Pengguna:Fazoffic/Ch: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
Baris 43:
}}
=== Ch. 1 ===
{{Collapsible list|title=Baca|Dia adalah Setya, seorang bocah yang kehilangan orangtuanya sejak kecil. Bekerja sebagai kuli pembuat arca di sebuah kuil Hindu. Agama? Ntahlah. Pandangan hidup? Mungkin ... tidak ada. Dia adalah seorang anak yang melarat, dengan cita-cita setinggi langit, namun ekspetasi yang serendah Bumi tampaknya telah menghancurkan ekspetasinya sekejap mata. Kini, dia hanyalah seorang budak? Mungkin bisa dianggap begitu. Kerjanya hanyalah membuat arca dan mengukir. Orang kuil jarang berinteraksi dengannya. Sesekali ia juga diajari bermain alat musik seperti sitar dan sejenisnya. Walaupun sitar memang merupakan alat musik yang jarang dipakai pada masa itu.
 
Walaw e ... rupanya kuil tempat ia bekerja terbakar oleh seorang pengunjung yang tampaknya tidak senang atau punya masalah pribadi dengan pandita setempat. Kuil yang terbakar pada malam hari hanya menyisakan abu di hati Setya kecil, yang tidak bisa apa-apa kecuali menatap langit dan kemudian tertidur pulas di tengah hutan belantara yang rimbun.
 
Ketika matanya terbangun, seorang kakek tua berambut penuh uban panjang dengan janggut dan jambang yang juga beruban sudah berdiri di depan matanya. Melihat pemandangan wajah tua bangka seperti itu, Setya hanya bisa terpana. Wajah kakek itu ramah seperti Buddha, hanya saja mata si aki ini agak laen, cara dia melirik seperti bandit. Firasatnya agak buruk, namun karena ia tidak bisa apa-apa, dtahannya saja lah firasat itu.
 
"Di mana ... aku?" Tanya Setya kecil sambil terbata-bata.
 
"Dirumahku lah, masak di istana raja." Timpal si tua bangka.
 
"Surga?"
 
"Ndasmu surga."
 
Perlahan, tapi pasti, Setya bangun dan duduk mengamati sekelilingnya. Rumah itu cukup rapi, bersih. Perabotan di sekitarnya tertata dengan baik. Kakek ini pasti membersihkan rumahnya dengan baik.
 
"Apakah Anda yang merawat saya?" Tanya Setya.
 
"Emang siapa lagi?" Timpal si kakek.
 
"Pandita kuil bagaimana?"
 
"Modar." Jawab si kakek dengan simpel.
 
Si kakek pergi keluar untuk minum. Setya perlahan-lahan pergi keluar, dan mengamati sekitarnya. Dia segera melihat pemandangan yang luar biasa. Tampak Pegunungan Wilis berada di sekitarnya, seolah ia merupakan satu kesatuan dengan pegunungan itu sendiri. Ia terpaku dengan pemandangan yang tak pernah dilihatnya selama enam tahun dirinya dibesarkan di kuil.
 
Mendadak, si kakek sudah ada di belakangnya.
"Kehilangan arah hidup kawan kecil? Bagaimana kalau menjadi muridku?"
 
"Apa yang akan Anda ajarkan?" Tanya Setya kecil.
 
"Beladiri." Ringkas sang kakek sambil mengepalkan tangannya, mengambil satu langkah tegas ke depan, lalu meninju udara yang diikuti gumpalan energi yang sangat kecang dan pada. Setya awalnya tak paham, hingga akhirnya di ujung pandangannya sana, pukulan tersebut membelah sebuah bukit.
 
"Baik guru." Ucap Setya sembari mengambil sikap sembah kepada guru barunya itu.
 
"Baik, besok adalah pelajaran pertamamu, bersiaplah nak." Ucap gurunya sambil masuk ke dalam rumah, meninggalkan Setya yang mulai merasakan firasat buruk bermunculan di kepalanya.}}