Kesultanan Pelalawan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(42 revisi perantara oleh 25 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{pemastian}}
{{Infobox Former Country
|native_name =
|conventional_long_name = Negeri Kesultanan Pelalawan
|common_name = Kesultanan Pelalawan
|continent =
|region = [[Asia Tenggara]]
|country = [[Indonesia]]
|religion = [[Islam]]
|image_flag = Bendera_Kesultanan_Pelalawan.png
|image_coat =
|symbol_type =
|p1 = Kesultanan Siak
Baris 14 ⟶ 15:
|s1 = Indonesia
|s2 =
|flag_p1 =
|flag_p2 =
|flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
Baris 24 ⟶ 25:
|event_end = Penyerahan Kekuasaan kepada Pemerintah Indonesia
|image_map = Istana_Pelalawan.jpg
|capital = [[Pangkalan Kerinci, Pelalawan|Pangkalan Kerinci]]
|common_languages = [[Bahasa Melayu|Melayu]]
|government_type = Monarki
Baris 32 ⟶ 33:
}}
'''Kesultanan Pelalawan''' atau '''Kerajaan Pelalawan''' ([[1725]] M - [[1946]] M) yang sekarang terletak di [[Kabupaten Pelalawan]]
{{Penguasa Negeri Pelalawan}}
Baris 39 ⟶ 40:
=== Asal Usul Kerajaan Pelalawan ===
Berasal dari kata dasar "''Lalau''"
Diawali sekitar tahun [[1725]] M, Maharaja Dinda II memindahkan Pusat Kerajaan Tanjung Negeri dari Sungai Nilo ke Hulu Sungai Rasau. Hal ini terjadi dikarenakan wabah penyakit yang menyerang rakyat Tanjung Negeri sejak masa kekuasaan leluhurnya Maharaja Wangsa Jaya ([[1686]] - [[1691]] M). Seiring perpindahan tersebutlah Maharaja Dinda II mengubah nama Kerajaan Tanjung Negeri menjadi '''Kerajaan Pelalawan'''.
=== Pertikaian Siak Sri Indrapura dan Pelalawan ===
Pada Masa Pemerintahan Maharaja Lela II ([[1775]] M - [[1798]] M), banyak kemelut yang terjadi di [[Kesultanan Johor]], yaitu sisa-sisa pertikaian takhta antara [[Raja
Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa penguasa [[Kesultanan Johor]] bukan lagi di perintah oleh trah dinasti Melayu Melaka keturunan [[Parameswara|Sri Parameswara]], tetapi sudah berganti ke wangsa Bendahara yang merampas takhta.
Sehubungan dengan hal itu, [[Sayyid Ali dari Siak|Sultan Syarif Ali]] Raja [[Siak Sri Indrapura]] (1784-1811) menuntut agar Kerajaan Pelalawan mengakui [[Kesultanan Siak Sri Inderapura|Kesultanan Siak]] sebagai Yang Dipertuannya, mengingat dia adalah pewaris sah [[Abdul Jalil Syah dari Siak|Raja Keci]]<nowiki/>k, putra [[Sultan Mahmud Shah II]] (Sultan [[Kesultanan Johor|Johor]] terdahulu). Namun Maharaja Lela II menolaknya sehingga memicu pertikaian antara Siak Sri Indrapura dan Pelalawan.
=== Serangan Siak Sri Indrapura ke Pelalawan ===
Dalam catatan sejarah, terdapat dua kali serangan Pasukan Besar Siak Sri Indrapura ke Pelalawan melalui air dan darat. Peristiwa ini terjadi antara tahun [[1797]] - [[1810]] M. Pada perang inilah beberapa Tokoh terkenal muncul,
Pada masa itu, Kerajaan Siak Sri Indrapura melalui
Diperkirakan pada awal tahun [[1797]] M, Sayyid
Di Teluk Mundur ia kembali mengatur serangan, lalu dengan segera melakukan serangan ke duanya ke Benteng Mempusun. Setelah perang terjadi beberapa hari, Kapal Baheram mendapat kerusakan yang semakin parah, dan tidak dapat melanjutkan peperangan lagi. Lalu pada sorenya Sayyid Usman memutuskan mundur dan kembali ke Siak Sri Indrapura menggunakan Kapal Baheram yang dalam keadaan rusak parah. Sesampainya mereka di seberang kampung Ransang, Kapal Baherampun tenggelam. Dan sejak saat itu, wilayah tersebut dinamakan "Rasau Baheram", tetapi Sayyid Usman dan pasukannya berhasil kembali ke Siak Sri Indrapura dengan selamat melalui jalan darat.
Setelah Pasukan Said Osman Syahabuddin mundur, keluar satu pantun terkenal di masyarakat Pelalawan saat itu, yang berbunyi sebagai berikut :▼
▲Setelah Pasukan
* ''Empak-empak diujung Galah''
* ''Anak Toman disambar Elang''
* ''Pelalawan dirompak, haram tak kalah''
* ''Baheram
=== Perebutan Kekuasaan Pelalawan ===
Sekembalinya pasukan
Sampai pada tahun [[1798]] M, Pasukan Siak Sri Indrapura yang dipimpin oleh Panglima Besar Syarif Abdurrahman (adik [[Sayyid Ali dari Siak|Sultan Syarif Ali]] Siak), kembali melakukan penyerangan terhadap Pelalawan. Serangan kedua tersebut dilakukan melalui dua arah, yaitu pasukan angkatan darat menyerang melalui hulu Sungai Rasau dan pasukan angkatan laut menyerang melalui muara Sungai Kampar
Pada pertempuran itu Panglima Besar Kerajaan Pelalawan satu persatu gugur, termasuk Panglima Kudin dan tunangannya Zubaidah yang gugur di benteng pertahanan Tanjung Pembunuhan. Kali ini Pelalawan takhluk di bawah tangan Syarif Abdurrahman. Lalu, Syarif Abdurrahman berdiri sebagai Raja Pelalawan yang diakui oleh Kakaknya [[Sayyid Ali dari Siak|Sultan Syarif Ali]] dari Kerajaan Siak Sri Indrapura dan Pemerintah Hindia Belanda dengan gelar ''Sultan As Sayyidis Asy Syarif Abdurrahman Fakhruddin Al-Ba'alawi''. Setelah Sultan Syarif Abdurrahman mangkat. Takhta Kerajaan Pelalawan diwariskan secara turun temurun kepada anak cucu dari Sultan Syarif Abdurrahman sendiri.
Pada beberapa sumber menyebutkan, sebab kekalahan Pelalawan ialah dikarenakan adanya mata-mata dari Siak Sri Indrapura yang bernama "Kasim", menyirami seluruh mesiu di Benteng Pertahanan Mempusun dengan air sehingga tidak dapat digunakan lagi. ▼
▲Pada beberapa sumber menyebutkan, sebab kekalahan Pelalawan ialah dikarenakan adanya mata-mata dari Siak Sri Indrapura yang bernama "Kasim", menyirami seluruh mesiu di Benteng Pertahanan Mempusun dengan air sehingga tidak dapat digunakan lagi.
=== Akhir Kekuasaan ===
Pada masa Pemerintahan Sultan Syarif Harun ([[1940]]-[[1946]]), adalah masa pemerintahan yang paling sulit di Kerajaan Pelalawan. pada masa itu [[Indonesia]] sengsara di bawah penjajahan [[Jepang]], rakyat menderita lahir batin. Penderitaan itu dirasakan pula oleh rakyat Pelalawan. Padi rakyat dicabut untuk kepentingan Jepang, orang-orang diburu untuk dijadikan [[romusha]],
Demi menjaga kemakmuran rakyat Pelalawan, pada tahun 1946 Sultan Syarif Harun mendarma baktikan Pelalawan kepada Pemerintah [[Indonesia]] Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Sultan Syarif Harun bersama Orang-orang Besar bersepakat menyatakan diri dan seluruh Rakyat Pelalawan ikut ke dalam Pemerintahan Republik [[Indonesia]], dan siap sedia membantu perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Republik [[Indonesia]].
Pada tanggal 7 Agustus 2008, Lembaga Kerapatan Adat Melayu [[Kabupaten Pelalawan]] mengangkat [[Sultan Syarif Kamaruddin Pelalawan|Tengku Kamaruddin Haroen]] bin [[Sultan Syarif Harun Pelalawan|Sultan Syarif Harun]] sebagai Sultan Pelalawan ke-10, dengan Gelar Sultan Assyaidis Syarif Kamaruddin Haroen.
== Peninggalan Sejarah ==
=== Istana Sayap ===
[[Istana Sayap Pelalawan]] merupakan sebutan bagi
Istana ini sebelumnya dinamakan “ISTANA UJUNG PANTAI”. Namun ketika Sultan Syarif Hasyim II melanjutkan pembangunan istana,
Masjid Hibbah Pelalawan dibangun tahun 1936, semasa pemerintahan Regent Tengkoe Pangeran Said Osman (1930 – 1941). Lokasi Masjid di tetapkan di pinggir sungai 'Naga Belingkar', mengingat tempat tersebut tak jauh dari bangunan Istana Pelalawan dan Rumah kediaman Sultan. Lokasi masjid ini berada di tengah-tengah dan mudah ditempuh dari segala
Kata “ Hibbah “ untuk nama masjid tersebut diambil dari makna ‘pemberian (sumbangan). Karena
▲=== Mesjid Hibbah ===
▲Masjid Hibbah Pelalawan dibangun tahun 1936, semasa pemerintahan Regent Tengkoe Pangeran Said Osman (1930 – 1941). Lokasi Masjid di tetapkan di pinggir sungai 'Naga Belingkar', mengingat tempat tersebut tak jauh dari bangunan Istana Pelalawan dan Rumah kediaman Sultan. Lokasi masjid ini berada di tengah-tengah dan mudah ditempuh dari segala pemukiman, baik dengan berjalan kaki maupun dengan menggunakan perahu.
Sebahagian besar bahan bangunannya terbuat dari
▲Kata “ Hibbah “ untuk nama masjid tersebut diambil dari makna ‘pemberian (sumbangan). Karena Mesjid ini dibangun dari keikhlasan masyarakat pelalawan waktu itu yang bergotong royong tanpa terkecuali tua dan muda, laki-laki dan perempuan, dan pekerjaan tersebut dilaksanakan siang malam tanpa paksaan. Bahkan pada kegiatan tersebut Sultan dan para pembesar kerajaanpun ikut bekerja bersama rakyatnya.
Masjid Hibbah bagaikan mahkota yang amat terpelihara, bahkan menurut penduduk setempat bangunan ini
▲Sebahagian besar bahan bangunannya terbuat dari ‘teras laut’, kayu pilihan yang sengaja dipesan, sebagian lagi diramu oleh pemuda-pemuda di kawasan hutan yang terletak diseberang sungai kampar. Sedangkan semen untuk tiang, kaca pintu, atap dan timah campuran bahan qubahnya merupakan sumbangan Sultan.
▲Masjid Hibbah bagaikan mahkota yang amat terpelihara, bahkan menurut penduduk setempat bangunan ini sangat berharga melebihi bangunan Istana Sayap. Karena Mesjid tersebut merupakan wujud dari persaudaraan yang pernah mereka bangun dengan susah payah secara bersama-sama.
=== Meriam Perang ===
Tidak jauh dari Istana Sayap, tepatnya di bagian hulu dapat dijumpai tempat
=== Komplek
Komplek pemakaman ini terdiri dari tiga bagian, yang masing-masing terpisah beberapa puluh meter dan memiliki bangunan pelindung sendiri-sendiri. Yakni makam Raja, makam Dekat dan makam Jauh.
Pemakaman utama disebut makam raja, terletak sekitar 50 meter dari Istana Sayap, tepatnya
Selain Komplek pemakaman Raja, terdapat lagi dua pemakaman
=== Peninggalan sejarah lainnya ===
Masih banyak lagi peninggalan-peninggalan sejarah Kerajaan Pelalawan yang berada di Komplek Kerajaan di desa Pelalawan,
== Referensi ==
* Tenas Effendi, H. jamaludin TA, ''Mitos Marhum Kampar dan cerita rakyat Pelalawan''.
* Tengkoe Nazir, ''Sari Sejarah Pelalawan'', 1984
== Pranala luar ==▼
* (Indonesia) [http://m.melayuonline.com/ind/history/dig/356/kerajaan-pelalawan Kesultanan Pelalawan di situs Melayu Online]
{{Kerajaan di Sumatra}}
[[Kategori:Kesultanan Pelalawan| ]]
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Pelalawan]]
[[Kategori:Kerajaan di Riau|Pelalawan]]
▲== Pranala luar ==
▲* (Indonesia) [http://m.melayuonline.com/ind/history/dig/356/kerajaan-pelalawan Kesultanan Pelalawan di situs Melayu Online][[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Pelalawan]][[Kategori:Kerajaan di Riau|Pelalawan]]
[[Kategori:Kabupaten Pelalawan]]
|