Kesultanan Pelalawan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Shaid22 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(39 revisi perantara oleh 25 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{pemastian}}
{{Infobox Former Country
|native_name = ﻛﺴﻠﺘﺎﻧﻦكسولتانن ڤلالاون
|conventional_long_name = Negeri Kesultanan Pelalawan
|common_name = Kesultanan Pelalawan
|continent = [[Asia]]
|region = [[Asia Tenggara]]
|country = [[Indonesia]]
|religion = [[Islam]]
|image_flag = Bendera_Kesultanan_Pelalawan.png
|image_coat = Kesultanan Pelalawan LogoBendera_Kesultanan_Pelalawan.jpgpng
|symbol_type =
|p1 = Kesultanan Siak
Baris 14 ⟶ 15:
|s1 = Indonesia
|s2 =
|flag_p1 = id-siak1Bendera_Kesultanan_Siak.GIFpng
|flag_p2 =
|flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
Baris 24 ⟶ 25:
|event_end = Penyerahan Kekuasaan kepada Pemerintah Indonesia
|image_map = Istana_Pelalawan.jpg
|capital = [[Pangkalan Kerinci, Pelalawan|Pangkalan Kerinci]]
|common_languages = [[Bahasa Melayu|Melayu]]
|government_type = Monarki
Baris 32 ⟶ 33:
}}
 
'''Kesultanan Pelalawan''' atau '''Kerajaan Pelalawan''' ([[1725]] M - [[1946]] M) yang sekarang terletak di [[Kabupaten Pelalawan]], adalah salah satu dari beberapa kerajaan Melayu yang pernah berkuasaberdiri di Bumi[[Riau]], Melayu[[Sumatra]], yangdan turut serta berpengaruh dalam mewarisi budaya [[Suku Melayu|Melayu]] dan [[Islam]] di [[Riau]] dan sekitarnya. Sedangkan gelar atau sebutan bagi Raja Pelalawan adalah [[Tengku]] Besar (Tengkoe Besar), dan untuk anak keturunannya yang tidak menjadi Raja bergelar Tengku.
 
{{Penguasa Negeri Pelalawan}}
Baris 39 ⟶ 40:
 
=== Asal Usul Kerajaan Pelalawan ===
Berasal dari kata dasar "''Lalau''", yang berarti "''Cadang''", disebutlah daerah Pe-''lalau''-an atau daerah Pen-''cadang-''an (tempat yang pernah dicadangkan). Kerajaan ini merupakan sebuah Negeri yang sebelumnya bernama [[Kesultanan Tanjung Negeri|Kerajaan Tanjung Negeri]], dibawahdi bawah pimpinan Maharaja Dinda II sebagai Rajanya ([[1720]] - [[1750]] M), dan berdiri dibawahdi bawah kekuasaan [[Sultan Johor]] sebagai Yang Dipertuan Tinggi.
 
Diawali sekitar tahun [[1725]] M, Maharaja Dinda II memindahkan Pusat Kerajaan Tanjung Negeri dari Sungai Nilo ke Hulu Sungai Rasau. Hal ini terjadi dikarenakan wabah penyakit yang menyerang rakyat Tanjung Negeri sejak masa kekuasaan leluhurnya Maharaja Wangsa Jaya ([[1686]] - [[1691]] M). Seiring perpindahan tersebutlah Maharaja Dinda II mengubah nama Kerajaan Tanjung Negeri menjadi '''Kerajaan Pelalawan'''.
 
=== Pertikaian Siak Sri Indrapura dan Pelalawan ===
Pada Masa Pemerintahan Maharaja Lela II ([[1775]] M - [[1798]] M), banyak kemelut yang terjadi di [[Kesultanan Johor]], yaitu sisa-sisa pertikaian takhta antara [[Raja KecilKecik]] dan Bendahara Padang Saujana Tun Abdul Jalil ([[Sultan Abdul Jalil IV]]) pada tahun 1722. Bendahara Padang Saujana dan anaknya Tengku Sulaiman (kemudian menjadi [[Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah JohorSyah]]) berpakat dengan Bugis 5 bersaudara ([https[://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Daeng_Parani:Daeng Parani|Daeng Parani]], [https[://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Daeng_Marewah:Daeng Marewah|Daeng Merewah]], [https[://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Daeng_Menambun:Daeng Menambun|Daeng Menambun]], [https[://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Daeng_Kemasi:Daeng Kemasi|Daeng Kemasi] ] dan [[Daeng Chelak]]) untuk mengusir Raja Kecil dari takhta Johor. [[Raja Kecil]] dikalahkan dan lari ke Siak menubuhkan [[Kesultanan Siak Sri Indrapura]] yang kekuasaannya mengambil tanah bekas jajahan Johor di pulau Sumatra. Karena tidak bersedia tunduk dan mengakui kekuasaan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah akan takhta Johor yang direbutnya, karena masalah itulah Maharaja Lela II memisahkan diri dari Kekuasaan Johor. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa penguasa [[Kesultanan Johor]] bukan lagi dari keturunan leluhurnya [https://ms.wiki-indonesia.club/wiki/Sultan_Alauddin_Riayat_Shah_II Sultan Alauddin Riayat Syah II] (Malaka) tapi dari wangsa Bendahara yang merampas takhta.
 
Sehubungan dengan hal itu, [[SayyidRaja Ali dari SiakKecil|SultanRaja Syarif AliKecik]] Rajadikalahkan dan menyingkir ke [[Siak Sri Indrapura|Siak]], (1784-1811)sekaligus menuntut agar Kerajaan Pelalawan mengakuimendirikan [[Kesultanan Siak Sri Inderapura|Kesultanan SiakIndrapura]] sebagaiyang Yangmana Dipertuannya,wilayah mengingattersebut beliaumasih adalahmerupakan pewaris sahwilayah [[AbdulKesultanan JalilJohor]] Syahpemerintahan ayahnya, [[Mahmud dari Siak|RajaSultan KecilMahmud Syah]], putranamun masyarakat setempat tidak bersedia tunduk dan mengakui kedaulatan [[Sultan MahmudSulaiman ShahBadrul IIAlam Syah]] (Sultanakan [[Kesultanantakhta Johor|Johor]] terdahulu).yang Namundirebutnya, karena masalah itulah Maharaja Lela II menolaknyamemisahkan sehinggadiri memicudari pertikaianKekuasaan antara Siak Sri Indrapura dan PelalawanJohor.
 
Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa penguasa [[Kesultanan Johor]] bukan lagi di perintah oleh trah dinasti Melayu Melaka keturunan [[Parameswara|Sri Parameswara]], tetapi sudah berganti ke wangsa Bendahara yang merampas takhta.
 
Sehubungan dengan hal itu, [[Sayyid Ali dari Siak|Sultan Syarif Ali]] Raja [[Siak Sri Indrapura]] (1784-1811) menuntut agar Kerajaan Pelalawan mengakui [[Kesultanan Siak Sri Inderapura|Kesultanan Siak]] sebagai Yang Dipertuannya, mengingat dia adalah pewaris sah [[Abdul Jalil Syah dari Siak|Raja Keci]]<nowiki/>k, putra [[Sultan Mahmud Shah II]] (Sultan [[Kesultanan Johor|Johor]] terdahulu). Namun Maharaja Lela II menolaknya sehingga memicu pertikaian antara Siak Sri Indrapura dan Pelalawan.
 
=== Serangan Siak Sri Indrapura ke Pelalawan ===
Dalam catatan sejarah, terdapat dua kali serangan Pasukan Besar Siak Sri Indrapura ke Pelalawan melalui air dan darat. Peristiwa ini terjadi antara tahun [[1797]] - [[1810]] M. Pada perang inilah beberapa Tokoh terkenal muncul, sepertidiantaranya [[SaidSayyid OsmanUsman Syahabuddin]]bin Abdurrahman Ba'alawi, Datuk Maharaja Sinda, Panglima Kudin dan gurunya Panglima Katan, Panglima Hitam, Hulubalang Engkok, Cik Jeboh, Panglima Garang dan sebagainya.
 
Pada masa itu, Kerajaan Siak Sri Indrapura melalui penasehatpenasihat istana mereka yang bernama Said OsmanSayyid SyahabuddinUsman (Ayah dari [[Sayyid Ali dari Siak|Sultan Syarif Ali]] penguasa Siak kala itu), berencana melakukan penyerangan ke Pelalawan melalui jalur air Sungai Kampar, hal itu dilakukan mengingat benteng pertahanan Pelalawan yang terletak di kuala Sungai Mempusun. Demi mempersiapkan penyerangannya, Said OsmanSayyid SyahabuddinUsman beserta pengikutnya menyiapkan sebuah kapal perang yang bernama "''Kapal Baheram''", kapal besar Siak dengan rancangan militer yang kokohkukuh.
 
Diperkirakan pada awal tahun [[1797]] M, Sayyid Usman beserta pasukannya melancarkan serangan ke Pelalawan menggunakan Kapal Baheram. Setibanya mereka di kuala mempusun, terjadilah peperangan antara pasukan Sayyid Usman yang disambut oleh Pasukan Pelalawan di bawah pimpinan Hulubalang Engkok, perang sengitpun terjadi. Pada pekan pertama, Kapal Baheram Sayyid Usman terkena hantaman Meriam dari pasukan Hulubalang Engkok, Kapal Baheram mengalami kerusakan, dan memaksa Sayyid Usman mundur sementara. Setelah berhasil mundur, Sayyid Usman beserta awak kapalnya mendiami suatu teluk, yang sekarang dinamakan "Teluk Mundur" di sebelah hilir Kuala Mempusun.
Pada masa itu, Kerajaan Siak Sri Indrapura melalui penasehat istana mereka yang bernama Said Osman Syahabuddin (Ayah dari [[Sayyid Ali dari Siak|Sultan Syarif Ali]] penguasa Siak kala itu), berencana melakukan penyerangan ke Pelalawan melalui jalur air Sungai Kampar, hal itu dilakukan mengingat benteng pertahanan Pelalawan yang terletak di kuala Sungai Mempusun. Demi mempersiapkan penyerangannya, Said Osman Syahabuddin beserta pengikutnya menyiapkan sebuah kapal perang yang bernama "Kapal Baheram", kapal besar Siak dengan rancangan militer yang kokoh.
 
Diperkirakan pada awal tahun [[1797]] M, Said Osman Syahabuddin beserta pasukannya melancarkan serangan ke Pelalawan menggunakan Kapal Baheram. Setibanya mereka di kuala mempusun, terjadilah peperangan antara pasukan Said Osman Syahabuddin yang disambut oleh Pasukan Pelalawan dibawah pimpinan Hulubalang Engkok, perang sengitpun terjadi. Pada pekan pertama, Kapal Baheram Said Osman Syahabuddin terkena hantaman Meriam dari pasukan Hulubalang Engkok, Kapal Baheram mengalami kerusakan, dan memaksa Said Osman Syahabuddin memundurkan sementara pasukannya. Setelah berhasil mundur, Said Osman Syahabuddin beserta awak kapalnya mendiami suatu teluk, yang sekarang dinamakan "Teluk Mundur" di sebelah hilir Kuala Mempusun. Di Teluk Mundur ia kembali mengatur serangan, lalu dengan segera melakukan serangan ke duanya ke Benteng Mempusun. Setelah perang terjadi beberapa hari, Kapal Baheram mendapat kerusakan yang semakin parah, dan tidak dapat melanjutkan peperangan lagi. Lalu pada sorenya SaidSayyid Osman SyahabuddinUsman memutuskan mundur dan kembali ke Siak Sri Indrapura menggunakan Kapal Baheram yang dalam keadaan rusak parah. Sesampainya mereka di seberang kampung Ransang, Kapal Baherampun tenggelam. Dan sejak saat itu, wilayah tersebut dinamakan "Rasau Baheram", namuntetapi SaidSayyid Osman SyahabuddinUsman dan pasukannya berhasil kembali ke Siak Sri Indrapura dengan selamat melalui jalan darat.
 
Setelah Pasukan SaidSayyid OsmanUsman Syahabuddinbin Abdurrahman mundur, keluar satu pantun terkenal di masyarakat Pelalawan saat itu, yang berbunyi sebagai berikut :
* ''Empak-empak diujung Galah''
* ''Anak Toman disambar Elang''
* ''Pelalawan dirompak, haram tak kalah''
* ''Baheram OsmanUsman berlayar pulang.''
=== Perebutan Kekuasaan Pelalawan ===
Sekembalinya pasukan [[SayyedSayyid Osman Syahabuddin]]Usman ke Siak Sri Indrapura, kebencian Pelalawan semakin dalam meskipun tidak ada konflik langsung yang terjadi antara Siak Sri Indrapura dan Pelalawan dalam beberapa tahun. Pada masa itu, Datuk Maharaja Sinda dan Pembesar Kerajaan Pelalawan, mengambil sikap “menentang Siak”. Sikap penentangan ini dibuktikan dengan seluruh rumpun pisang yang berjantung ke arah Siak dipancung dan ayam yang berkokok  menghadap ke Siak dibunuh. Bukti penentangan terhadap Siakpun masih ada hingga saat ini, yaitu batu nisan Datuk Maharaja Sinda yang makamnya terletak di Desa Kuala Tolam, Kecamatan Pelalawan tetap condong ke Selatan, tidak ke Barat (ke arah Siak).
 
Sampai pada tahun [[1798]] M, Pasukan Siak Sri Indrapura yang dipimpin oleh Panglima Besar Syarif Abdurrahman (adik [[Sayyid Ali dari Siak|Sultan Syarif Ali]] Siak), kembali melakukan penyerangan terhadap Pelalawan. Serangan kedua tersebut dilakukan melalui dua arah, yaitu pasukan angkatan darat menyerang melalui hulu Sungai Rasau dan pasukan angkatan laut menyerang melalui muara Sungai Kampar. Pada pertempuran itu Panglima Besar Kerajaan Pelalawan satu persatu gugur, termasuk Panglima Kudin dan tunangannya Zubaidah yang gugur di benteng pertahanan Tanjung Pembunuhan. Kali ini Pelalawan takhluk dibawah tangan Syarif Abdurrahman. Lalu, Syarif Abdurrahman berdiri sebagai Raja Pelalawan yang diakui oleh Kakaknya [[Sayyid Ali dari Siak|Sultan Syarif Ali]] dari Kerajaan Siak Sri Indrapura dan Pemerintah Hindia Belanda dengan gelar ''Sultan Assyaidis Syarif Abdurrahman Fakhruddin''. Setelah Sultan Syarif Abdurrahman mangkat. Takhta Kerajaan Pelalawan diwariskan secara turun temurun kepada anak cucu dari Sultan Syarif Abdurrahman sendiri.
 
Pada pertempuran itu Panglima Besar Kerajaan Pelalawan satu persatu gugur, termasuk Panglima Kudin dan tunangannya Zubaidah yang gugur di benteng pertahanan Tanjung Pembunuhan. Kali ini Pelalawan takhluk di bawah tangan Syarif Abdurrahman. Lalu, Syarif Abdurrahman berdiri sebagai Raja Pelalawan yang diakui oleh Kakaknya [[Sayyid Ali dari Siak|Sultan Syarif Ali]] dari Kerajaan Siak Sri Indrapura dan Pemerintah Hindia Belanda dengan gelar ''Sultan As Sayyidis Asy Syarif Abdurrahman Fakhruddin Al-Ba'alawi''. Setelah Sultan Syarif Abdurrahman mangkat. Takhta Kerajaan Pelalawan diwariskan secara turun temurun kepada anak cucu dari Sultan Syarif Abdurrahman sendiri.
Pada beberapa sumber menyebutkan, sebab kekalahan Pelalawan ialah dikarenakan adanya mata-mata dari Siak Sri Indrapura yang bernama "Kasim", menyirami seluruh mesiu di Benteng Pertahanan Mempusun dengan air sehingga tidak dapat digunakan lagi.
 
Pada beberapa sumber menyebutkan, sebab kekalahan Pelalawan ialah dikarenakan adanya mata-mata dari Siak Sri Indrapura yang bernama "Kasim", menyirami seluruh mesiu di Benteng Pertahanan Mempusun dengan air sehingga tidak dapat digunakan lagi.
=== Akhir Kekuasaan ===
Pada masa Pemerintahan Sultan Syarif Harun ([[1940]]-[[1946]]), adalah masa pemerintahan yang paling sulit di Kerajaan Pelalawan. pada masa itu [[Indonesia]] sengsara di bawah penjajahan [[Jepang]], rakyat menderita lahir batin. Penderitaan itu dirasakan pula oleh rakyat Pelalawan. Padi rakyat dicabut untuk kepentingan Jepang, orang-orang diburu untuk dijadikan [[romusha]], dimanadi mana-mana terjadi kesewenang-wenangan.
 
Demi menjaga kemakmuran rakyat Pelalawan, pada tahun 1946 Sultan Syarif Harun mendarma baktikan Pelalawan kepada Pemerintah [[Indonesia]] Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Sultan Syarif Harun bersama Orang-orang Besar bersepakat menyatakan diri dan seluruh Rakyat Pelalawan ikut ke dalam Pemerintahan Republik [[Indonesia]], dan siap sedia membantu perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Republik [[Indonesia]]. 
 
Pada tanggal 7 Agustus 2008, Lembaga Kerapatan Adat Melayu [[Kabupaten Pelalawan]] mengangkat [[Sultan Syarif Kamaruddin Pelalawan|Tengku Kamaruddin Haroen]] bin [[Sultan Syarif Harun Pelalawan|Sultan Syarif Harun]] sebagai Sultan Pelalawan ke-10, dengan Gelar Sultan Assyaidis Syarif Kamaruddin Haroen.
 
== Peninggalan Sejarah ==
[[Berkas:Istana Tengah Pelalawan.jpg|thumb|Bangunan Istana Tengah.]]
 
[[Berkas:Istana Kanan Pelalawan.jpg|thumb|Bangunan Istana Kanan.]]
 
[[Berkas:Istana Kiri Pelalawan.jpg|thumb|Bangunan Istana Kiri.]]
 
[[Berkas:Mesjid Hibbah Lama.jpg|thumb|Bangunan Mesjid Hibbah lama.]]
 
[[Berkas:Meriam Peninggalan Kerajaan Pelalawan.jpg|thumb|Meriam Peninggalan Kerajaan.]]
 
[[Berkas:Komplek Pemakaman Raja.jpg|thumb|Komplek Pemakaman Raja.]]
 
=== Istana Sayap ===
 
[[Istana Sayap Pelalawan]] merupakan sebutan bagi Istanaistana resmi Kesultanan Pelalawan, Istana ini awalnya dibangun oleh Sultan ke-7 Pelalawan Baru yang bernama Tengkoe Besaar Sontol Said Ali (1886 – 1892 M). namun beliaudia wafat disaatdi saat bangunan Istana belum selesai. Selanjutnya pembangunan Istana ini diselesaikan oleh penerusnya Tengkoe Besaar Syarif Hasyim II (1892 – 1930 M).
 
Istana ini sebelumnya dinamakan “ISTANA UJUNG PANTAI”. Namun ketika Sultan Syarif Hasyim II melanjutkan pembangunan istana, ia membangun dua sayap disamping kanan dan kiri istana, yang dijadikan Balai. Maka istana inipun dinamakan “ISTANA SAYAP”. Bangunan di sebelah kanan istana (sebelah hulu) disebut “Balai Sayap Hulu” yang berfungsi menjadi kantor Sultan”, dan bangunan di sebelah kiri Istana (sebelah hilir) dinamanakan “Balai Hilir” yang berfungsi sebagai “Balai Penghadapan” bagi seluruh rakyat Pelalawan.
 
=== MesjidMasjid Hibbah ===
Banyak sekali filosofi yang terkandung pada bangunan Istana ini, namun sangat disayangkan bangunan Istana bersejarah ini sudah tidak dapat dilihat lagi, yang terisa saat ini hanyalah bangunan Istana Kanan atau Istana Sayap Kanan. karena dua bangunan yang merupakan Istana Tengah dan Istana Kiri sudah habis terbakar pada 19 Februari 2012.
Masjid Hibbah Pelalawan dibangun tahun 1936, semasa pemerintahan Regent Tengkoe Pangeran Said Osman (1930 – 1941). Lokasi Masjid di tetapkan di pinggir sungai 'Naga Belingkar', mengingat tempat tersebut tak jauh dari bangunan Istana Pelalawan dan Rumah kediaman Sultan. Lokasi masjid ini berada di tengah-tengah dan mudah ditempuh dari segala pemukimanpermukiman, baik dengan berjalan kaki maupun dengan menggunakan perahu.
 
Kata “ Hibbah “ untuk nama masjid tersebut diambil dari makna ‘pemberian (sumbangan). Karena MesjidMasjid ini dibangun dari keikhlasan masyarakat pelalawan waktu itu yang bergotong royong tanpa terkecuali tua dan muda, laki-laki dan perempuan, dan pekerjaan tersebut dilaksanakan siang malam tanpa paksaan. Bahkan pada kegiatan tersebut Sultan dan para pembesar kerajaanpun ikut bekerja bersama rakyatnya.
=== Mesjid Hibbah ===
Masjid Hibbah Pelalawan dibangun tahun 1936, semasa pemerintahan Regent Tengkoe Pangeran Said Osman (1930 – 1941). Lokasi Masjid di tetapkan di pinggir sungai 'Naga Belingkar', mengingat tempat tersebut tak jauh dari bangunan Istana Pelalawan dan Rumah kediaman Sultan. Lokasi masjid ini berada di tengah-tengah dan mudah ditempuh dari segala pemukiman, baik dengan berjalan kaki maupun dengan menggunakan perahu.
 
Sebahagian besar bahan bangunannya terbuat dari  ‘teras laut’, kayu pilihan yang sengaja dipesan, sebagian lagi diramu oleh pemuda-pemuda di kawasan hutan. Sedangkan semen untuk tiang, kaca pintu, atap dan timah campuran bahan qubahnya merupakan sumbangan Sultan.
Kata “ Hibbah “ untuk nama masjid tersebut diambil dari makna ‘pemberian (sumbangan). Karena Mesjid ini dibangun dari keikhlasan masyarakat pelalawan waktu itu yang bergotong royong tanpa terkecuali tua dan muda, laki-laki dan perempuan, dan pekerjaan tersebut dilaksanakan siang malam tanpa paksaan. Bahkan pada kegiatan tersebut Sultan dan para pembesar kerajaanpun ikut bekerja bersama rakyatnya.
 
Masjid Hibbah bagaikan mahkota yang amat terpelihara, bahkan menurut penduduk setempat bangunan ini berharga melebihi bangunan Istana Sayap. Karena MesjidMasjid tersebut merupakan wujud dari persaudaraan yang pernah mereka bangun dengan susah payah secara bersama-sama.
Sebahagian besar bahan bangunannya terbuat dari  ‘teras laut’, kayu pilihan yang sengaja dipesan, sebagian lagi diramu oleh pemuda-pemuda di kawasan hutan. Sedangkan semen untuk tiang, kaca pintu, atap dan timah campuran bahan qubahnya merupakan sumbangan Sultan.
 
Masjid Hibbah bagaikan mahkota yang amat terpelihara, bahkan menurut penduduk setempat bangunan ini berharga melebihi bangunan Istana Sayap. Karena Mesjid tersebut merupakan wujud dari persaudaraan yang pernah mereka bangun dengan susah payah secara bersama-sama.
=== Meriam Perang ===
Tidak jauh dari Istana Sayap, tepatnya di bagian hulu dapat dijumpai tempat dimanadi mana sebagian Meriam Peninggalan Kerajaan Pelalawan diletakkan. Sebagian meriam berwarna kuning dan sebagian lagi berwarna hitam, dahulunya meriam ini merupakan fasilitas pertahanan utama yang digunakan Kerajaan Pelalawan saat berperang melawan musuh.
 
=== Komplek PemakamamPemakaman Raja ===
Komplek pemakaman ini terdiri dari tiga bagian, yang masing-masing terpisah beberapa puluh meter dan memiliki bangunan pelindung sendiri-sendiri. Yakni makam Raja, makam Dekat dan makam Jauh.
 
Pemakaman utama disebut makam raja, terletak sekitar 50 meter dari Istana Sayap, tepatnya dibelakangdi belakang MesjidMasjid yang bernama MesjidMasjid Hibbah. di sini bersemayan 3 (tiga) Raja Pelalawan diantaranyadi antaranya Sultan Syarif Hasyim (1894—1930), Regent Tengkoe Pangeran Said Osman (1931—1940), dan Sultan Syarif Haroen (1940—1946).
 
Selain Komplek pemakaman Raja, terdapat lagi dua pemakaman keluargaRaja kerajaan, yaituyang dinamakanbernama makam Jauh dan makam Dekat. Makam jauh dan makam dekat berisi pusaraRaja-raja para, para alim ulama, pembesar kerajaan dan, orang-orang yang berjasa serta kalangan keluarga dekat kerajaanKerajaan.
 
=== Peninggalan sejarah lainnya ===
Masih banyak lagi peninggalan-peninggalan sejarah Kerajaan Pelalawan yang berada di Komplek Kerajaan di desa Pelalawan, diantaranyadi antaranya seperti bangunan Pesenggerahan Panglima Kudin, Rumah kediaman Sultan Syarif Haroen (1940-1946), Rumah kediaman Regent Tengkoe Pangeran Said Osman (1931-1940), benda-benda kecil seperti stempel kerajaan, baju kebesaran Raja, tempat tidur Raja, alat tenun Tuan Putri, alat musik Istana, keris, tombak, perhiasan-perhiasan, gong, piring, dan benda-benda pusaka lainnya.
== Referensi ==
''Catatan Silsilah Himpunan H.TS. Umar Muhammad, Tenas Effendi dan T. Razak Jaafar. Catatan Silsilah Kerajaan Pelalawan, ''Mitos Marhum Kampar dan cerita rakyat Pelalawan, penulis''''<nowiki/>'' '': Tenas Effendy dan H. jamaludin TA., ''''<nowiki/>''wisatamelayu.com, melayuonline.com, www.attayaya.net, Catatan Cicit Serindit Temul Amsal. ''
 
== Referensi ==
* H. T. S. Umar Muhammad, Tenas Effendi, T. Razak Jaafar. ''Silsilah Siak dan Pelalawan,'' 1987.
* Tenas Effendi, H. jamaludin TA, ''Mitos Marhum Kampar dan cerita rakyat Pelalawan''.
* Tengkoe Nazir, ''Sari Sejarah Pelalawan'', 1984
== Pranala luar ==
* (Indonesia) [http://m.melayuonline.com/ind/history/dig/356/kerajaan-pelalawan Kesultanan Pelalawan di situs Melayu Online][[Kategori:Kerajaan di Nusantara{{Webarchive|Pelalawan]][[Kategoriurl=https:Kerajaan//web.archive.org/web/20140330112705/http://m.melayuonline.com/ind/history/dig/356/kerajaan-pelalawan di|date=2014-03-30 Riau|Pelalawan]]}}
{{Kerajaan di Sumatra}}
 
[[Kategori:Kesultanan Pelalawan| ]]
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Pelalawan]]
[[Kategori:Kerajaan di Riau|Pelalawan]]
[[Kategori:Kabupaten Pelalawan]]