Kerajaan Melayu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan halaman dengan galat kutipan VisualEditor
Udinadut (bicara | kontrib)
Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(6 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 8:
| religion = [[Buddha Vajrayana]], [[Buddha Mahayana]], [[Buddha Hinayana]], [[Hindu]]
| p1 = Kerajaan Kandali
| p2 = Dinasti Chola
| s1 = Sriwijaya
| s2 = Majapahit
Baris 18:
| symbol_type =
| image_map = Malay Kingdoms id.svg
| image_map_caption = Peta kerajaan-kerajaan purba (kadatuan) Melayu yang bersifat Hindu-Buddha, sebelum perluasan dan penaklukan oleh Kemaharajaan Sriwijaya pada sekitar akhir abad ke-7 masehi. Negeri-negeri atau kadatuan-kadatuan Melayu ini terletak di kedua tepi Selat Malaka, yaitu di Swarnadwipa dan Semenanjung Melayu. Kerajaan-kerajaan ini antara lain Kerajaan Melayu (yang berpusat di hulu Batang Hari Minanga tepatnya Dharmasraya sedangkan tidak ada bukti sejarah bahwa pusat kerajaan Melayu yang Masyur itu di Muaro Jambi)tebo, Sriwijaya (Palembang), Langkasuka (Kedah), dan lain-lain.
| capital = [[Minanga]] <br> [[Dharmasraya]] <br> [[Pagaruyung]]
| common_languages = [[Melayu Kuno]], [[Sanskerta]]
Baris 53:
*{{flag|Malaysia}}
*{{flag|Thailand}}}}
| flag_p2 = Flag_of_Chola_Kingdom.png
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Hindu-Buddha}}
 
'''Kerajaan Melayu''' (juga dikenal sebagai '''Malayu''', '''Malayapura''' atau '''Kerajaan Dharmasraya''' atau '''Kerajaan MinangJambi'''; {{zh|t=末羅瑜國|p=Mòluóyú Guó}}, penyebutan bahasa Tiongkok pertengahan [[wikt:Appendix:Baxter-Sagart Old Chinese reconstruction|yang direkonstruksi]] ''mat-la-yu kwok'')<ref name="Muljana">Muljana, Slamet , (2006), ''Sriwijaya'', Yogyakarta: LKIS, {{ISBN|979-8451-62-7}}.</ref><ref name="Takakusu">{{Cite book|title= A Record of the Buddhist Religion As Practised in India and the Malay Archipelago (A.D. 671–695)|pages=xl – xlvi|author=I-Tsing|translator-last1=Takakusu|translator-first1=Junjiro|isbn= 978-81-206-1622-6|year= 2000|publisher=Asian Educational Services}}</ref><ref name="MalayIdentity2001">{{cite journal|last=Reid|first=Anthony| journal=[[Journal of Southeast Asian Studies]]|title=Understanding Melayu (Malay) as a Source of Diverse Modern Identities| volume=32|issue=3|year=2001|pages=295–313|doi=10.1017/S0022463401000157|pmid=19192500}}</ref> merupakan sebuah nama kerajaan yang berada di [[Pulau Sumatra]]. Dari bukti dan keterangan yang disimpulkan dari prasasti dan berita dari Tiongkok, keberadaan kerajaan yang mengalami naik turun ini dapat diketahui dimulai pada abad ke-7 yang berpusat di [[Kerajaan Minanga|Minanga]], pada abad ke-13 yang berpusat di [[Dharmasraya]] dan diawal abad ke-15 berpusat di [[Suruaso, Tanjung Emas, Tanah Datar|Suruaso]]<ref name="Kozok06">Kozok, Uli, (2006), ''Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang Tertua'', Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-603-6.</ref> atau [[Pagaruyung]].<ref name="Munoz">Paul Michel Munoz, (2006), ''Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula''.</ref>
 
Kerajaan ini berada di pulau ''Swarnadwipa'' atau ''Swarnabumi'' ([[Bahasa Thailand|Thai]]:''Sovannophum'') yang oleh para pendatang disebut sebagai pulau emas yang memiliki tambang emas, dan pada awalnya mempunyai kemampuan dalam mengontrol perdagangan di [[Selat Melaka]] sebelum akhirnya terintegrasi dengan [[Kerajaan Sriwijaya]] ([[Bahasa Thailand|Thai]]:''Sevichai'') pada tahun [[682]].<ref name="Damais">Louis-Charles Damais, 1952, ''Etude d’Epigraphie Indonesienne III: Liste des Principales Datees de l’Indonesie'', BEFEO, tome 46. (merupakan terjemahan [[Pararaton]] dalam bahasa Prancis)</ref>
Baris 72 ⟶ 73:
{{cquote2|''“Tamralipti adalah tempat kami naik kapal jika akan kembali ke Tiongkok. Berlayar dari sini menuju tenggara, dalam dua bulan kami sampai di '''Kedah'''. Tempat ini sekarang menjadi kepunyaan Sriwijaya. Saat kapal tiba adalah bulan pertama atau kedua .... Kami tinggal di Kedah sampai musim dingin, lalu naik kapal ke arah selatan. Setelah kira-kira sebulan, kami sampai di negeri '''Malayu''', yang sekarang menjadi bagian Sriwijaya. Kapal-kapal umumnya juga tiba pada bulan pertama atau kedua. Kapal-kapal itu senantiasa tinggal di Malayu sampai pertengahan musim panas, lalu mereka berlayar ke arah utara, dan mencapai Kanton dalam waktu sebulan.”''}}
 
Menurut catatan I Tsing, Sriwijaya menganut agama [[Buddha]] aliran [[Hinayana]], kecuali Ma-la-yu. Tidak disebutkan dengan jelas agama apa yang dianut oleh kerajaan Melayu. Dari catatan it sing ini dapat di tarik kesimpulan Kerajaan Melayu sudah ada sebelum Sriwijaya berdiri, terbukti kerajaan Melayu di taklukan Sriwijaya. Dari bukti arkeologis dan sejarah pusat Kerajaan Melayu yang termasyur itu ada di Dharmasraya tanah Minanga di hulu Sungai Batang Hari, diperkuat oleh arti dari kata Melayu yakni berbukit atau dataran tinggi yang merujuk pada topografi tanah Minanga/Minang. Di dukung oleh tulisan yang terdapat pada cindera mata Raja Singosari yang menyatakan rakyat Bhumi Melayu gembira menerima cinderamatanya dan cindera mata ini ditemukan di hulu Sungai Batang Hari Dharmasraya tanah Minanga. Diperkuat oleh parataton Majapahit yang menyebut Ratu pertama Majapahit adalah Putri Raja Kerajaan Melayu di Dharmasraya dan keturunan adik Ratu Majapahit yang bernama Adityawarman kembali ke tanah leluhurnya untuk menjadi Raja di Kerajaan Melayu dan pada abad 13m beliau memindahkan pusat Kerajaan Melayu di Dharmasraya ke Pagaruyung (Melayupura).
Menurut catatan I Tsing, Sriwijaya menganut agama [[Buddha]] aliran [[Hinayana]], kecuali Ma-la-yu. Tidak disebutkan dengan jelas agama apa yang dianut oleh kerajaan Melayu.
 
=== Catatan Wang Pu ===
Baris 91 ⟶ 92:
[[Berkas:Candi Gumpung Muarojambi.jpg|ka|jmpl| Candi Gumpung, kuil Buddha di [[Muaro Jambi]].]]
 
[[Prof. Slamet Muljana]] berpendapat, istilah ''Malayu'' berasal dari kata ''Malaya'' yang dalam [[bahasa Sanskerta]] bermakna “bukit”. Nama sebuah kerajaan biasanya merujuk pada nama ibu kotanya. Oleh karena itu, ia tidak setuju apabila istana Malayu terletak di [[Kota Jambi]], karena daerah itu merupakan dataran rendah. Menurutnya, pelabuhan Malayu memang terletak di Kota Jambi, tetapi istananya terletak di pedalaman yang tanahnya agak tinggi. Menurut [[prasasti Tanjore]] yang dikeluarkan oleh [[Rajendra Chola I]] bertarikh 1030, menyebutkan bahwa ibu kota kerajaan Malayu dilindungi oleh benteng-benteng, dan terletak di atas bukit. Lokasi pastinya adalah [[Muara Tebo, Tebo Tengah, Tebo|Muara Tebo]]. Muljana berpendapat, "... baik ditinjau dari peninggalan-peninggalan kuno yang berupa piagam maupun dari pemberitaan piagam Tanyore dan piagam Kedukan Bukit, maka letak pusat kerajaan Melayu bukan di sekitar Muara Tebo seperti yang di klaim selama ini karena tebo bukan dataran dan tidak ada satupun bukti yang mendukung pendapat ini, dari seluruh bukti sejarah Dharmasraya tanah Minanga yang merupakan hulu Sungai Batang Hati lebih menguntungkankuat daripadasebagai dipusat dari kotaKerajaan Jambi.Melayu" (hal. 147).<ref name="Muljana"/>.
<!-- SEMENTARA DISEMBUNYIKAN KARENA MENGANGGU ALUR CERITA
Slamet Muljana memakai rujukan berdasarkan tulisan kronik '''I-tsing''' tahun [[671]] sedangkan menurut kronik '''Hsin-T’ang-shu''' bahwa pada periode tahun [[670]]-[[673]] Kerajaan Sriwijaya telah pernah mengirim utusan ke Tiongkok <ref> {{cite book | first=Denis | last=Twitchett | coauthors= | title=Deux Itineraires de Chine en Inde a la Fin du VIIIe Siecle, Tome 4| publisher= Bulletin de l'Ecole française d'Extrême-Orient | year=1904 | isbn= |pages='''333-334'''| chapter='''XXXVI'''}}</ref> demikian pula dengan maksud askara ''Marwuat Wanua'' yang dipakai rujukan Slamet Muljana dalam prasasti Kedukan Bukit, ''Marwuat'' yakni dapat berarti membuat atau membangun, sedangkan ''Wanua '' mempunyai arti ganda dapat berarti bangunan rumah atau negeri (kota) <ref>{{cite book | first=Philippus Samuel | last=van Ronke | coauthors= | title=A Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde Vol VI| publisher=University of California Press | year=1920 | isbn= |pages='''12-21'''| chapter=}}</ref> sumber pada pecahan prasasti nomor D.161 yang ditemukan di Palembang, yang isinya serupa dengan isi prasasti tersebut diatas tertulis: ... wihara ini, di wanua ini <ref>{{cite book | first=J. G. | last=de Casparis | coauthors= | title=Indonesian chronology Vol 3| publisher=University of Michigan Press | year=1978 | isbn=9004057528, 9789004057524 |page=69| |pages='''14-15''' | chapter=}}</ref> dengan demikian dapat diartikan bahwa ''Marwuat Wanua'' pada tahun 682 adalah membangun sebuah bangunan tempat peribadatan bukan sebuah negeri (kota).-->