udayana]], raja [[kerajaan Bedahulu]] dari [[wangsa Warmadewa]]. Ibunya bernama [[Mahendradatta]], seorang putri [[wangsa Isyana]] dari [[kerajaan Medang]]. Waktu itu Medang menjadi kerajaan yang cukup kuat, bahkan mengadakan penaklukan ke [[Bali]], mendirikan koloni di [[Kalimantan Barat]], serta mengadakan serangan ke [[Sriwijaya]].
 
Airlangga memiliki dua orang adik, yaitu [[Marakata Pangkaja]] (menjadi raja Bali sepeninggal ayah mereka) dan [[Anak Wungsu]] (naik takhta sepeninggal Marakata). Dalam berbagai prasasti yang dikeluarkannya, Airlangga mengakui sebagai keturunan dari raja [[Mpu Sindok]] dari wangsa Isyana yang memindahkan pusat kekuasaan Kerajaan Medang dari ''bhumi Mataram'' di [[Jawa Tengah]] ke [[Jawa Timur]], atau lazim disebut dengan Medang periode Jawa Timur.
Baris 34:
Airlangga menikah dengan putri pamannya yaitu [[Dharmawangsa Teguh]] (saudara ibunya [[Mahendradatta]]) di Wwatan, ibu kota [[Kerajaan Medang]] (sekarang sekitar [[Maospati, Maospati, Magetan|Maospati, Magetan]], Jawa Timur). Ketika pesta pernikahan sedang berlangsung, tiba-tiba kota Wwatan diserbu '''Raja Wurawari''' yang berasal dari Lwaram (diperkirakan sekarang adalah sekitar [[Ngloram, Cepu, Blora]]), yang merupakan sekutu dari [[Kerajaan Sriwijaya]] yang mendapat dukungan kuat dari [[wangsa Syailendra]] untuk memberontak. Kejadian tersebut tercatat dalam [[prasasti Pucangan]] (atau ''Calcutta Stone''). Yang dianggap sebagai bencana ''Mahapralaya'' layaknya air bah yang mematikan, pembacaan [[Johan Hendrik Caspar Kern|Kern]] atas prasasti tersebut yang juga dikuatkan oleh [[Johannes Gijsbertus de Casparis|de Casparis]], menyebutkan bahwa penyerangan tersebut terjadi tahun 938 [[Saka]], atau sekitar 1016 M.<ref>de Casparis, J.G., ''[https://iias.asia/iiasn/18/regions/se8.html Airlangga, The Threshold of the Second Millennium]'', IIAS Newsletter Online, No. 18. Diakses 8 Juli 2008 (alamat baru diakses 3 Des 2013).</ref>
 
Dalam serangan itu, [[Dharmawangsa Teguh]] dan seluruh kerabat raja tewas, istana Wwatan turut dibakar, sedangkan Airlangga yang merupakan menantu sekaligus keponakannya beserta putri Dharmawangsa berhasil lolos dari maut ke hutan pegunungan (''Vana giri'') [[Wonogiri]] ditemani pembantunya yang bernama [[Mpu Narotama]]. Saat itu ia berusia 1626 tahun, dan mulai menjalani hidup sebagai pertapa. Salah satu bukti petilasan Airlangga sewaktu dalam pelarian dapat dijumpai di Sendang Made, [[Kudu, Jombang]], Jawa Timur.
 
== Pendirian kerajaan ==
Pada saat pelarian dan dalam masa persembunyiannya dengan kalangan pertapa, setelah melewati tiga tahun hidup di dalam hutan pada tahun 1019, Airlangga didatangi utusan rakyat beserta [[senopati]] yang masih setia, menyampaikan permintaan agar dirinya mendirikan dan membangkitkan kembali sisa-sisa kejayaan [[Mataram Kuno|Medang]]. Atas dukungan dari para pendeta dari ketiga Aliran ''([[Hindu]]'', ''[[Buddha]]'', dan ''[[Brahmana|Mahabrahmana]]'') ia kemudian membangun kembali sisa-sisa kerajaan Medang yang istananya telah hancur tersebut. Yang lazim dikenal sekarang dengan kerajaan '''Medang Koripan''' atau '''Medang Kahuripan''' dengan ibukota baru yang bernama Watan Mas.
 
{{Quote box|quote= 15. Kemudian dalam tahun penting yaitu 941 tahun saka, tanggal 13 paro terang, bulan magha, pada hari kamis menghadaplah para abdi dan para Brahmana terpandang kepada raja di raja Erlangga, menunduk hormat disertai harapan tulus. Mereka dengan penuh ketulusan mengajukan permohonan kepadanya:“perintahlah negara ini sampai batas-batas yang paling jauh ! ...”|source= (''Prasasti Pucangan'') |width=30%|}} Mengingat kota Wwatan sudah hancur, Airlangga pun membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di lereng [[Gunung Penanggungan]].<ref>Nama kota ini tercatat dalam prasasti Cane (1021).</ref> Nama ini masih dipakai sebagai nama suatu desa (Desa [[Wotanmas Jedong, Ngoro, Mojokerto|Wotan Mas Jedong]]) di Kecamatan [[Ngoro, Mojokerto|Ngoro]], [[Kabupaten Mojokerto]]. Ketika Airlangga naik tahtatakhta, wilayah kerajaannya hanya meliputi daerah [[Mojokerto]], [[Sidoarjo]] dan [[Pasuruan]] saja, karena sepeninggal raja Dharmawangsa Teguh, banyak daerah bawahan yang melepaskan diri.
 
Pada tahun 1025, [[Kedatuan Sriwijaya]] di [[Sumatra]] yang merupakan musuh besar dari [[wangsa Isyana]] dikalahkan oleh [[Rajendra Chola|Rajendra Coladewa]] raja dari Colamandala [[Kerajaan Chola]], [[India]]. Hal ini menjadi sebuah kesempatan dan membuat Airlangga lebih leluasa dalam mempersiapkan diri untuk menaklukkan Pulau Jawa.
Baris 51 ⟶ 52:
Pada tahun 1031 (953 Saka) putra Panuda, raja Lewa, mencoba membalas dendam namun dapat dikalahkan oleh Airlangga. Ibu kota Lewa dihancurkan pula.
 
Pada tahun 1031, seorang raja wanita dari daerah Lodoyong (sekarang daerah [[Tulungagung]]), bernama ''Ratu Dyah Tulodong'' berhasil mengalahkan kekuatan pasukan Airlangga, bahkan menghancurkan pusat kekuasaan di istana Watan Mas dan memaksa Airlangga untuk melarikan diri ke Desa Patakan, [[Sambeng, Lamongan]] ditemani abdinya ''Mapanji Tumanggala'', peristiwa ini diceritakan dalam [[prasasti Terep]] (1032). Airlangga kemudian menyusun kekuatan kembali dengan mendirikan ibukotaibu kota dan istana baru bernama [[Kahuripan]] (di daerah [[Sidoarjo]] sekarang). Nama Kahuripan inilah yang kemudian lazim dipakai sebagai nama kerajaan yang dipimpin Airlangga dan dikenal sekarang dengan kerajaan '''Medang Koripan''' atau '''Medang Kahuripan'''.
 
Satu tahun kemudian, pada tahun 1032 (954 Saka) Ratu Lodoyong yang menghancurkan istana Watan Mas akhirnya dapat dikalahkan. Kemudian, pada penghujung tahun 1032 Airlangga bersama [[Mpu Narotama]] lalu mengalahkan ''Raja Wurawari'' dan membalaskan dendam keluarga [[wangsa Isyana]].
 
Terakhir, tahun 1035 (957 Saka) Airlangga menumpas pemberontakan Wijayawarmma, raja daerah Wengker yang pernah ditaklukannya duludahulu pada tahun 1029. Wijayawarmma melarikan diri dari Kota Tapa namun kemudian mati dibunuh rakyatnya sendiri, peristiwa ini ditulis pada [[prasasti Kamalagyan]] (1037).
 
== Masa pemerintahan ==
Kerajaan dengan pusatnya di Kahuripan ini wilayahnya membentang dari [[Kabupaten Pasuruan|Pasuruan]] di timur hingga [[Kabupaten Madiun|Madiun]] di barat. Pantai utara Jawa, terutama [[Surabaya]] dan [[Tuban]], menjadi pusat perdagangan yang penting untuk pertama kalinya. Airlangga naik tahtatakhta dengan gelar abhiseka (wisuda) ''Çri Mahãrãja Rakai Halu Çri Lokeçwara Dharmmawamça Airlangga Anãntawikramottunggadewa''. Setelah keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan pembangunan-pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti peninggalannya antara lain.
* Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036.
* Membangun [[bendungan|bendungan Waringin Sapta]] tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman.
Baris 71 ⟶ 72:
 
== Pembagian kerajaan ==
Di dalam [[Kakawin]] [[Nagarakretagama]] yang ditulis oleh [[Empu Prapañca|Mpu Prapañca]], seorang [[pujangga]] dan bekas pembesar urusan [[Buddhisme|agama Buddha]] di istana [[Majapahit]]. Menyebutkan Airlangga yang telah berpindah ibu kota dan memerintah dari [[Daha]] di wilayah [[Panjalu]] serta menyinggung tentang peristiwa pembelahan kerajaan.<ref>http://www.spaetmittelalter.uni-hamburg.de/java-history/JavaNK/Java1365.Nagara-Kertagama.Canto.63-69.html</ref>
 
:<blockquote>... 1. Nahan tatwanikaɳ kamal/ widita deniɳ sampradaya sthiti, mwaɳ çri pañjalunatha riɳ daha te- (122a) wekniɳ yawabhumy/ apalih, çri airlanghya sirandani ryyasihiran/ panak/ ri saɳ rwa prabhu, ...</blockquote>
 
:<blockquote>... 1. Demikian sejarah Kamal menurut tutur yang dipercaya, Dan Sri Nata Panjalu di Daha, waktu bumi Jawa dibelah, Karena cinta raja Airlangga kepada dua puteranya, ...<br>— (''Kakawin Nagarakretagama'', ''Pupuh 68'').</blockquote>
Pada tahun 1042, Airlangga membagi dua wilayah kerajaannya. Pendeta [[Mpu Bharada]] ditugasi menetapkan perbatasan antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini tercatat dalam ''[[Nagarakretagama]]'', [[Serat Calon Arang]], [[prasasti Wurare]] dan [[Prasasti Turun Hyang|prasasti Turun Hyang II]]. Maka berdiri dan terciptalah dua kerajaan baru. Kerajaan barat di wilayah [[kerajaan Kadiri|Panjalu]] berpusat di ibu kota yang baru didirikan, yaitu [[Daha]], diberikan kepada [[Sri Samarawijaya]]. Sedangkan kerajaan timur di wilayah [[kerajaan Janggala|Janggala]] berpusat di ibu kota lama, yaitu [[Kahuripan]], diberikan kepada [[Mapanji Garasakan]].
 
Dalam [[prasasti Pamwatan]], yang bertanggal 20 November 1042, Airlangga masih bergelar sebagai Maharaja, sedangkan dalam [[prasasti Gandhakuti]], 24 November 1042, ia sudah bergelar ''Resi Aji Paduka Mpungku''. Dengan demikian, peristiwa pembagian kerajaan diperkirakan terjadi di antara kedua tanggal tersebut. Kemudian pada tahun 1042 pula, Airlangga turun takhta menjadi pendeta. Menurut ''Serat Calon Arang'' ia kemudian bergelar ''Resi Erlangga Jatiningrat'', sedangkan menurut ''[[Babad Tanah Jawi]]'' ia bergelar ''Resi Gentayu''. Namun yang paling dapat dipercaya adalah prasasti Gandhakuti (1042) yang menyebut gelar kependetaan prabu Airlangga adalah ''Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana''.
Pada tahun 1042, Airlangga membagi dua wilayah kerajaannya. Pendeta [[Mpu Bharada]] ditugasi menetapkan perbatasan antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini tercatat dalam ''[[Nagarakretagama]]'', [[Serat Calon Arang]], [[prasasti Wurare]] dan [[Prasasti Turun Hyang|prasasti Turun Hyang II]]. Maka berdiri dan terciptalah dua kerajaan baru. Kerajaan barat di wilayah [[kerajaan Kadiri|Panjalu]] berpusat di ibu kota yang baru didirikan, yaitu [[Daha]], diberikan kepada [[Sri Samarawijaya]]. Sedangkan kerajaan timur di wilayah [[kerajaan Janggala|Janggala]] berpusat di ibu kota lama, yaitu [[Kahuripan]], diberikan kepada [[Mapanji Garasakan]].
 
Berdasarkan cerita rakyat, putri mahkota Airlangga mengundurkan diri menjadi raja dan memilih hidup sebagai pertapa bernama [[Dewi Kili Suci]]. Nama asli putri tersebut dalam [[prasasti Cane]] (1021) sampai [[prasasti Pasar Legi]] (1043) adalah [[Sanggramawijaya Tunggadewi]]. Menurut ''Serat Calon Arang'', Airlangga kemudian bingung memilih pengganti karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Mengingat dirinya juga putra raja [[Bali]], maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Gurunya yang bernama Mpu Bharada berangkat ke Bali mengajukan niat tersebut namun mengalami kegagalan. Fakta sejarah menunjukkan [[Udayana]] digantikan putra keduanya yang bernama [[Marakata Pangkaja]] sebagai raja Bali, dan Marakata kemudian digantikan adik yang lain yaitu [[Anak Wungsu]].
Dalam [[prasasti Pamwatan]], 20 November 1042, Airlangga masih bergelar Maharaja, sedangkan dalam [[prasasti Gandhakuti]], 24 November 1042, ia sudah bergelar ''Resi Aji Paduka Mpungku''. Dengan demikian, peristiwa pembagian kerajaan diperkirakan terjadi di antara kedua tanggal tersebut. Kemudian pada tahun 1042 pula, Airlangga turun takhta menjadi pendeta. Menurut ''Serat Calon Arang'' ia kemudian bergelar ''Resi Erlangga Jatiningrat'', sedangkan menurut ''[[Babad Tanah Jawi]]'' ia bergelar ''Resi Gentayu''. Namun yang paling dapat dipercaya adalah prasasti Gandhakuti (1042) yang menyebut gelar kependetaan Airlangga adalah ''Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana''.
 
Menurut [[prasasti Pasar Legi]] (1043), baik Airlangga maupun Sanggramawijaya Tunggadewi masih aktif menjalankan pemerintahan. Mengikuti gelar kependetaan Airlangga yaitu ''Resi Aji'' yang juga berarti sebagai raja pendeta. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa Airlangga dan putrinya masih memegang kekuasaan tertinggi sekalipun hidupnya sudah terbagi dengan kegiatan non-duniawi.<ref name=":1">{{Cite book|last=Wignjosoebroto|first=Wiranto|url=https://books.google.com/books?id=kKpgEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA27&dq=medang+koripan&hl=en|title=MENCARI JEJAK KAHURIPAN; Kerajaan Hindu Tertua dan Terlama di Tanah Jawa|publisher=Penerbit K-Media|isbn=978-602-6287-19-9|language=id}}</ref>
Berdasarkan cerita rakyat, putri mahkota Airlangga mengundurkan diri menjadi raja dan memilih hidup sebagai pertapa bernama [[Dewi Kili Suci]]. Nama asli putri tersebut dalam [[prasasti Cane]] (1021) sampai [[prasasti Pasar Legi]] (1043) adalah [[Sanggramawijaya Tunggadewi]]. Menurut ''Serat Calon Arang'', Airlangga kemudian bingung memilih pengganti karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Mengingat dirinya juga putra raja [[Bali]], maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Gurunya yang bernama Mpu Bharada berangkat ke Bali mengajukan niat tersebut namun mengalami kegagalan. Fakta sejarah menunjukkan [[Udayana]] digantikan putra keduanya yang bernama [[Marakata Pangkaja]] sebagai raja Bali, dan Marakata kemudian digantikan adik yang lain yaitu [[Anak Wungsu]].
 
Menurut [[prasasti Pasar Legi]] (1043), baik Airlangga maupun Sanggramawijaya Tunggadewi masih aktif menjalankan pemerintahan. Mengikuti gelar kependetaan Airlangga yaitu ''Resi Aji'' yang juga berarti sebagai raja pendeta. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa Airlangga dan putrinya masih memegang kekuasaan tertinggi sekalipun hidupnya sudah terbagi dengan kegiatan non-duniawi.<ref name=":1">{{Cite book|last=Wignjosoebroto|first=Wiranto|url=https://books.google.com/books?id=kKpgEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA27&dq=medang+koripan&hl=en|title=MENCARI JEJAK KAHURIPAN; Kerajaan Hindu Tertua dan Terlama di Tanah Jawa|publisher=Penerbit K-Media|isbn=978-602-6287-19-9|language=id}}</ref>
 
== Akhir hayat ==
Baris 122 ⟶ 121:
{{kotak mulai}}
{{s-reg}}
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Medang (Kahuripan)|tahun=[[1019]] — [[10421043]]|pendahulu=[[Dharmawangsa Teguh]]|pengganti=[[Sri Samarawijaya]] dan [[Mapanji Garasakan]]}}
{{kotak selesai}}
 
== Referensi ==