Nurcholish Madjid: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Nein (bicara | kontrib)
k {{rapikan}}
Pineapplethen (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(192 revisi perantara oleh 85 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox person
{{rapikan}}
|name = {{PAGENAME}}
|image = Cak Nur.jpeg
|imagesize = 250px
|caption =
|birth_date = {{birth date|1939|3|17}}
|birth_place = [[Jombang]], [[Jawa Timur]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{death date and age|2005|8|29|1939|3|17}}
|death_place = [[Jakarta]], [[Indonesia]]
|occupation = {{hlist|[[Akademisi]]|[[cendekiawan]]|[[budayawan]]}}
|yearsactive = [[1965]]—[[2005]]
|spouse = Omie Komariah Madjid
|children = 2
|notable role =
|filmfareawards =
}}
{{wikiquote|Cak Nur}}
'''Prof. Dr. Nurcholish Madjid, M.A.''' ({{lahirmati|[[Mojotengah, Bareng, Jombang|Jombang]], [[Jawa Timur]]|17|3|1939|[[Jakarta]]|29|8|2005}}) atau populer dipanggil '''Cak Nur''', adalah seorang pemikir [[Islam]], cendekiawan, dan budayawan [[Indonesia]]. Pada masa mudanya sebagai aktivis & kemudian Ketua Umum [[Himpunan Mahasiswa Islam]] (HMI). Ia menjadi satu-satunya tokoh yang pernah menjabat sebagai ketua Umum HMI selama dua periode. Ide dan gagasannya tentang sekularisasi dan pluralisme pernah menimbulkan kontroversi dan mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat. Nurcholish pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Penasihat [[Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia]], dan sebagai Rektor [[Universitas Paramadina]], sampai dengan wafatnya pada tahun 2005.
 
== Riwayat Hidup ==
[[Gambar:Nurcholish Madjid.jpg|right|framed|Nurcholish Madjid (1939-2005)]]
=== Masa kecil dan pendidikan ===
'''Dr. Nurcholish Madjid''' (populer dipanggil '''[[Cak]] Nur'''; [[Jombang]], [[17 Maret]] [[1939]] – [[Jakarta]], [[29 Agustus]] [[2005]]) adalah seorang pemikir [[Islam]], cendekiawan, dan budayawan [[Indonesia]]. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga kiai terpandang di [[Mojoanyar]], [[Jombang]], [[Jawa Timur]]. Ayahnya, KH Abdul Madjid, dikenal sebagai pendukung [[Masyumi]]. Setelah melewati pendidikan di berbagai pesantren, termasuk [[Gontor]], [[Ponorogo]], menempuh studi kesarjanaan [[IAIN Jakarta]] ([[1961]]-[[1968]]), tokoh [[HMI]] ini menjalani studi doktoralnya di [[Universitas Chicago]], [[Amerika Serikat]] ([[1978]]-[[1984]]), dengan disertasi tentang filsafat dan kalam [[Ibnu Taimiyah]].
Ia lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga [[kiai]] terpandang di Dusun Mojoanyar, [[Mojotengah, Bareng, Jombang|Desa Mojotengah, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang]], [[Jawa Timur]].{{sfn|Kuntowijoyo, dkk.|2003|pp=18}} Ayahnya adalah KH. Abdul Madjid, dikenal sebagai pendukung [[Masyumi]];{{sfn|Kuntowijoyo, dkk.|2003|pp=173}} sedangkan ibunya bernama Fatonah, putri Kiai Abdullah Sadjad dari Kediri.{{sfn|Kuntowijoyo, dkk.|2003|pp=18}}{{sfn|Malik|Ibrahim|1998|pp=122}} Ia mempunyai tiga orang adik.{{sfn|Kuntowijoyo, dkk.|2003|pp=18}}
 
Setelah melewati pendidikan di berbagai pesantren, di antaranya [[Pondok Pesantren Darul 'Ulum (Rejoso)|Pesantren Darul Ulum Rejoso]] di Jombang dan [[Pondok Modern Darussalam Gontor|Pesantren Gontor]] di Ponorogo, Cak Nur menempuh studi kesarjanaan [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta|IAIN Jakarta]] ([[1961]]-[[1968]]) sekaligus aktif menjadi Ketua Umum di [[HMI]] & serta merumuskan Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI, yang kemudian menjadi buku pegangan ideologis HMI. Alasannya merumuskan NDP karena organisasi mahasiswa seperti [[CGMI|Central Gerakan Actie Mahasiswa]] (CGMI) yang beraliran komunis memiliki buku pegangan ideologis & [[Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia]] (GMNI) pun memiliki hal serupa. NDP ditulis olehnya tatkala ia sedang melanjutkan kuliahnya di Amerika Serikat ia saat itu berkesempatan untuk melakukan perjalanan keliling Timur Tengah, dari pengalamannya dalam melihat kondisi Islam secara global itulah yang membuatnya tergerak untuk menulis NDP yang kemudian hari jadi buku pegangan ideologis HMI dan membuatnya terpilih menjadi Ketua Umum untuk dua periode. Kemudian ia menjalani studi doktoral di [[Universitas Chicago]], [[Amerika Serikat]] ([[1978]]-[[1984]]),{{sfn|Kuntowijoyo, dkk.|2003|pp=18}} dengan disertasi tentang filsafat dan kalam [[Ibnu Taimiyah]].{{sfn|Kuntowijoyo, dkk.|2003|pp=173}}
Polemik mengenai pikiran Nurcholish Madjid sudah berlangsung sejak 1970-an ketika ia melontarkan gagasan tentang sekularisasi, yang kemudian dibantah oleh Prof Dr HM Rasjidi, mantan Menteri Agama RI yang pertama.
 
=== Ide pembaharuan Islam ===
Para penentang keras lainnya tercatat nama-nama: Endang Saefuddin Anshari, Abdul Qadir Djaelani, Hartono Ahmad Jaiz, Adian Husaini, Daud Rasyid, Abu Ridho dan Muhammad Yaqzhan, Hidayat Nur Wahid, Adnin Armas, Syamsuddin Arif, Hamid Fahmi Zarkasyi (tiga nama terakhir bukan langsung menghadapi Nurcholish namun mengkritrik pemahaman model Nurcholish) dan masih banyak nama lainnya.
 
Cak Nur dianggap sebagai salah satu tokoh pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Cak Nur dikenal dengan konsep pluralismenya yang mengakomodasi keberagaman/ke-bhinneka-an keyakinan di Indonesia. Menurut Cak Nur, keyakinan adalah hak primordial setiap manusia dan keyakinan meyakini keberadaan Tuhan adalah keyakinan yang mendasar. Cak Nur mendukung konsep kebebasan dalam beragama, namun bebas dalam konsep Cak Nur tersebut dimaksudkan sebagai kebebasan dalam menjalankan agama tertentu yang disertai dengan tanggung jawab penuh atas apa yang dipilih. Cak Nur meyakini bahwa manusia sebagai individu yang paripurna, ketika menghadap Tuhan di kehidupan yang akan datang akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, dan kebebasan dalam memilih adalah konsep yang logis.
Hidayat Nur Wahid, waktu awal-awal baru pulang dari Madinah tahun 1992, termasuk penentang Cak Nur, tapi belakangan ini tidak, bahkan ketika matinya Nurcholish Madjid, Senin 29 Agustus 2005, HNW yang jadi ketua MPR menyampaikan kata-kata yang banyak mengandung pujian lewat radio swasta di Jakarta.
 
Sebagai tokoh pembaruan dan cendekiawan Muslim Indonesia, seperti halnya K.H [[Abdurrahman Wahid]] (Gus Dur), Cak Nur sering mengutarakan gagasan-gagasan yang dianggap kontroversial terutama gagasan mengenai pembaruan Islam di Indonesia. Pemikirannya dianggap sebagai mendorong pluralisme dan keterbukaan mengenai ajaran Islam di Indonesia, terutama setelah berkiprah dalam [[Yayasan Paramadina]] dalam mengembangkan ajaran Islam.
Kritikan lewat pengajian-pengajian pun banyak, di antaranya dilakukan oleh KH Abdul Rasyid AS, KH Ahmad Kholil Ridwan, H Husen Umar, Abdul Hakim Abdad, Zainal Abidin dan mubaligh-muballigh Jakarta lainnya. Dari Bandung, ada KH Athian Ali Da’i, Heddy Muhammad, dan lain-lain.
 
=== Reformasi 1998 ===
Meskipun banyak musuhnya, Nurcholish Madjid juga ada pembela-pembelanya, bahkan pemujinya. Yang sangat memuji Nurcholish Madjid adalah tokoh Katolik, Romo Frans Magnis Suseno, yang menyarankan agar faham teologi inklusivisme Nurcholish Madjid diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan Inggris. Inklusivisme dimaksud adalah, agama saya (Islam) mungkin salah, agama orang lain mungkin betul, maka saling mengisi.
 
Namun, ia juga berjasa ketika bangsa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan pada tahun [[1998]]. Cak Nur sering diminta nasihat oleh [[Presiden]] [[Soeharto]] terutama dalam mengatasi gejolak pasca [[kerusuhan Mei 1998]] di [[Jakarta]] setelah Indonesia dilanda krisis hebat yang merupakan imbas [[krisis 1997]]. Atas saran Cak Nur, Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya untuk menghindari gejolak politik yang lebih parah. Ia juga menjadi salah satu pendiri [[Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan]], sebuah [[lembaga swadaya masyarakat]] yang berusaha mewujudkan tata pemerintahan yang baik di [[Indonesia]] secara berkelanjutan.<ref>http://www.kemitraan.or.id/main_ind/content3/21/25/26 {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120520072242/http://www.kemitraan.or.id/main_ind/content3/21/25/26 |date=2012-05-20 }} Para Pendiri</ref>
Ini sama dengan tidak meyakini kebenaran Islam secara mutlak, dan meragukan kebenaran mutlak Al-Qur’an.
[[File :Emha Ainun Nadjib, Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Yusril Ihza Mahendra.jpg|jmpl|Nurcholish Madjid bersama Abdurrahman Wahid, Emha Ainun Nadjib, dan Yusril Ihza Mahendra dalam diskusi tentang demokrasi Islam di Jakarta tahun 1998.]]
=== Kontroversi ===
 
Ide dan gagasan Cak Nur tentang [[sekularisasi]] dan [[pluralisme]] banyak diterima dengan baik di kalangan masyarakat Indonesia. Meskipun di sebagian kalangan masyarakat Islam yang menganut paham tekstualis literalis ([[tradisional]] dan [[konservatif]]) pada sumber ajaran Islam menganggap bahwa paham Cak Nur dan Paramadinanya telah menyimpang dari teks-teks [[Alquran]] dan [[As-sunnah]]. Gagasan Cak Nur yang paling kontroversial adalah saat dia mengungkapkan gagasan "''[[Islam Yes, Partai Islam No]]?''" yang ditanggapi dengan polemik berkepanjangan sejak dicetuskan tahun 1970-an.<ref>[http://www.jakartapress.com/www.php/news/id/10573/Islam-Yes-Partai-Islam-No-Tetap-Jadi-Polemik.jp "Islam Yes, Partai Islam No" Tetap Jadi Polemik] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20100126081904/http://www.jakartapress.com/www.php/news/id/10573/Islam-Yes-Partai-Islam-No-Tetap-Jadi-Polemik.jp |date=2010-01-26 }} - ''[[Jakarta Press]]'' [[Daring]], 22 Desember 2009. Diakses 22 April 2010.</ref>
Dawam Rahardjo juga membela sejadi-jadinya. Sehari setelah meninggalnya Nurcholish Madjid, tulisan Dawam di halaman depan harian Media Indonesia 30 Agustus 2005 terpampang judul SANG PEMBARU. Dawam menegaskan, “agar terjadi penyegaran pemikiran, Cak Nur mengusulkan dilakukannya liberalisasi dan sekulerisasi.” Juga menurut Dawam, lahir gagasan Nurcholish Madjid mengenai pluralisme agama. Dawam tidak malu-malu menjunjung Nurcholish Madjid dengan sekulerisasinya, liberalisasi, dan pluralisme agama yang diusung Nurcholish Madjid. Padahal itu semua telah diharamkan oleh Fatwa MUI dalam Munas ke-7 di Jakarta 26-29 Juli 2005, karena paham itu menurut Fatwa MUI bertentangan dengan Islam.
 
== Meninggal ==
Di antara pembela Nurcholish Madjid adalah Luthfi Assyaukanie yang bekerja di Paramadina Mulia yang rektornya adalah Nurchlish Madjid. Luthfi membela Nurcholish di antaranya kami kutipkan tulisannya sebagai berikut:
 
Cak Nur meninggal dunia pada [[29 Agustus]] [[2005]] akibat penyakit [[sirosis hati]] yang dideritanya. Ia dimakamkan di [[Taman Makam Pahlawan Kalibata]] meskipun merupakan warga sipil karena dianggap telah banyak berjasa kepada negara, sebagai penerima [[Bintang Mahaputera]].
Penyakit “mensetankan orang” juga menghinggapi sebagian kaum terpelajar Muslim di Indonesia, yang merasa terkejut dan tak aman karena berhadapan dengan dunia di sekelilingnya yang dianggap mengancam. Dalam sebuah artikel pendek, saya menemukan seorang pelajar Muslim (yang sebetulnya tidak bodoh, karena terbukti telah menggondol gelar PhD), yang membuat tulisan sangat provokatif, berjudul “Diabolisme Intelektual” (Intelektual Pemuja Iblis).
 
Dalam tulisan itu, ia mengerahkan seluruh energi amarahnya untuk mensetankan siapa saja yang dianggapnya sesat. Dengan memilih potongan-potongan ayat Al-Qur’an (yang pasti diseleksi dengan tidak jujur), dia menganggap para tokoh pembaru Islam seperti Nurcholish Madjid, sebagai setan dan iblis. Tak sampai di sini, dia juga mensetankan beberapa ulama besar Islam seperti Suhrawardi dan Hamzah Fansuri, karena dianggap sebagai orang-orang yang menyimpang dari ajaran Islam. (Demonisasi Oleh Luthfi Assyaukanie Editorial JIL, 20/06/2005).
 
Cendekiawan Iblis
 
Luthfi menulis seperti itu gara-gara ada tulisan yang menyoroti tentang adanya cendekiawan Iblis. Cuplikannya sebagai berikut:
 
Tidak sulit untuk mengidentifikasi cendekiawan bermental Iblis. Sebab, ciri-cirinya telah cukup diterangkan dalam al-Qur’an sebagai berikut.
Pertama, selalu membangkang dan membantah (6:121). Meskipun ia kenal, tahu dan faham, namun tidak akan pernah mau menerima kebenaran. Seperti ingkarnya Fir’aun berikut hulu-balangnya, zulman wa ‘uluwwan, meskipun dan padahal hati kecilnya mengakui dan meyakini (wa istayqanat-ha anfusuhum).
 
Maka selalu dicarinya argumen untuk menyanggah dan menolak kebenaran demi mempertahankan opininya. Sebab, yang penting baginya bukan kebenaran, akan tetapi pembenaran. Jadi, bukan karena ia tak tahu mana yang benar, tetapi karena ia memang tidak mau mengikuti dan tunduk pada kebenaran itu. Jadi jangan heran bila selalu saja ada cendekiawan yang meskipun nota bene Muslim, namun sifatnya seperti itu. Ideologi dan opini pemikirannya yang liar lebih ia pentingkan dan ia pertahankan ketimbang kebenaran dan aqidah Islamnya. Dalam tradisi keilmuan Islam, sikap membangkang semacam ini disebut juga al-‘inadiyyah (Lihat: Abu Hafs Najmuddin Umar ibn Muhammad an-Nasafi (w. 537 H/1142 M), al-‘Aqa’id, dalam Majmu, min Muhimmat al-Mutun, Kairo: al-Matba’ah al-Khayriyyah, 1306 H, hlm. 19).
 
Kedua, intelektual diabolik bersikap takabbur (sombong, angkuh, congkak, arrogans). Pengertian takabbur ini dijelaskan dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (no.147): “Sombong ialah menolak yang haq dan meremehkan orang lain (al-kibru batarul-haqq wa ghamtu n-nas)”. Akibatnya, orang yang mengikuti kebenaran sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an atau hadis Nabi SAW dianggapnya dogmatis, literalis, logosentris, fundamentalis, konservatif dan lain sebagainya.
 
Sebaliknya, orang yang berpikiran liberal, berpandangan relativistik dan skeptis, menghujat al-Qur’an maupun Hadis, meragukan dan menolak kebenarannya, justru disanjung sebagai intelektual kritis, reformis dan sebagainya, meskipun terbukti zindiq, heretik dan bermental Iblis. Mereka bermuka dua, menggunakan standar ganda (2:14). Mereka menganggap orang beriman itu bodoh, padahal merekalah yang bodoh dan dungu (sufaha’).
 
Intelektual semacam inilah yang diancam Allah dalam al-Qur’an (7:146): “Akan Aku palingkan mereka yang arogan tanpa kebenaran itu dari ayat-ayat-Ku. Sehingga, meskipun menyaksikan setiap ayat, tetap saja mereka tidak akan mempercayainya. Dan kalaupun melihat jalan kebenaran, mereka tidak akan mau menempuhnya. Namun jika melihat jalan kesesatan, mereka justru menelusurinya.”
 
Ciri yang ketiga ialah mengaburkan dan menyembunyikan kebenaran (talbis wa kitman al-haqq). Cendekiawan diabolik bukan tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Namun ia sengaja memutarbalikkan data dan fakta. Yang batil dipoles dan dikemas sedemikian rupa sehingga nampak seolah-olah haq.
 
Sebaliknya, yang haq digunting dan di-‘preteli’ sehingga kelihatan seperti batil. Ataupun dicampur-aduk dua-duanya sehingga tidak jelas lagi beda antara yang benar dan yang salah. Strategi semacam ini memang sangat efektif untuk membuat orang lain bingung dan terkecoh. Contohnya seperti yang dilakukan oleh para pengasong gagasan inklusivisme dan pluralisme agama. Mereka mengutip ayat-ayat al-Qur’an (2:62 dan 5:69) untuk menjustifikasi pemikiran liarnya, untuk mengatakan semua agama adalah sama, tanpa mempedulikan konteks siyaq, sibaq dan lihaq maupun tafsir bi l-ma’tsur dari ayat-ayat tersebut. Sama halnya yang dilakukan oleh para orientalis Barat dalam kajian mereka terhadap al-Qur’an dan Hadis. Mereka mempersoalkan dan membesar-besarkan perkara-perkara kecil, mengutak-atik yang sudah jelas dan tuntas, sambil mendistorsi dan memanipulasi (tahrif) sumber-sumber yang ada.
 
Hal ini tidak terlalu mengejutkan, mengingat kebanyakan mereka adalah Yahudi dan Nasrani yang karakternya telah dijelaskan dalam al-Qur’an 3:71, “Ya ahla l-kitab lima talbisuna l-haqq bi l-batil wa taktumu l-haqq wa antum ta’lamun?” Yang sangat mengherankan ialah ketika hal yang sama dilakukan oleh mereka yang zahirnya Muslim.
 
Karena watak dan peran yang dilakoninya itu, Iblis disebut juga Setan (syaytan), kemungkinan dari bahasa Ibrani ‘syatan’, yang artinya lawan atau musuh (Lihat: W. Gesenius, Lexicon Manuale Hebraicum et Chaldaicum in Veteris Testamenti Libros). Dalam al-Qur’an memang ditegaskan bahwa setan adalah musuh nyata manusia (12:5, 17:53 dan 35:6). Selain pembangkang (‘asiyy), setan berwatak jahat, liar, dan kurang ajar (marid dan marid). Untuk menggelincirkan (istazalla), menjerumuskan (yughwi) dan menyesatkan (yudillu) orang, setan juga memakai strategi. Caranya dengan menyusup dan mempengaruhi (yatakhabbat), merasuk dan merusak (yanzagh), menaklukkan (istahwa) dan menguasai (istah’wadza), menghalang-halangi (yasudd) dan menakut-nakuti (yukhawwif), merekomendasi (sawwala) dan menggiring (ta’uzz), menyeru (yad’u) dan menjebak (yaftin), menciptakan imej positif untuk kebatilan (zayyana lahum a’malahum), membisikkan hal-hal negatif ke dalam hati dan pikiran seseorang (yuwaswis), menjanjikan dan memberikan iming-iming (ya’iduhum wa yumannihim), memperdaya dengan tipu muslihat (dalla bi-ghurur), membuat orang lupa dan lalai (yunsi), menyulut konflik dan kebencian (yuqi’u l-‘adawah wa l-baghda’), menganjurkan perbuatan maksiat dan amoral (ya’mur bi l-fahsya’ wa l-munkar) serta menyuruh orang supaya kafir (qala li l-insani-kfur).
 
Nah, trik-trik inilah yang juga dipraktekan oleh antek-antek dan konco-konconya dari kalangan cendekiawan dan ilmuwan. Mereka disebut awliya’ al-syaytan (4:76), ikhwan al-syaytan (3:175), hizb al-syaytan (58:19) dan junudu Iblis (26:94). Mereka menikam agama dan mempropagandakan pemikiran liar atas nama hak asasi manusia (HAM), kebebasan berekspresi, demokrasi, pembaharuan, pencerahan ataupun penyegaran. Semua ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru atau pertama kali terjadi, seperti segera diketahui oleh setiap orang yang membaca sejarah pemikiran Islam. Semuanya merupakan repetisi dan reproduksi belaka. History repeats itself, kata pepatah bule. Hanya pelakonnya yang beda, namun karakter dan perannya sama saja. Ada Fir’aun dan ada Musa as. Muncul Suhrawardi al-Maqtul, tetapi ada Ibn Taymiyyah. Lalu lahir Hamzah Fansuri, namun datang ar-Raniri, dan seterusnya. Al-Qur’an pun telah mensinyalir: “Memang ada manusia-manusia yang kesukaannya berargumentasi, menghujat Allah tanpa ilmu, dan menjadi pengikut setan yang durhaka. Telah ditetapkan atasnya, bahwa siapa saja yang menjadikannya sebagai kawan, maka akan disesatkan olehnya dan dibimbingnya ke neraka” (22:3-4). Maka kaum beriman diingatkan agar senantiasa menyadari bahwa “sesungguhnya setan-setan itu mewahyukan kepada kroninya untuk menyeret kalian ke dalam pertengkaran. Jika dituruti, kalian akan menjadi orang-orang yang musyrik” (6:121). Ini tidak berarti kita dilarang berpikir atau berijtihad. Berpendapat boleh saja, asal dengan ilmu dan adab. Wallahu a’lam.
 
(Syamsuddin Arif, Diabolisme Intelektual, Kamis, 30 Juni 2005, hidayatullah.com, penulis adalah peneliti INSISTS, kini menempuh program doktor keduanya di Universitas Frankfurt, Jerman).
 
Pembela Nurcholish dibantah
 
Luthfi yang dari Paramadina rupanya disahut Adian Husaini dari INSIST, cuplikannya sebagai berikut:
 
Tulisan “Diabolisme Intelektual” sangat bagus, jelas, jernih, dan punya sikap. yang salah katakan salah. Perlu disebut bagian mana dari tulisan itu yang salah. Iblis tidak malu-malu dan bersikap fair menyatakan dirinya sebagai Iblis dan terus terang berjanji akan menyesatkan manusia. Yang repot jika pengikut Iblis justru mengaku sebagai penyeru kebenaran dan kemaslahatan. Tapi, al-Quran sudah mengingatkan dan memberi ciri-ciri yang gamblang makhluk jenis ini yang disebut sebagai “munafik”. Jadi, tidak usah ragu-ragu melakukan demonisasi, meskipun juga harus hati-hati. Saran saya, agar tidak rumit, yang Iblis, ngakulah Iblis, yang memang setan, katakan setan, siapa yang kafir, ngakulah kafir. Tidak usah ragu-ragu, masing-masing sudah ada tempatnya. Yang paling ditakutkan oleh Rasulullah saw adalah “kullu munafiqin ‘aliimul lisaan.” ([email protected], adian husaini <ADIANH@Y...)
 
Sebenarnya Syamsuddin Arif tidak menulis secara eksplisit nama Nurcholish Madjid. Tetapi justru Luthfi yang menulis nama itu. Adian Husaini pun hanya menyarankan agar mereka mengaku saja, karena iblis juga mengaku akan menyesatkan orang.
 
Polemik ini cukup sengit di saat Nurcholish Madjid sedang sakit, yang dua bulan kemudian dia meninggal dunia di rumah sakit Pondok Indah Jakarta, Senin 29 Agustus 2005 jam 14.10. Nurcholish sebelumnya, 13 bulan sebelum meninggalnya, hatinya dicangkok (diganti) dengan hati orang Cina di Tiongkok, kemudian dirawat di Singapura selama sekitar 7 bulan.
 
Sekularisasi dan Cangkok Hati
 
Dalam buku Ada Pemurtadan di IAIN karya Hartono Ahmad Jaiz dikemukakan:
 
Nurcholish Madjid, dosen di IAIN Jakarta, pendiri Yayasan Wakaf Paramadina dan rektor Universitas Paramadina Mulya Jakarta. Pada saat naskah ini ditulis, dia sedang dirawat sudah 3 bulan, dan dicangkok hatinya dengan hati orang Cina Tiongkok di Cina lalu dibawa ke rumah sakit di Singapura untuk perawatan saluran pencernaan yang terserang infeksi.
 
Nurcholish Madjid dulu (1970) mencoba mengemukakan gagasan “pembaharuan” dan mengecam dengan keras konsep negara Islam sebagai berikut: “Dari tinjauan yang lebih prinsipil, konsep “Negara Islam” adalah suatu distorsi hubungan proporsional antara agama dan negara. Negara adalah salah satu segi kehidupan duniawi yang dimensinya adalah rasional dan kolektif, sedangkan agama adalah aspek kehidupan yang dimensinya adalah spiritual dan pribadi.” [1]
 
Pada tahun 1970 Nurcholish Madjid melontarkan gagasan “Pembaharuan Pemikiran Islam”. Gagasannya itu memperoleh tanggapan dari Abdul Kadir Djaelani, Ismail Hasan Meutarreum dan Endang Saifuddin Anshari. Sebagai jawaban terhadap tanggapan itu Madjid mengulangi gagasannya itu dengan judul “Sekali lagi tentang Sekularisasi”. Kemudian pada tanggal 30 Oktober 1972, Madjid memberikan ceramah di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dengan judul “Menyegarkan Faham Keagamaan di Kalangan Umat Islam Indonesia”. Salah satu kekeliruan yang sangat mendasar dari Nurcholish Madjid ialah pemahamannya tentang istilah “sekularisasi”. Ia menghubungkan sekularisasi dengan tauhid, sehingga timbul kesan “seolah-olah Islam memerintahkan sekularisasi dalam arti tauhid”. [2]
 
Di samping itu Nurcholish mengemukakan bahwa Iblis kelak akan masuk surga. Ungkapannya yang sangat bertentangan dengan Islam itu ia katakan 23 Januari 1987 di pengajian Paramadina yang ia pimpin di Jakarta. Saat itu ada pertanyaan dari peserta pengajian, Lukman Hakim, berbunyi: “Salahkah Iblis, karena dia tidak mau sujud kepada Adam, ketika Allah menyuruhnya. Bukankah sujud hanya boleh kepada Allah?” Dr. Nurcholish Madjid, yang memimpin pengajian itu, menjawab dengan satu kutipan dari pendapat Ibnu Arabi, dari salah satu majalah yang terbit di Damascus, Syria bahwa: “Iblis kelak akan masuk surga, bahkan di tempat yang tertinggi karena dia tidak mau sujud kecuali kepada Allah saja, dan inilah tauhid yang murni.” Nurcholis juga mengatakan, “Kalau seandainya saudara membaca, dan lebih banyak membaca mungkin saudara menjadi Ibnu Arabi. Sebab apa? Sebab Ibnu Arabi antara lain yang mengatakan bahwa kalau ada makhluk Tuhan yang paling tinggi surganya, itu Iblis. Jadi sebetulnya pertanyaan anda itu permulaan dari satu tingkat iman yang paling tinggi sekali. Tapi harus membaca banyak.” [3]
 
Itulah ungkapan pembela Iblis. Padahal Iblis jelas kafir, dan yang kafir itu menurut QS Al-Bayyinah ayat 6 tempatnya di dalam neraka jahannam selama-lamanya.
 
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS Al-baqarah: 34).
 
“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS Al-Bayyinah (98: 6).
 
Masalah hati Nurcholish Madjid dicangkok dengan hati Cina di Negeri Cina, ada yang mengaitkan dengan kualatnya Nurcholish Madjid dalam beberapa hal:
Pertama: Nurcholish Madjid mempidatokan di universitas-universitas terkemuka di Eropa, Ramadhan 2002, bahwa Islam adalah agama hibrida. Pidatonya itupun dimuat di situs JIL, islamlib.com. Nurcholish Madjid hanya mengemukakan secuil bukti yang dia ada-adakan, yaitu katanya, di Al-Qur’an ada lafal qisthas dari bahasa Yunani Justis yang artinya adil. Dan di Al-Qur’an ada lafal kafuro, menurut Nurcholish, dari bahasa Melayu, kapur barus. Dua potong kata yang tanpa bukti ilmiah itu kemudian Nurcholish simpulkan bahwa Islam adalah agama hibrida, maka bukan Islamnya yang hibrida, tapi hati dia yang dihibrida dengan hati Cina Komunis.
 
Kedua, di tahun 1980-an, Bambang Irawan Hafiluddin gembong Islam Jama'ah dan Hasyim Rifa’i da’i Islam Jama’ah (keduanya kemudian keluar dari Islam Jama’ah karena menyadari aliran yang kini bernama LDII itu benar-benar sesat jauh) berkunjung ke rumah Nurcholish Madjid di Tanah Kusir Jakarta Selatan. Kedua tamu ini kaget ketika Nurcholish Madjid mereka tanya, Negara mana yang di dunia ini pantas untuk ditiru sebagai teladan. Ternyata jawaban Nurcholish: Negara Cina Tiongkok, karena di sana tidak ada perzinaan, pencurian dan sebagainya. Kedua tamu ini terheran-heran. Sampai dua puluh tahun keheranannya itu baru terjawab ketika mereka mendengar berita bahwa Nurcholish Madjid hatinya dicangkok dengan hati Cina Komunis di negeri Cina, tahun 2004. Jadi Nurcholish Madjid benar-benar mendapatkan hati teladan (impiannya?).
 
Ketiga, Nurcholish Madjid menuduh PKI (Partai Komunis Indonesia) terhadap anak-anak Ma’had Al-Qolam Pasar Rumput Jakarta yang memberikan brosur kepada Nurcholish Madjid berupa jawaban/bantahan atas ungkapan Nurcholish Madjid bahwa Iblis kelak akan masuk surga. Peristiwa tuduhan PKI yang terlontar dari mulut Nurcholish Madjid terhadap santri-santri yang berlangsung di tahun 1987 itu ternyata berbalik ke diri Nurcholish Madjid bahwa hati dia dicangkok dengan hati orang Cina Tiongkok yang komunisnya asli, bukan assembling seperti PKI. Debat dan tuduhan Nurcholish Madjid terhadap santri-santri itu dimuat di buku Menangkal Bahaya JIL dan FLA, 2004.
 
Demikian tulis Hartono Ahmad Jaiz dalam buku ada Pemurtadan di IAIN, tebitan Pustaka Al-Kautsar, Jakarta 2005.
 
Dua hari menjelang meninggalnya Nurcholish Madjid, Koran Indopos (Sabtu, 27 Agustus 2005) memberitakan, Nadia binti Nurcholish Madjid, dan Akbar Tanjung teman Nurcholish mengatakan bahwa wajah Nurcholish Madjid tampak lebih hitam. “Dibandingkan sebelumnya (wajahnya) kelihatan lebih hitam,” ujar Akbar. (Abu Qori).
 
 
 
 
Cak Nur meninggal dunia pada [[29 Agustus]] [[2005]] akibat penyakit hati yang dideritanya. Beliau dimakamkan di [[Taman Makam Pahlawan Kalibata]] meskipun merupakan warga sipil karena dianggap telah banyak berjasa kepada negara.
== Pendidikan ==
 
* Pesantren Darul ‘ulum Rejoso, Jombang, Jawa Timur, 1955
* Pesantren Darul SalamDarussalam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur 1960
* Institut Agama Islam Negeri ([[IAIN), [[Syarif Hidayatullah]], Jakarta, 1965 (BA, Sastra Arab)
* Institut Agama Islam Negeri ([[IAIN), Syarif Hidayatullah]], Jakarta, 1968 (Doktorandus, Sastra Arab)
* The University of Chicago (Universitas Chicago), Chicago, Illinois, Amerika Serikat, 1984 (Ph.D, Studi Agama Islam) Bidang yang diminati Filsafah dan Pemikiran Islam, Reformasi Islam, Kebudayaan Islam, Politik dan Agama Sosiologi Agama, Politik negara-negara berkembang
 
== Pekerjaan ==
 
* Peneliti, Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial (LEKNAS-LIPI), Jakarta 1978&ndash;19841978–1984
* Peneliti Senior, [[Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia]] (LIPI), Jakarta, 1984&ndash;20051984–2005
* DosenGuru Besar, Fakultas Pasca Sarjana, Institut Agama Islam Negeri ([[IAIN) Syarif Hidayatullah]], Jakarta 1985&ndash;20051985–2005
* Rektor, [[Universitas Paramadina Mulya]], Jakarta, 1998&ndash;20051998–2005
 
== KarirKarier (lain-lain) ==
 
* Anggota [[MPR]]-RI 1987-1992 dan 1992&ndash;19971992–1997
* Anggota [[Dewan Pers Nasional]], 1990&ndash;19981990–1998
* Ketua yayasan [[Yayasan Paramadina]], Jakarta 1985&ndash;20051985–2005
* Fellow, Eisenhower Fellowship, [[Philadelphia]], Amerika Serikat, 1990
* Anggota [[KOMNASKomnas HAM]], 1993-2005
* Profesor Tamu, [[McGillUniversitas UniversityMcGill]], [[Montreal]], Kanada, 1991&ndash;19921991–1992
* Wakil Ketua, Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ([[ICMI]]), 1990&ndash;19951990–1995
* Anggota Dewan Penasehat ICMICMI, 1996
* Penerima Cultural Award ICMICMI, 1995
* Rektor Universitas Paramadina Mulya, Jakarta 1998&ndash;20051998–2005
* Penerima [[Bintang MahaputraMahaputera]], Jakarta 1998
 
== Penerbitan (Sebagiansebagian) ==
 
* ''The issue of modernization among Muslim in Indonesia, a participant point of view'' indalam Gloria Davies, ed. What is Modern Indonesia Culture (Athens, Ohio, Ohio University, 1978)
* ''“Islam In Indonesia: Challenges and Opportunities”'' dalam Cyriac K. Pullabilly, Ed. Islam in Modern World (Bloomington, Indiana: Crossroads, 1982)
* (“Issue tentang modernisasi di antara Muslim di Indonesia: Titik pandangan seorang peserta” dalam Gloria Davies edisi. Apakah kebudayaan Indonesia Modern (Athens, Ohio, Ohio University, 1978)
* ''“Islam InDi Indonesia: ChallengesTantangan anddan Opportunities”Peluang”'' indalam Cyriac K. PullabillyPullapilly, Ed.Edisi, Islam indalam ModernDunia WorldModern (Bloomington, Indiana: Crossroads, 1982)
* ''Khazanah Intelektual Islam'' (Jakarta, Bulan Bintang, 1982)
* “Islam Di Indonesia: Tantangan dan Peluang”” dalam Cyriac K. Pullapilly, Edisi, Islam dalam Dunia Modern (Bloomington, Indiana: Crossroads, 1982)
* ''Islam, Kemoderanan dan Keindonesiaan'', (Bandung: Mizan, 1987, 1988)
* Khazanah Intelektual Islam (Intellectual Treasure of Islam) (Jakarta, Bulan Bintang, 1982)
* Khazanah''Islam, IntelektualDoktrin Islamdan Peradaban'', (Jakarta, Bulan BintangParamadina, 19821992)
* ''Islam, KemoderananKerakyatan dan Keindonesiaan (Islam, Modernity and Indonesianism)KeIndonesiaan'', (Bandung: [[Mizan]], 1987, 19881993)
* ''Pintu-pintu menuju Tuhan'', (Jakarta, Paramdina, 1994)
* Islam, Doktrin dan Peradaban (Islam, Doctrines and civilizations), (Jakarta, Paramadina, 1992)
* ''Islam, Agama Kemanusiaan'', (Jakarta, Paramadina, 1995)
* Islam, Kerakyatan dan KeIndonesiaan (Islam, Populism and Indonesianism) (Bandung: Mizan, 1993)
* Pintu-pintu menuju Tuhan (Gates''Islam, toAgama God)Peradaban'', (Jakarta, ParamdinaParamadina, 19941995)
* ''"In Search of Islamic Roots for Modern Pluralism: The Indonesian Experiences"'' dalam Mark Woodward ed., Toward a new Paradigm, Recent Developments in Indonesian Islamic Thoughts (Tempe, Arizona: Arizona State University, 1996)
* Islam, Agama Kemanusiaan (Islam, the religion of Humanism), (Jakarta, Paramadina, 1995)
* ''Dialog Keterbukaan'', (Jakarta, Paradima, 1997)
* Islam, Agama Peradaban (Islam, the Religion of Civilization), (Jakarta, Paramadina, 1995)
* ''Cendekiawan dan Religious Masyarakat'', (Jakarta: Paramadina, 1999)
* “In Search of Islamic Roots for Modern Pluralism: The Indonesian Experiences.” In Mark Woodward ed., Toward a new Paradigm, Recent Developments in Indonesian
* ''Pesan-pesan Takwa (kumpulan khutbah Jumat di Paramadina)'' (Jakarta:Paramadina, --)
* IslamicThoughts (Tempe, Arizona: Arizona State University, 1996)
* “Pencarian akar-akar Islam bagi pluralisme Modern : Pengalaman Indonesia dalam Mark Woodward edisi, menuju suatu dalam paradigma baru, Perkembangan terkini dalam pemikiran Islam Indonesia (Teme, Arizona: Arizona State University, 1996)
* Dialog Keterbukaan (Dialogues of Openness), (Jakarta, Paradima, 1997)
* Cendekiawan dan Religious Masyarakat (Intellectuals and Community’s Religiously), (Jakarta: Paramadina, 1999)
* Pesan-pesan Takwa (kumpulan khutbah Jum'at di Paramadina) (Jakarta:Paramadina, --)
 
== Kegiatan ==
Baris 172 ⟶ 115:
* Peserta, Sidang ke-7 [[Konferensi Dunia tentang Agama dan Perdamaian]] (WCRP), November 1999, Amman, Yordania
 
== Catatan kaki ==
==Pranala luar==
{{reflist}}
*{{id}} [http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/n/nurcholis-madjid/index.shtml Nucholish Madjid di Ensiklopedi Tokoh Indonesia]
 
*{{id}} [http://swaramuslim.net/more.php?id=2426_0_1_0_M Mengenang Nurcholish Madjid]
== Referensi ==
[[Kategori:Kelahiran 1939|Madjid]]
 
[[Kategori:Kematian 2005|Madjid]]
* {{cite book|author=Kuntowijoyo, dkk.|url=http://books.google.co.id/books?id=jzRwAAAAMAAJ&q=cak+nur+mojoanyar&dq=cak+nur+mojoanyar&hl=en&sa=X&ei=qSj7UYeOGIiJrAf2uoGoAQ&redir_esc=y|title=Begawan Jadi Capres: Cak Nur Menuju Istana|year=2003|publisher=KPP Paramadina|location=Jakarta|id= ISBN 9798321952, 9789798321955|ref=harv }}
[[Kategori:Tokoh Indonesia|Madjid]]
* {{cite book|last1= Malik|first1= Dedy Djamaluddin|last2= Ibrahim|first2= Idi Subandy|url=http://books.google.co.id/books?id=dMzXAAAAMAAJ&q=Cak+Nur+Abdullah+Sadjad&dq=Cak+Nur+Abdullah+Sadjad&hl=id&sa=X&ei=lS77UZrLBcWIrAeawICICQ&ved=0CCoQ6AEwAA|title=Zaman Baru Islam Indonesia: Pemikiran & Aksi Politik Abdurrahman Wahid, M. Amien Rais, Nurcholish Madjid, Jalaluddin Rakhmat|year=1998|publisher=Zaman Wacana Mulia|location=Bandung|id=|ref=harv }}
* [http://www.kompasiana.com/ziepunk/islam-dan-pluralisme-di-indonesia_55000331a333115263510433 Islam dan Pluralisme di Indonesia] [[Kompasiana]], Tanggal 10 Juli 2010
* [http://www.kompasiana.com/nanangrosidi/sebuah-opini-tentang-pluralisme-di-indonesia_552e5d716ea8349e558b456d Sebuah Opini tentang Pluralisme di Indonesia] [[Kompasiana]] Tanggal 14 April 2013
 
== Pranala luar ==
 
* {{id icon}} [http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/n/nurcholis-madjid/index.shtml Nucholish Madjid di situs Ensiklopedia Tokoh Indonesia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20051122215856/http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/n/nurcholis-madjid/index.shtml |date=2005-11-22 }}
{{lifetime|1939|2005|Madjid, Nurcholish}}{{Islam di Indonesia}}
 
[[Kategori:Dosen Indonesia]]
[[Kategori:Profesor Indonesia]]
[[Kategori:Rektor Indonesia]]
[[Kategori:Rektor Universitas Paramadina]]
[[Kategori:Alumni Universitas Chicago]]
[[Kategori:Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Timur]]
[[Kategori:Tokoh dari Jombang]]
[[Kategori:Tokoh Angkatan 66]]
[[Kategori:Tokoh Islam Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Himpunan Mahasiswa Islam]]
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Utama]]
 
[[defr:Nurcholis Madjid]]
[[en:Nurcholish Madjid]]
[[nl:Nurcholis Madjid]]
[[sv:Nurcholish Madjid]]