Ki Ageng Pamanahan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
Erwin Mulialim (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(112 revisi perantara oleh 35 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox person
'''Ki Ageng Pamanahan''' atau '''Ki Gede Pamanahan''', adalah pendiri desa [[Mataram]] tahun 1556, yang kemudian berkembang menjadi [[Kesultanan Mataram]] di bawah pimpinan putranya, yang bergelar [[Panembahan Senapati]].
| pre-nominals = Ki Ageng
| name = Pamanahan
== Asal usul ==
| post-nominals = {{jav|ꦥꦩꦤꦲꦤ꧀}}
Ki Pamanahan adalah putra Ki Ageng Henis, putra [[Ki Ageng Sela]]. Ia menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu '''Nyai Sabinah''', putri Nyai Ageng Saba (kakak perempuan Ki Ageng Henis).
| image =
| caption =
| predecessor = [[Ki Ageng Enis]]
| successor = [[Panembahan Senapati]]
| birth_name = Bagus Kacung<br />Castioeng
| death_date = 1584
| resting_place = [[Pasarean Mataram]]
| residence = [[Manahan, Banjarsari, Surakarta|Manahan]], [[Kotagede, Yogyakarta|Kotagede]]
| other_names = Kiyai Gede Mataram
| occupation =
| era = [[Kerajaan Demak|Demak]]-[[Kerajaan Pajang|Pajang]]
| spouse = [[Nyai Sabinah]] ([[Nyai Sabinah|Nyai Ageng Pamanahan]]), Adik dari [[Ki Juru Martani]]
| children = [[Panembahan Senapati|Danang Sutawijaya]] ([[Panembahan Senapati]])
| father = [[Ki Ageng Enis]]
| mother = Nyai Ageng Enis
}}
 
'''Ki Ageng Pamanahan''' atau '''Kyai Gede Pamanahan'''<ref name=degraaf/>{{rp|48}} (dikenal juga sebagai ''Kyai Gede Mataram'') adalah seorang tokoh perintis [[wangsa Mataram]] yang berasal dari [[Selo, Tawangharjo, Grobogan|Sela]] (sebuah desa di [[Grobogan]]) dan kemudian hijrah ke Pengging. Ia dijuluki sebagai "Pamanahan" karena bertempat tinggal di desa [[Manahan, Banjarsari, Surakarta|Manahan]], suatu tempat di utara Laweyan (sekarang menjadi salah satu kelurahan di [[Surakarta]]).
Ki Pamanahan dan adik angkatnya, yang bernama Ki Penjawi, mengabdi pada [[Hadiwijaya]] bupati [[Pajang]] yang juga murid [[Ki Ageng Sela]]. Keduanya dianggap ''kakak'' oleh raja dan dijadikan sebagai lurah wiratamtama di [[Pajang]].
 
Pada tahun 1556 ia mendapat mandat dari [[Sultan Adiwijaya]] (raja [[Kesultanan Pajang|Pajang]]) untuk membuka pemukiman di [[hutan Mentaok]].<ref name=degraaf>{{aut|[[Hermanus Johannes de Graaf|Graaf, H.J. de]]}} (1985). ''Awal Kebangkitan Mataram: masa pemerintahan Senapati''. Seri Terjemahan Javanologi nr. 3. Jakarta: Grafiti Pers. (Terjemahan dari [https://brill.com/display/title/27050 "De Regering van Panembahan Sénapati Ingalaga"]. ''Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-, en Volkenkunde'', deel XIII. s'-Gravenhage - Martinus Nijhoff, 1954.)</ref> Putranya, [[Senapati dari Mataram|Raden Ngabehi Saloring Pasar]] ([[Senapati dari Mataram|Danang Sutawijaya]]), kelak menjadi keturunan pertama darinya yang memimpin daerah tersebut dan di kemudian hari mendirikan kerajaan yang disebut [[Kesultanan Mataram]] bergelar [[Senapati dari Mataram|Panembahan Senapati]].
== Peran awal ==
Sepeninggal [[Sultan Trenggana]] tahun 1546, [[Kesultanan Demak]] mengalami perpecahan akibat perebutan takhta. Putra Sultan yang naik takhta bergelar [[Sunan Prawata]] tewas dibunuh sepupunya sendiri, yaitu [[Arya Penangsang]], bupati Jipang.
 
== Awal kehidupan ==
[[Arya Penangsang]] yang didukung [[Sunan Kudus]] juga membunuh Pangeran Hadiri, suami [[Ratu Kalinyamat]], putri [[Sultan Trenggana]]. Sejak itu, [[Ratu Kalinyamat]] memilih hidup bertapa di Gunung Danaraja menunggu kematian [[Arya Penangsang]] bupati Jipang.
Pada [[Babad Tanah Jawi]] diketahui bahwa Ki Ageng Pamanahan adalah putra dari [[Ki Ageng Enis]], ayahnya merupakan keturunan [[Ki Ageng Sela]] yang pindah dan bertempat tinggal di [[Laweyan, Surakarta|Laweyan]]. Mereka adalah termasuk dalam rombongan orang-orang dari [[Selo, Tawangharjo, Grobogan|Sela]], suatu desa yang sekarang menjadi bagian dari [[Kabupaten Grobogan]]. Mereka hijrah ke Pengging untuk membantu Sultan Adiwijaya.
 
Pamanahan menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu Nyai Sabinah (Nyai Ageng Pamanahan), putri Nyai Ageng Saba (kakak perempuan Ki Ageng Enis). Menurut ''Sadjarah Dalem'',<ref>Padmasoesastra (1912). Sadjarah Dalem Pangiwa lan Panengen.</ref> nama kecilnya adalah ''Bagoes Katjoeng'', atau ''Castioeng'' menurut van der Horst.<ref name=degraaf/>{{rp|21}} Ia memiliki saudara angkat bernama [[Ki Panjawi]]. Keduanya belajar pada Ki Ageng Sela. Dalam perkembangan lebih lanjut, Ki Ageng Pamanahan diangkat menjadi ''lurah wiratamtama'' di Pajang.
[[Arya Penangsang]] ganti mengirim utusan untuk membunuh [[Hadiwijaya]] di [[Pajang]] tapi gagal. [[Sunan Kudus]] pura-pura mengundang keduanya untuk berdamai. [[Hadiwijaya]] dating ke [[Kudus]] dikawal Ki Pamanahan. Pada kesempatan itu, Ki Pamanahan berhasil menyelamatkan [[Hadiwijaya]] dari kursi jebakan yang sudah dipersiapkan [[Sunan Kudus]].
 
Nama "Pamanahan" diambil dari tempat tinggalnya setelah dewasa, yaitu suatu tempat di utara Laweyan bernama [[Manahan, Banjarsari, Surakarta|Manahan]], sekarang menjadi kelurahan di [[Kota Surakarta]] yang dikenal sebagai kawasan pusat keolahragaan. Suatu petilasan berupa ''sendhang'' (kolam mata air) yang konon menjadi tempat Ki Ageng Pamanahan biasa membersihkan diri masih dapat ditemukan di Kampung Ngumbul. Atas prakarsa [[Poerbatjaraka|RM. Ng. Poerbatjaraka]], [[Mangkunagara VII]] membangun tembok yang mengelilingi tempat tersebut.<ref name=degraaf/>{{rp|21}}
Dalam perjalanan pulang, [[Hadiwijaya]] singgah ke Gunung Danaraja. Ki Pamanahan bekerja sama dengan [[Ratu Kalinyamat]] membujuk [[Hadiwijaya]] supaya bersedia menghadapi [[Arya Penangsang]]. Sebagai hadiah, [[Ratu Kalinyamat]] memberikan cincin pusakanya kepada Ki Pamanahan.
 
Setelah membuka hutan Mentaok, ia dijuluki sebagai Kyai Gede Mataram. Bersama putra dan para pengikutnya, ia membuka hutan tersebut menjadi sebuah permukiman. Peristiwa "Babad Alas Mentaok" ini populer dalam lakon-lakon panggung [[ketoprak (seni budaya)|ketoprak]] Mataraman di masa kini. Daerah tersebut sekarang terletak di [[Kotagede, Yogyakarta]]. Permukiman baru ini lalu menjadi pusat pemerintahan baru ketika Kerajaan Pajang mulai runtuh.
== Pertempuran Melawan Arya Penangsang ==
[[Hadiwijaya]] segan memerangi [[Arya Penangsang]] karena masih sama-sama anggota keluarga [[Kesultanan Demak]]. Maka, ia pun mengumumkan sayembara, barang siapa bisa membunuh [[Arya Penangsang]] akan mendapatkan hadiah tanah [[Mataram]] dan [[Pati]].
 
== AsalPeran usulawal ==
Ki Pamanahan dan Ki Penjawi mengikuti sayembara atas desakan [[Ki Juru Martani]] (kakak ipar Ki Pamanahan). Putra Ki Pamanahan yang juga anak angkat [[Hadiwijaya]], bernama [[Sutawijaya]] ikut serta. [[Hadiwijaya]] tidak tega sehingga memberikan pasukan [[Pajang]] untuk melindungi [[Sutawijaya]].
Sepeninggal [[Sultan Trenggana]] tahun 1546, [[Kesultanan Demak]] mengalami perpecahankrisis politik akibat perebutan takhta. PutraIa Sultandigantikan putranya yang naik takhta, bergelar [[Sunan Prawata]]. Ia tewas dibunuh atas perintah sepupunya sendiri, yaitu [[Arya PenangsangPanangsang]], bupatidari [[Jipang, Cepu, Blora|Jipang]]. Arya Panangsang juga membunuh Sultan Hadlirin, suami [[Ratu Kalinyamat]], putri Sultan Trenggana.
 
[[Arya Penangsang]]Panangsang gantijuga mengirim utusan untuk membunuhmenumpas [[HadiwijayaSultan Adiwijaya]] di [[Pajang]] tapinamun gagal. [[SunanPanembahan Kudus]] pura-purabersiasat mengundang keduanya untuk berdamai. [[Hadiwijaya]]Adiwijaya akhirnya menerima tawaran datingtersebut ke [[Kudus]] dikawal Kididampingi Pamanahan. Pada kesempatan itu, Ki Pamanahan berhasil menyelamatkan [[Hadiwijaya]]Adiwijaya dari kursi jebakansiasat yang sudahternyata dipersiapkansebuah [[Sunan Kudus]]jebakan.
Perang antara pasukan Ki Pamanahan dan [[Arya Penangsang]] terjadi di dekat Bengawan Sore. Berkat siasat cerdik yang disusun [[Ki Juru Martani]], [[Arya Penangsang]] tewas di tangan [[Sutawijaya]].
 
Adiwijaya segan memerangi Arya Penangsang karena masih sama-sama anggota keluarga Demak. Ia kemudian membuat sayembara, untuk menumpas Arya Panangsang dan yang berhasil memenangkan sayembara tersebut akan diberi sebuah tanah perdikan. Pamanahan dan [[Ki Panjawi]] mengikuti sayembara atas dorongan [[Ki Juru Martani]] (kakak ipar Pamanahan). Putra Pamanahan yang bernama Sutawijaya ikut serta membantunya. Perang antara pasukan Pajang dan Arya Panangsang terjadi di dekat Bengawan Sore. Berkat siasat Ki Juru Martani, Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya.
[[Ki Juru Martani]] menyampaikan laporan palsu kepada [[Hadiwijaya]] bahwa [[Arya Penangsang]] mati dibunuh Ki Pamanahan dan Ki Penjawi. Apabila yang disampaikan adalah berita sebenarnya, maka dapat dipastikan [[Hadiwijaya]] akan lupa memberi hadiah sayembara mengingat [[Sutawijaya]] adalah anak angkatnya.
 
Ki Juru Martani menyampaikan laporan palsu kepada Adiwijaya bahwa Arya Panangsang tewas oleh Pamanahan dan Panjawi. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari jika sebenarnya yang menumpas Arya Panangsang adalah Sutawijaya yang merupakan anak angkat Adiwijaya.
== Ki Pamanahan Membuka Mataram ==
[[Hadiwijaya]] memberikan hadiah berupa tanah [[Mataram]] dan [[Pati]]. Ki Pamanahan yang merasa lebih tua mengalah memilih [[Mataram]] yang masih berupa hutan lebat, sedangkan Ki Penjawi mandapat daerah [[Pati]] yang saat itu sudah berwujud kota.
 
== Ki Pamanahan MembukaMerintis Mataram ==
Bumi [[Mataram]] adalah bekas kerajaan kuno yang runtuh tahun 929. Seiring berjalannya waktu, daerah ini semakin sepi sampai akhirnya tertutup hutan lebat. Masyarakat menyebut hutan yang menutupi [[Mataram]] dengan nama [[Alas Mentaok]].
Sultan Adiwijaya memberikan hadiah sayembara berupa tanah perdikan. Ki Panjawi mandapat daerah [[Pati]] yang saat itu sudah berwujud kota. Sedangkan Ki Pamanahan, merasa lebih tua mengalah dan memilih daerah Mentaok yang masih berupa hutan lebat.
 
BumiMentaok [[Mataram]] adalahmerupakan bekas kerajaandaerah kunokekuasaan yangKerajaan runtuhMataram tahunKuno 929yang telah runtuh. Seiring berjalannya waktu, daerah initersebut semakinmakin sepi sampaidan akhirnya tertutup hutan lebat. Masyarakat menyebut hutan yang menutupi [[Mataram]]daerah tersebut dengan nama [[Alas Mentaok]].
Setelah kematian [[Arya Penangsang]] tahun 1549, [[Hadiwijaya]] dilantik menjadi raja baru penerus [[Kesultanan Demak]]. Pusat kerajaan dipindah ke [[Pajang]], di daerah pedalaman. Pada acara pelantikan, [[Sunan Prapen]] cucu ([[Sunan Giri]]) meramalkan kelak di daerah [[Mataram]] akan berdiri sebuah kerajaan yang lebih besar dari pada [[Pajang]].
 
Setelah kematian [[Arya Penangsang]]Panangsang tahun 1549, [[Hadiwijaya]]Adiwijaya dilantik menjadi raja baru penerus [[Kesultanan Demak]]. Pusat kerajaan dipindahdipindahkan ke [[Pajang]], dike daeraharah pedalaman. Pada acara pelantikan, [[Sunan Prapen]] (cucu ([[Sunan Giri]]), meramalkan kelak di daerah [[Mataram]]Mentaok akan berdiri sebuah kerajaan yang lebih besar dari pada [[Pajang]].
Ramalan tersebut membuat [[Sultan Hadiwijaya]] resah. Sehingga penyerahan Alas Mentaok kepada Ki Pamanahan ditunda-tunda sampai tahun 1556. Hal ini diketahui oleh [[Sunan Kalijaga]], guru mereka. Keduanya pun dipertemukan. Dengan disaksikan [[Sunan Kalijaga]], Ki Pamanahan bersumpah akan selalu setia kepada [[Sultan Hadiwijaya]].
 
Ramalan tersebut membuat [[Sultan HadiwijayaAdiwijaya]] resah. Sehingga penyerahan Alastanah perdikan Mentaok kepada Ki Pamanahan ditunda-tundatertunda sampai tahun 1556. Hal ini diketahui oleh [[Sunan Kalijaga]], guru mereka. Keduanya pun dipertemukan. Dengan disaksikan [[Sunan Kalijaga]], Ki Pamanahan bersumpah akan selalu setia kepada [[Sultan Hadiwijaya]]Adiwijaya.
Maka sejak tahun 1556 itu, Ki Pamanahan sekeluarga, termasuk [[Ki Juru Martani]], pindah ke [[Hutan Mentaok]], yang kemudian dibuka menjadi desa [[Mataram]]. Ki Pamanahan menjadi kepala desa pertama bergelar Ki Ageng Mataram. Adapun status desa [[Mataram]] adalah desa perdikan atau daerah bebas pajak, di mana Ki Ageng Mataram hanya punya kewajiban menghadap saja.
 
Maka sejak tahun 1556 itu, KiPamanahan Pamanahanbeserta sekeluargakeluarganya, termasuk [[Ki Juru Martani]], pindah ke [[Hutan Mentaok]], dan membuka pemukiman yang kemudiansemakin dibukaberkembang menjadiyang kemudian desadisebut [[Mataram]]Kotagede. Ki Pamanahan menjadi kepala desapemimpin pertama bergelar Ki''Kiyai AgengGede Mataram''. Adapun status desa [[Mataram]] adalah desatanah perdikan atau daerah otonom yang bebas pajak, di mana KiKiyai AgengGede Mataram hanya punyamemiliki kewajiban menghadap saja kepada Sultan Adiwijaya.
''[[Babad Tanah Jawi]]'' juga mengisahkan keistimewaan lain yang dimiliki Ki Ageng Pamanahan selaku leluhur raja-raja [[Mataram]]. Konon, sesudah membuka desa [[Mataram]], Ki Pamanahan pergi mengunjungi sahabatnya di desa Giring. Pada saat itu Ki Ageng Giring baru saja mendapatkan buah kelapa muda bertuah yang jika diminum airnya sampai habis, si peminum akan menurunkan raja-raja [[Jawa]].
 
KiKiyai AgengGede PamanahanMataram memimpin desa [[Mataram]] sampaihingga meninggal pada tahun 1584 dan dimakamkan di [[Pasarean Mataram]]. Ia digantikan putranya, yaitu [[Sutawijaya]] sebagai pemimpin desa selanjutnya. Kelak [[Sutawijaya]] menjadi raja [[Mataram Islam]]pertama bergelar Panembahan Senapati, yang pertamamemerdekakan dengandiri namadari [[Panembahan Senopati]]Pajang.
Ki Pamanahan tiba di rumah Ki Ageng Giring dalam keadaan haus. Ia langsung menuju dapur dan menemukan kelapa muda ajaib itu. Dalam sekali teguk, Ki Pamanahan menghabiskan airnya. Ki Giring tiba di rumah sehabis mandi di sungai. Ia kecewa karena tidak jadi meminum air kelapa bertuah tersebut. Namun, akhirnya Ki Ageng Giring pasrah pada takdir bahwa Ki Ageng Pamanahan yang dipilih [[Tuhan]] untuk menurunkan raja-raja [[pulau Jawa]].
 
== Referensi ==
Ki Ageng Pamanahan memimpin desa [[Mataram]] sampai meninggal tahun 1584. Ia digantikan putranya, yaitu [[Sutawijaya]] sebagai pemimpin desa selanjutnya.Kelak [[Sutawijaya]] menjadi raja [[Mataram Islam]] yang pertama dengan nama [[Panembahan Senopati]].
=== Kutipan ===
 
{{reflist|2}}
== Kepustakaan ==
=== Sumber ===
* Graaf, H.J. de. 1985. Awal Kebangkitan Mataram: Masa Pemerintahan Senapati. Seri Terjemahan Javanologi nr. 3. Terjemah dari KITLV. 1954. De Regering van Senapati Ingalaga. Grafiti Pers. Jakarta
* ''[[Babad Tanah Jawi]]''. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
* H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. ''Kerajaan Islam Pertama di Jawa''. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
* Purwadi. (2007). ''Sejarah Raja-Raja Jawa''. Yogyakarta: Media Ilmu
 
{{DEFAULTSORT:Ki Ageng Pamanahan}}
[[Kategori:KerajaanTokoh MataramJawa]]
 
[[Kategori:Tokoh dari Grobogan]]
[[en:Gedhe Pamanahan]]
[[Kategori:Tokoh dari Surakarta]]
[[Kategori:Tokoh Yogyakarta]]
[[Kategori:Tokoh muslim-Kiai]]