Sri Jayanasa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Minang
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Wadaihangit (bicara | kontrib)
k Menambahkan foto ke infobox #WPWP
 
(14 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{infobox royalty
{{Maharaja Sriwijaya}}
| title =
'''Sri jayanasa''' adalah [[maharaja|Maharajadiraja]] [[Kerajaan Bungo Satangkai|Suvarnadvipa]]. Namanya disebut dalam beberapa prasasti awal, Sriwijaya dari akhir abad VII yang disebut sebagai "prasasti-prasasti Siddhayatra", karena menceritakan perjalanan sucinya mengalap berkah dan menaklukkan wilayah-wilayah di sekitarnya. Ia berkuasa sekitar perempat terakhir abad VII hingga awal abad VIII, tepatnya antara kurun 671 masehi hingga 702 masehi.
| image = Dapunta Hyang Sri Jayanasa.jpg
| caption = Dapunta Hyang Sri Jayanasa
| succession = Pendiri [[Kerajaan Sriwijaya]]
| reign = 671 - 692 M
| predecessor = Jabatan Baru
| successor = [[Sri Indrawarman]]
| birth_name =
| birth_date =
| death_date = 692 M
| spouse = [[Sobakancana]] <br>(Putri [[Linggawarman]])
| issue =
| regnal name = ''Punta Hyang Shrī Jayanāsa''
| house =
| father =
| mother =
}}
 
'''SriShrī jayanasaJayanāsa''' adalah [[maharaja|MaharajadirajaMaharaja]] [[Kerajaan Bungo SatangkaiSuvarnabhumi|SuvarnadvipaSuvarnabhum]]<nowiki/>i. Namanya disebut dalam beberapa prasasti awal, Sriwijaya dari akhir abad VII yang disebut sebagai "prasasti-prasasti Siddhayatra", karena menceritakan perjalanan sucinya mengalap berkah dan menaklukkan wilayah-wilayah di sekitarnya. Ia berkuasa sekitar perempat terakhir abad VII hingga awal abad VIII, tepatnya antara kurun 671 masehi hingga 702692 masehi.
 
== Biografi ==
Menurut sejarah, seorang pendeta [[Buddha]] yang pernah mengunjungi Shih-Li-Fo-Shih tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan, terkesan akan kebaikan raja waktu itu,<ref>{{cite book|last=Takakusu|first=Junjiro|title=A record of the Buddhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago AD 671-695, by I-tsing|year=1896|location=London|publisher=Oxford}}</ref> dan raja tersebut kemudian dihubungkan dengan prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya yang juga berada pada abad ke-7, bertarikh 682 yaitu [[prasasti Kedukan Bukit]] di [[Palembang]],<ref>{{cite book|last=Casparis|first=J.G.|authorlink=Johannes Gijsbertus de Casparis|title=Indonesian palaeography: a history of writing in Indonesia from the beginnings to C. A, Part 1500|year=1975|publisher=E. J. Brill|id=ISBN 90-04-04172-9 }}</ref> merujuk kepada orang yang sama.<ref name="Cœdès">{{cite journal|last=Cœdès|first=George|authorlink=George Cœdès|title=Le Royaume de Çriwijaya|journal =Bulletin de l'Ecole français d'Extrême-Orient|year=1918|volume=18||issue=6||pages=1-36}}</ref><ref>{{cite journal|last=Cœdès|first=George|authorlink=George Cœdès|title=Les inscriptions malaises de Çrivijaya|journal =Bulletin de l'Ecole français d'Extrême-Orient (BEFEO) |year=1930|volume=30||issue=||pages=29-80}}</ref> Walaupun kemudian beberapa sejarawan berbeda pendapat tentang penafsiran dari beberapa kata yang terdapat pada prasasti tersebut.<ref name="Muljana 2006">{{cite book|last=Muljana|first=Slamet|authorlink=Slamet Muljana|title= Sriwijaya|url=https://archive.org/details/Sriwijaya|editor= F.W. Stapel|publisher=PT. LKiS Pelangi Aksara|year=2006|location=|pages=|id=ISBN 978-979-8451-62-1 }}</ref><ref name="Soekmono2">{{cite book|last=Soekmono|first=R.|authorlink=Soekmono|title=Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2|year=2002|publisher=Kanisius|id=ISBN 979-413-290-X }}</ref><ref name="Poeponegoeo">Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, (1992), ''Sejarah nasional Indonesia: Jaman kuno'', PT Balai Pustaka, ISBN 979-407-408-X</ref>
 
Menurut [[Prasasti Kedukan Bukit]] berangka tahun 605 saka, menceritakan seorang bergelar ''Dapunta Hyang'' melakukan ''Siddhayatra'' (perjalanan suci) dengan naik perahu. Ia berangkat dari MināngtamwanMināngatamwan yang berarti Tempat Pertemuan Orang-Orang Mināng dengan membawa rombongan satu armada dengan kekuatan 20.000 bala tentara menuju ke Matajap dan menaklukanmenguasai beberapa daerah. Beberapa prasasti lain yang ditemui juga menceritakan Siddhayatra dan penaklukkan wilayah sekitar oleh Sriwijaya, yaitu prasasti yang ditemukan di [[Prasasti Kota Kapur|Kota Kapur]] di [[Pulau Bangka]] (686 masehi), [[Prasasti Karang Brahi|Karang Brahi]] di [[Jambi]] Hulu (686 masehi) dan [[Prasasti Palas Pasemah|Palas Pasemah]] di selatan [[Lampung]], semua menceritakan peristiwa yang sama. Dari keterangan prasasti-prasasti ini, dapat disimpulkan bahwa ''Dapunta Hyang'' mendirikan [[Wanua|Vanua]] setelah mengalahkan musuh-musuhnya di Jambi, Palembang Sumatera Selatan, Selatan Lampung dan Pulau Bangka,<ref>{{Cite book|title=Form, Macht, Differenz : Motive und Felder ethnologischen Forschens|url=https://archive.org/details/formmachtdiffere00herm|page=[https://archive.org/details/formmachtdiffere00herm/page/254 254]-255|author=Elfriede Hermann, Karin Klenke, Michael Dickhardt|isbn=978-3-940344-80-9|year= 2009|publisher=Universitätsverlag Göttingen}}</ref> dan bahkan melancarkan serangan ke Bhumi Jawa yang mungkin menyebabkan keruntuhan kerajaan [[Tarumanagara]] di Jawa Barat.
 
== Peristiwa Penting ==
Rangkaian peristiwa penting yang terjadi pada masa pemerintahannya :
 
- Menerima kedatangan seorang pendeta Buddha asal Cina bernama I-Tsing, pada tahun 671 M. Ia menetap di kota Foshih (Musi?), ibukota Sriwijaya selama enam bulan. Dari Shih-li-foshih", Ia melanjutkan perjalanannya ke Moloyou dan Kataha (Kedah), sebelum melanjutkan perjalanannya ke Nagapattinam di India untuk mempelajari agama Buddha. I-Tsing menyebut Sriwijaya dengan nama "Shih-li-foshih". ( Catatan I-Tsing )<ref>{{cite book|last=Takakusu|first=Junjiro|year=1896|title=A record of the Buddhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago AD 671-695, by I-tsing|location=London|publisher=Oxford}}</ref>
 
- Membangun Vanua di Palembang ([[Prasasti Kedukan Bukit]], 683 M)<ref>{{cite book|last=Casparis|first=J.G.|year=1975|title=Indonesian palaeography: a history of writing in Indonesia from the beginnings to C. A, Part 1500|publisher=E. J. Brill|id=ISBN 90-04-04172-9|authorlink=Johannes Gijsbertus de Casparis}}</ref>
 
- Membangun Taman Sriksetra, menundukkan kerajaan Tulang Bawang dan Skala Brak di Lampung, pada tahun 684 M. ([[Prasasti Talang Tuo]], 684 M)
 
- Menghentikan Pemberontakan Kandra Kayet pada tahun 685 M. Namun, sebelumnya Kandra Kayet telah berhasil membunuh Tandrun Luah. Sang Maharaja pun harus rela kehilangan dua panglimanya sekaligus. Di tahun Itu Pula, I-Tsing kembali datang ke Sumatra setelah menyelesaikan studinya dari India. Ia singgah di Sriwijaya selama 4 tahun.
 
- Menaklukkan daerah Bangka-Belitung dan pesisir utara kerajaan Sunda. ([[Prasasti Kota Kapur]], 686 M)
 
- Menaklukkan negeri-negeri Sigindo di pedalaman Bukit Barisan di Alam Kerinci yang kaya emas. Pasukan Sriwijaya berhasil menaklukkan sebagian besar negeri itu, kecuali di kawasan Telaga Darah di Kerinci Tinggi. Seluruh prajurit Sriwijaya yang menggempurnya dikalahkan dan dimusnahkan oleh laskar rakyat pimpinan negeri Sigindo Sigarinting. ([[Prasasti Karang Brahi]], 688 M).
Menurut [[Prasasti Kedukan Bukit]] berangka tahun 605 saka, menceritakan seorang bergelar ''Dapunta Hyang'' melakukan ''Siddhayatra'' (perjalanan suci) dengan naik perahu. Ia berangkat dari Mināngtamwan dengan membawa satu armada dengan kekuatan 20.000 bala tentara menuju ke Matajap dan menaklukan beberapa daerah. Beberapa prasasti lain yang ditemui juga menceritakan Siddhayatra dan penaklukkan wilayah sekitar oleh Sriwijaya, yaitu prasasti yang ditemukan di [[Prasasti Kota Kapur|Kota Kapur]] di [[Pulau Bangka]] (686 masehi), [[Prasasti Karang Brahi|Karang Brahi]] di [[Jambi]] Hulu (686 masehi) dan [[Prasasti Palas Pasemah|Palas Pasemah]] di selatan [[Lampung]], semua menceritakan peristiwa yang sama. Dari keterangan prasasti-prasasti ini, dapat disimpulkan bahwa ''Dapunta Hyang'' mendirikan [[Wanua|Vanua]] setelah mengalahkan musuh-musuhnya di Jambi, Palembang, Selatan Lampung dan Pulau Bangka,<ref>{{Cite book|title=Form, Macht, Differenz : Motive und Felder ethnologischen Forschens|url=https://archive.org/details/formmachtdiffere00herm|page=[https://archive.org/details/formmachtdiffere00herm/page/254 254]-255|author=Elfriede Hermann, Karin Klenke, Michael Dickhardt|isbn=978-3-940344-80-9|year= 2009|publisher=Universitätsverlag Göttingen}}</ref> dan bahkan melancarkan serangan ke Bhumi Jawa yang mungkin menyebabkan keruntuhan kerajaan [[Tarumanagara]] di Jawa Barat.
 
== Nama dan asal usul ==
''Dapunta Hyang'' dipercayai sebagai suatu gelar penguasa periode awal.<ref name="Caspa">Casparis, J.C., (1956), ''Prasasti Indonesia II: Selected Inscriptions from the 7th to the 9th century A.D.'', Vol. II. Bandung: Masa Baru.</ref> Gelar ''Dapunta'' juga ditemukan dalam [[Prasasti Sojomerto]] (akhir abad ke-7) yang ditemukan di daerah [[Batang, Batang|Batang]], pesisir utara Jawa Tengah, yaitu Dapunta Selendra yang dipercaya sebagai nama leluhur wangsa [[Sailendra]]. Istilah ''[[hyang]]'' sendiri dalam kebudayaan asli [[Nusantara]] merujuk kepada keberadaan spiritual supernatural tak kasatmata yang dikaitkan dengan roh leluhur atau [[dewata]], sehingga diduga Dapunta Hyang melakukan perjalanan "mengalap berkah" untuk memperoleh kekuatan spiritual atau kesaktian. Kesaktian ini ditambah dengan kekuatan bala tentaranya, dijadikan sebagai legitimasi untuk menaklukkan daerah-daerah atau kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Kekuatan spiritual ini pula yang menjadikan persumpahan Dapunta Hyang dianggap bertuah dan ditakuti para datu (penguasa daerah) bawahannya, yang kebanyakan diikat kesetiaannya kepada Datu' Sriwijaya dalam suatu prasasti dan upacara persumpahan disertai kutukan bagi siapa saja yang mengkhianati Kadatuan Sriwijaya. Slamet Muljana mengaitkan ''Dapunta Hyang'' di dalam [[Prasasti Kedukan Bukit]] sebagai "Sri Jayanasa", karena menurut [[Prasasti Talang Tuwo]] yang berangka tahun tahun 606 Saka, MaharajadirajaPunta Hyang ketika itu adalah Sri Jayanasa. Karena jarak tahun antara kedua prasati ini hanya setahun, maka kemungkinan besar "Dapunta Hyang" di dalam Prasasti Kedukan Bukit dan "Sri Jayanasa" dalam Prasasti Talang Tuwo adalah orang yang sama.<ref name="Muljana 2006" />
 
Asal usul Raja Jayanasa dan letak sebenarnya dari MinangaMināngatamwan Tamwanyang berarti Tempat Pertemuan Mināng yang membawa rombongan. Ada yang berpendapat Minanga TamwanMināngatamwan adalah sama dengan [[Minangkabau|MinangakabauMināngkabwa]], yakni wilayah pegunungan di hulu sungai [[Batanghari]].<ref>{{cite book|last= Ismail|first= H.M Arian|author-link= |title= Periodisasi sejarah Sriwijaya bermula di Minanga Komering Ulu SumatraSumatera Selatan berjaya di Palembang berakhir di Jambi
|year= 2002|publisher= Unanti Press}}</ref>. Sementara Soekmono berpendapat Minanga TamwanMināngatamwan bermakna pertemuan dua sungai (Tamwan berarti temuan), yakni [[sungai Kampar]] kanan dan sungai Kampar kiri di [[Riau]],<ref name="Soekmono">{{cite book|author= Drs. R. Soekmono,|title= ''Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2'', 2nd ed.|publisher = Penerbit Kanisius|year= 1973 5th reprint edition in 1988|location =Yogyakarta|page =38|id= ISBN 979-4132290X}}</ref> yakni wilayah sekitar [[Candi Muara Takus]]. G.Coedes berpendapat Sriwijaya selamanya berada di Palembang. MinangatamwanMināngatamwan adalah Tempat Pertemuan yang membawa rombongan dan MinangMināng adalah Orangnya. Berdasarkan catatan dinasti Tang pada tahun 670, Sriwijaya yang mereka sebut Shih-Li-Fo-Shih dengan ibukota San-fo-tsi, sudah mengirim utusan ke Cina. Dan catatan Itsing tahun 671 dan catatan Itsing tahun 685 yang menyebut Sriwijaya dan ibu kotanya dan letak ibu kotanya dengan sebutan yang sama. Artinya tahun 683 prasasti Kedukan Bukit itu bukan pemindahan ibu kota dari MinangatamwanMināngatamwan ke tempat ditemukannya prasasti Kedukan Bukit atau bukan pula pembuatan kadatuan atau kerajaan, sebab Sriwijaya tahun 670 sudah ada. Kalau memang Minanga tamwanMināngatamwan adalah Sriwijaya kemudian tahun 683 Mendirikan wanua ke Palembang dan kerajaan berganti nama Sriwijaya, pastilah Itsing akan menyebut Sriwijaya dengan sebutan yang berbeda pada tahun 671 dan tahun 685.<ref>{{cite book|last=Coedes|first=George|title=The Indianized States of Southeast Asia|publisher= University of Hawaii Press|year=1996|location=|url=|doi=|pages= 82|id= ISBN 978-0-8248-0368-1}}</ref>
 
== Rujukan ==