Suku Dayak Mualang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Zul Hamid (bicara | kontrib)
k Kedua tokoh ini bukan orang mualang
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(42 revisi perantara oleh 18 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{ethnic group|
|group=Suku Dayak Mualang
|image=
|image=[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een groep Moealang Dajaks tijdens het bezoek van Gouverneur-Generaal J.P. Graaf van Limburg Stirum aan Borneo TMnr 60018485.jpg‎|200px|Dayak Mualang]]
|poptime=->
#|popplace=Kabupaten SepaukSekadau, Kabupaten Sintang dan sekitarnya.
|popplace=-}
|langs= [[bahasaBahasa Mualang]], [[bahasaBahasa Indonesia|Indonesia]]
|rels= [[KaharinganKristen Katolik]], [[Kristen Protestan]], [[Kaharingan]] dan lainnya
|related=[[suku Dayak Iban|Iban, Sebaruk, Kantuk, Seberuang, Tabun, Banyur dan lainnya]]
}}
'''Suku Dayak Mualang''' adalah salah satu sub suku Dayak Ibanic yang mendiami wilayah Kabupaten Sekadau dan wilayah Kabupaten Sintang di Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, yaitu Kecamatan :
# Kec. Belitang Hilir, Kab. Sekadau
# Kec. Belitang, Kab. Sekadau
# Kec. Belitang Hulu, SekadauKab. Sekadau
# Kec. Sekadau Hilir, Kab. Sekadau
# Sepauk, Sintang dan sekitarnya.
# Kec. Sepauk, Kab. Sintang dan sekitarnya.
 
== Ciri Fisik ==
Menurut Prof. Lambut dari Universitas Lambung Mangkurat, secara rasial, manusia Dayak dapat dikelompokkan menjadi :
* Dayak Mongoloid
* Dayak Malayunoid
Baris 21 ⟶ 22:
* Dayak Heteronoid
 
Salah satu ciri yang tampak pada orang Mualang adalah ciri fisik yang [[mongoloid]], wajah bulat, kulit putih/kuning langsat, mata agak sipit, rambut lurus, ada juga yang ikal serta relatif tidak tinggi, dan juga dikenal dengan keramah-tamahannya, karena orang mualang sangat mudah membaur dengan sub suku lain. Oleh karena itu, adadan banyak sekali orang-orang dari pulau seberang yang mencari nafkah didaerah mualang.contohnya orang-orang lokal/ tempatan / Dayak lainnya, kemudian dari pulau jawa, sumatera (Melayu, Batakmudah dll)bersosial.
 
== Bahasa ==
Bahasa yang digunakan oleh orang Dayak Mualang termasuk ke dalam kelompok Bahasa Ibanik (Ibanic groupGroup)/Rumpun Bahasa Iban, seperti halnya kelompokSub IbanicSuku Ibanik Lainnya:, seperti Dayak Iban, Dayak Kantuk, bugaoDayak Bugao, desaDayak Tabun, seberuangDayak Desa, Dayak Seberuang, Dayak Ketungau Sesaik, sebarukDayak Sebaruk, Dayak Banyur, dan kelompok-kelompok kecil Dayak [[Ibanic|Ibanik]] lainnya. Perbedaannya adalah nada dan gaya pengucapan /dalam logatmenyebut kata-kata dalam kalimat dengan suku serumpunserumpunnya yakni pengucapan kalimat/kata yang menggunakan akhiran kata i dan e, i dan y, misalnya: dalam kata Kediri” dan Kedire”, rari dan rare, kemudian inai dan inay, pulai dan pulay dan penyebutan kalimat yang menggunakan huruf rR ( R berkarat ), serta logat pengucapannya, walauunwalapun mengandung arti yang sama.
 
Meskipun menuturkan bahasa yang serupa dengan bahasa yang dituturkan oleh Kelompok Rumpun Dayak Ibanik lainnya (dan saling mengerti satu sama lain ketika berkomunikasi dengan bahasa masing-masing), Bahasa Mualang terbilang unik dari yang lainnya, karena ada beberapa kata dalam Bahasa Dayak Mualang yang menjadi ciri khas tersendiri dibandingkan Bahasa-Bahasa Serumpun Ibanik lainnya, salah satu contoh, yaitu kata "KINI" (kemana), kelompok-kelompok Ibanik lainnya menggunakan kata KINI (kemana), namun dalam Bahasa Dayak Mualang menggunakan kata KIKAI (kemana), dan masih ada banyak lagi contoh kata-kata yang menjadi ciri khas dari Bahasa Dayak Mualang yang membuatnya menjadi unik dibandingkan dengan bahasa-bahasa Serumpun Ibanik lainnya (terutama penamaan benda-benda atau objek tertentu).
 
Selain itu, Bahasa Dayak Mualang juga dapat dibagi menjadi 2 logat utama, yaitu Logat Bahasa Mualang Hilir (Mualang Ilek) dan Logat Bahasa Mualang Hulu (Mualang Ulu). Bahasa Mualang Hilir dituturkan oleh orang-orang Mualang yang mendiami wilayah Kec. Belitang Hilir, Kec. Belitang, Kec. Sekadau Hilir di Kabupaten Sekadau dan juga di Kab. Sintang (Kec. Sepauk). Bahasa Mualang Hulu dituturkan oleh orang-orang Mualang yang mendiami wilayah Kec. Belitang Hulu di Kabupaten Sekadau. Meskipun keduanya adalah Bahasa Mualang yang sama, namun ada beberapa hal yang membuat keduanya unik satu sama lain, misalnya dalam bahasa Mualang Hulu kata yang berakhiran dengan bunyi/huruf U cenderung akan berbunyi O, serta memiliki ayunan khas Bahasa Mualang Hulu yang lebih halus mengayun. Bahasa Mualang Hilir memiliki nada yang lebih lugas dengan ayunan khasnya yang cenderung agak meledak, dan juga menyerap beberapa kosa kata/istilah dari Bahasa-Bahasa Suku lain di sekitarnya (suku-suku non Ibanik atau suku Melayu) karena memang wilayah dari penutur bahasa Mualang Hilir bersentuhan langsung dengan suku-suku Dayak non-ibanik seperti Suku Dayak Jangkang, Suku-Suku Dayak di Wilayah Sekadau, Suku Melayu atau bahkan dengan Orang-orang Tionghoa (Khek). Keunikan lainnya dapat dilihat dari beberapa istilah/kata dalam penamaan benda, tetapi keunikan tersebut bukanlah perbedaan, melainkan kepopuleran kosa kata tertentu di antara penutur Bahasa Mualang Hilir dan Hulu. Nah, pada dasarnya Bahasa Mualang Hilir dan Mualang Hulu adalah satu Bahasa yang sama, yaitu Bahasa Dayak Mualang.
 
== Legenda ==
Sekitar lebih dari 2.000 tahun lalu, kehidupan masyarakat yang kini disebut Mualang sangat terkait dengan legenda asal usul mereka dari sebuah tempat atau wilayah yang disebut Temawai/Temawang Tampun Juah, yakni sebuah wilayah yang subur di hulu sungai Sekayam kabupaten Sanggau Kapuas, tepatnya di hulu kampung Segomun, Kecamatan Noyan.
 
=== Urang Panggau ===
DiPada masa lalu masyarakat yang kini disebut Mualang ini hidup dan bergabung dengan kelompok serumpun Iban lainnya dan masa itu mereka tergabung sebagai masyarakat Pangau Banyau ( kumpulan orang-orang khayangan dan manusia ) kemudian kesemuanya itu disebut Urang Negeri Panggau/Orang Menua artinya orang yang berasal dari tanah ini (Borneo).
 
=== Tampun Juah ===
'Tampun Juah' merupakan tempat pertemuan dan gabungan bangsa Dayak yang dimasa lalu yang kini disebut Ibanic group. Sebelum di Tampun Juah masyarakat Pangau Banyau tersebar dan hidup di daerah sekitar bukit kujau’ dan bukit Ayau, kira-kira di daerah Kapuas Hulu, kemudian pindah ke Air berurung, Balai Bidai, Tinting Lalang kuning dan Tampun Juah, dalam pengembaraannya dari satu tempat ke tempat lain di mungkinkan ada yang berpisah dan membentuk suku atau kelompok lainnya. Daerah persinggahan akhir yakni di Tampun Juah. Di sana mereka hidup dan mencapai zaman Eksistensi / keemasan, dalam tiga puluh buah Rumah Panjai ( rumah panggung yang panjang ) dan tiga puluh buah pintu utama. Mereka hidup aman, damai dan harmonis.
 
Tampun Juah sendiri berasal dari dua buah kata yakni: Tampun dan Juah, terkait dengan suatu peristiwa yang bersejarah yang merupakan peringatan akhir terhadap suatu larangan yang tak boleh terulang selama-lamanya. Tampun sendiri adalah suatu kegiatan pelaksanaan Eksekusi terhadap dua orang pelanggar berat yang tidak dapat ditolelir, yakni dengan cara memasung terlentang dan satunya ditelungkupkan pada pasangan yang terlentang tersebut, kemudian dari punggung yang terlungkup di tumbuk dengan bambu runcing, kemudian keduanya dihanyutkan di sungai.
 
Kesalahan tersebut dikarenakan keduanya terlibat dalam perkawian terlarang (mali) hubungan dengan sepupu sekali (mandal). Laki-laki bernama Juah dan perempuan bernama Lemay. Eksekusi dilakukan oleh seorang yang bernama lujun (algojo / tukang eksekusi) pada Ketemenggungan Guntur bedendam Lam Sepagi/Jempa.
Baris 66 ⟶ 71:
- Bejid Manai lahir dan mempunyai sedikit kelainan pada bagian tubuhnya, yakni kemaluannya besar. Oleh sebab itulah ia disebut Bejid Manai.
- Belang Patung lahir dan mempunyai kelainan pada setiap ruas tulangnya yang belang – belang, oleh sebab itu ia disebut Belang Patung.
- Belang Pinggang lahir dan mempunyai pinggang yang belang, oleh sebab itu ia disebut Belang Pinggang.
- Belang Bau lahir dalam keadaan belang dan tubuhnya bau, oleh sebab itu ia disebut Belang Bau.
- Dara Kanta” lahir normal tetapi mempunyai Cala ( tanda hitam ) dipipinya, oleh sebab itu ia disebut Dara Kanta”.
Baris 76 ⟶ 81:
 
==== Orang Buah Kana ====
DiPada masa itu kehidupan manusia dan para Dewa serta mahluk halus, sama seperti hubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya, termasuklah hubungan yang sangat akrab dan harmonis antara masyarakat Tampun Juah dengan Orang Buah Kana ( Dewa pujaan ). Karena kejayaan masyarakat Tampun Juah sangat terkenal dan didengar oleh segala bangsa dan beberapa kerajaan, di suatu ketika sampailah berita itu ke kerajaan Sukadana (sekarang terletak di Kabupaten dulunya Kab Ketapang, dan kini Kabupaten Kayong Utara). Kerajaan Sukadana merasa kuatir mendengar kejayaan dan semakin kuatnya persatuan masyarakat di Tampun Juah. Hal ini mendapat tanggapan yang negatif dan ditindak lanjuti dengan menyatakan perang terhadap Masyarakat Pangau Banyau / Sak Menua, yang lambat-laun menyebabkan Tampun Juah diserang oleh kerajaan Sukadana. Kerajaan Sukadana saat itu merupakan kolonitaklukan dan Koloni dari Kerajaan Majapahit ( jawa hindu ), mereka mempunyai bala tentara yang tangguh dan sakti dari suku Dayak Beaju”/ Miajuk, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Mereka mengadakan ekspansi militer dari daerah Labai lawaiLawai (/ sekarang TamabakTambak Rawang) Sukadana, masuk dan menyusuri sungai kapuas sampai ke telukTeluk airAik daerah batu ampar menuju Tayan Sanggau, dan masuk sungai Sekayam dan terus ke hulunya, mengadakan penyerangan ke Tampun Juah. Dalam peperangan ini laskarLaskar / Pejuang / Bala Sabong dari Tampun Juah denganberupaya gigih danbertempur, gagah berani berjuang melawan pasukan musuh dalam membela kedamaian di Tampun Juah, hingga menyebabkan musuh kalah dan dapat di usir. Perang yang pertama dikenal dengan nama Perang Sumpit, karena pada perang ini pasukan Tampun Juah dan pasukan lawan menggunakan sumpit yang pelurunya sangat beracun diberi ipuh (racun dari pohon tertentu).
 
Tampun Juah kembali aman dan damai, tetapi tidak berlansung lama karena pihak musuh yang kalah mengajak (melalui kesaktiannya) dan memengaruhi bangsa mahluk halus ( Setan ) secara magis, menyerang Tampun Juah. Perang kedua tak bisa dihindarkan, dengan semangat yang membara masyarakat Pangau banyau, berusaha mati-matian mempertahankan wilayahnya dari serangan mahluk halus, dan akhirnya dalam peperangan ini bangsa setan dapat juga dikalahkan.
 
Tampun Juah untuk sementara waktu berangsur damai ternyata pihak musuh yang kalah berperang, masih belum puas, mereka berusaha menggunakan segala cara, dan dengan kesaktian yang mereka miliki, mereka memengaruhi bangsa binatang agar menyerang Tampun Juah. Peperangan yang ketiga akhirnya terjadi, sama halnya dengan peperangan terdahulunya, bangsa binatang juga dapat dikalahkan. Karena masih kurang puas maka musuh pun mencari cara yang lain lagi yakni, dengan menanam berbagai jamur beracun diladang, dan sekitar pemukiman masyarakat Tampun Juah, Hal ini menyebabkan banyak masyarakat Tampun Juah yang keracunan, tetapi keracunan ini dapat disembuhkan menggunakan akar dan tumbuhan hutan lainnya. Setelah sembuh racun kulat itu ternyata berdampak pada perubahan intonasi bahasa, logat dan pengucapan bahasa komunikasi yang menjadi bahasa keseharian. Hal ini menyebabkan timbulnya kelompok- kelompok bahasa yang berbeda logat maupun pengucapan ( ingat menara babel dalam perjanjian lama kitab suci umat kristiani ) walaupun masih dimengerti / serumpun. ( Ibanic Group ).
 
Melihat perpecahan bahasa tersebut, pihak musuh memandang hal ini merupakan suatu celah kelemahan dan menjadikan hal ini sebagai ide, untuk mengalahkan masyarakat Tampun Juah. Pihak musuh tahu bahwa untuk merebut dan mengalahkan Tampun Juah tidak mampu melalui perang, melainkan dengan mengotori Tampun Juah. Pada saat keracunan terjadi dimana-mana, membuat kekuatan masyarakat Tampun Juah menjadi rapuh. Hal ini tidak disia-siakan oleh bangsa setan, sekali lagi mereka mengirimkan sihirnya yakni dengan cara mengotori setiap tempat kegiatan sehari-hari, tempat tinggal dan perabotan makan dengan Tahi. Karena terus-menerus muncul dan tak kunjung selesai dalam jangka waktu yang lama, akhirnya masyarakat Tampun Juah strees, panik dan tidak tahan lagi, menyebabkan gemparlah Tampun Juah.
 
Menyikapi hal itu maka para temenggung berkumpul untuk memecahkan permasalahan ini. Pekat Banyau (musyawarah) dilakukan dan dari hasil pekat, (musyawarah ) diambilah keputusan untuk meninggalkan Tampun Juah secara berangsur -angsur. Proses keberangkatan dipimpin oleh masing – masing temenggung dan yang berangkat dahulu, harus membuat lujok (tunggul kayu) atau tanda pada setiap tempat yang dijalani kelompoknya, agar diikuti oleh kelompok belakangnya dengan perjanjian: “jika kelak menemukan tempat yang subur, enak dan cocok nanti, mereka berkumpul lagi dan membina kehidupan seperti masa di Tampun Juah.3 Setelah selesai bepekat (musyawarah) maka diputuskanlah siapa yang berangkat terlebih dahulu. Orang Buah Kana (Dewa Pujaan), kembali ke khayangan, selanjutnya kelompok pertama masyarakat Pangau Banyau yang berangkat adalah:
Baris 91 ⟶ 96:
 
==== Penduduk Tanah Tabo' ====
Manusia / Penduduk Asli di Tanah Tabo’ merupakan keturunan campuran dari keseka”perkawinan seorang pemuda gagah perkasa yang bernama: Keseka” Busong. dengan Puteri Dewa dari khayangan.
Keseka” Busong kawin dengan Dara jantung, anak Petara Seniba (Dewa di khayangan), Dara jantung dihulurkan oleh Petara Seniba (ayahnya) menggunakan tali Tabo”Tengang (akar kayu) Bekarong Betung ( diselimuti bamboo betung ) anak dari keseka” Busong dan Dara jantung adalah Bujang Panjang, yang kawin mali ( terlarang ) dengan Dayang Kaman Dara Remia ( bibinya atau adik ibunya) di khayangan yang menyebabkan kakeknya (Petara Seniba) murka, dan mengusir bujang panjang kebumi tempat ayahnya berada yakni keseka” Busong. Anak hasil kawin mali mereka, menjadi berbagai macam hama padi dan lolos menyebar kebumike bumi.5
 
==== Guyau Temenggung Budi ====
Rombongan Mualang pimpinan Guyau Temenggung Budi kemudian berbaur dengan masyarakat Tanah tabo” selanjutnya mereka disebut dengan nama Dayak Mualang. Mereka menyebar ke Sekadau, seluruh Belitang, dan sebagian ke Sepauk, Kabupaten Sintang. Anak - Anak Ambun Menurun dan Pukat Mengawang lainnya juga menyebar mengikuti kehidupan masing – masing dan ada yang membentuk kelompok suku – suku serumpun lainnya. Salah satu anak dari Ambun Menurun dan Pukat Mengawang yaitu: Putong Kempat, kawin dengan Aji Melayu ( berasal dari Semenanjung,Mlayu pada masa kepercayaan hindu, sebelum masuknya Islam, hal ini diperkuat dengan kubur dan bukti peninggalan lainnya di Sepaukdaerah Sepaok Kabupaten Sintang ). Demikianlah urutan silsilah perkawinan Dayang Putong kempatKempat dengan Aji MelayuMlayu.<ref>Sejarah Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat. 1975, hal.197</ref>
# Putong kempat ( Dayak Mualang dengan Aji MelayuMlayu ( sepauksepaok ) Anaknya yang bernama
# Dayang lengkong kawin dengan Patih Selatong menurunkan
# Dayang Randung, kawin dengan Adipati Selatung, menurunkan
# Abang Panjang, kawin, menurunkan
# Demong Karang kawin, menurunkan
# Demong kara (Raja keenam kerajaan Sepauk), kawin, menurunkan
Baris 107 ⟶ 113:
 
==== Dayak Lebang Nado ====
Dari turunan Putong kempat terjadilah pembauran yang melahirkan bangsa / suku yang membaur dan menyebar, berkembang hingga kini. Keturunan tersebut adalah Dara Juanti kawin dengan Patih logender. Sebagai bukti hantaran dari pihak Patih logender, maka dibawalah dua belas orang parinduk atau bukti hantaran, kemudian kedua belas orang ini membentuk komunitas disekitar Bukit kelam dan lambat laun menjadi komunitas Dayak Lebang Nado. Percampuran dari keturunan Dayak Mualang, Melayu hindu dan Jawa hindu.
 
==== Mualang Tanjung ====
6 Rombongan Dayak Mualang yang menyebar ke Sekadau ada yang terpecah membentuk kelompok baru; Mualang Tanjung/Tanyong, danserta berbaurmembaur dengan kelompok lainnyaibanik sekitarnya yaitu: Dayak Seberuang, Dayak DesaDsa, Ketungau sesatSesaet ( yang masih serumpun dan sebagainyamerupakan masih satu group ibanik sejak Pamar / perpisahan dari Temawai / Temawang Tampun Juah). SebagianSelanjutnya ada yang bercampur pula dengan rombongan kelompok Dara Nante dalam usahanya mencari Babai Cinga (suami Dara Nante). Rombongan tersebut dipimpin oleh Singa Patih Bardat dan Patih Bangi. mereka tersesat ketika menyebar mencari daerah yang disebut Temawai / Temawang Tampun Juah., Rombongan Singa Patih Bardat bercampur dengan Dayak Mualang, menurunkan suku -suku kecil yakni: Dayak Kematu”, Dayak Benawas, Dayak Mualang Sekadau di daerah Lawang Kuari (Lawang Kuari, adalah pintu perkampungan kuari yakni dulunya merupakan Betang kampung kuari yang dikutuk melebur menjadi batu karena sebuah peristiwa).
 
==== Patih Bangi ====
Sedangkan Rombongan yang dipimpin oleh Patih Bangi menyusuri hulu sungai ke daerah yang disebut Belitang, membaur dengan keturunan Mualang dari Tanah Tabo dan Tampun Juah kemudian disebut sebagai Dayak Mualang dan menyebar ke sekitarnya. Dayak Mualang di daerah Belitang inilah yang banyak menurunkan Raja –Raja– Raja Sekadau, dan Raja Belitang. Kerajaan kecil tersebut lambat laun pindah ke Sekadau.
 
==== Kerajaan Sekadau ====
Kerajaan Sekadau sendiri pernah diperintah berturut – turut oleh Keturunan Prabu Jaya dan keturunan Raja-Raja Siak Bulun / Bahulun dari sungai Keriau, Kabupaten Ketapang. Adapun Raja Sekadau pertama adalah pangeran Engkong, yang menpunyai tiga orang putra :
 
# Pangeran Agong
Baris 122 ⟶ 128:
# Pangeran Senarong
 
Sesudah Pangeran Engkong (Raja Sekadau) wafat, beliaudia digantikan oleh Pangeran Kadar, sedangkan Pangeran Senarong, yang meneruskan keturunan Raja-Raja Belitang. Sedangkan Pangeran Agong memilih mengasingkan diri beserta pengikutnya ke tempat yang kini disebut dengan Lawang Kuwari. (Betang Panjang yang menghilang dan hingga kini tempat ini dianggap keramat ).
 
Kerajaan Sekadau mulai memeluk agama Islam setelah Pangeran Kadar Wafat dan digantikan oleh anaknya yang bernama Pangeran Suma, beliaudia mendalami agama Islam di Mempawah. Dayak Kematu yang merupakan gabungan dari pecahan rombongan Dara Nante dan Dayak Mualang di sekitar Sekadau, adalah yang pertama memeluk agama Islam di daerah Sekadau, selanjutnya berangsur-angsur diikuti beberapa suku Dayak lainnya. mereka kemudian menyebut dirinya dengan sebutan; Senganan ( keturunan Dayak yang memeluk agama Islam). Perkembangan agama Islam di kerajaan Sekadau semakin pesat, maka pindahlah pusat kerajaan Sekadau ke sungai bara dan disitu didirikan sebuah Mesjid Besar.7
 
=== Daerah Penyebaran ===
Baris 131 ⟶ 137:
Berikut ceritanya; Pada suatu hari ketika sedang berjalan-jalan di hutan, gadis Mualang tersebut melihat seekor babi besar, karena terkejut dan membela diri, dengan cepat ia menikam babi tersebut dengan keris pusaka kakeknya, kemudian saking kuatnya tusukan itu, menyebabkan terlepasnya ganggang keris, hingga mata keris dibawa babi tersebut lari, oleh sebab itu ia sangat ketakutan pulang kerumah dan melarikan diri sekalian berusaha mencari keris pusaka kakeknya, hingga sampai kehulu kapuas. Dara tersebut bernama Dayang Imbok Benang, keturunan kesekak Busong. Dalam perjalanannya menyusuri hutan, ia ditemukan oleh Demong Rui, Raja dari Nanga Embaloh, kemudian diambil sebagai istri oleh Demong Rui. Selanjutnya Dayang Imbok Benang tersebut melahirkan dua orang anak, yang pertama / tua bernama: Kerandang Ari, yang ke dua / muda bernama: Abang bari.
 
Suatu ketika keduanya pulang untuk mencari tanah kelahiran ibu mereka yakni ke daerah Belitang, ulun (hamba) yang dibawanya meninggal dunia di sana, hamba tersebut bernama Belitang. Dulunya sungai Belitang adalah sungai Perupuk, karena ulun yang bernama Belitang tersebut meninggal maka sungai tersebut dinamakan sungai Belitang, dan daerah sekitarnya disebut daerah Belitang. Kerandang ari pulang ke Belitang bergabung dengan keturunan ibunya, menjadi bagian dari masyarakat Mualang. Sedangkan adiknya Abang Bari mengikuti ayahnya meneruskan pemerintahan Raja-Raja di Selimbau dan keturunannya merantau ke Belitang untuk meneruskan pemerintahan Raja – Raja Belitang.
 
==== Ratu Beringkak ====
Suatu hari ada salah seorang keturunan dari Abang Bari (selimbau) menghanyutkan diri mengikuti sungai Kapuas sampai ke Nanga Belitang. Ia bernama bernama Ratu Beringkak, seorang gadis. Saat ditolong oleh masyarakat Mualang, ia menceritakan asal usul purihnya (keturunannya) dan setelah di susun keturunannya, gadis tersebut dianggap sebagai Bangsa Masuka / Suka ( tingkat golongan tinggi atau Purih Raja ), hingga tiada satupun masyarakat lain yang berani mengawininya. Pada saat itu masyarakat Mualang dipimpin oleh Temenggung Saman Tangik, kemudian orang Mualang membawa Ratu Beringkak, ke hulu sungai Belitang, memperkenalkannya kepada seorang pedagang yang menjadi tokoh bagi masyarakat Melayu belitang yang bernama Meriju, oleh Meridju, Ratu Beringkak dijodohkan kepada seorang Mualang, dari Bangsa Masuka / Suka. Setelah pernikahan selesai, Meriju diberi gelar oleh masyarakat Mualang sebagai Kiayi, yakni; Kiyai Madju. Karena statifikasi sosial Dayak Mualang merupakan Bangsa Masuka / Suka dan lebih tinggi dibandingkan dengan suku Dayak maupun Senganan, ataupun suku melayu pedagang yang datang di Belitang maupun di Sekadau, maka orang Mualang tidak mau tunduk kepada peraturan dan perjanjian apapun, demikian juga terhadap Kiayi Madju sekalipun, atas jasanya menikahkan Ratu Beringkak.
 
Hal ini memicu kemarahan Kiayi madju yang akhirnya memobilisasi orang – orang Melayu untuk menyerang Dayak Mualang yang berada dihulu sungai Merian. Dalam peperangan tersebut, orang-orang Melayu dapat dikalahkan, dan dikejar hingga tercerai-berai, sebagian lari hingga ke sungai Mengkiyang Sanggau, sisanya menetap di sekitar Belitang. Orang-orang melayu masih belum puas, mereka mendatangkan empat orang kuat Melayu pada waktu itu disebut Panglima. Terhadap orang – orang Melayu yang tersisa beserta panglimanya tersebut, yang tidak mau pergi, akhirnya Dayak Mualang daerah Belitang, mengundang Dayak Mualang keturunan dari Tampun Juah di Kaki bukit rambat yang bernama; Macan singkuh. Karena Macan Singkut telah tua, maka ia mengutus anaknya yang bernama Singa Uda Letnan, untuk menghadapi sisa –sisa orang Melayu beserta panglimanya. Pertarungan antar orang kuat terjadi yakni empat orang Panglima Melayu melawan seorang Manok Sabung Mualang. Pertarungan ini dilakukan secara sportif. Akhirnya ke empat orang Panglima Melayu tersebut dapat dikalahkan, maka Kiyai Madju dan seluruh orang Melayu dan Panglimanya pergi dan pindah dari daerah Mualang ke Nanga Jungkit, dalam perpindahan tersebut Ratu beringkak ikut serta dan di Nanga Jungkit ia meninggal dunia, tetapi sebelumnya ia minta dikubur di Nanga Ansar. Sampai saat ini Nanga Jungkit dan Nanga Ansar dianggap sebagai tempat keramat.
Baris 142 ⟶ 148:
* [http://www.youtube.com/watch?v=7_VDJ4hep60 De Kutak Katik]
* [http://www.youtube.com/watch?v=TPXJMQPXVgE Aboh Beramay]
*Kepai-Kepai
*Bejuged Ari Gawai
*dan masih banyak lagi
 
== Tarian Dayak Mualang ==
* [http://www.youtube.com/watch?v=rBcrs1HHHq4&feature=related Dayak Dance / Tari Dayak ( Mualang Ngajad Kayau ) Kalbar]
Tari Pingan Mualang / Tari Pireng Mualang, tersebar di belitang Ilek, tengah dan hulu.
Tari PedangPdang Mualang / ngajat bebunoh tersebar di belitang Ilek, hulu ( merbang dan sekitarnya ) dan belitang Hulu ( sebetung dan sekitarnya ).
Ajat Temuai datai / Nyamot Temuai ( persembahan tamu yang datang / penyambutan tamu / tari adat ), tersebar di belitang ilek, tengah, ulu dan sekitarnya.
Ngajat Lesong Mualang di Belitang Tengah Sp. 2.
 
Sanggar Seni
 
Sanggar Seni
 
Sanggar Sengalang Burong ( provinsi kalbar, rumah betang Letjen sutoyo )
Sanggar Sengalang Menenank ( di desa merbang, kec. belitang Hilir, Kab sekadau )
Sanggar Ayak Menebing ( di Kecamatan Sui-Ayak, kab. Sekadau )
 
 
kelompok Kerajinan
 
Tenun Kumpang Ilong, Kecamatan Belitang Hulu
Anyam Anyaman Tangoy, Ragak, Bubu, Takin tersebar di Menawai.
 
Situs / Warisan Budaya
 
Rumah Panjai Sungai Antu Belitang Hulu ( rumah lama masih di huni)
Rumah Panjai Temawang Rungkup di Empajak
Belitang Hilir
Rumah Panjang di Kerintak
 
== Tokoh-Tokoh, Rohaniwan dan Orang-Orang Berpengaruh dari Suku Dayak Mualang ==
 
# '''''Mgr. Hieronymus Herculanus Bumbun, [[Ordo Saudara Dina Kapusin|O.F.M. Cap.]]''' ([[Uskup Agung]] Emeritus [[Keuskupan Agung Pontianak]]).''
#'''''Mgr. Dr. Valentinus Saeng, [[Kongregasi Pasionis|C.P.]] (lahir 28 Oktober 1969) adalah [[Uskup]] [[Keuskupan Sanggau|Sanggau]] yang ditunjuk pada 18 Juni 2022.'''''
#[[Simon Petrus (bupati)|'''''Simon Petrus''''']]'', <small>[[Sarjana|S.Sos.]], [[Magister|M.Si.]] (Bupati Sekadau periode 2005 -2010 dan 2010 - 2015).</small>''
#'''''Aloysius''', [[Sarjana|S.H.]], [[Magister|M.Si.]], (lahir 15 Juli 1963) [[politikus]] [[Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan]] yang pernah menjabat sebagai [[Wakil Bupati Sekadau]] periode 2016-2021.''
#'''''Subandrio''', [[Sarjana Hukum|S.H.]], [[Magister|M.H.]] (lahir 23 Maret 1976) [[Daftar Wakil Bupati Sekadau|Wakil Bupati Sekadau]] periode 2021–2024.''
#'''''Paulus Florus''' (Penulis, Redaktur, Budayawan, Sastrawan, Pembicara dan Pemerhati Credit Union di Kalimantan Barat).''
#''Drs. '''Milton Crosby''', M.Si. (lahir 18 Juni 1959) Politikus dan [[Daftar Bupati Sintang|Bupati Sintang]], Kalimantan Barat selama dua periode, yakni 2005–2010 dan 2010–2015.''
#'''''Guyau Temenggung Budi,''' Tokoh Pahlawan/Pemimpin Kuno Kelompok Suku Dayak "Mualang" yang meninggalkan Tampun Juah paling terakhir. Beliau dan kelompoknya dikawal oleh seorang Pendekar/Letnan/Manok Sabong (Manusia Sakti) bernama Mualang, yang namanya kemudian diabadikan sebagai nama Suku Dayak Mualang.''
#'''''Mualang''''', ''seorang Tokoh Pahlawan Kuno, Pendekar, Manok Sabong, Manusia Sakti yang terkenal pada zamannya dan menjadi pengawal bagi kelompok terakhir yang dipimpin oleh Guyau Temenggung Budi ketika meninggalkan Tampun Juah (Tampun Juah : sebuah Tempat/Kerajaan yang menjadi asal muasal semua Suku Dayak Rumpun Ibanik/Serumpun Iban (Dayak Laut/Melayik) sebelum akhirnya terbagi menjadi kelompok-kelompok/sub-sub suku seperti sekarang).''
== Daftar pustaka ==
* Drake Allen Richard. “Waktu dan Keterpisahan: Suatu Metanarrative Sejarah Lisan Mualang”. Dalam Kalimantan Review. Pontianak: LP3S – IDRD, 1995.
* Dunselman, Donatus. Uit De Literatuur Der Mualang – Dajaks. Nederland :Koninklijk Instituut Voor Taal-,Land- En Volkenkunde, 1959.
* Lontaan, J. U. Sejarah Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat. Jakarta: Pemerintah Daerah TK.I Kalimantan Barat, 1975.
* Marie Jeanne. Penelitian Struktur Bahasa Mualang, Proyek Penelitian Sastra dan Bahasa Indonesia dan Daerah Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Yogyakarta: Dep P dan K, 1975/1976.
Baris 174 ⟶ 201:
 
{{DEFAULTSORT:Mualang}}
 
[[Kategori:Dayak]]
[[Kategori:Kalimantan Barat]]