Hamengkubuwana II: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
nama lengkap gelar
 
(28 revisi perantara oleh 20 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Rujukan|date=Januari 2023}}{{Infobox royalty
| embed =
| name = Hamengkubuwana II<br/>{{jav|ꦲꦩꦼꦁꦏꦸꦨꦸꦮꦤ꧇꧒꧇}}
|image =Hamengkubuwono II.jpg
|image_size = 250px
|caption = Sri Sultan HamengkubuwonoHamengkubuwana II
| title = Sri Sultan HamengkubuwonoHamengkubuwana II
| titletext =
| more =
| type =
| succession = Sultan Yogyakarta
| moretext = ke-2
Baris 17:
| predecessor = [[Hamengkubuwana I|Sultan Hamengkubuwana I]]
| successor = [[Hamengkubuwana III|Sultan Hamengkubuwana III]]<br />[[Hamengkubuwana V|Sultan Hamengkubuwana V]]
| suc-type =
| regent = 1798<ref name="bio"/>
| reg-type =Pemahkotaan
Baris 27:
| death_place = [[Kraton Yogyakarta Hadiningrat|Kraton Yogyakarta]], [[Yogyakarta]]<ref name="bio"/>
| burial_place = [[Kotagede]], [[Yogyakarta]]
| spouse = * Gusti Kanjeng Ratu Kedhaton
* Gusti Kanjeng Ratu Hemas
| spouse-type =
* Gusti Kanjeng Ratu Kencana Wulan
| consort =
* Gusti Kanjeng Ratu Sultan
| issue =
| issuespouse-link type = Permaisuri
| issue-pipeconsort = =
| issue-type = =
| consort issue-link =
| full name =Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati-ing-Ngalaga 'Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Kalih ing Ngayogyakarta Hadiningrat
| era name issue-pipe =
| era dates issue-type =
| full name =Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati-ing-Ngalaga 'Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Kalih ing Ngayogyakarta Hadiningrat
| regnal name =
| posthumousera name= =
| templeera namedates = =
| regnal name =
| posthumous name=
| temple name =
| house =[[Wangsa Mataram|Mataram]]
| father = [[Hamengkubuwana I|Sultan Hamengkubuwana I]]
| mother = GKRGusti Kanjeng Ratu Kadipaten{{br}}{{small|(Permaisuri kedua)}}<ref name="bio">[https://www.kratonjogja.id/raja-raja/3/sri-sultan-hamengku-buwono-ii ''Biografi singkat HB II''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190407064552/https://www.kratonjogja.id/raja-raja/3/sri-sultan-hamengku-buwono-ii |date=2019-04-07 }}. Website resmi kraton Yogyakarta. 2019. Diakses tanggal 20/07/2019</ref>
| religion =Islam
| occupation =
| signature_type = Tanda tangan
| signature =
| module =
}}
 
'''Sri Sultan Hamengkubuwana II''' ({{Lang-jv|ꦲꦩꦼꦁꦏꦸꦨꦸꦮꦤ꧇꧒꧇}}, {{lahirmati||7|3|1750||3|1|1828}}) adalah raja kedua [[Kesultanan Yogyakarta]] yang memerintah selama tiga periode, yaitu [[1792]] – [[1810]], [[1811]] – [[1812]], dan [[1826]] – [[1828]].<ref>[[Daendels]] menurunkan HBII dan mengangkat anaknya menjadi [[Hamengkubuwana III]]</ref> Pada pemerintahan yang kedua dan ketiga ia dikenal dengan julukan '''[[Sultan]] Sepuh'''.<ref>[[M.C. Ricklefs|Ricklefs, M. C.]] (1981) ''A history of modern Indonesia since c.1300 to the present'' Basingstoke: Palgrave. . ISBN 0-333-24380-3 (pbk.) hlm. 101 mengenai tanggal berkuasa kembali</ref> Masa jabatannya yang kedua adalah yang paling singkat dalam sejarah Kesultanan Yogyakarta.
 
== Riwayat Masa Muda ==
Nama aslinya adalah '''Gusti''' '''Raden Mas Sundara''', putra kelima Sultan [[Hamengkubuwana I]] dari permaisuri '''Gusti Kangjeng Ratu Hageng/GKR Kadipaten'''.<ref name="bio"/> Beliau dilahirkan tanggal [[7 Maret]] [[1750]] ketika ayahnya [[Pangeran Mangkubumi]] melakukan pemberontakan terhadap [[Mataram]] dan [[VOC]]. Ketika kedaulatan [[Hamengkubuwana I]] mendapat pengakuan dalam [[perjanjian Giyanti]] tahun [[1755]], Raden Mas Sundara juga ikut diakui sebagai [[Adipati Anom|adipati anom]].
 
Pada tahun [[1774]] (atau [[tahun Jawa]] [[1700]]), terjadi kegelisahan di kalangan [[Kesultanan Yogyakarta]] dan [[Kasunanan Surakarta]] akibat [[mitos akhir abad]], bahwa akan ada sebuah kerajaan yang runtuh. Dalam kesempatan itu, Raden Mas Sundara menulis kitab ''Suryaraja'' yang berisi ramalan bahwa [[mitos akhir abad]] akan gugur karena [[Surakarta]] dan [[Yogyakarta]] akan bersatu di bawah pemerintahannya. Naskah tersebut sampai saat ini dikeramatkan sebagai salah satu pusaka [[Keraton Yogyakarta]], dengan nama ''Kangjeng Kyai Suryaraja''.
 
== Pemerintahan Periode Pertama ==
Pada 24 Maret 1792, sang ayah, yaitu [[Hamengkubuwana I]] wafat. Raden Mas Sundara diangkat menjadi raja dengan gelar Hamengkubuwana II. Ia dikenal sebagai raja yang keras dan anti terhadap Belanda. Oleh karena itu, masa pemerintahannya menjadi salah satu periode pemerintahan yang penuh pergolakan. Konflik-konflik para putra Mangkubumi dan orang-orang Eropa menghiasi jalannya pemerintahan.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Safitri|first=Ilmiawati|date=2019-07-07|title=Keraton Yogyakarta Masa Lampau dan Masa Kini: Dinamika Suksesi Raja-Raja Jawa dan Politik Wacana “Raja Perempuan”|url=https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/ihis/article/view/4850|journal=Indonesian Historical Studies|volume=3|issue=1|pages=47|doi=10.14710/ihis.v3i1.4850|issn=2579-4213|access-date=2023-01-24|archive-date=2023-01-24|archive-url=https://web.archive.org/web/20230124134516/https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/ihis/article/view/4850|dead-url=no}}</ref>
Mas Sundara naik tahta di [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Kesultanan Yogyakarta]] sebagai Hamengkubuwana II pada bulan [[Maret]] [[1792]]. Ia merupakan raja yang penuh dengan cita-cita. Pada 19 Agustus 1799, Patih Danureja I, patih pertama dan orang terdekat dari ayahnya dan Sultan Hamengkubuwana II sendiri, meninggal, digantikan cucunya, Raden Tumenggung Mertanegara, yang bergelar Danureja II. Keputusan ini kelak merugikan Sultan sendiri, karena Danureja II lebih banyak membela [[Belanda]] daripada rajanya, sehingga sempat membuat Sultan marah dan memecatnya.
 
Hamengkubuwana II menolak dengan tegas campur tangan pihak asing, baik Belanda maupun Inggris. Ia menganggap Belanda sebagai sebuah kekuatan yang harus diperlakukan dengan hati-hati. Situasi semakin rumit ketika ia mengganti sebagian penasihat raja pada masa Hamengkubuwana I. Salah satu orang yang ditunjuk adalah Patih Danureja II, cucu Patih Danureja I. Sebuah keputusan yang merugikan keraton karena sang patih justru berbalik mendukung Belanda.<ref name=":0" />
Hamengkubuwana II sendiri sejak awal bersikap anti terhadap [[Belanda]]. Ia bahkan mengetahui kalau [[VOC]] sedang dalam keadaan bangkrut dan bobrok. Organisasi ini akhirnya dibubarkan oleh pemerintah negeri [[Belanda]] akhir tahun [[1799]].
 
== Pemerintahan Periode Pertama ==
Sejak tahun 1808 [[Herman Willem Daendels|Herman Wilem Daendels]] menjadi [[Gubernur jenderalJenderal Hindia Belanda|gubermurGubermur jenderalJenderal Hindia Belanda]]. Herman Daendels dikenal sebagai gubernur jenderal yang antifeodalismeanti feodalisme. Ia menerapkan aturan baru tentang sikap yang seharusnya dilakukan raja-raja [[Jawa]] terhadap ''minister'' (istilah baru untuk ''residen'' ciptaan Daendels) seperti minister berhak memakai simbol-simbol kekuasaan serta kebesaran seperti yang dipakai oleh raja-raja Jawa di dalam kraton[[keraton]]. Minister juga tidak perlu melakukan aturan menurut tradisi Jawa yang merendahkan martabatnya seperti melepas topi, bersila dan duduk lebih rendah dari raja atau mempersembahkan sirih dan tuak kepada raja Jawa. Selain itu, Daendels memerintahkan agar segera menggantikan peraturan tata upacara lama dengan yang baru di kratonkeraton Jawa.<ref> {{cite journal|title= Sultan Hamengku Buwono II:Pembela Tradisi dan Kekuasaan Jawa|author= Djoko Marihandono|journal= Makara|volume= 12|number= 1|year= 2008|issn= 2355-794X|page= 31|publisher= Universitas Indonesia|url= http://hubsasia.ui.ac.id/old/index.php/hubsasia/article/view/134|access-date= 2021-01-28|archive-date= 2020-02-06|archive-url= https://web.archive.org/web/20200206163815/http://hubsasia.ui.ac.id/old/index.php/hubsasia/article/view/134|dead-url= yes}} </ref> SultanHamengkubuwana II menolak mentah-mentah peraturan ini karena dianggap merendahkan derajatnya,. sedangkanSedangkan [[Pakubuwana IV]] menerima dengan taktik tersembunyi, yaitu harapan bahwa [[Belanda]] akan membantu [[Surakarta]] menaklukkan [[Yogyakarta]].
 
Hamengkubuwana II juga bersitegang dengan Patih Danureja II yang dekat dengan [[Belanda]]. Ia memecat Danureja II dan menggantinya dengan [[Pangeran Natadiningrat]], putra [[Pangeran Natakusuma]] (adik Hamengkubuwana II). Kemudian Hamengkubuwana II juga merestui pemberontakan menantunya, yaitu Raden Rangga Prawiradirjo III (Raden Ronggo), ''bupati wedana'' [[Madiun]] yang menentang pemanggilan dirinya ke [[Kota Bogor|Bogor]] akibat kasus kerusuhan di [[Ngebel, Ponorogo|Ngebel]] dan Sekedok, berkaitan dengan pemaksaan penyerahan hak pengelolaan hutan kesultanan oleh [[Herman Willem Daendels|Daendels]].
Sejak tahun 1808 [[Herman Daendels]] menjadi [[Gubernur jenderal Hindia Belanda|gubermur jenderal]]. Herman Daendels dikenal sebagai gubernur jenderal yang antifeodalisme. Ia menerapkan aturan baru tentang sikap yang seharusnya dilakukan raja-raja [[Jawa]] terhadap ''minister'' (istilah baru untuk ''residen'' ciptaan Daendels) seperti minister berhak memakai simbol-simbol kekuasaan serta kebesaran seperti yang dipakai oleh raja-raja Jawa di dalam kraton. Minister juga tidak perlu melakukan aturan menurut tradisi Jawa yang merendahkan martabatnya seperti melepas topi, bersila dan duduk lebih rendah dari raja atau mempersembahkan sirih dan tuak kepada raja Jawa. Selain itu, Daendels memerintahkan agar segera menggantikan peraturan tata upacara lama dengan yang baru di kraton Jawa.<ref> {{cite journal|title= Sultan Hamengku Buwono II:Pembela Tradisi dan Kekuasaan Jawa|author= Djoko Marihandono|journal= Makara|volume= 12|number= 1|year= 2008|issn= 2355-794X|page=31|publisher= Universitas Indonesia|url= http://hubsasia.ui.ac.id/old/index.php/hubsasia/article/view/134}} </ref> Sultan menolak mentah-mentah peraturan ini karena dianggap merendahkan derajatnya, sedangkan [[Pakubuwana IV]] menerima dengan taktik tersembunyi, yaitu harapan bahwa [[Belanda]] akan membantu [[Surakarta]] menaklukkan [[Yogyakarta]].
 
[[Belanda]] akhirnya menumpas [[pemberontakan Raden Ronggo]] dengan pasukan gabungan antara Belanda, Surakarta, dan Yogyakarta. Daendels semakin mencurigai peran Hamengkubuwana II di balik gerakan Raden Rangga, apalagi dari surat yang diambil sebagai barang bukti dari jasad Raden Rangga, terdapat cap berlogo kesultanan. Hal ini menyebabkan keributan antara kedua pihak. Sultan terang saja menolaktmenolak tuduhan itu, karena cap kesultanan sehari-hari berada di kantor patih. Pada bulan [[Desember]] [[1810]], [[Herman Daendels]] menyerbu [[Kesultanan Yogyakarta]], menurunkan Hamengkubuwana II, dan menggantinyamenaklukkannya.{{Butuh dengan putranya, GRM Suraja, sebagai Sultan [[Hamengkubuwana III]], menangkap Pangeran Natakusuma dan Natadiningrat, serta mengembalikan kedudukan Patih Danureja II.rujukan}}
Hamengkubuwana II juga bersitegang dengan Patih Danureja II yang dekat dengan [[Belanda]]. Ia memecat Danureja II dan menggantinya dengan Pangeran Natadiningrat, putra Pangeran Natakusuma (adik Hamengkubuwana II). Kemudian Hamengkubuwana II juga merestui pemberontakan menantunya, yaitu Raden Rangga Prawiradirjo III, ''bupati wedana'' [[Madiun]] yang menentang pemanggilan dirinya ke Bogor akibat kasus kerusuhan di Ngebel dan Sekedok, berkaitan dengan pemaksaan penyerahan hak pengelolaan hutan kesultanan oleh [[Herman Willem Daendels|Daendels]].
 
Akibat penaklukan Kesultanan Yogyakarta, Hamengkubuwana II diturunkan dari tahtanya oleh Daendels. Kedudukan Hamengkubuwana II kemudian digantikan oleh putranya yang ditetapkan oleh Daendels sebagai Wali Raja. Putra Hamengkubuwana II yang ditetapkan sebagai raja ialah GRM Suraja sebagai Sultan [[Hamengkubuwana III]].<ref>{{Cite book|last=Maschab|first=Mashuri|date=Desember 2013|url=https://polgov.fisipol.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/1667/2022/02/politik-pemerintahan-desa.pdf|title=Politik Pemerintahan Desa di Indonesia|location=Yogyakarta|publisher=Penerbit PolGov|isbn=978-602-14532-2-3|editor-last=Gustomy, R., dan Parlindungan, U.|pages=37|url-status=live|access-date=2023-05-25|archive-date=2023-08-06|archive-url=https://web.archive.org/web/20230806131131/https://polgov.fisipol.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/1667/2022/02/politik-pemerintahan-desa.pdf|dead-url=no}}</ref> Daendels juga menangkap Pangeran Natakusuma dan Natadiningrat, serta mengembalikan kedudukan Patih Danureja II.
[[Belanda]] akhirnya menumpas [[pemberontakan Raden Ronggo]] dengan pasukan gabungan antara Belanda, Surakarta, dan Yogyakarta. Daendels semakin mencurigai peran Hamengkubuwana II di balik gerakan Raden Rangga, apalagi dari surat yang diambil sebagai barang bukti dari jasad Raden Rangga, terdapat cap berlogo kesultanan. Hal ini menyebabkan keributan antara kedua pihak. Sultan terang saja menolak tuduhan itu, karena cap kesultanan sehari-hari berada di kantor patih. Pada bulan [[Desember]] [[1810]], [[Herman Daendels]] menyerbu [[Yogyakarta]], menurunkan Hamengkubuwana II, dan menggantinya dengan putranya, GRM Suraja, sebagai Sultan [[Hamengkubuwana III]], menangkap Pangeran Natakusuma dan Natadiningrat, serta mengembalikan kedudukan Patih Danureja II.
 
== Pemerintahan Periode Kedua ==
{{lihat pula|Geger Sepehi}}
Pada tahun [[1811]] pemerintahan [[Belanda]] atas [[Jawa]] dan [[Nusantara]] direbut oleh [[Inggris]]. Hal ini dimanfaatkan Hamengkubuwana II untuk kembali menjadi raja, dan menurunkan [[Hamengkubuwana III]] sebagai [[putra mahkota]] kembali. Tak hanya itu, Sultan juga berinisiatif menyingkirkan Danureja II yang dianggap sebagai biang keladi masalah yang dihadapi Sultansultan dengan Daendels. [[Pada September]] [[1811]], Danureja II dibunuh di depan Sitihinggil atas perintah Sultansultan ketika hendak menghadiri rapat di keraton.
 
Sikap Hamengkubuwana II terhadap [[Inggris]] sama buruknya dengan sikapnya terhadap [[Belanda]]. Terutama pada putranya, Mas Suraja, sikap Sultansultan bisa dibilang amat keras, mengingat putranya tersebut dianggap turut berperan dalam menyingkirkan dirinya dari singgasana kesultanan tahun 1810. Pembersihan besar-besaran yang dilakukan Sultansultan setelahnya, bahkan nyaris mengancam keselamatan jiwa sang putra mahkota. Dengan Inggris, tercatat nyaris terjadi pertumpahan darah antara utusan [[Thomas Stamford Bingley Raffles|Raffles]] dengan kerabat keraton di depan Sultan, hanya akibat kursi untuk Raffles diletakkan lebih rendah dari singgasana Sultan, sewaktu wakil gubernur [[Inggris]] tersebut hendak mengunjungi [[Yogyakarta]] bulan [[Desember]] [[1811]].
 
[[Pakubuwana IV]] di [[Surakarta]] pura-pura mendukung Hamengkubuwana II agar berani memerangi [[Inggris]]. Surat-menyurat antara kedua raja ini terbongkar oleh [[Inggris]]. Maka, pada tanggal [[19 Juni]] [[1812]], pasukan [[Inggris]] yang dibantu [[Mangkunegaran]] menyerbu [[Yogyakarta]]. Terjadi perang besar yang berakhir dengan kekalahan kesultanan. Hamengkubuwana II ditangkap dan dibuang ke [[pulau Penang]], sedangkan [[Pakubuwana IV]] dirampas sebagian wilayahnya.
 
[[Hamengkubuwana III]] kembali diangkat sebagai raja [[Yogyakarta]]. Pangeran Natakusuma, yang mendukung [[Inggris]], diangkat oleh [[Thomas Stamford Raffles|Thomas Raffles]] diangkat sebagai [[Paku Alam I|Pakualam I]] dan mendapat wilayah berdaulat bernama [[Pakualaman]].
 
== Pemerintahan Periode Ketiga ==
Pada tahun [[1825]] terjadi perlawanan [[Pangeran Diponegoro]] (putra [[Hamengkubuwana III]]) terhadap [[Belanda]] (yang kembali berkuasa sejak tahun [[1816]]). Saat itu raja yang bertahta di [[Yogyakarta]] adalah [[Hamengkubuwana V]], yang bertahta menggantikan ayahnya tahun [[1823]] saat dirinya masih berumur 3 tahun.
 
Perlawanan [[Diponegoro|Pangeran Diponegoro]] sangat mendapat dukungan dari rakyat. Pemerintah [[Hindia Belanda]] mencoba mengambil simpati rakyat dengan mendatangkan Hamengkubuwana II yang dulu dibuang [[Inggris]]. Hamengkubuwana II kembali bertahta pada [[18 Agustus]] [[1826]], sedangkan [[Hamengkubuwana V]] ''agak'' disingkirkan oleh [[Belanda]]. Kedatangan Sultansultan sebagai penguasa Yogyakarta terbukti sedikit banyak melemahkan kekuatan Diponegoro, mengingat kepopulerannya semasa masih menjabat sebelum dibuang ke Penang tahun 1812. DalamPada masa itu, Sultansultan berusaha keras guna menertibkan keadaan dan mengembalikan keamanan di wilayahnya, meskipun dihimpit denganoleh tuntutan-tuntutan Belanda dalam rangka memadamkan Perang Diponegoro. Beberapa tokoh penting keraton berhasil dibujuk pulang ke Yogyakarta, namun demikian, Sultansultan sendiri tidak pernah berniat serius untuk membujuk Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi, putranya, untuk menghentikan perlawanan. Belanda mencurigai tindakan Sultansultan ini sebagai dukungan terselubung terhadap perlawanan Diponegoro.
 
== Wafat ==
Sultan Hamengkubuwana II yang sudah tua (dan dipanggil sebagai ''SinuhunSultan Sepuh''), akhirnya mangkat pada tanggal [[3 Januari]] [[1828]] setelah menderita sakit radang tenggorokan dan akibat usia tua. Pemerintahan kembali dipegang oleh cicitnya, yaitu [[Hamengkubuwana V]]. Berbeda dari penguasa-penguasa Kesultanan Yogyakarta lainnya, jenazah Hamengkubuwana II tidak dimakamkan di [[Permakaman Imogiri|Imogiri]], melainkan di kompleks pemakaman [[Kotagede, Yogyakarta|Kotagede]]. Hal ini terjadi karena pertimbangan keamanan. Jalur perjalanan ke Imogiri kala itu dikuasai oleh kubu Pangeran Diponegoro.
 
==Keluarga==
Baris 90 ⟶ 96:
# GKR. Kedhaton (1750-[[1820]]), [[puteri]] [[Purwodiningrat dari Madiun|Kanjeng Raden Adipati Purwodiningrat]], [[Daftar Bupati Magetan|Bupati Magetan]], dan memiliki anak:
## GRM. Surojo (bergelar [[Hamengkubuwana III]])
## GKR. Bendoro, menikah dengan Kanjeng Raden Tumenggung Sumodiningrat, [[cucu]] [[Hamengkubuwana I]] dari puterinya RAy. Joyoningrat.
## GKR. Hangger, menikah dengan [[Danureja II]], patih Yogyakarta.
## Gusti Pangeran Haryo Mangkubumi
## GKR. Maduretno, menikah dengan [[RanggaRonggo PrawiradirjaPrawirodirjo III]].
# Gusti Raden Ayu Pretiwiningrum/GKR. Hemas ([[1760]]-1826), puteri Kanjeng Pangeran Haryo Pakuningrat dan Ratu Alit, puteri [[Pakubuwana II]], dan memiliki anak:
## Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Mangkudiningrat ([[1778]]-[[1824]]), [[kakek buyut]] [[Soekemi Sosrodihardjo]] ([[ayah]] [[Soekarno]], [[President ofPresiden Indonesia]] ke-1)
# GKR. Kencono Wulan (skt. [[1780]]-[[1859]]), puteri Kyai Ronodigdoyo, dan memiliki anak:
## GKR. Ayu, menikah dengan [[Paku Alam II]]
## GRM. Sudaryo, mati muda.
## GKR. Anom, menikah dengan [[Raden|R]] [[Adipati|A]] [[Arya|A]] [[Tumenggung|T]] [[Danukromo|Danuningrat I]] atau [[Sayyid]] Alawi bin Ahmad bin Sa'id bin Abdul Wahab bin [[Sayyid Sulaiman|Sulaiman]] [[Basyeiban]] Bupati Pertama Magelang.
Baris 186 ⟶ 192:
# BMAj. Puspitoresmi, dan memiliki anak
## BRAy. Notonegoro I
## BRAy. Notonegoro II, Suami K.R.T. Sawunggaling II dan memiliki 5 orang anak
###....+ RMT. SOEROKUSUMAN, Bupati Kutoarjo
### R.Ay. Prawiroatmodjo
#### R.Ay. Prawirodimedjo
#### R.M. Mangkuatmodjo
### R.Ay. Tjakroredjo
### R.M. Ario Tjokrowinoto
### R.Ay. Djojoredjo
# BMAj. Niloresmi, dan memiliki anak
## BRAy. Joyodirjo
Baris 220 ⟶ 233:
<!-- Bantulah wikipedia menambahkan templat ini pada halaman tokoh muslim yang belum terhimpun di dalam --Kategori:Semua artikel biografi tokoh muslim -- Lihat Templat:Lifetime-Tokoh-Muslim -->
{{Lifetime-Tokoh-Muslim
|sort =
|hari_lahir =
|tgl_lahir_h =
|tgl_lahir_m = 7
|bln_lahir_h =
|bln_lahir_m = Maret
|thn_lahir_h =
|thn_lahir_m = 1750
|tempat_lahir =
|status_hidup_wafat = WAFAT
|sebab_wafat = Sakit
|tempat_wafat =
|hari_wafat =
|tgl_wafat_h =
|tgl_wafat_m = 3
|bln_wafat_h =
|bln_wafat_m = Januari
|thn_wafat_h =
|thn_wafat_m = 1828
|tempat_makam =
}}