Dialektologi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (- + ) |
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan. |
||
(8 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Dialektologi''' adalah
Dialektologi kemudian dibagi menjadi dua subcabang yaitu geografi dialek dan sosiolinguisik. Sosiolinguisik mempelajari variasi bahasa berdasarkan pola-pola kemasyarakatan. Dengan kata lain, [[sosiolinguistik]] mempelajari ko-variasi antara struktur linguistik dan [[struktur sosial]]. Sebaliknya, geografi dialek mempelajari variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal dalam suatu wilayah bahasa. Dengan kata lain, geografi dialek mengungkapkan fakta-fakta tentang perluasan ciri-ciri linguistis yang sekarang tercatat sebagai ciri-ciri dialek.
Dalam menjalankan penelitian lapangan, para peneliti dialektologi di Indonesia biasanya menggunakan metode pupuan lapangan. Metode pupuan lapangan merupakan metode yang memiliki dua teknik penjaringan bahan, yaitu pencatatan langsung dan pencatatan tak langsung. Pada umumnya, para peneliti dialektologi di Indonesia memilih teknik pencatatan langsung menggunakan daftar tanyaan. Daftar tanyaan yang digunakan dalam penelitian berada pada tataran leksikon karena bidang leksikon dapat menunjukkan perbedaan dialek satu dan dialek lainnya<ref>Lauder, Multamia Retno Mayekti Tawangsih. 2007. ''Sekilas Mengenai Pemetaan Bahasa''. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. </ref>.▼
Bidang ini tidak hanya memperhatikan masyarakat yang telah tinggal pada suatu daerah secara turun-temurun, tetapi juga kelompok pendatang yang membawa bahasa mereka pada suatu daerah baru ([[kontak bahasa]]). Kontak suatu bahasa atau dialek lain dengan bahasa atau dialek suatu daerah pengguna bahasa membuat bahasa memiliki berbagai variasi. Masyarakat di suatu daerah selalu mempunyai bahasa atau dialek tersendiri sebagai identitas kelompoknya. Bahasa atau dialek tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda dengan bahasa atau dialek yang ada di daerah lain atau masyarakat pada umumnya. Perbedaan tersebut terjadi karena kondisi geografis daerah pengguna suatu bahasa atau dialek yang berbatasan langsung dengan daerah pengguna bahasa atau dialek lain. Dalam ilmu linguistik variasi-variasi tersebut disebut sebagai variasi leksikal.
== Bibliografi ==▼
== Bahasa dan Dialek ==
Menurut Lauder (2002), salah satu isu teoretis yang tersulit dalam linguistik adalah menentukan kriteria yang tepat, akurat, dan komprehensif untuk dapat membedakan antara bahasa dan dialek. Hal ini berdampak langsung pada klasifikasi semua bahasa dan juga termasuk penghitungan jumlah bahasa di seluruh dunia. Masalah-masalah tersebut merupakan masalah mendasar yang harus ditangani oleh linguistik. Cabang ilmu linguistik yang terkait langsung dengan masalah-masalah tersebut antara lain ''Tipologi Bahasa, Linguistik Historis Komparatif,'' dan ''Dialektologi''.<ref name=":0" /><ref name=":1">{{Cite book|last=Ayatrohaedi, 1939-2006.|date=1979|url=http://worldcat.org/oclc/16223512|title=Dialektologi sebuah pengantar|publisher=Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|oclc=16223512}}</ref>
Batasan mengenai bahasa dan dialek sampai saat ini masih merupakan perdebatan panjang di antara sesama ahli dialektologi. Secara sepintas, pembedaan antara bahasa dan dialek seharusnya tidak menjadi masalah karena secara konseptual, dialek adalah subdivisi dari bahasa. Dalam kenyataan sehari-hari di lapangan, hal itu tidak sesederhana yang dibayangkan. Tidak mudah untuk menentukan kriteria yang dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa ''dua variasi bahasa yang terdapat di wilayah X adalah dua bahasa yang berbeda'' atau ''dua dialek yang berbeda dari satu bahasa yang sama''.
Dalam KBBI, dialek didefinisikan sebagai suatu variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai. Selain itu, dialek didefinisikan oleh Petyt sebagai suatu variasi bahasa dalam suatu komunitas bahasa yang mengacu pada karakteristik variasi berdasarkan asal geografis dan asal sosial penutur. Di sisi lain, Dhanawaty memaparkan bahwa dialek merupakan variasi bahasa berdasarkan faktor geografis penutur. Dari beberapa definisi di atas, dialek bisa disimpulkan sebagai suatu variasi bahasa yang ada dalam masyarakat berdasarkan karakteristik geografis penutur.<ref>{{Cite web|title=(PDF) Sekilas tentang Lingkup Kajian Dialektologi|url=https://www.researchgate.net/publication/331319619_Sekilas_tentang_Lingkup_Kajian_Dialektologi|website=ResearchGate|language=en|access-date=2020-08-26}}</ref>
Dialek atau dialek regional ini terbentuk dalam masyarakat bahasa yang berada dalam letak geografis yang sama. Biasanya, letak geografi masyarakat bahasa yang satu saling berdekatan dengan letak geografis masyarakat bahasa lainnya. Hal ini biasnaya menjadi salah satu faktor yang memungkinkan adanya komunikasi antaranggota masyarakat dari kedua wilayah tersebut. Berdasarkan asumsi di atas, ada beberapa ciri umum dialek. Pertama, penutur dari dialek-dialek bahasa yang sama biasanya dapat memahami maksud dari mitra tutur. Apabila ada dialek-dialek dalam bahasa yang sama namun tidak dimengerti mitra tutur maka dialek-dialek tersebut menjadi bahasa yang baru, bukan lagi menjadi dialek.
== Variasi Leksikal ==
Variasi leksikal terjadi karena adanya perbedaan pelafalan, pergeseran bentuk, perubahan bentuk, dan pergeseran makna. Pergeseran makna yang dimaksud dapat berupa pemberian nama yang berbeda untuk objek yang sama di beberapa tempat yang berbeda, seperti pada leksikon ''hagan'' dan ''gasan'' yang sama-sama bermakna ‘untuk’. Pergeseran makna tersebut juga dapat berupa pemberian nama yang sama untuk hal yang berbeda di beberapa tempat yang berbeda, seperti kata [səgər] untuk ‘segar’ dan ‘gemuk’ dalam bahasa Jawa, misalnya.
Variasi leksikal juga terjadi karena adanya perbedaan onomasiologis dan semasiologis. Perbedaan onomasiologis menunjukkan makna yang berbeda berdasarkan satu konsep yang diberikan di beberapa tempat yang berbeda. Perbedaan semasiologis merupakan kebalikan dari perbedaan onomasiologis, yaitu pemberian nama yang sama untuk beberapa konsep yang berbeda.<ref name=":1" /> Sehingga secara teoretis, dapat diketahui bahwa perbedaan dialek yang satu dengan dialek yang lainnya tampak pada bidang leksikon.<ref>{{Cite book|last=Lauder, Multamia R. M. T.|date=[1993]|url=http://worldcat.org/oclc/622340154|title=Pemetaan dan distribusi bahasa-bahasa di Tangerang|publisher=[Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa]|isbn=979-459-368-0|oclc=622340154}}</ref>
Adanya dua dialek besar yang sering digunakan oleh masyarakat Banjar, misalnya, menimbulkan adanya variasi leksikal untuk menyebutkan objek yang sama dalam [[bahasa Banjar]]. Masyarakat Banjar yang tinggal di hulu sungai memiliki kecenderungan yang besar dalam menggunakan dialek Banjar Hulu. Mereka menyebut surau dalam bahasa Indonesia dengan ''balai'' [balay] sedangkan masyarakat kota yang menggunakan dialek Banjar Kuala akan menyebut surau dengan ''langgar'' [laŋgar].
== Metode Penelitian ==
▲Dalam menjalankan penelitian lapangan, para peneliti dialektologi di Indonesia biasanya menggunakan metode pupuan lapangan. Metode pupuan lapangan merupakan metode yang memiliki dua teknik penjaringan bahan, yaitu pencatatan langsung dan pencatatan tak langsung. Pada umumnya, para peneliti dialektologi di Indonesia memilih teknik pencatatan langsung menggunakan daftar tanyaan. Daftar tanyaan yang digunakan dalam penelitian berada pada tataran leksikon karena bidang leksikon dapat menunjukkan perbedaan dialek satu dan dialek lainnya.<ref name=":0">Lauder, Multamia Retno Mayekti Tawangsih. 2007. ''Sekilas Mengenai Pemetaan Bahasa''. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.
▲== Bibliografi ==
* {{cite|author=Zulaeha, I.|year=2009|title=Dialektologi: Dialek Geografi dan Dialek Sosial}}
* {{cite|author=Nadra, Reniwati|year=2009|title=Dialektologi: Teori dan Metode|place=Yogyakarta|publisher=Elmatera Publishing}}
Baris 11 ⟶ 31:
{{reflist}}
== Lihat pula ==
* [[Dialektologi perseptual]]
[[Kategori:Dialek]]
▲[[Kategori:Sosiolinguistik]]
|