Kerajaan Tanah Hitu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Elijah Mahoebessy (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Elijah Mahoebessy (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(9 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 2:
| conventional_long_name = Kerajaan Tanah Hitu
| common_name = Tanah Hitu
| native_name = كراجأن تانه هيتو
| native_name_lang = ms
| continent =
| region =
Baris 14 ⟶ 16:
| date_start =
| date_end =
| event_start = Penangkatan Zainal Abidin sebagai raja pertama bergelar ''Upu Latu Sitania''.
| event1 = Penaklukkan atas [[Benteng Kapahaha]] oleh [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]] yang menandai berakhirnya Tanah Hitu sebagai sebuah kerajaan berdaulat.
| date_event1 = 1646
| event2 =
Baris 21 ⟶ 23:
| event3 =
| date_event3 =
| event_end = Berakhirnya masa pemerintahan Hunilamu (''Latu Sitania VI'') dan pembubaran Kerajaan Tanah Hitu oleh pemerintah [[Hindia Belanda]]
| event_end =
| image_flag =
| image_coat =
Baris 35 ⟶ 37:
| title_leader = Raja (Upu Latu)
| leader1 = Zainal Abidin
| year_leader1 = 1470–?
| leader2 = Mateuna
| year_leader2 = abadAbad ke-15
| leader3 = Hunilamu
| year_leader3 = 1637–1682
Baris 45 ⟶ 47:
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Islam}}
'''Kerajaan Tanah Hitu''' adalah sebuah [[kerajaan]] [[Islam]] yang terletak di pesisir utara [[pulau Ambon]], [[Maluku]]. Kawasan ini dikenal sebagai [[Leihitu (geografi)|Jazirah Leihitu]], salah satu dari dua ''jazirah'' utama di Ambon. Kerajaan Tanah Hitu memiliki masa kejayaanberkuasa antara tahun 1470–1682 M, dengan raja pertama yang bergelar ''Upu Hatta'' atau ''Upu Latu Sitania''. Kerajaan Tanah Hitu menurut legenda masyarakat setempat didirikan oleh ''Empat Perdana''. Kerajaan ini pernah menjadi pusat [[perdagangan rempah-rempah]] dan memainkan peran yang sangat penting di [[Kepulauan Maluku]], disamping melahirkan intelektual dan para pejuang rakyat pada zamannya. Beberapa di antara mereka misalnyadiantaranya, adalahyaitu Imam Ridjali, [[Kapitan Telukabessy]], [[Kapitan Kakiali]], dan banyak tokoh intelektual lainnya.
 
== Sejarah ==
Baris 51 ⟶ 53:
Kata "''perdana''" berasal dari [[bahasa Sanskerta]] artinya 'pertama'. ''Empat Perdana'' adalah empat kelompok yang pertama datang di Tanah Hitu, pemimpin dari empat kelompok tersebut dalam [[bahasa Hitu]] disebut sebagai ''Hitu Upu Hata''.
 
Kedatangan ''Empat Perdana'' merupakan sejarah awal datangnya manusia di Tanah Hitu, sekaligus sebagai penduduk asli pesisir utara [[pulau Ambon]] yang secara kolektif dikenal sebagai [[orang Hitu]]. ''Empat Perdana'' juga merupakan bagian dari penyebaran Islam di [[Kepulauan Maluku]]. Kedatangan ''Empat Perdana'' merupakan bukti sejarah syiar Islam di Maluku yang dicatat oleh sejarah sejarawan lokal maupun Belanda dalam berbagai versi, seperti Imam Ridjali, Imam Lamhitu, Imam Kulaba, Holeman, Rumphius, dan Valentijn.
 
Kedatangan ''Empat Perdana'' ke Tanah Hitu dibagi menjadi empat periode.
Baris 64 ⟶ 66:
 
Setelah merealisasikan gagasan tersebut, keempat perdana tersebut mengadakan pertemuan yang disebut sebagai ''tatalo guru'' ('duduk guru'), yang juga diartikan sebagai 'kedudukan adat atas petunjuk ''Upuhatala''<nowiki>'</nowiki>. Nama ''Upuhatala'' merujuk pada [[metafora]] dari salah satu [[dewa]] dalam [[Kakehang]], salah satu kepercayaan asli [[Alifuru]]. Musyawarah ini dimaksudkan untuk mengangkat pemimpin mereka, maka kemudian dipilihlah salah seorang pemuda yang dikenal pandai dari keturunan ''Empat Perdana'' tersebut, yakni anak dari Pattituri, adik kandung Pattikawa yang bernama Zainal Abidin sebagai raja pertama dari Kerajaan Tanah Hitu yang bergelar ''Upu Latu Sitania'' pada tahun 1470.
 
=== Hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain ===
Kerajaan Tanah Hitu memiliki hubungan erat dengan berbagai kerajaan Islam di Nusantara, seperti [[Tuban|Kadipaten Tuban]], [[Kesultanan Banten]], [[Giri Kedaton]] di [[pulau Jawa]], dan [[Kesultanan Gowa]] di [[Sulawesi]], seperti yang dikisahkan oleh Imam Ridjali dalam ''Hikayat Tanah Hitu'', begitupun dengan hubungan antara sesama kerajaan Islam di Maluku (''al-Jazirah al-Muluk''; 'daratan raja-raja') seperti [[Kerajaan Huamual]] di Seram Barat, [[Kerajaan Iha]] di Saparua, [[Kesultanan Ternate]], [[Kesultanan Tidore]], [[Kesultanan Jailolo]], dan [[Kesultanan Bacan]] di [[Maluku Utara]].
Baris 75 ⟶ 78:
Sejak kedatangan Belanda ke Tanah Hitu, terjadi beberapa pertempuran antara Belanda dengan Kerajaan Tanah Hitu. Hal itu didasari oleh kesewenang-wenangan Belanda dan kebijakan [[monopoli]] mereka terhadap [[perdagangan rempah-rempah]]. Ketegangan tersebut memuncak, hingga kemudian terjadi peperangan pada tahun 1634–1643 yang dikenal sebagai [[Perang Hitu II]] (Perang Wawane). Dalam perang ini, pihak Kerajaan Tanah Hitu dipimpin oleh [[Kapitan Tahalielei]] (Pattiwane II), seorang keturunan dari perdana Patituban dan Tubanbessy II. Perlawanan lainnya yang juga menjadi perlawanan terakhir dari Kerajaan Tanah Hitu, yakni [[Perang Kapahaha]] yang terjadi pada tahun 1643–1646, sebagai upaya Belanda untuk merebut [[Benteng Kapahaha]] dari Kerajaan Tanah Hitu. Perang ini dipimpin oleh [[Kapitan Telukabessy]] (Ahmad Leikawa) dan Imam Ridjali setelah di perang sebelumnya Kapitan Tahalielei dinyatakan menghilang. Setelah berakhirnya perang ini, Belanda secara ''de facto'' telah menguasai seluruh wilayah kekuasaan Tanah Hitu dan mengakhiri kedaulatan Kerajaan Tanah Hitu.
 
Setelah berhasil menguasai seluruh wilayah Kerajaan Tanah Hitu, Belanda kemudian melakukan perubahan besar-besaran terhadap struktur pemerintahan di bekas wilayah Kerajaan Tanah Hitu, yakni dengan mengangkat ''orang kaya'' menjadi raja dari setiap ''uli'' sebagai 'raja tandingan' dari Kerajaan Tanah Hitu. Hitu sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu dibagi menjadi dua wilayah administrasi, yakni [[Hitumessing]] dengandan [[Hitulama]] dengan politik pecah belah (''[[devide et impera]]'').
 
Setelah penaklukan atas Kerajaan Tanah Hitu, anak pertama dari raja Mateuna, Silimual hijrah ke [[Kerajaan Huamual]] dan memutuskan untuk bermukim di sana. Di Kerajaan Huamual, ia diangkat menjadi Kapitan Huamual. Ia memimpin perang melawan [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]] (VOC) pada tahun 1625–1656 yang dikenal sebagai [[Perang Huamual]]. Sepeninggalnya, keturunan Silimual masih bermukim di negeri Luhu hingga saat ini, keturunannya memakai nama fam Silehu.
Baris 101 ⟶ 104:
# Uli Ala Leisiwa, terdiri dari satu negeri, yakni [[Seith, Leihitu, Maluku Tengah|Seith]].
# Uli Nau Hena Helu, terdiri dari satu negeri, [[Negeri Lima, Leihitu, Maluku Tengah|Hena Lima]].
==Daftar penguasa==
Berikut ini daftar penguasa Kerajaan Tanah Hitu yang bergelar [[raja]] (''Upu Latu'').
 
# Zainal Abidin (1470–)
# Maulana Imam Ali Mahdum Ibrahim
# Pattilain
# Popo Ehu
# Mateuna (abad ke-15)
# Hunilamu (1637–1682)
 
== Kebudayaan ==