Ratu (gelar): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Badak Jawa (bicara | kontrib) Membalikkan revisi 26076231 oleh Ruanganpribadiku (bicara) seharusnya menggunakan keturunan alih-alih peranakan, raja dan ratu sebaiknya tidak menggunakan r kapital kecuali nama gelar Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
|||
(53 revisi perantara oleh 25 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Wiktionary}}
{{untuk|kegunaan lain|Ratu (disambiguasi)}}
'''Ratu''' atau '''Rani''' adalah gelar kebangsawanan di Indonesia dan bisa merujuk ke dua hal, yakni wanita yang memimpin Kerajaan atau istri dari Raja. Gelar yang sepadan dengan Ratu untuk pria adalah [[Raja (gelar)|Raja]]. Dalam konteksnya sebagai [[penguasa monarki|Penguasa Monarki]], wilayah kekuasaan Ratu disebut dengan '''Kerajaan'''.
Gelar selain
== Makna ==
Istilah
Seiring berjalannya waktu, kebudayaan [[Hindu]] semakin berkembang di bumi [[Indonesia]]. Istilah
Tidak diketahui dengan pasti kapan istilah
== Penguasa monarki ==
Dalam konteksnya sebagai [[penguasa monarki|Penguasa Monarki]], Ratu adalah padanan dari gelar [[Raja (gelar)|Raja]] dan merujuk ke wanita yang memimpin Kerajaan. Sepanjang sejarah, jumlah Ratu jauh lebih sedikit daripada Raja. Hal ini karena banyak kebudayaan masa lampau yang memandang bahwa kepemimpinan dan ranah masyarakat umum menjadi wilayah kaum pria.
Dalam [[hukum Sali]] yang dianut banyak Monarki di Eropa, dinyatakan secara jelas bahwa wanita tidak mendapat tempat dalam masalah pewarisan takhta.<ref>Cave, Roy and Coulson, Herbert. ''A Source Book for Medieval Economic History'', Biblo and Tannen, New York (1965) p. 336</ref> Selain itu, terdapat pula prinsip yang dianut kebanyakan masyarakat bahwa kepemilikan wanita akan lebur saat menikah dengan kepemilikan suaminya dan hal ini menjadikan wanita yang telah menikah memiliki hak kepemilikan pribadi yang sangat terbatas.<ref name="Emanuel">{{cite book|title=Property |last=Emanuel |first=Steven L. |date=2004 |publisher=Aspen Publishers, inc. |location=New York |pages=121}}</ref> Kepemilikan ini termasuk dalam masalah gelar. Saat seorang wanita naik takhta sebagai Ratu dan kemudian menikah, suaminya akan menjadi Raja dan memiliki wewenang untuk mengatur kerajaan, menjadikan sang suami memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari istrinya. Prinsip ini disebut ''jure uxoris''. Seiring berjalannya waktu, beberapa pengecualian dibuat. Saat [[Mary I dari Inggris|Mary I]] yang saat itu menjadi Ratu Inggris menikah dengan [[Felipe II dari Spanyol|Felipe II]], Raja Spanyol, dibuat perjanjian agar kekuasaan Felipe di Inggris tidak terlalu kuat mengungguli Mary. Saudari sekaligus penerus Mary, [[Elizabeth I dari Inggris|Elizabeth I]], hindari polemik ini dengan tidak menikah seumur hidupnya. Saat gerakan hak asasi wanita semakin meningkat, akhirnya wanita memiliki kepemilikan untuk namanya sendiri masa sekarang. Terkait gelar, saat wanita menjadi Ratu, suaminya akan dianugerahi gelar Pangeran dan bukan Raja sebagaimana di abad pertengahan, hindari agar kedudukan sang pria tidak lebih tinggi dari Ratu itu sendiri. Di masa modern ini, hampir semua Monarki di Eropa telah ubah aturan pewarisan takhtanya menjadi primogenitur mutlak yang menyatakan bahwa takhta akan diwariskan ke anak kesatu tanpa memandang jenis kelamin.
Di Asia Timur, hanya ada sejumlah wanita yang menjadi Penguasa Monarki. Jepang memiliki delapan wanita yang menjadi Maharani. Namun saat Jepang adopsi sistem pewarisan takhta Prusia di [[Zaman Meiji]], wanita tidak diperkenankan lagi untuk menjadi Maharani. Saat Kerajaan Silla bawah kepemimpinan [[Seondeok dari Silla|Ratu Seondeok]], satu dari pejabat tinggi kerajaan melakukan pemberontakan dengan alasan "pemimpin wanita tidak bisa memimpin negara" (女主不能善理).<ref>* [http://english.historyfoundation.or.kr/?sub_num=32 (7. Silla and Wa) - ''Bidam''] {{webarchive |url=https://web.archive.org/web/20111005152946/http://english.historyfoundation.or.kr/?sub_num=32 |date=October 5, 2011 }}</ref>
Pada abad ketiga belas, dunia Islam menyaksikan dua wanita yang menjadi Penguasa Monarki. Di [[Kesultanan Delhi]], Sultan Iltutmish menjadikan putri dia, Raziya, Pangerani/Puteri Mahkota, suatu hal yang tidak lazim di masa itu. Para bangsawan sepeninggal Iltutmish abaikan pencalonan itu dan memilih Rukn ud din Firuz sebagai Sultan. Namun terbukti bahwa Firuz tidak cocok untuk menjadi seorang penguasa, terlebih waktu itu ibu dia justru memegang kontrol negara dengan tangan besi. Sepeninggal Firuz, barulah Raziya dinobatkan sebagai Sultan. Di Mesir, Syajar Ad Durr yang merupakan Janda Sultan Mesir terdahulu naik takhta di 1250. Namun Khalifah Al-Mus'tashim tidak beri restu ke dia, sehingga takhta selanjutnya diberikan ke Izzuddin Aybak yang kemudian menjadi suami Syajar Ad Durr.<ref>Al-Maqrizi, p.463/vol.1</ref> Meskipun begitu, beberapa Kesultanan luar Timur Tengah cenderung lebih longgar terhadap kepemimpinan wanita. Maladewa memiliki lima Sultanah, [[Kesultanan Samudera Pasai|Samudera Pasai]] memiliki satu Sultanah dan [[Kesultanan Aceh|Aceh Darussalam]] pernah diperintah empat Sultanah berturut-turut.
Meskipun demikian, tidak setiap Monarki masa lampau batasi kepemimpinan wanita. Di Majapahit, [[Tribhuwana Wijayatunggadewi|Tribhuwana Tunggadewi]] bisa mewarisi takhta menjadi Maharani saat saudaranya mangkat tanpa memiliki keturunan.
== Gelar ratu dalam berbagai bahasa ==
Ini adalah beberapa gelar asing yang bisa disepadankan dengan gelar Ratu dalam konteksnya sebagai Penguasa Monarki dalam bahasa Indonesia.
=== Eropa ===
Sebagaimana gelar kebangsawanan Eropa yang lain untuk wanita, gelar untuk Ratu juga bisa dipakai untuk Permaisuri Raja.
* ''Regina'', Ratu dalam [[bahasa Latin]]. Gelar ini lalu diturunkan ke beberapa bahasa, seperti:
** ''Reina'' dalam [[bahasa Spanyol]]
** ''Reine'' dalam [[bahasa Prancis]]
* ''Queen'', Ratu dalam [[bahasa Inggris]] dan secara spesifik, gelar ''Queen'' dibagi menjadi dua yaitu Ratu yang punya kekuasaan dan kedaulatan untuk negara ataupun politik yang disebut ''Queen Regnant'', sedangkan gelar Ratu yang hanya sebatas istri Raja dan tidak punya kedaulatan disebut ''Queen Consort'' ([[permaisuri|Ratu Permaisuri]]). Gelar ini diturunkan dari bahasa Jerman ''*kwoeniz'' atau ''*kwenon'' yang bermakna "istri". Awalnya gelar ini dipakai oleh Permaisuri Raja, lalu dipakai oleh Ratu. Gelar untuk Raja di beberapa [[rumpun bahasa Jermanik]] yang lain, seperti:
** ''Dronning'' dalam [[bahasa Norwegia]] dan [[bahasa Denmark]]
** ''Drottning'' dalam [[bahasa Swedia]]
** ''Koningin'' dalam [[bahasa Belanda]]
* [[Tsarina]] ([[Aksara kiril|aksara Kiril]]: цари́ца) dalam [[bahasa Rusia]] (dan bermacam ejaannya dalam [[rumpun bahasa Slavia]] yang lain), bentuk wanita dari [[Tsar]].
* ''[[Basileus|Basillissa]]'' ([[Alfabet Yunani|aksara Yunani]]: Βασίλισσα), gelar [[bahasa Yunani]] yang merupakan bentuk wanita dari gelar ''basileus'' (βασιλεύς).
=== Timur Tengah ===
* [[Firaun]], gelar yang umumnya merujuk kepada pemimpin [[Mesir Kuno]] dari zaman [[Dinasti pertama Mesir|Dinasti Pertama]] (sekitar 3150 SM) sampai penghunian Makedonia di 350 SM.<ref>{{cite book|title=World History: Patterns of Interaction|url=https://archive.org/details/mcdougallittellw00beck|last2=Black|first2=Linda|last3=Krieger|first3=Larry S.|last4=Naylor|first4=Phillip C.|last5=Shabaka|first5=Dahia Ibo|publisher=[[McDougal Littell]]|year=1999|isbn=0-395-87274-X|location=Evanston, IL|last1=Beck|first1=Roger B.}}</ref> Bisa disandang oleh pria (Raja) ataupun wanita (Ratu).
* ''Malikah'' ([[abjad Arab]]: ملكة), Ratu dalam [[bahasa Arab]]. Gelar ini pernah dipakai saat Syajar Ad Durr memerintah Mesir di 1250. Gelar ini juga dipakai oleh Permaisuri Raja.
** ''Malkat'' ([[abjad Ibrani]]: מלכת), Ratu dalam [[bahasa Ibrani]].
=== Asia Timur ===
Beda dengan gelar di Eropa, Asia Timur, penguasa wanita dan istri penguasa pria memiliki gelar yang berbeda. Gelar penguasa wanita cenderung sama dengan penguasa pria.
* ''Yeowang'' ([[hanja]]: 女王, [[hangeul]]: 여왕), Ratu dalam [[bahasa Korea]]. Di Korea, pernah terdapat tiga orang Ratu yang memerintah. Ratu juga bisa memakai gelar ''Wang'', gelar yang dipakai raja.
* ''Joō'' ([[kanji]]: 女王), Ratu dalam [[bahasa Jepang]]. Di Jepang, gelar ini juga dipakai secara resmi untuk merujuk ke putri yang merupakan kerabat jauh Kaisar Jepang.
== Daftar ratu sekarang ==
Tidak ada
== Permaisuri ==
Baris 67 ⟶ 59:
== Gelar kebangsawanan ==
Di [[Cirebon]] dan [[Banten]], keturunan [[bangsawan]] perempuan yang masih memiliki jalur keturunan dari [[
== Catatan kaki ==
{{Reflist|33em}}
== Daftar pustaka ==
* Al-Maqrizi, al-Mawaiz wa al-'i'tibar bi dhikr al-khitat wa al-'athar,Matabat aladab,Cairo 1996, ISBN 977-241-175-X.
== Lihat pula ==
{{div col|cols=3}}
* [[Penguasa monarki]]
* [[Kaisar]]
* [[Maharaja]]
* [[Maharani]]
* [[Raja (gelar)|Raja]]
* [[Raja (gelar dari Maluku)|Raja]]
* [[Permaisuri]]
* [[Ibu suri]]
* [[Sultan]]
* [[Sultanah]]
* [[Pangeran]]
* [[Putra mahkota]]
[[Kategori:Gelar bangsawan]]
[[Kategori:Penguasa monarki]]
[[Kategori:Gelar kerajaan]]
|