Kerajaan Melayu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Udinadut (bicara | kontrib)
Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(39 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 8:
| religion = [[Buddha Vajrayana]], [[Buddha Mahayana]], [[Buddha Hinayana]], [[Hindu]]
| p1 = Kerajaan Kandali
| p2 = Dinasti Chola
| s1 = Sriwijaya
| s2 = Majapahit
| life_span = 645 - 682<br>1028 - 1286<br>1347 - ....
| date_start =
| date_end =
Baris 18:
| symbol_type =
| image_map = Malay Kingdoms id.svg
| image_map_caption = Peta kerajaan-kerajaan purba (kadatuan) Melayu yang bersifat Hindu-Buddha, sebelum perluasan dan penaklukan oleh Kemaharajaan Sriwijaya pada sekitar akhir abad ke-7 masehi. Negeri-negeri atau kadatuan-kadatuan Melayu ini terletak di kedua tepi Selat Malaka, yaitu di Swarnadwipa dan Semenanjung Melayu. Kerajaan-kerajaan ini antara lain Kerajaan Melayu yang berpusat di hulu Batang Hari Minanga tepatnya Dharmasraya sedangkan tidak ada bukti sejarah bahwa pusat kerajaan Melayu yang Masyur itu di Muaro tebo, Sriwijaya (Palembang), Langkasuka (Kedah), dan lain-lain.
| image_map_caption = Peta Suvarnabhumi berdasarkan teori yang diterima umum. Pusat Kerajaan Dharmasraya yang juga terkait dengan situs Candi Padangroco adalah Aliran sungai Batanghari, di Jorong Sungai Langsat atau di hulunya yang terletak di pedalaman Mināṅgakabwa, Sumatera (sekarang Dharmasraya dan Solok).
| capital = [[Minanga]] <br> [[Dharmasraya]] <br> [[Pagaruyung]]
| common_languages = [[Melayu Kuno]], [[Sanskerta]], [[Kawi|Jawa Kuno]]
| government_type = Monarki
| title_leader = Maharaja
Baris 53:
*{{flag|Malaysia}}
*{{flag|Thailand}}}}
| flag_p2 = Flag_of_Chola_Kingdom.png
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Hindu-Buddha}}
Baris 60 ⟶ 61:
Kerajaan ini berada di pulau ''Swarnadwipa'' atau ''Swarnabumi'' ([[Bahasa Thailand|Thai]]:''Sovannophum'') yang oleh para pendatang disebut sebagai pulau emas yang memiliki tambang emas, dan pada awalnya mempunyai kemampuan dalam mengontrol perdagangan di [[Selat Melaka]] sebelum akhirnya terintegrasi dengan [[Kerajaan Sriwijaya]] ([[Bahasa Thailand|Thai]]:''Sevichai'') pada tahun [[682]].<ref name="Damais">Louis-Charles Damais, 1952, ''Etude d’Epigraphie Indonesienne III: Liste des Principales Datees de l’Indonesie'', BEFEO, tome 46. (merupakan terjemahan [[Pararaton]] dalam bahasa Prancis)</ref>
 
Penggunaan kata ''Melayu'', telah dikenal sekitar tahun 500–850100–150 seperti yang tersebut dalam buku ''Geographike Sintaxis'' karya Ptolemy yang menyebutkan ''maleu-kolon''.<ref>Berggren, J. Lennart and Jones, Alexander, (2000), ''Ptolemy's Geography: An Annotated Translation of the Theoretical Chapters'', Princeton University Press, Princeton and Oxford, ISBN 0-691-01042-0.</ref> Kemudian dalam kitab Hindu ''Purana'' pada zaman Gautama Buddha terdapat istilah ''Malaya dvipa'' yang berarti "Pulau Melayu".
 
== Nama resmi kerajaan ==
Baris 72 ⟶ 73:
{{cquote2|''“Tamralipti adalah tempat kami naik kapal jika akan kembali ke Tiongkok. Berlayar dari sini menuju tenggara, dalam dua bulan kami sampai di '''Kedah'''. Tempat ini sekarang menjadi kepunyaan Sriwijaya. Saat kapal tiba adalah bulan pertama atau kedua .... Kami tinggal di Kedah sampai musim dingin, lalu naik kapal ke arah selatan. Setelah kira-kira sebulan, kami sampai di negeri '''Malayu''', yang sekarang menjadi bagian Sriwijaya. Kapal-kapal umumnya juga tiba pada bulan pertama atau kedua. Kapal-kapal itu senantiasa tinggal di Malayu sampai pertengahan musim panas, lalu mereka berlayar ke arah utara, dan mencapai Kanton dalam waktu sebulan.”''}}
 
Menurut catatan I Tsing, Sriwijaya menganut agama [[Buddha]] aliran [[Hinayana]], kecuali Ma-la-yu. Tidak disebutkan dengan jelas agama apa yang dianut oleh kerajaan Melayu. Dari catatan it sing ini dapat di tarik kesimpulan Kerajaan Melayu sudah ada sebelum Sriwijaya berdiri, terbukti kerajaan Melayu di taklukan Sriwijaya. Dari bukti arkeologis dan sejarah pusat Kerajaan Melayu yang termasyur itu ada di Dharmasraya tanah Minanga di hulu Sungai Batang Hari, diperkuat oleh arti dari kata Melayu yakni berbukit atau dataran tinggi yang merujuk pada topografi tanah Minanga/Minang. Di dukung oleh tulisan yang terdapat pada cindera mata Raja Singosari yang menyatakan rakyat Bhumi Melayu gembira menerima cinderamatanya dan cindera mata ini ditemukan di hulu Sungai Batang Hari Dharmasraya tanah Minanga. Diperkuat oleh parataton Majapahit yang menyebut Ratu pertama Majapahit adalah Putri Raja Kerajaan Melayu di Dharmasraya dan keturunan adik Ratu Majapahit yang bernama Adityawarman kembali ke tanah leluhurnya untuk menjadi Raja di Kerajaan Melayu dan pada abad 13m beliau memindahkan pusat Kerajaan Melayu di Dharmasraya ke Pagaruyung (Melayupura).
Menurut catatan I Tsing, Sriwijaya menganut agama [[Buddha]] aliran [[Hinayana]], kecuali Ma-la-yu. Tidak disebutkan dengan jelas agama apa yang dianut oleh kerajaan Melayu.
 
=== Catatan Wang Pu ===
Baris 91 ⟶ 92:
[[Berkas:Candi Gumpung Muarojambi.jpg|ka|jmpl| Candi Gumpung, kuil Buddha di [[Muaro Jambi]].]]
 
[[Prof. Slamet Muljana]] berpendapat, istilah ''Malayu'' berasal dari kata ''Malaya'' yang dalam [[bahasa Sanskerta]] bermakna “bukit”. Nama sebuah kerajaan biasanya merujuk pada nama ibu kotanya. Oleh karena itu, ia tidak setuju apabila istana Malayu terletak di [[Kota Jambi]], karena daerah itu merupakan dataran rendah. Menurutnya, pelabuhan Malayu memang terletak di Kota Jambi, tetapi istananya terletak di pedalaman yang tanahnya agak tinggi. Menurut [[prasasti Tanjore]] yang dikeluarkan oleh [[Rajendra Chola I]] bertarikh 1030, menyebutkan bahwa ibu kota kerajaan Malayu dilindungi oleh benteng-benteng, dan terletak di atas bukit. Lokasi pastinya adalah [[Muara Tebo, Tebo Tengah, Tebo|Muara Tebo]]. Muljana berpendapat, "... baik ditinjau dari peninggalan-peninggalan kuno yang berupa piagam maupun dari pemberitaan piagam Tanyore dan piagam Kedukan Bukit, maka letak pusat kerajaan Melayu bukan di sekitar Muara Tebo seperti yang di klaim selama ini karena tebo bukan dataran dan tidak ada satupun bukti yang mendukung pendapat ini, dari seluruh bukti sejarah Dharmasraya tanah Minanga yang merupakan hulu Sungai Batang Hati lebih menguntungkankuat daripadasebagai dipusat dari kotaKerajaan Jambi.Melayu" (hal. 147).<ref name="Muljana"/>.
<!-- SEMENTARA DISEMBUNYIKAN KARENA MENGANGGU ALUR CERITA
Slamet Muljana memakai rujukan berdasarkan tulisan kronik '''I-tsing''' tahun [[671]] sedangkan menurut kronik '''Hsin-T’ang-shu''' bahwa pada periode tahun [[670]]-[[673]] Kerajaan Sriwijaya telah pernah mengirim utusan ke Tiongkok <ref> {{cite book | first=Denis | last=Twitchett | coauthors= | title=Deux Itineraires de Chine en Inde a la Fin du VIIIe Siecle, Tome 4| publisher= Bulletin de l'Ecole française d'Extrême-Orient | year=1904 | isbn= |pages='''333-334'''| chapter='''XXXVI'''}}</ref> demikian pula dengan maksud askara ''Marwuat Wanua'' yang dipakai rujukan Slamet Muljana dalam prasasti Kedukan Bukit, ''Marwuat'' yakni dapat berarti membuat atau membangun, sedangkan ''Wanua '' mempunyai arti ganda dapat berarti bangunan rumah atau negeri (kota) <ref>{{cite book | first=Philippus Samuel | last=van Ronke | coauthors= | title=A Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde Vol VI| publisher=University of California Press | year=1920 | isbn= |pages='''12-21'''| chapter=}}</ref> sumber pada pecahan prasasti nomor D.161 yang ditemukan di Palembang, yang isinya serupa dengan isi prasasti tersebut diatas tertulis: ... wihara ini, di wanua ini <ref>{{cite book | first=J. G. | last=de Casparis | coauthors= | title=Indonesian chronology Vol 3| publisher=University of Michigan Press | year=1978 | isbn=9004057528, 9789004057524 |page=69| |pages='''14-15''' | chapter=}}</ref> dengan demikian dapat diartikan bahwa ''Marwuat Wanua'' pada tahun 682 adalah membangun sebuah bangunan tempat peribadatan bukan sebuah negeri (kota).-->
Baris 116 ⟶ 117:
Kekalahan kerajaan [[Sriwijaya]] akibat serangan [[Rajendra Chola|Rajendra Coladewa]], raja Chola dari [[Koromandel]] telah mengakhiri kekuasaan [[Wangsa Sailendra]] atas pulau [[Sumatra]] dan [[Semenanjung Malaya]] sejak tahun [[1025]]. Beberapa waktu kemudian muncul sebuah dinasti baru yang mengambil alih peran Wangsa Sailendra, yaitu yang disebut dengan nama Wangsa [[Mauli]].
 
Kerajaan Melayu, selama beberapa waktu, diidentifikasi oleh orang Tionghoa sebagai penerus Sriwijaya. Hal ini ditunjukkan oleh catatan Cina yang selalu menyebut ''Sanfoqi'', istilah mereka untuk Sriwijaya, setelah jatuhnya Sriwijaya pada tahun 1025. ''Sanfoqi'' mengirim utusan ke Cina pada tahun 1028, tetapi ini merujuk pada Malayu-Jambidharmasraya, bukan Sriwijaya-Palembang.<ref name=":02">{{Cite book|last=Miksic|first=John N.|last2=Goh|first2=Geok Yian|date=2017|title=Ancient Southeast Asia|location=London|publisher=Routledge}}</ref>{{rp|398, 405}}
 
Prasasti tertua yang pernah ditemukan atas nama raja Mauli adalah [[Prasasti Grahi]] tahun [[1183]] di selatan [[Thailand]]. Prasasti itu berisi perintah ''Maharaja [[Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa]]'' kepada bupati Grahi yang bernama ''Mahasenapati Galanai'' supaya membuat arca Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin. Yang mengerjakan tugas membuat arca tersebut bernama ''Mraten Sri Nano''.
Baris 128 ⟶ 129:
Istilah ''Srimat'' yang ditemukan di depan nama Trailokyaraja, Tribhuwanaraja dan Adityawarman berasal dari [[bahasa Tamil]] yang bermakna ”tuan pendeta”. Dengan demikian, kebangkitan kembali kerajaan Melayu dipelopori oleh kaum pendeta. Namun, tidak diketahui dengan jelas apakah pemimpin kebangkitan tersebut adalah Trailokyaraja, ataukah raja sebelum dirinya, karena sampai saat ini belum ditemukan prasasti Wangsa Mauli yang lebih tua daripada prasasti Grahi.
 
== Masa keemasanMiliter ==
 
Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku ''Chu-fan-chi''<ref>{{cite book|last=Hirth|first=F.|year=1911|title=Chao Ju-kua, His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteen centuries, entitled Chu-fan-chi|publisher=St Petersburg|authorlink=|coauthors=Rockhill, W.W.}}.</ref> yang ditulis pada tahun 1178, ''Chou-Ju-Kua'' menerangkan bahwa di kepulauan [[Asia Tenggara]] terdapat dua kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni San-fo-ts'i dan Cho-po (Jawa). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan rakyat San-fo-ts'i memeluk Budha, dan memiliki 15 daerah bawahan yang meliputi; ''Si-lan'' ([[Kamboja]]), ''Tan-ma-ling'' ([[Tambralingga]], Ligor, selatan Thailand), ''Kia-lo-hi'' (Grahi, [[Chaiya]] sekarang, selatan Thailand), ''Ling-ya-si-kia'' ([[Langkasuka]]), ''Kilantan'' ([[Kelantan]]), ''Pong-fong'' ([[Pahang (negara bagian)|Pahang]]), ''Tong-ya-nong'' ([[Terengganu]]), ''Fo-lo-an'' (muara sungai [[Dungun]] daerah Terengganu sekarang), ''Ji-lo-t'ing'' (Cherating, pantai timur semenanjung malaya), ''Ts'ien-mai'' (Semawe, pantai timur semenanjung malaya), ''Pa-t'a'' (Sungai Paka, pantai timur Semenanjung Malaya), ''Lan-wu-li'' ([[Lamuri]] di [[Aceh]]), ''Pa-lin-fong'' ([[Palembang]]), ''Kien-pi'' ([[Jambi]]), dan ''Sin-t'o'' ([[Sunda]]).<ref name="Muljana2">{{cite book|last=Muljana|first=Slamet|year=2006|title=Sriwijaya|location=|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|editor=F.W. Stapel|pages=|id=ISBN 978-979-8451-62-1|authorlink=Slamet Muljana}}</ref><ref name="Soekmono2">{{cite book|last=Soekmono|first=R.|year=2002|title=Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2|publisher=Kanisius|id=ISBN 979-413-290-X|authorlink=Soekmono}}</ref>
Setelah serangan Chola, tidak ada informasi tentang masalah angkatan laut di Selat Malaka. Istilah Tiongkok untuk Sriwijaya, yaitu Sanfoqi, masih terus digunakan sampai berabad-abad setelahnya, namun setelah tahun 1025 istilah Sanfoqi merujuk pada [[kerajaan Malayu Dharmasraya]].<ref name=":02" />{{rp|398, 405}} Catatan baru muncul dalam dalam ''Lingwai daida'' (tahun 1178), yang ditulis oleh Zhou Qufei:<blockquote>Negara ini (Sanfoqi) tidak memiliki produk, tetapi orang-orangnya terlatih dengan baik dalam peperangan. Jika mereka mengoleskan obat pada tubuh mereka, mereka tidak dapat dilukai. Dalam perang angkatan laut ofensif, serangan mereka tak tertandingi. Oleh karena itu, negara-negara tetangga bersekutu dengannya. Jika kapal asing yang melewati sekitarnya tidak singgah pada negara ini, [kapal] diluncurkan untuk memberi mereka pelajaran dan membunuh. Oleh karena itu, negara ini kaya, dengan cula badak, (gading) gajah, mutiara, barang aromatik dan obat-obatan.<ref>Tu Youxiang, ''Zhou Qufei : Lingwai daida'' [Answers from beyond the Southern Mountains] (Shanghai: Yuandong chubanshe, 1996), h. 42.</ref></blockquote>Informasi serupa tentang Sanfoqi juga dicatat dalam ''Zhufanzhi'' (sekitar 1225), yang mencatat:<blockquote>Semuanya sangat baik dalam peperangan laut dan darat. Setiap saat ketika perintah mobilisasi dilakukan, kepala suku [adalah orang-orang yang] memerintahkan [pasukan]. Mereka semua mempersiapkan dan memperlengkapi [diri] dengan tentara, peralatan dan makanan. Tiba di musuh, mereka berani mati (yaitu tidak takut mati). [Oleh karena itu dianggap sebagai] tetua dari berbagai negara-negara (yaitu [[Primus inter pares|yang paling utama di antara yang sederajat]])... Negara ini berada di tengah laut, mengendalikan titik sempit yang dilalui berbagai kapal asing yang datang dan pergi. Di masa lalu, [mereka] menggunakan rantai besi sebagai penghalang... Tahun ini (yaitu saat ini) rantai itu tidak ditautkan (yaitu tidak dibentangkan) dan tidak digunakan, [berbaring di] tumpukan di dalam air... Jika pedagang kapal melintasi [sekitarnya] dan tidak masuk [yaitu singgah di pelabuhan], maka kapal dikirim untuk bertempur [dengan mereka]. Mereka harus mati (yaitu orang-orang yang ada di kapal dagang harus dibunuh). Oleh karena itu, negara ini (Sanfoqi) adalah pusat pelayaran yang besar.<ref name=":Chau" /><ref>Chen and Qian, ''Zhufanzhi zhubu'', h. 46.</ref></blockquote>
 
Informasi ini kemungkinan merujuk pada peperangan laut dan sungai khususnya mengingat kemampuan navigasi yang luas dari sungai Musi dan Batang Hari di mana pusat-pusat utama kerajaan disekitar selat Malaka (Palembang dan Jambi) berada. Catatan-catatan ini menunjukkan bahwa baik sifat angkatan laut maupun peran yang dimainkannya dalam kelangsungan pemerintahan itu sendiri, pada akhir abad ke-12 dan ke-13, menjadi sangat berbeda.{{sfn|Heng|2013|p=387-388}}
 
Pada saat yang sama, abad ke-12 menyaksikan awal dari kemunduran kerajaan disekitar selat Malaka di dalam maritim Asia Tenggara dan di mata mitra asingnya. Kedah jatuh di luar pengaruh Sanfoqi selama abad ke-11. Pada awal abad ketiga belas, Pahang, Kuala Beranang, dan Kompei telah didirikan langsung hubungan ekonomi dengan pelabuhan Cina [[Quanzhou]].<ref>Zhao Yanwei, ''Yunlu manchao'' [Writings from the clouds and foothills], 1206, 5: 88.</ref> Jambi merdeka dari pengaruh Sanfoqi pada awal abad ke-13, sementara Ligor jatuh di bawah pengaruh [[Tambralingga]] pada 1230-an.<ref>Chen and Qian, ''Zhufanzhi zhubu'', h. 78.</ref>
 
Setelah serangan kerajaan Singhasari ke Malayu pada 1275, sejumlah besar negara-pelabuhan Melayu muncul di Selat Malaka, masing-masing berusaha untuk terlibat langsung dengan pedagang asing, dengan berbagai tingkat keberhasilan. Oleh karena itu, pengembangan strategi angkatan laut yang semakin proaktif bukan hanya sebuah reaksi ke sifat interaksi yang berubah dengan mitra dagang utama seperti Cina dan India, tetapi juga sebagai akibat dari menurunnya kekuasaan kerajaan-kerajaan disekitar selat Malaka.{{sfn|Heng|2013|p=393-394}}
 
== Luas wilayah ==
Dalam naskah berjudul ''[[Zhufan Zhi]]'' (諸蕃志) karya [[Zhao Rugua]] tahun [[1225]]<ref>Friedrich Hirth & W.W.Rockhill, 1911, ''Chao Ju-kua, His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteen centuries, entitled Chu-fan-chi, St Petersburg.</ref><ref>{{cite book|last=Hirth|first=F.|year=1911|title=Chao Ju-kua, His Work on the Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteen centuries, entitled Chu-fan-chi|publisher=St Petersburg|authorlink=|coauthors=Rockhill, W.W.}}.</ref><ref name="Muljana2">{{cite book|last=Muljana|first=Slamet|year=2006|title=Sriwijaya|url=https://archive.org/details/Sriwijaya|location=|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|editor=F.W. Stapel|pages=|id=ISBN 978-979-8451-62-1|authorlink=Slamet Muljana}}</ref><ref name="Soekmono2">{{cite book|last=Soekmono|first=R.|year=2002|title=Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2|publisher=Kanisius|id=ISBN 979-413-290-X|authorlink=Soekmono}}</ref> disebutkan bahwa negeri San-fo-tsi memiliki 15 daerah bawahan, yaitu :
 
# ''Che-lan'' ([[Kamboja]]),
Baris 230 ⟶ 238:
 
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara]]
[[Kategori:Kerajaan di SumatraSumatera Barat|Melayu]]
[[Kategori:Kerajaan di Jambi|Melayu]]
[[Kategori:Negara prakolonial di Indonesia]]