Sariamin Ismail: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rahmatdenas (bicara | kontrib) Asjarq (1925–29) pendahulu SKIS (1929–31) |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(28 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Penulis
|name = Sariamin Ismail/Mus Ranggita
|image = Selasih (Sariamin Ismail), Indonesia Literary Pioneers, 00.46.jpg
|imagesize =
|caption = Sariamin Ismail pada 1990-an
|pseudonym = "Selasih", "Seleguri" atau "Selasih Seleguri"
|
|birth_date = {{Birth date|1909|7|31}}<!--{{sfn|Rampan|2000|pp=419–420}}-->
|birth_place = {{negara|Hindia Belanda}}
|death_date = {{Death date and age|1995|12|15|1909|7|31}}
|death_place =
|occupation = Guru
|nationality =
|ethnicity = [[Minangkabau]]
|citizenship =
|period =
|genre =
Baris 31:
}}
'''Sariamin Ismail''' ({{lahirmati|Talu, [[Talamau,
== Kehidupan awal ==
Sariamin lahir dengan nama Basariah pada tanggal 31 Juli 1909 di
Pada 1921, ia lulus ujian masuk sekolah guru perempuan ''Meisjes Normaal School'' (MNS) di [[Padang Panjang]].{{sfn|Asmuni|1983|pp=30}} Di MNS, ia menjalani kehidupan asrama dan menulis catatan dalam bentuk sajak di buku kecil yang ia namakan "sahabatku".{{sfn|Asmuni|1983|pp=42}} Di kelas, ia sering mendapat hadiah dari perlombaan menulis karangan prosa dan puisi yang diikutinya. Sajaknya yang berjudul "Orang Laut" dibacakan di setiap kelas oleh para guru.{{sfn|Asmuni|1983|pp=47}} Sewaktu kelas tiga, karena dianggap sudah sering mendapatkan hadiah, ia tidak lagi diberi hadiah dari lomba meskipun mendapat juara. Sebagai pengganti, guru bahasa Indonesia-nya, Noer Marliah Moro membawanya berlibur ke [[Padang]], hadiah yang paling istimewa baginya karena ia belum pernah menyaksikan laut walaupun ia mengarang "Orang laut".{{sfn|Asmuni|1983|pp=49}}
Tamat dari MNS, Sariamin mendapat tugas mengajar di ''Meisjes Vervolg School'' (MVS) yang ada di [[Kota Bengkulu|Bengkulu]]. Pada 17 Juni 1925, ia diangkat sebagai kepala sekolah. Selama setahun memimpin, ia mencatatkan kemajuan untuk sekolah dengan pertambahan murid.{{sfn|Asmuni|1983|pp=35}} Setelah itu, ia berpindah-pindah domisili mengikuti tugas mengajarnya dan terus menulis sampai sisa umurnya.{{sfn|Usman|1959|p=111}}{{sfn|TIM, Selasih}}<!--Ia bekerja pertama kali di [[Bengkulu]] sebelum dikirim ke [[Bukittinggi]].{{sfn|Rampan|2000|pp=419–420}} Pada 1930, ia kembali ke Padang Panjang dan pada 1939 dikirim ke [[Aceh]]. Sejak 1941, Sariamin mengajar di [[Kuantan]], [[Riau]].{{sfn|TIM, Selasih}}-->
Sariamin kembali ke
== Pergerakan dan kepenulisan ==
Sewaktu di Bukittinggi, Sariamin aktif mengikuti kegiatan organisasi.{{sfn|Asmuni|1983|pp=37}} Dari tahun 1928 hingga 1930, ia mengetuai perkumpulan pemuda Islam [[Jong Islamieten Bond]] (JIB) bagian wanita untuk wilayah Bukittinggi.{{sfn|Rampan|2000|pp=419–420}} DI JIB, ia bertemu dengan kepala sekolah tempatnya mengajar, [[Syarifah Nawawi]] yang merupakan Ketua Serikat Kaum Ibu Sumatra (SKIS). Setelah gedung baru MNS Padangpanjang selesai pada 1930, Sariamin kembali ke kota itu bersama
Selain menulis di surat kabar dan majalah lokal, Sariamin juga menulis untuk ''[[Poedjangga Baroe]]'' dan ''[[Panji Pustaka]]''.{{sfn|Siregar|1964|p=81}} Ia menulis untuk menambah penghasilan sehari-hari dan membiayai kegiatan organisasinya.{{sfn|Teeuw|1980|p=102}} Ia menggunakan beberapa nama samaran untuk mencegah kemungkinan ia ditangkap akibat tulisan-tulisannya oleh ''[[Politieke Inlichtingen Dienst]]'' (PID). Dari sejumlah nama samaran yang ia gunakan, ia lebih dikenal dengan nama Selasih yang ia gunakan dalam novel pertamanya. Sejumlah nama samaran lain yang pernah ia gunakan yaitu Seleguri, Sri Gunung, Sri Tanjung, Ibu Sejati, Bundo Kanduang, dan Mande Rubiah.{{sfn|Asmuni|1983|pp=83}}{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1995|pp=37–38}}
Pada 1933, ia menerbitkan novel pertamanya, ''Kalau Tak Untung'' yang menjadikannya sebagai novelis perempuan pertama dalam sejarah Indonesia.{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1995|pp=37–38}} Diterbitkan oleh [[Balai Pustaka]] milik pemerintah, konon inspirasi novel ini adalah beberapa kejadian nyata dalam hidupnya yaitu tunangannya yang menikahi wanita lain, dan kisah dua sahabat kecilnya yang saling jatuh cinta namun tak bisa bersatu. Ia kembali menerbitkan novel pada tahun 1937 berjudul ''Karena Keadaan''.{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1995|pp=37–38}}{{sfn|Koning|2000|p=57}}
== Kepindahan ke Kuantan ==
Pada 1939, ia berhenti mengajar di Padangpanjang karena dituduh aktif dalam politik oleh PID. Selama dua tahun berikutnya, ia hanya menjadi guru bantu di MVS Payakumbuh. Pada 1941, ia menikah dan mengikuti suaminya ke [[Koto Taluk, Kuantan Tengah, Kuantan Singingi|Teluk Kuantan, Riau]]. Meskipun rencananya semula berencana menjadi ibu rumah tangga di sana, ia merasa "tenaganya sangat dibutuhkan" ketika melihat pendidikan di daerah itu jauh tertinggal dibandingkan daerah tetangganya,
Setelah Indonesia [[Proklamasi|memproklamasikan kemerdekaannya pada 1945]], Sariamin menghabiskan dua tahun sebagai anggota [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau|Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wilayah Riau]].{{sfn|TIM, Selasih}} Ia tetap menulis dan mengajar di Riau hingga 1968. Hingga tahun 1986, ia telah menelurkan tiga antologi puisi dan sebuah cerita anak-anak.{{sfn|TIM, Selasih}} Ia menulis novel terakhirnya, ''Kembali ke Pangkuan Ayah'' pada tahun 1986.{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1995|pp=37–38}} Sebelum wafat pada tahun 1995,
== Tema ==
Baris 219:
{{Authority control}}
{{DEFAULTSORT:Ismail, Sariamin}}
[[Kategori:Sastrawan Indonesia]]
[[Kategori:Novelis Indonesia]]
[[Kategori:
[[Kategori:Tokoh
|