Kerajaan Melayu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Dikembalikan halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Udinadut (bicara | kontrib)
Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(23 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 8:
| religion = [[Buddha Vajrayana]], [[Buddha Mahayana]], [[Buddha Hinayana]], [[Hindu]]
| p1 = Kerajaan Kandali
| p2 = Dinasti Chola
| s1 = Sriwijaya
| s2 = Majapahit
Baris 18:
| symbol_type =
| image_map = Malay Kingdoms id.svg
| image_map_caption = Peta kerajaan-kerajaan purba (kadatuan) Melayu yang bersifat Hindu-Buddha, sebelum perluasan dan penaklukan oleh Kemaharajaan Sriwijaya pada sekitar akhir abad ke-7 masehi. Negeri-negeri atau kadatuan-kadatuan Melayu ini terletak di kedua tepi Selat Malaka, yaitu di Swarnadwipa dan Semenanjung Melayu. Kerajaan-kerajaan ini antara lain Kerajaan Melayu (yang berpusat di hulu Batang Hari Minanga tepatnya Dharmasraya sedangkan tidak ada bukti sejarah bahwa pusat kerajaan Melayu yang Masyur itu di Muaro Jambi)tebo, Sriwijaya (Palembang), Langkasuka (Kedah), dan lain-lain.
| capital = [[Minanga]] <br> [[Dharmasraya]] <br> [[Pagaruyung]]
| common_languages = [[Melayu Kuno]], [[Sanskerta]]
Baris 53:
*{{flag|Malaysia}}
*{{flag|Thailand}}}}
| flag_p2 = Flag_of_Chola_Kingdom.png
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Hindu-Buddha}}
Baris 64 ⟶ 65:
== Nama resmi kerajaan ==
=== Catatan I-Tsing ===
Berita tentang kerajaan Melayu antara lain diketahui dari dua buah buku karya Pendeta [[I Tsing]] atau '''I Ching''' (義淨; [[pinyin]] ''Yì Jìng'') (634–713), yang termasyhur yaitu ''Nan-hai Chi-kuei Nei-fa Chuan'' (Catatan Ajaran Buddha yang dikirimkan dari Laut Selatan) serta ''Ta-T’ang Hsi-yu Ch’iu-fa Kao-seng Chuan'' (Catatan Pendeta-pendeta yang menuntut ilmu di India zaman Dinasti Tang)<ref name="Wolters">[[O. W. Wolters]], (1967), ''Early Indonesian Commerce'', Cornell University Press, Ithaca</ref> dalam pelayarannya dari [[Tiongkok]] ke [[India]] tahun 671, singgah di Che-li-fo-cheSriwijaya enam bulan lamanya untuk mempelajari ''Sabdawidya'', dan menerjemahkan naskah-naskah Buddha dari bahasa Sanskerta ke bahasa Tionghoa.<ref name="Takasuku">Junjiro Takakusu, (1896), ''A record of the Buddhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago AD 671-695, by I-tsing'', Oxford, London.</ref><ref name="Chavannes">Edouard Chavannes, (1894), ''Memoire compose a l’epoque de la grande dynastie Tang, sur les Religieux Eminents qui allerent chercher la loi dans les pays d’Occident, par I-tsing'', Ernest Leroux, Paris.</ref>
 
Kisah pelayaran I-tsing dari Kanton tahun 671 diceritakannya sendiri, dengan terjemahan sebagai berikut:<ref name="Ferrand">Gabriel Ferrand, 1922, ''L’Empire Sumatranais de Crivijaya, Imprimerie Nationale, Paris, “Textes Chinois”''</ref>
{{cquote2|''“Ketika angin timur laut mulai bertiup, kami berlayar meninggalkan '''Kanton''' menuju selatan .... Setelah lebih kurang dua puluh hari berlayar, kami sampai di negeri '''Che-li-fo-cheSriwijaya'''. Di sana saya berdiam selama enam bulan untuk belajar Sabdawidya. Sri Baginda sangat baik kepada saya. Dia menolong mengirimkan saya ke negeri '''MoloyouMalayu''', di mana saya singgah selama dua bulan. Kemudian saya kembali meneruskan pelayaran ke '''Kedah''' .... Berlayar dari Kedah menuju utara lebih dari sepuluh hari, kami sampai di Kepulauan Orang Telanjang (Nikobar) .... Dari sini berlayar ke arah barat laut selama setengah bulan, lalu kami sampai di Tamralipti (pantai timur India)”''}}
 
Perjalanan pulang dari India tahun 685 diceritakan oleh I-tsing sebagai berikut:<ref name="Wolters"/>
{{cquote2|''“Tamralipti adalah tempat kami naik kapal jika akan kembali ke Tiongkok. Berlayar dari sini menuju tenggara, dalam dua bulan kami sampai di '''Kedah'''. Tempat ini sekarang menjadi kepunyaan She-li-fo-SheSriwijaya. Saat kapal tiba adalah bulan pertama atau kedua .... Kami tinggal di Kedah sampai musim dingin, lalu naik kapal ke arah selatan. Setelah kira-kira sebulan, kami sampai di negeri '''MoloyouMalayu''', yang sekarang menjadi bagian Che-li-fo-cheSriwijaya. Kapal-kapal umumnya juga tiba pada bulan pertama atau kedua. Kapal-kapal itu senantiasa tinggal di Malayu sampai pertengahan musim panas, lalu mereka berlayar ke arah utara, dan mencapai Kanton dalam waktu sebulan.”''}}
 
Menurut catatan I Tsing, Sriwijaya menganut agama [[Buddha]] aliran [[Hinayana]], kecuali Ma-la-yu. Tidak disebutkan dengan jelas agama apa yang dianut oleh kerajaan Melayu. Dari catatan it sing ini dapat di tarik kesimpulan Kerajaan Melayu sudah ada sebelum Sriwijaya berdiri, terbukti kerajaan Melayu di taklukan Sriwijaya. Dari bukti arkeologis dan sejarah pusat Kerajaan Melayu yang termasyur itu ada di Dharmasraya tanah Minanga di hulu Sungai Batang Hari, diperkuat oleh arti dari kata Melayu yakni berbukit atau dataran tinggi yang merujuk pada topografi tanah Minanga/Minang. Di dukung oleh tulisan yang terdapat pada cindera mata Raja Singosari yang menyatakan rakyat Bhumi Melayu gembira menerima cinderamatanya dan cindera mata ini ditemukan di hulu Sungai Batang Hari Dharmasraya tanah Minanga. Diperkuat oleh parataton Majapahit yang menyebut Ratu pertama Majapahit adalah Putri Raja Kerajaan Melayu di Dharmasraya dan keturunan adik Ratu Majapahit yang bernama Adityawarman kembali ke tanah leluhurnya untuk menjadi Raja di Kerajaan Melayu dan pada abad 13m beliau memindahkan pusat Kerajaan Melayu di Dharmasraya ke Pagaruyung (Melayupura).
Menurut catatan I Tsing, Che-li-fo-che menganut agama [[Buddha]] aliran [[Hinayana]], kecuali Ma-la-yu. Tidak disebutkan dengan jelas agama apa yang dianut oleh kerajaan Melayu.
 
=== Catatan Wang Pu ===
Baris 81 ⟶ 82:
Dalam naskah-naskah kronik Tiongkok, istilah San-fo-tsi digunakan untuk menyebut Pulau Sumatra secara umum. Pada zaman Dinasti Song sekitar tahun 990–an, istilah ini identik dengan Sriwijaya. Namun, ketika Sriwijaya mengalami kehancuran pada tahun 1025, istilah San-fo-tsi masih tetap dipakai dalam naskah-naskah kronik Tiongkok. Kronik Tiongkok mencatat bahwa pada periode 1079 dan 1088, San-fo-tsi masih mengirimkan utusan masing-masing dari Kien-pi (Jambi) dan Pa-lin-fong (Palembang). Dalam berita Tiongkok yang berjudul Sung Hui Yao disebutkan bahwa Kerajaan San-fo-tsi tahun 1082 mengirim duta besar ke Tiongkok yang saat itu di bawah pemerintahan Kaisar Yuan Fong. Duta besar tersebut menyampaikan surat dari raja Kien-pi bawahan San-fo-tsi, dan surat dari putri raja yang diserahi urusan negara San-fo-tsi, serta menyerahkan pula 227 tahil perhiasan, rumbia, dan 13 potong pakaian. Dan kemudian dilanjutkan pengiriman utusan selanjutnya tahun 1088.
 
Sebaliknya, dari daftar daerah bawahan San-fo-tsi tersebut tidak ada menyebutkan Ma-la-yu ataupun nama lain yang mirip dengan Dharmasraya. Dengan demikian, istilah San-fo-tsi pada tahun 1225 tidak lagi identik dengan Sriwijaya, melainkan identik dengan Dharmasraya. Jadi, daftar 15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut merupakan daftar Wilayah kekuasaanjajahan kerajaan MalayapuraDharmasraya, karena saat itu masa kejayaan beribukotaSriwijaya disudah Dharmmāścrayaberakhir.
 
Jadi, istilah San-fo-tsi yang semula bermakna She-li-fo-SheSriwijaya tetap digunakan dalam berita Tiongkok untuk menyebut Pulau Sumatra secara umum, meskipun kerajaan yang berkuasa saat itu adalah Dharmasraya. Hal yang serupa terjadi pada abad ke-14, yaitu zaman Dinasti Ming dan Majapahit. Catatan sejarah Dinasti Ming masih menggunakan istilah San-fo-tsi, seolah-olah saat itu Sriwijaya masih ada. Sementara itu, catatan sejarah Majapahit berjudul Nagarakretagama tahun 1365 sama sekali tidak pernah menyebut adanya negeri bernama Sriwijaya melainkan ManankabvaPalembang.
 
== Kajian letak pusat pemerintahan ==
Baris 91 ⟶ 92:
[[Berkas:Candi Gumpung Muarojambi.jpg|ka|jmpl| Candi Gumpung, kuil Buddha di [[Muaro Jambi]].]]
 
[[Prof. Slamet Muljana]] berpendapat, istilah ''Malayu'' berasal dari kata ''Malaya'' yang dalam [[bahasa Sanskerta]] bermakna “bukit”. Nama sebuah kerajaan biasanya merujuk pada nama ibu kotanya. Oleh karena itu, ia tidak setuju apabila istana Malayu terletak di [[Kota Jambi]], karena daerah itu merupakan dataran rendah. Menurutnya, pelabuhan Malayu memang terletak di Kota Jambi, tetapi istananya terletak di pedalaman yang tanahnya agak tinggi. Menurut [[prasasti Tanjore]] yang dikeluarkan oleh [[Rajendra Chola I]] bertarikh 1030, menyebutkan bahwa ibu kota kerajaan Malayu dilindungi oleh benteng-benteng, dan terletak di atas bukit. Lokasi pastinya adalah [[LuakMuara Tanah DatarTebo, LuakTebo Nan TuoTengah, LuhakTebo|Luak NanMuara TuoTebo]]. Muljana berpendapat, "... baik ditinjau dari peninggalan-peninggalan kuno yang berupa piagam maupun dari pemberitaan piagam Tanyore dan piagam Kedukan Bukit, maka letak pusat kerajaan Melayu bukan di sekitar LuakMuara NanTebo Tuoseperti yang di klaim selama ini karena tebo bukan dataran dan tidak ada satupun bukti yang mendukung pendapat ini, dari seluruh bukti sejarah Dharmasraya tanah Minanga yang merupakan hulu Sungai Batang Hati lebih menguntungkankuat daripadasebagai dipusat kotadari Jambi.Kerajaan Melayu" (hal. 147).<ref name="Muljana"/>.
<!-- SEMENTARA DISEMBUNYIKAN KARENA MENGANGGU ALUR CERITA
Slamet Muljana memakai rujukan berdasarkan tulisan kronik '''I-tsing''' tahun [[671]] sedangkan menurut kronik '''Hsin-T’ang-shu''' bahwa pada periode tahun [[670]]-[[673]] Kerajaan Sriwijaya telah pernah mengirim utusan ke Tiongkok <ref> {{cite book | first=Denis | last=Twitchett | coauthors= | title=Deux Itineraires de Chine en Inde a la Fin du VIIIe Siecle, Tome 4| publisher= Bulletin de l'Ecole française d'Extrême-Orient | year=1904 | isbn= |pages='''333-334'''| chapter='''XXXVI'''}}</ref> demikian pula dengan maksud askara ''Marwuat Wanua'' yang dipakai rujukan Slamet Muljana dalam prasasti Kedukan Bukit, ''Marwuat'' yakni dapat berarti membuat atau membangun, sedangkan ''Wanua '' mempunyai arti ganda dapat berarti bangunan rumah atau negeri (kota) <ref>{{cite book | first=Philippus Samuel | last=van Ronke | coauthors= | title=A Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde Vol VI| publisher=University of California Press | year=1920 | isbn= |pages='''12-21'''| chapter=}}</ref> sumber pada pecahan prasasti nomor D.161 yang ditemukan di Palembang, yang isinya serupa dengan isi prasasti tersebut diatas tertulis: ... wihara ini, di wanua ini <ref>{{cite book | first=J. G. | last=de Casparis | coauthors= | title=Indonesian chronology Vol 3| publisher=University of Michigan Press | year=1978 | isbn=9004057528, 9789004057524 |page=69| |pages='''14-15''' | chapter=}}</ref> dengan demikian dapat diartikan bahwa ''Marwuat Wanua'' pada tahun 682 adalah membangun sebuah bangunan tempat peribadatan bukan sebuah negeri (kota).-->