Ki Ageng Pamanahan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Dani kurya (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(16 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox
| post-nominals = {{jav|ꦥꦩꦤꦲꦤ꧀}}
| caption = ▼
| residence = [[Manahan, Banjarsari, Surakarta|Manahan]], [[Kotagede, Yogyakarta|Kotagede]]
| mother = Nyai Ageng Enis▼
| other_names = Kiyai Gede Mataram
| era = [[Kerajaan Demak|Demak]]-[[Kerajaan Pajang|Pajang]]
| spouse = [[Nyai Sabinah]] ([[Nyai Sabinah|Nyai Ageng Pamanahan]]), Adik dari [[Ki Juru Martani]]
| children = [[Panembahan Senapati|Danang Sutawijaya]] ([[Panembahan Senapati]])
| father = [[Ki Ageng Enis]]
}}
'''Ki Ageng Pamanahan''' atau '''Kyai Gede Pamanahan'''<ref name=degraaf/>{{rp|48}} (dikenal juga sebagai ''
Pada tahun 1556 ia mendapat mandat dari [[Sultan Adiwijaya]] (raja [[Kesultanan Pajang|Pajang]]) untuk membuka pemukiman di [[hutan Mentaok]].<ref name=degraaf>{{aut|[[Hermanus Johannes de Graaf|Graaf, H.J. de
== Awal kehidupan ==
Pada [[Babad Tanah Jawi]] diketahui bahwa Ki Ageng Pamanahan adalah putra dari [[Ki Ageng Enis]], ayahnya merupakan keturunan [[Ki Ageng Sela]] yang pindah dan bertempat tinggal di [[Laweyan, Surakarta|Laweyan]]. Mereka adalah termasuk dalam rombongan orang-orang dari [[Selo, Tawangharjo, Grobogan|Sela]], suatu desa yang sekarang menjadi bagian dari [[Kabupaten Grobogan]]. Mereka hijrah ke Pengging untuk membantu Sultan Adiwijaya.
Pamanahan menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu Nyai Sabinah (Nyai Ageng Pamanahan), putri Nyai Ageng Saba (kakak perempuan Ki Ageng Enis). Menurut ''Sadjarah Dalem'',<ref>Padmasoesastra (1912). Sadjarah Dalem Pangiwa lan Panengen.</ref> nama kecilnya adalah ''Bagoes Katjoeng'', atau ''Castioeng'' menurut van der Horst.<ref
Nama "Pamanahan" diambil dari tempat tinggalnya setelah dewasa, yaitu suatu tempat di utara Laweyan bernama [[Manahan, Banjarsari, Surakarta|Manahan]], sekarang menjadi kelurahan di [[Kota Surakarta]] yang dikenal sebagai kawasan pusat keolahragaan. Suatu petilasan berupa ''sendhang'' (kolam mata air) yang konon menjadi tempat Ki Ageng Pamanahan biasa membersihkan diri masih dapat ditemukan
Setelah membuka hutan Mentaok, ia dijuluki sebagai
== Peran awal ==
Sepeninggal [[Sultan Trenggana]] tahun 1546, [[Kesultanan Demak]] mengalami krisis politik akibat perebutan takhta. Ia digantikan putranya yang naik takhta, bergelar [[Sunan Prawata]]. Ia tewas dibunuh atas perintah sepupunya sendiri, yaitu [[Arya Panangsang]], dari [[Jipang, Cepu, Blora|Jipang]]. Arya Panangsang juga membunuh Sultan Hadlirin, suami [[Ratu Kalinyamat]], putri Sultan Trenggana.
Arya Panangsang juga mengirim utusan untuk menumpas [[Sultan Adiwijaya]] di [[Pajang]] namun gagal. Panembahan Kudus bersiasat mengundang keduanya untuk berdamai. Adiwijaya akhirnya menerima tawaran tersebut ke [[Kudus]] didampingi Pamanahan. Pada kesempatan itu, Pamanahan berhasil menyelamatkan Adiwijaya dari siasat yang ternyata sebuah jebakan.
Baris 40 ⟶ 47:
Mentaok merupakan bekas daerah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno yang telah runtuh. Seiring berjalannya waktu, daerah tersebut makin sepi dan akhirnya tertutup hutan lebat. Masyarakat menyebut hutan yang menutupi daerah tersebut dengan nama [[Alas Mentaok]].
Setelah kematian Arya Panangsang tahun 1549, Adiwijaya dilantik menjadi raja baru penerus [[Kesultanan Demak]]. Pusat kerajaan dipindahkan ke [[Pajang]], ke arah pedalaman. Pada acara pelantikan, [[Sunan Prapen]] (cucu
Ramalan tersebut membuat [[Sultan Adiwijaya]] resah. Sehingga penyerahan tanah perdikan Mentaok kepada Pamanahan tertunda sampai tahun 1556. Hal ini diketahui oleh [[Sunan Kalijaga]], guru mereka. Keduanya pun dipertemukan. Dengan disaksikan Sunan Kalijaga, Ki Pamanahan bersumpah akan selalu setia kepada Sultan Adiwijaya.
Maka sejak tahun 1556 itu, Pamanahan beserta keluarganya, termasuk [[Ki Juru Martani]], pindah ke Mentaok dan membuka pemukiman yang semakin berkembang yang kemudian disebut Kotagede. Pamanahan menjadi pemimpin pertama bergelar ''Kiyai Gede Mataram''. Adapun status Mataram adalah tanah perdikan atau daerah otonom yang bebas pajak, di mana Kiyai Gede Mataram hanya memiliki kewajiban menghadap saja kepada Sultan Adiwijaya.
Kiyai Gede Mataram memimpin Mataram hingga meninggal pada tahun 1584 dan dimakamkan di [[Pasarean Mataram]]. Ia digantikan putranya, yaitu [[Sutawijaya]] sebagai pemimpin selanjutnya. Kelak Sutawijaya menjadi raja Mataram pertama bergelar
== Referensi ==
Baris 56 ⟶ 63:
* H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. ''Kerajaan Islam Pertama di Jawa''. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
* Purwadi. (2007). ''Sejarah Raja-Raja Jawa''. Yogyakarta: Media Ilmu
{{DEFAULTSORT:Ki Ageng Pamanahan}}
Baris 64 ⟶ 69:
[[Kategori:Tokoh dari Surakarta]]
[[Kategori:Tokoh Yogyakarta]]
[[Kategori:Tokoh muslim
|