Sariamin Ismail: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(27 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Penulis
|name = Sariamin Ismail/Mus Ranggita
|image = Selasih (Sariamin Ismail), Indonesia Literary Pioneers, 00.46.jpg
|imagesize =
|caption = Sariamin Ismail pada 1990-an
|pseudonym = "Selasih", "Seleguri" atau "Selasih Seleguri"
|birth_namebirth_nadme = Basariah
|birth_date = {{Birth date|1909|7|31}}<!--{{sfn|Rampan|2000|pp=419–420}}-->
|birth_place = {{negara|Hindia Belanda}} TaluSinuruik, [[Talamau, Pasaman Barat|Talamau]], [[Kabupaten Pasaman Barat|PasamanSumatera Barat]], [[SumatraHindia BaratBelanda]]
|death_date = {{Death date and age|1995|12|15|1909|7|31}}
|death_place = {{negara|Indonesia}} [[Kota Pekanbaru|Pekanbaru]], [[Riau]], [[Indonesia]]
|occupation = Guru
|nationality = {{flagcountry|[[Indonesia}}]]
|ethnicity = [[Minangkabau]]
|citizenship = {{flagcountry|[[Indonesia}}]]
|period =
|genre =
Baris 31:
}}
 
'''Sariamin Ismail''' ({{lahirmati|Talu, [[Talamau, Pasaman Barat|Talamau]], [[Pasaman Barat]], [[SumatraSumatera Barat]]|31|7|1909|[[Pekanbaru]], [[Riau]]|15|12|1995}}){{sfn|Rampan|2000|pp=419–420}} adalah penulis Indonesia yang tercatat sebagai novelis perempuan pertama di Indonesia. Ia sering memakai [[nama samaran]] ''Selasih'' dan ''[[Seleguri]]'', atau gabungan kedua nama ''Selasih Seleguri''. Novel pertamanya berjudul ''[[Kalau Tak Untung]]'' diterbitkan oleh [[Balai Pustaka]] pada 1934. Ia menulis untuk sejumlah surat kabar termasuk ''[[Pujangga Baru]]'', ''[[Panji Pustaka]]'', ''[[Soeara Kaoem Iboe Soematra]]'', ''[[Sunting Melayu]]'', ''[[Sinar Soematra]]'', dan ''[[Bintang Hindia]]''. Bersama kepindahannya ke Kuantan sejak 1941, Sariamin duduk sebagai anggota parlemen[[Dewan daerahPerwakilan untukRakyat Daerah Provinsi Riau|DPRD Riau]] setelah terpilih pada tahun 1947. Ia terus menulis selama sisa umurnya.
 
== Kehidupan awal ==
Sariamin lahir dengan nama Basariah pada tanggal 31 Juli 1909 di Talu[[Sinuruik, Talamau, Pasaman Barat|Sinuruik]], [[Pasaman Barat]].{{sfn|Rampan|2000|pp=419–420}} Ia adalah anak kedua, memiliki tiga saudara perempuan dan seorang saudara laki-laki, dari pasangan Sari Uyah dan Lau. Sebagai anak seorang ''[[ambtenaar]]'', Sariamin dapat masuk ke Sekolah Gubernemen. Dalam usia sepuluh tahun, ia telah menulis syair dan puisi.
 
Pada 1921, ia lulus ujian masuk sekolah guru perempuan ''Meisjes Normaal School'' (MNS) di [[Padang Panjang]].{{sfn|Asmuni|1983|pp=30}} Di MNS, ia menjalani kehidupan asrama dan menulis catatan dalam bentuk sajak di buku kecil yang ia namakan "sahabatku".{{sfn|Asmuni|1983|pp=42}} Di kelas, ia sering mendapat hadiah dari perlombaan menulis karangan prosa dan puisi yang diikutinya. Sajaknya yang berjudul "Orang Laut" dibacakan di setiap kelas oleh para guru.{{sfn|Asmuni|1983|pp=47}} Sewaktu kelas tiga, karena dianggap sudah sering mendapatkan hadiah, ia tidak lagi diberi hadiah dari lomba meskipun mendapat juara. Sebagai pengganti, guru bahasa Indonesia-nya, Noer Marliah Moro membawanya berlibur ke [[Padang]], hadiah yang paling istimewa baginya karena ia belum pernah menyaksikan laut walaupun ia mengarang "Orang laut".{{sfn|Asmuni|1983|pp=49}}
 
Tamat dari MNS, Sariamin mendapat tugas mengajar di ''Meisjes Vervolg School'' (MVS) yang ada di [[Kota Bengkulu|Bengkulu]]. Pada 17 Juni 1925, ia diangkat sebagai kepala sekolah. Selama setahun memimpin, ia mencatatkan kemajuan untuk sekolah dengan pertambahan murid.{{sfn|Asmuni|1983|pp=35}} Setelah itu, ia berpindah-pindah domisili mengikuti tugas mengajarnya dan terus menulis sampai sisa umurnya.{{sfn|Usman|1959|p=111}}{{sfn|TIM, Selasih}}<!--Ia bekerja pertama kali di [[Bengkulu]] sebelum dikirim ke [[Bukittinggi]].{{sfn|Rampan|2000|pp=419–420}} Pada 1930, ia kembali ke Padang Panjang dan pada 1939 dikirim ke [[Aceh]]. Sejak 1941, Sariamin mengajar di [[Kuantan]], [[Riau]].{{sfn|TIM, Selasih}}-->
 
Sariamin kembali ke SumatraSumatera Barat pada 1926 untuk mengepalai MVS yang ada di [[Matur, Agam|Matur]]{{sfn|Asmuni|1983|pp=36}} dan pindah ke [[Lubuk Sikaping, Pasaman|Lubuksikaping]] pada 1927. Di Matur, ia bertemu dengan bekas gurunya di MNS, Noer Marliah Moro yang memberinya dorongan untuk mengirim karyanya ke surat kabar. Ia menggunakan nama samaran Sri Gunung untuk pertama kali yang terus ia gunakan sewaktu di Lubuksikaping. Ketika mengepalai MVS di Lubuksikaping, Sariamin sempat bertengkar dengan ''schoolopzinener'' yang menyalahkan keputusannya membeli alat-alat dapur sekolah dengan uang pembeli bangku dan meja. Buntutnya, ia dipanggil oleh inspektur di Bukittinggi pada Mei 1928 dan mendapat hukuman penurunan pangkat menjadi guru di Meisjes Leer School (MLS) di Bukittinggi, sekolah untuk murid pindahan MNS Padangpanjang yang gedungnya hancur akibat [[Gempa bumi Padang Panjang 1926|gempa bumi 1926]].{{sfn|Asmuni|1983|pp=37}}
 
== Pergerakan dan kepenulisan ==
Sewaktu di Bukittinggi, Sariamin aktif mengikuti kegiatan organisasi.{{sfn|Asmuni|1983|pp=37}} Dari tahun 1928 hingga 1930, ia mengetuai perkumpulan pemuda Islam [[Jong Islamieten Bond]] (JIB) bagian wanita untuk wilayah Bukittinggi.{{sfn|Rampan|2000|pp=419–420}} DI JIB, ia bertemu dengan kepala sekolah tempatnya mengajar, [[Syarifah Nawawi]] yang merupakan Ketua Serikat Kaum Ibu Sumatra (SKIS). Setelah gedung baru MNS Padangpanjang selesai pada 1930, Sariamin kembali ke kota itu bersama kepindahaankepindahan kegaiatankegiatan belajar mengajar MLS ke sekolah tersebut.{{sfn|Asmuni|1983|pp=38}} Di Padangpanjang, Sariamin mengetuai cabang SKIS dan menulis untuk majalah ''[[Soeara Kaoem Iboe Soematra]]'', majalah yang dikelola oleh perempuan.{{sfn|Asmuni|1983|pp=58}} Selain itu, ia membagi waktunya untuk mengajar di sekolah swasta [[Diniyah School]]{{sfn|Asmuni|1983|pp=57}} dan menjadi pengasuh tetap "Mimbar Putri" di ''[[Harian Persamaan]].''{{sfn|Asmuni|1983|pp=58}} Pada era 1930-an, ia sudah menjadi wartawan dan penulis yang cukup vokal di majalah perempuan ''Soeara Kaoem Iboe Soematra''. Ia mengutuk poligami dan menekankan pentingnya hubungan [[keluarga inti]] di Minangkabau lewat ''Soeara Kaoem Iboe Soematra''.{{sfn|Koning|2000|p=53}} Sementara itu, Sariamin dalam ''Harian Persamaan'' mengkritik ketidakadilan peraturan gaji bagi pegawai wanita, terutama guru wanita.
 
Selain menulis di surat kabar dan majalah lokal, Sariamin juga menulis untuk ''[[Poedjangga Baroe]]'' dan ''[[Panji Pustaka]]''.{{sfn|Siregar|1964|p=81}} Ia menulis untuk menambah penghasilan sehari-hari dan membiayai kegiatan organisasinya.{{sfn|Teeuw|1980|p=102}} Ia menggunakan beberapa nama samaran untuk mencegah kemungkinan ia ditangkap akibat tulisan-tulisannya oleh ''[[Politieke Inlichtingen Dienst]]'' (PID). Dari sejumlah nama samaran yang ia gunakan, ia lebih dikenal dengan nama Selasih yang ia gunakan dalam novel pertamanya. Sejumlah nama samaran lain yang pernah ia gunakan yaitu Seleguri, Sri Gunung, Sri Tanjung, Ibu Sejati, Bundo Kanduang, dan Mande Rubiah.{{sfn|Asmuni|1983|pp=83}}{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1995|pp=37–38}}
 
Pada 1933, ia menerbitkan novel pertamanya, ''Kalau Tak Untung'' yang menjadikannya sebagai novelis perempuan pertama dalam sejarah Indonesia.{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1995|pp=37–38}} Diterbitkan oleh [[Balai Pustaka]] milik pemerintah, konon inspirasi novel ini adalah beberapa kejadian nyata dalam hidupnya yaitu tunangannya yang menikahi wanita lain, dan kisah dua sahabat kecilnya yang saling jatuh cinta namun tak bisa bersatu. Ia kembali menerbitkan novel pada tahun 1937 berjudul ''Karena Keadaan''.{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1995|pp=37–38}}{{sfn|Koning|2000|p=57}}
 
== Kepindahan ke Kuantan ==
Pada 1939, ia berhenti mengajar di Padangpanjang karena dituduh aktif dalam politik oleh PID. Selama dua tahun berikutnya, ia hanya menjadi guru bantu di MVS Payakumbuh. Pada 1941, ia menikah dan mengikuti suaminya ke [[Koto Taluk, Kuantan Tengah, Kuantan Singingi|Teluk Kuantan, Riau]]. Meskipun rencananya semula berencana menjadi ibu rumah tangga di sana, ia merasa "tenaganya sangat dibutuhkan" ketika melihat pendidikan di daerah itu jauh tertinggal dibandingkan daerah tetangganya, SumatraSumatera Barat. Pada 1942, ia menjadi kepala sekolah MVS yang pertama dan baru berdiri di Teluk Kuantan—bahkan Riau. Sekolah ini membuka asrama untuk murid dari luar daerah yang berada di samping rumah SairiaminSariamin, dan ia sekaligus menjadi pembimbing asrama.{{sfn|Asmuni|1983|pp=39}}
 
Setelah Indonesia [[Proklamasi|memproklamasikan kemerdekaannya pada 1945]], Sariamin menghabiskan dua tahun sebagai anggota [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau|Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wilayah Riau]].{{sfn|TIM, Selasih}} Ia tetap menulis dan mengajar di Riau hingga 1968. Hingga tahun 1986, ia telah menelurkan tiga antologi puisi dan sebuah cerita anak-anak.{{sfn|TIM, Selasih}} Ia menulis novel terakhirnya, ''Kembali ke Pangkuan Ayah'' pada tahun 1986.{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1995|pp=37–38}} Sebelum wafat pada tahun 1995, iamenerbitkania menerbitkan dua antologi puisi lagi{{sfn|Rampan|2000|pp=419–420}} dan sebuah film dokumenter tentang kisah kehidupannya.{{sfn|Koning|2000|p=53}}
 
== Tema ==
Baris 219:
{{Authority control}}
 
{{Persondata
|NAME = Ismail, Sariamin
|ALTERNATIVE NAMES = Basariah (nama lahir); Selasih (nama pena); Seleguri (nama pena)
|SHORT DESCRIPTION = Sastrawan Indonesia
|DATE OF BIRTH = 31 Juli 1909
|PLACE OF BIRTH = Talu, Sumatra Barat, Indonesia
|DATE OF DEATH = 15 Desember 1995
|PLACE OF DEATH = Pekanbaru, Indonesia
}}
{{DEFAULTSORT:Ismail, Sariamin}}
[[Kategori:Sastrawan Indonesia]]
[[Kategori:Novelis Indonesia]]
[[Kategori:SenimanSastrawan Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh Minangkabaudari Pasaman Barat]]
[[Kategori:Tokoh dari Pasaman]]