Pendudukan Indonesia atas Timor Timur: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan kesalahan ketik Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android |
Patria lupa (bicara | kontrib) Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(30 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{see also|Invasi Indonesia ke Timor Timur|Genosida Timor Timur|Timor Timur}}
{{Infobox military conflict
| conflict = Pendudukan Indonesia di Timor Timur
| image = LocationEastTimorNamed.svg
| image_size = 300px
| caption = Lokasi Timor Timur, dengan menampilkan negara-negara tetangga.
| partof = [[Perang Dingin]]
| place = [[Timor Timur]]
| date = '''De facto:'''<br />7 Desember 1975 – 31 Oktober 1999<br />{{small|({{Age in years, months, weeks and days|month1=12|day1=7|year1=1975|month2=10|day2=31|year2=1999}})}}<br />'''De jure:'''<br />7 Desember 1975 – 20 Mei 2002<br />{{small|({{Age in years, months, weeks and days|month1=12|day1=7|year1=1975|month2=5|day2=20|year2=2002}})}}
| result = *[[Krisis Timor Timur 1999]]
*Timor Timur memperoleh kemerdekaan setelah [[Referendum kemerdekaan Timor Leste 1999|referendum kemerdekaan]] memilih untuk meninggalkan Indonesia * Indonesia memiliki pengaruh yang kuat di Timor Timur
| combatant1 = {{flagcountry|Indonesia}}
* {{
| combatant2 = {{flagcountry|Timor Leste}}
* {{flagicon image|Flag of FRETILIN (East Timor).svg}} [[Fretilin]] ([[Falintil]])▼
* {{flagicon image|FalintilFlag.png}} [[CNRT|CNRM]] (kemudian CNRT)
▲* {{flagicon image|Flag of FRETILIN (East Timor).svg}} [[Fretilin]] ([[Falintil]])
* {{flagicon image|TL-UDT.png}} [[Uni Demokrasi Timor|UDT]]
| commander1 = {{flagdeco|Indonesia}} [[Soeharto
| commander2 = {{flagicon image|
| strength1 = 250.000 tentara<ref>{{cite book | url=https://books.google.com/books?id=m9Rfpn4ikEUC&dq=how+many+falintil+members+member+killed&pg=PA167 | title=Resistance: A Childhood Fighting for East Timor | isbn=9781458767615 | last1=Rei | first1=Naldo | date=16 Maret 2011 | publisher=ReadHowYouWant.com }}</ref>
▲| commander1 = {{flagdeco|Indonesia}} [[Soeharto|Suharto]]<br />{{flagdeco|Indonesia}} [[B. J. Habibie]]<br />{{flagdeco|Indonesia}} [[Maraden Panggabean]]<br />{{flagdeco|Indonesia}} [[M. Jusuf|Muhammad Jusuf]]<br />{{flagdeco|Indonesia}} [[Leonardus Benyamin Moerdani|L. B. Murdani]]<br />{{flagdeco|Indonesia}} [[Dading Kalbuadi]]<br />{{flagdeco|Indonesia}} [[Try Sutrisno]]<br />{{flagdeco|Indonesia}} [[Edi Sudradjat|Edi Sudrajat]]<br />{{flagdeco|Indonesia}} [[Feisal Tanjung]]<br />{{flagdeco|Indonesia}} [[Wiranto]]<br />{{flagdeco|Indonesia}} [[Prabowo Subianto]]<br />{{flagdeco|Indonesia}} [[José Abílio Osório Soares]]<br />{{flagdeco|Indonesia}} [[Eurico Guterres]]
| strength2 = 27.000 (termasuk non-kombatan pada tahun 1975)<ref>{{cite journal | url=https://www.jstor.org/stable/48602939 | jstor=48602939 | title=Reintegration of Falintil, Timor-Leste's Ex-Combatants, then and Now | last1=De Almeida | first1=Ursula | journal=Journal of Peacebuilding & Development | date=20 Agustus 2023 | volume=12 | issue=1 | pages=91–96 }}</ref><br />1.900 (termasuk non-kombatan pada tahun 1999)<br/>12.538 pejuang (1975–1999)<ref>{{cite web | url=http://www.etan.org/et2008/5may/17/15etdist.htm | title=East Timor distinguishes 15 "leading figures" of the liberation }}</ref>
▲| commander2 = {{flagicon image|FalintilFlag.png}}{{flagicon image|Flag of FRETILIN (East Timor).svg}} [[Francisco Xavier do Amaral]]{{Surrendered}}<br />{{flagicon image|FalintilFlag.png}}{{flagicon image|Flag of FRETILIN (East Timor).svg}} [[Nicolau dos Reis Lobato]]{{KIA}}<br />{{flagicon image|FalintilFlag.png}}{{flagicon image|Flag of FRETILIN (East Timor).svg}} [[Mari Alkatiri]]<br />{{flagicon image|FalintilFlag.png}} [[Taur Matan Ruak]]<br />{{flagicon image|FalintilFlag.png}} [[Nino Konis Santana]]{{KIA}}<br />{{flagicon image|FalintilFlag.png}} [[Ma'huno Bulerek Karathayano]]{{Surrendered}}<br />{{flagicon image|FalintilFlag.png}}{{flagicon image|Flag of FRETILIN (East Timor).svg}} [[Xanana Gusmão]]{{Surrendered}}<br />{{flagicon image|FalintilFlag.png}} [[Rogério Lobato]]<br />{{flagicon image|Flag of FRETILIN (East Timor).svg}} [[David Alex]]{{KIA}}<br />{{flagicon image|Flag of FRETILIN (East Timor).svg}} [[Keri Laran Sabalae]]{{KIA}}
| casualties1 = 2.277 tentara dan polisi Indonesia tewas<br>1.527 milisi Timor Timur tewas<br>2.400 terluka<br>'''Total:''' 3.408 tewas dan 2.400 terluka<ref>{{Cite journal|jstor=3351321|last1=Van Klinken|first1=Gerry|title=Indonesian Casualties in East Timor, 1975–1999: Analysis of an Official List|journal=Indonesia|year=2005|issue=80|pages=109–122|url=https://ecommons.cornell.edu/handle/1813/54351}}</ref>▼
| casualties2 = 11.907 pejuang tewas (1975–1999)<ref>{{cite web | url=http://www.etan.org/et2008/5may/17/15etdist.htm | title=East Timor distinguishes 15 "leading figures" of the liberation }}</ref>
|
▲| casualties1 = 2.277 tentara dan polisi tewas<br>1.527 milisi Timor Timur tewas<br>2.400 terluka<br>'''Total:''' 3.408 tewas dan 2.400 terluka<ref>{{Cite journal|jstor=3351321|last1=Van Klinken|first1=Gerry|title=Indonesian Casualties in East Timor, 1975–1999: Analysis of an Official List|journal=Indonesia|year=2005|issue=80|pages=109–122|url=https://ecommons.cornell.edu/handle/1813/54351}}</ref>
▲| casualties2 = Perkiraan berkisar antara 100.000–300.000 orang tewas ([[#Jumlah kematian|lihat di bawah]])
}}
{{Sejarah Timor Leste}}
{{genosida}}
'''Pendudukan [[Indonesia]]
Menyusul "Deklarasi Balibo" yang ditandatangani oleh perwakilan [[Apodeti]], [[Uni Demokratik Timor|UDT]], [[Asosiasi Pahlawan Timor|KOTA]] dan Partai Trabalhista pada tanggal 30 November 1975, pasukan militer Indonesia menginvasi Timor Timur pada tanggal 7 Desember 1975, dan pada tahun 1979 mereka berhasil menghancurkan perlawanan bersenjata terhadap pendudukan. Pada tanggal 17 Juli 1976, Indonesia secara resmi mencaplok Timor Timur sebagai provinsinya yang ke-27 dan mendeklarasikan provinsi [[Timor Timur|''Timor Timur'']].
▲'''Pendudukan [[Indonesia]] di [[Timor Timur]]''' dimulai pada bulan Desember 1975 dan berlangsung hingga Oktober 1999. Setelah berabad-abad [[Timor Portugis|diperintah oleh Portugis]], [[Revolusi Anyelir|kudeta tahun 1974 di Portugal]] menyebabkan dekolonisasi di bekas koloninya, menciptakan ketidakstabilan di Timor Timur dan membuat masa depannya tidak pasti. Setelah perang saudara skala kecil, [[Fretilin]] yang pro-kemerdekaan mendeklarasikan kemenangan di ibu kota [[Dili]] dan mendeklarasikan kemerdekaan Timor Timur pada tanggal 28 November 1975.
Selama dua puluh empat tahun pemerintah Indonesia melakukan penyiksaan rutin dan sistematis, [[perbudakan seksual]], [[Hukuman mati|eksekusi]] di luar hukum, pembantaian, dan kelaparan yang disengaja.<ref>{{cite web|url=http://gsp.yale.edu/sites/default/files/files/UN%20verdict%20on%20East%20Timor.pdf |title=Archived copy |accessdate=2013-12-03 |deadurl=yes |archiveurl=https://web.archive.org/web/20150528141816/http://gsp.yale.edu/sites/default/files/files/UN%20verdict%20on%20East%20Timor.pdf |archivedate=28 May 2015 |df=dmy }}</ref> [[Pembantaian Santa Cruz]] tahun 1991 menyebabkan kemarahan di seluruh dunia, dan sangat banyak pelaporan tentang pembantain-pembantaian lainnya. Walaupun begitu, perlawanan terhadap pemerintah Indonesia tetap kuat; pada tahun 1996 [[Daftar penerima Nobel Perdamaian|Hadiah Nobel Perdamaian]] diberikan kepada dua orang pria dari Timor Timur, [[Carlos Filipe Ximenes Belo]] dan [[José Ramos Horta|José Ramos-Horta]], atas usaha mereka untuk mengakhiri pendudukan secara damai. Pemungutan suara tahun 1999 untuk menentukan masa depan Timor Timur menghasilkan mayoritas yang mendukung kemerdekaan, dan pada tahun 2002 Timor Timur menjadi negara merdeka. Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi di Timor Timur memperkirakan jumlah korban tewas selama pendudukan dari kelaparan dan kekerasan berada di antara 90.800 dan 202.600 dan termasuk antara 17.600 dan 19.600 kematian atau menghilang karena kekerasan, dari populasi 1999 yang mencapai sekitar 823.386 orang. Komisi ini menyatakan bahwa pasukan militer Indonesia yang bertanggung jawab atas sekitar 70% pembunuhan akibat kekerasan.<ref>[https://www.google.com/publicdata/explore?ds=d5bncppjof8f9_&met_y=sp_pop_totl&idim=country:TMP&dl=en&hl=en&q=east+timor+population East Timor population] World Bank</ref><ref name=CAVR>[http://www.cavr-timorleste.org/en/Brief.htm Chega! The CAVR Report] {{webarchive |url=https://web.archive.org/web/20120513220045/http://www.cavr-timorleste.org/en/Brief.htm |date=13 May 2012 }}</ref><ref>[http://www.cavr-timorleste.org/updateFiles/english/CONFLICT-RELATED%20DEATHS.pdf Conflict-Related Deaths In Timor-Leste: 1974–1999] CAVR</ref>▼
Segera setelah invasi tersebut, [[Majelis Umum
Pemerintah lain, termasuk ▲Selama dua puluh empat tahun, pemerintah Indonesia
Setelah pemungutan suara kemerdekaan pada tahun 1999, kelompok paramiliter yang bekerja sama dengan militer Indonesia melakukan gelombang kekerasan terakhir yang menghancurkan sebagian besar infrastruktur negara. [[Pasukan Internasional untuk Timor Timur]] yang dipimpin Australia memulihkan ketertiban, dan setelah kepergian pasukan Indonesia dari Timor Timur, [[Administrasi Sementara PBB di Timor Timur]] mengatur wilayah tersebut selama dua tahun, membentuk [[Unit Kejahatan Berat]] untuk menyelidiki dan mengadili kejahatan yang dilakukan pada tahun 1999.
[[Universitas Oxford]] mengadakan konsensus akademis dan hasilnya menyebut pendudukan Indonesia di Timor Timur sebagai [[genosida]]. [[Universitas Yale]] memakai kasus Timor Timur dalam kurikulum bagian dari program "Studi Genosida". <ref name=Payaslian>{{cite web|last=Payaslian|first=Simon|title=20th Century Genocides|url=http://www.oxfordbibliographies.com/view/document/obo-9780199743292/obo-9780199743292-0105.xml|publisher=Oxford bibliographies|ref= {{sfnref|Payaslian}}}}</ref><ref name="gsp.yale.edu">{{cite web|title=Genocide Studies Program: East Timor|url=http://gsp.yale.edu/case-studies/east-timor|website=Yale.edu}}</ref>▼
Cakupan pengadilan yang terbatas dan kecilnya jumlah hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan di Indonesia telah menyebabkan banyak pengamat menyerukan dibentuknya pengadilan internasional untuk Timor Timur.<ref name="HRWTrib"/><ref name="IT2"/>
▲[[Universitas Oxford]] mengadakan konsensus akademis
== Latar belakang ==
Baris 96 ⟶ 98:
=== Kekejaman Indonesia ===
Sejak awal invasi dan seterusnya, pasukan ABRI terlibat dalam pembantaian besar-besaran terhadap warga sipil Timor.<ref>Hill, p. 210.</ref> Pada awal pendudukan, radio Fretilin mengirimkan siaran berikut: "Pasukan Indonesia membunuh tanpa pandang bulu. Perempuan dan anak-anak ditembak di jalan-jalan. Kita semua akan dibunuh.... Ini adalah seruan untuk bantuan internasional. Tolong lakukan sesuatu untuk menghentikan invasi ini."<ref>Quoted in Budiardjo and Liong (1984), p. 15.</ref> Seorang pengungsi Timor kemudian diberitahu tentang "pemerkosaan [dan] pembunuhan berdarah dingin terhadap wanita dan anak-anak dan pemilik toko [[Tionghoa perantauan|
Pembunuhan massal terus berlanjut saat pasukan Indonesia maju ke daerah pegunungan yang dikuasai Fretilin di Timor Timur. Seorang pemandu Timor untuk seorang perwira senior Indonesia mengatakan kepada mantan konsul Australia untuk Timor Portugis [[James Dunn (diplomat)|James Dunn]] bahwa selama bulan-bulan awal pertempuran pasukan ABRI "membunuh sebagian besar orang Timor yang mereka temui."<ref>''Timor: A People Betrayed'', [[James Dunn (diplomat)|James Dunn]], 1983 p. 293, 303</ref> Pada bulan Februari 1976 setelah merebut desa Aileu – di selatan Dili – dan mengusir pasukan Fretilin yang tersisa, pasukan Indonesia menembaki sebagian besar penduduk kota dengan senapan mesin, diduga menembak semua orang yang berusia di atas tiga tahun. Anak-anak kecil yang selamat dibawa kembali ke Dili dengan truk. Pada saat Aileu jatuh ke tangan pasukan Indonesia, populasinya sekitar 5.000 orang; pada saat pekerja bantuan Indonesia mengunjungi desa tersebut pada bulan September 1976, hanya tersisa 1.000 orang.<ref>Taylor (1991), p. 80-81</ref> Pada bulan Juni 1976, pasukan ABRI yang sangat terpukul oleh serangan Fretilin menuntut pembalasan terhadap sebuah kamp pengungsi besar yang menampung 5–6.000 orang Timor di Lamaknan dekat perbatasan Timor Barat. Setelah membakar beberapa rumah, tentara Indonesia membantai sebanyak 2.000 pria, wanita dan anak-anak.<ref>Dunn, p. 303</ref>
Baris 125 ⟶ 127:
Pada akhir tahun 1976, terjadi kebuntuan antara Falintil dan tentara Indonesia. Tidak dapat mengatasi perlawanan besar-besaran dan menguras sumber dayanya, ABRI mulai mempersenjatai diri. [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut|Angkatan Laut Indonesia]] membeli kapal patroli penembak rudal dari [[Amerika Serikat]], [[Australia]], [[Belanda]], [[Korea Selatan]], dan [[Taiwan]], serta kapal selam dari [[Jerman Barat]].<ref>See H. McDonald, Age (Melbourne), 2 February 1977, although Fretilin transmissions did not report their use until 13 May.</ref> Pada bulan Februari 1977, Indonesia juga menerima tiga belas pesawat [[OV-10 Bronco]] dari [[Rockwell International|Rockwell International Corporation]] dengan bantuan kredit penjualan bantuan militer asing resmi pemerintah AS. Bronco sangat ideal untuk invasi Timor Timur, karena dirancang khusus untuk operasi kontra-pemberontakan di medan yang curam.<ref>Taylor, p. 90</ref> Pada awal Februari 1977, setidaknya enam dari 13 Bronco beroperasi di Timor Timur dan membantu militer Indonesia menentukan posisi Fretilin.<ref>"Big Build-up by Indonesian navy," Canberra Times, 4 February 1977.</ref> OV-10 Bronco memberikan pukulan berat bagi Falintil ketika pesawat itu menyerang pasukan mereka dengan senjata konvensional dan Napalm yang dipasok Soviet yang dikenal sebagai 'Opalm.' Bersamaan dengan persenjataan baru, 10.000 tentara tambahan dikirim untuk memulai kampanye baru yang dikenal sebagai 'solusi akhir'.<ref>Taylor, p. 91</ref>
[[Berkas:Prabowo in East Timor.jpg|thumb|Satuan Komando Nanggala TNI Angkatan Darat di Timor Timur dipimpin oleh [[Prabowo Subianto]]]]
Ahli strategi TNI menerapkan strategi atrisi melawan Falintil mulai September 1977. Hal ini dilakukan dengan membuat wilayah tengah Timor Timur tidak mampu menopang kehidupan manusia melalui serangan napalm, perang kimia dan perusakan tanaman. Hal ini dilakukan untuk memaksa penduduk agar menyerahkan diri ke dalam penjagaan pasukan Indonesia dan merampas makanan dan penduduk Falintil. Pejabat Katolik di Timor Timur menyebut strategi ini sebagai kampanye "pengepungan dan pemusnahan".<ref>Taylor (1990), p. 85.</ref> 35.000 tentara ABRI mengepung daerah-daerah yang didukung Fretilin dan membunuh pria, wanita, dan anak-anak. Pengeboman udara dan laut diikuti oleh pasukan darat, yang menghancurkan desa-desa dan infrastruktur pertanian. Ribuan orang mungkin telah terbunuh selama periode ini.<ref>Dunn (1996), pp. 275–276; Taylor, pp. 85–88; Budiardjo and Liong (1984), pp. 27–31.</ref> Pada awal 1978, seluruh penduduk sipil desa Arsaibai, dekat perbatasan Indonesia, dibunuh karena mendukung Fretilin setelah dibombardir dan kelaparan.<ref name="Taylor, p. 85">Taylor, p. 85</ref> Keberhasilan kampanye 'pengepungan dan pemusnahan' mengarah pada 'kampanye pembersihan akhir', di mana anak-anak dan laki-laki akan dipaksa untuk berpegangan tangan dan berbaris di depan unit-unit Indonesia mencari anggota Fretilin. Ketika anggota Fretilin ditemukan, anggota akan dipaksa untuk menyerah atau menembaki rakyatnya sendiri.<ref>John Taylor, “Encirclement and Annihilation,” in The Spector of Genocide: Mass Murder in the Historical Perspective, ed. Robert Gellately & Ben Kiernan (New York: Cambridge University Press, 2003), pp. 166–67</ref>
Baris 160 ⟶ 162:
=== Operasi Sapu Bersih: 1983 ===
Kegagalan kampanye kontra-pemberontakan Indonesia yang berturut-turut membuat elit militer Indonesia menginstruksikan komandan Koresor Sub regional Dili, Kolonel Purwanto untuk memulai pembicaraan damai dengan komandan Fretilin [[Xanana Gusmão]] di daerah yang dikuasai Fretilin pada Maret 1983. Ketika Xanana berusaha untuk meminta Portugal dan PBB dalam negosiasi,
Runtuhnya perjanjian gencatan senjata diikuti oleh gelombang pembantaian baru, [[eksekusi kilat]] dan "penghilangan" di tangan pasukan Indonesia. Pada Agustus 1983, 200 orang dibakar hidup-hidup di desa Creras, dengan 500 lainnya tewas di sungai terdekat.<ref name="Taylor 1985 p. 23"/> Antara Agustus dan Desember 1983, Amnesty International mendokumentasikan penangkapan dan "penghilangan" lebih dari 600 orang di ibu kota saja. Kerabat korban diberitahu oleh pasukan Indonesia bahwa "orang yang hilang" dikirim ke Bali.<ref>East Timor, Violations of Human Rights: Extrajudicial Executions, "Disappearances", Torture and Political Imprisonment, 1975–1984, p. 40</ref>
Baris 194 ⟶ 196:
{{utama|Pembantaian Santa Cruz}}
Dalam misa peringatan pada tanggal 12 November 1991 untuk seorang pemuda pro-kemerdekaan yang ditembak oleh pasukan Indonesia, para demonstran yang berjumlah 2.500 orang itu membentangkan bendera Fretilin dan spanduk dengan slogan-slogan pro-kemerdekaan dan meneriakkan dengan riuh namun damai.<ref>Schwarz (1994), p. 212</ref> Setelah konfrontasi singkat antara tentara Indonesia dan pengunjuk rasa,<ref>Two soldiers were stabbed under disputed circumstances.(Schwarz (1994), p. 212; Pinto and Jardine, p. 191.) Soldiers said the attacks were unprovoked. Stahl claims stabbed Officer Lantara had attacked a girl carrying the flag of East Timor, and Fretilin activist [[Constâncio Pinto]] reports eyewitness accounts of beatings from Indonesian soldiers and police. Kubiak, W. David. [http://www.nancho.net/fdlap/maxstahl.html "20 Years of Terror: Indonesia in Timor – An Angry Education with Max Stahl"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140604224057/http://www.nancho.net/fdlap/maxstahl.html
[[File:Re-enactment Santa Cruz massacre.jpg|thumb|right|Reka ulang pembantaian Santa Cruz.]]
Kesaksian orang asing di kuburan dengan cepat dilaporkan ke organisasi berita internasional, dan rekaman video pembantaian itu disiarkan secara luas secara internasional,<ref>Schwarz (1994), p. 212-213</ref> sehingga menyebabkan kemarahan.<ref>Jardine, pp. 16–17; Carey, pp. 52–53.</ref> Menanggapi pembantaian itu, para aktivis di seluruh dunia mengorganisir solidaritas dengan orang Timor Timur, dan urgensi baru dibawa untuk menyerukan penentuan nasib sendiri.<ref name="JarSol">Jardine, pp. 67–69.</ref> [[TAPOL]], sebuah organisasi Britania Raya yang dibentuk pada tahun 1973 untuk mengadvokasi demokrasi di Indonesia, meningkatkan pekerjaannya di sekitar Timor Timur. Di Amerika Serikat, Jaringan Aksi Timor Timur (sekarang [[East Timor and Indonesia Action Network|Jaringan Aksi Timor Timur dan Indonesia]]) didirikan dan segera memiliki cabang di sepuluh kota di seluruh negeri.<ref>[http://etan.org/etan/default.htm "About ETAN"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140723082140/http://www.etan.org/etan/default.htm |date=23 Juli 2014 }}. East Timor Action Network. Diakses tanggal 27 Mei 2022.</ref> Kelompok solidaritas lainnya muncul di Portugal, Australia, Jepang, Jerman, Malaysia, Irlandia, dan Brasil. Pemberitaan pembantaian tersebut merupakan contoh nyata bagaimana pertumbuhan media baru di Indonesia semakin mempersulit "Orde Baru" untuk mengontrol arus informasi yang masuk dan keluar dari Indonesia, dan bahwa pada pasca-Perang Dingin 1990-an, pemerintah berada di bawah pengawasan internasional yang meningkat.<ref name="Vickers 2005, pp. 200-201">Vickers (2005), pp. 200–201</ref> Beberapa kelompok mahasiswa pro-demokrasi dan majalah mereka mulai secara terbuka dan kritis membahas tidak hanya Timor Timur, tetapi juga "Orde Baru" dan sejarah dan masa depan Indonesia yang lebih luas.<ref name="JarSol"/><ref name="Vickers 2005, pp. 200-201"/><ref>CIIR, pp. 62–63; Dunn, p. 311.</ref>
Baris 216 ⟶ 218:
| caption2 = [[José Ramos Horta]]
}}
Pada tahun 1996 Timor Timur tiba-tiba menjadi perhatian dunia ketika [[Penghargaan Nobel Perdamaian]] dianugerahkan kepada Uskup [[Carlos Filipe Ximenes Belo]] dan [[José Ramos Horta]] "atas pekerjaan mereka menuju solusi yang adil dan damai untuk konflik di Timor Timur".<ref name="nobel">[http://nobelprize.org/nobel_prizes/peace/laureates/1996/press.html "Press Release: Nobel Peace Prize 1996"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20180720110053/https://www.nobelprize.org/nobel_prizes/peace/laureates/1996/press.html
== Akhir dari kendali Indonesia ==
Upaya mediasi baru yang ditengahi PBB antara Indonesia dan Portugal dimulai pada awal 1997.<ref name="Marker 2003, p. 7">Marker (2003), p. 7.</ref>
=== Transisi di Indonesia ===
Baris 225 ⟶ 227:
[[File:Habibie presidential oath.jpg|thumb|Presiden [[B.J. Habibie]] mengambil sumpah jabatan presiden pada 21 Mei 1998.]]
Kemerdekaan Timor Timur, atau bahkan otonomi daerah yang terbatas, tidak diperbolehkan di bawah rezim [[Orde Baru]]. Kendati opini publik Indonesia pada tahun 1990-an kadang-kadang menunjukkan apresiasi yang kurang baik terhadap orang Timor, secara luas dikhawatirkan bahwa kemerdekaan Timor Timur akan mengacaukan persatuan Indonesia.<ref>Schwarz (1994), p. 228.</ref> Upaya mediasi baru yang ditengahi [[Perserikatan Bangsa-Bangsa|PBB]] antara [[Indonesia]] dan [[Portugal]] dimulai pada awal 1997.<ref
Pada akhir tahun 1998, Pemerintah Australia [[John Howard]] mengirim surat kepada Indonesia yang berisi nasihat tentang perubahan kebijakan [[Australia]], dan menganjurkan referendum kemerdekaan dalam satu dekade. Presiden Habibie melihat bahwa rencana Indonesia di Timor Timur seperti "pemerintahan kolonial" dari Indonesia dan dia memutuskan untuk mengadakan referendum cepat mengenai masalah ini.<ref>{{cite news |url=http://www.abc.net.au/news/2008-11-16/howard-pushed-me-on-e-timor-referendum-habibie/207044 |title=Howard pushed me on E Timor referendum: Habibie |work=ABC News |date=15 November 2008 |access-date=26 Mei 2022}}</ref>
Baris 247 ⟶ 249:
[[File:INTERFET 12 Feb 2000.jpg|thumb|right|Pasukan [[INTERFET]] memasuki [[Dili]] pada 20 September, dua minggu setelah kelompok paramiliter pro-Indonesia memulai gelombang kekerasan terakhir.<ref name="interfet"/>]]
Kekerasan tersebut disambut dengan kemarahan publik yang meluas di Australia, Portugal dan di tempat lain dan para aktivis di Portugal, Australia, Amerika Serikat dan negara-negara lain menekan pemerintah mereka untuk mengambil tindakan. [[Perdana Menteri Australia]] [[John Howard]] berkonsultasi dengan Sekjen PBB [[Kofi Annan]] dan melobi [[Presiden Amerika Serikat|Presiden AS]] [[Bill Clinton]] untuk mendukung pasukan penjaga perdamaian internasional yang dipimpin Australia untuk memasuki Timor Timur guna mengakhiri kekerasan. Amerika Serikat menawarkan sumber daya logistik dan intelijen yang penting dan kehadiran pencegah "di luar cakrawala", tetapi tidak mengerahkan pasukan untuk operasi tersebut. Akhirnya, pada 11 September, Bill Clinton mengumumkan:<ref name="abc.net.au"
<blockquote>Saya telah menjelaskan bahwa kesediaan saya untuk mendukung bantuan ekonomi masa depan dari masyarakat internasional akan tergantung pada bagaimana Indonesia menangani situasi mulai hari ini.</blockquote>
Baris 296 ⟶ 298:
[[File:Kissinger, Ford, Suharto and Malik (cropped).jpg|thumb|right|Menteri Luar Negeri AS [[Henry Alfred Kissinger|Henry A. Kissinger]] dan Presiden [[Gerald Ford|Gerald R. Ford]] membahas Timor Timur dengan Presiden [[Soeharto|Suharto]] sehari sebelum invasi dilakukan.<ref name="Nevins"/>]]
Sehari sebelum invasi, [[Presiden Amerika Serikat|presiden AS]] [[Gerald Ford|Gerald R. Ford]] dan menteri luar negeri AS [[Henry A. Kissinger]] bertemu dengan presiden Indonesia [[Soeharto|Suharto]] dan dilaporkan memberikan persetujuan mereka untuk invasi tersebut.<ref name="Nevins">{{cite book |last=Nevins|first=Joseph |date=2005 |title=A Not-So-Distant Horror: Mass Violence in East Timor|url=http://www.cornellpress.cornell.edu/book/?GCOI=80140100091050|publisher=[[Cornell University Press]]|page=[https://books.google.com/books?id=H2PU0hbrb3IC&lpg=PP1&pg=PA51#v=onepage&q&f=false 51] |isbn=978-0801489846|author-link=Joseph Nevins}}</ref><ref>[[John Pilger|Pilger, John]]. [http://www.johnpilger.com/articles/blood-on-our-hands "Blood on Our Hands"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170317001810/http://johnpilger.com/articles/blood-on-our-hands
AS memasok senjata ke Indonesia selama invasi dan pendudukan berikutnya.<ref name="worldpolicy.org"/> Seminggu setelah invasi ke Timor Timur [[Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat|Dewan Keamanan Nasional]] menyiapkan analisis yang menemukan penggunaan peralatan militer yang dipasok AS secara luas.<ref>{{cite web|url=http://nsarchive2.gwu.edu//NSAEBB/NSAEBB174/1010.pdf|title=Indonesian Use of MAP [Military Assistance Program] Equipment in Timor, Memorandum from Clinton E. Granger to Brent Scowcroft|date=12 Desember 1975|work=National Security Council|access-date=28 Mei 2022|archive-date=9 Februari 2021|archive-url=https://web.archive.org/web/20210209110552/https://nsarchive2.gwu.edu//NSAEBB/NSAEBB174/1010.pdf|url-status=live}}</ref> Meskipun [[Pemerintah federal Amerika Serikat|pemerintah AS]] mengatakan mereka akan menunda penjualan senjata baru dari Desember 1975 hingga Juni 1976 sambil menunggu tinjauan oleh [[Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat|Departemen Luar Negeri]] untuk menentukan apakah Indonesia telah melanggar perjanjian bilateral yang menetapkan bahwa Indonesia hanya dapat menggunakan senjata yang dipasok AS untuk tujuan pertahanan, bantuan militer terus mengalir, dan Kissinger menghukum anggota staf Departemen Luar Negerinya karena menyarankan agar penjualan senjata dihentikan.<ref name="gwu.edu"/> Kissinger khawatir tentang reaksi terhadap kebijakannya dari publik AS, termasuk saat [[Kongres Amerika Serikat|Kongres]], menyesalkan bahwa "Segala sesuatu di atas kertas akan digunakan untuk melawan saya".<ref>{{cite news|url=https://etan.org/news/kissinger/secret.htm|title=The secret life of Henry Kissinger; minutes of a 1975 meeting with Lawrence Eagleburger|work=The Nation|first=Mark|last=Hertsgaard|date=29 October 1990|publisher=East Timor Action Network|access-date=28 Mei 2022|archive-date=9 Februari 2021|archive-url=https://web.archive.org/web/20210209110703/https://etan.org/news/kissinger/secret.htm|url-status=live}}</ref> Antara tahun 1975 dan 1980, ketika kekerasan di Timor Timur mencapai klimaksnya, Amerika Serikat memberikan sekitar [[Dolar Amerika Serikat|$]]340 juta persenjataan kepada pemerintah Indonesia. Bantuan militer dan penjualan senjata AS ke Indonesia meningkat dari tahun 1974 dan berlanjut hingga tahun-tahun [[George H. W. Bush|Bush]] dan [[Bill Clinton|Clinton]] sampai dihentikan pada tahun 1999.<ref name="gwu.edu"/> Persediaan senjata AS ke Indonesia antara tahun 1975 dan 1995 berjumlah sekitar $1,1 miliar.<ref name="worldpolicy.org">{{cite web|url=http://www.worldpolicy.org/projects/arms/reports/indoarms.html|title=Report: U.S. Arms Transfers to Indonesia 1975–1997|work=World Policy Institute|date=Maret 1997|access-date=28 Mei 2022|archive-url=https://web.archive.org/web/20170226181104/http://www.worldpolicy.org/projects/arms/reports/indoarms.html|archive-date=26 Februari 2017|url-status=dead}}</ref> Pemerintahan Clinton, di bawah program [[Joint Combined Exchange Training|JCET]] Pentagon, melatih pasukan khusus Kopassus Indonesia dalam perang gerilya perkotaan, pengawasan, kontra-intelijen, taktik penembak jitu dan 'operasi psikologis'.<ref>[https://www.theguardian.com/world/1999/sep/19/indonesia.easttimor2 "How US trained butchers of Timor"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170519114552/https://www.theguardian.com/world/1999/sep/19/indonesia.easttimor2 |date=19 Mei 2017 }} Guardian, 19 September 1999</ref>
Baris 337 ⟶ 339:
=== Keadilan ===
Saul melanjutkan untuk membahas penuntutan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas "kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan pelanggaran berat hak asasi manusia lainnya".<ref name="Saul"/> Pada tahun-tahun setelah berakhirnya pendudukan, beberapa proses telah dilakukan untuk tujuan tersebut. Resolusi Dewan Keamanan PBB 1999 yang mengesahkan UNTAET menggambarkan sejarah "pelanggaran sistematis, meluas dan mencolok terhadap hukum internasional dan hak asasi manusia" dan menuntut "agar mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan tersebut dibawa ke pengadilan".<ref>[http://daccessdds.un.org/doc/UNDOC/GEN/N99/312/77/PDF/N9931277.pdf United Nations Security Council Resolution 1272 (1999)] {{webarchive|url=https://web.archive.org/web/20090227144226/http://daccessdds.un.org/doc/UNDOC/GEN/N99/312/77/PDF/N9931277.pdf
Defisiensi dalam proses ini telah menyebabkan beberapa organisasi menyerukan pengadilan internasional untuk mengadili orang-orang yang bertanggung jawab atas pembunuhan di Timor Timur, serupa dengan yang didirikan di [[Pengadilan Pidana Internasional untuk Bekas Wilayah Yugoslavia|Yugoslavia]] dan [[Pengadilan Pidana Internasional untuk Rwanda|Rwanda]].<ref name="HRWTrib"/><ref name="IT2">In 2002 over 125 women from 14 countries [http://www.etan.org/news/2002a/05women.htm signed a statement] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20171012061650/http://www.etan.org/news/2002a/05women.htm |date=12 Oktober 2017 }} calling for an international tribunal. Other such demands have been issued by [http://www.etan.org/estafeta/07/winter/4justice.htm ETAN/US] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20171012061651/http://www.etan.org/estafeta/07/winter/4justice.htm |date=12 Oktober 2017 }}, [https://web.archive.org/web/20051025045111/http://tapol.gn.apc.org/press/files/pr050629.htm TAPOL], and—with qualifications—[https://www.hrw.org/english/docs/2005/06/28/eastti11231.htm Human Rights Watch] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200807030657/https://www.hrw.org/english/docs/2005/06/28/eastti11231.htm |date=7 Agustus 2020 }} and [https://www.amnesty.org/en/documents/asa21/013/2003/en/ Amnesty International] .</ref> Sebuah editorial 2001 oleh LSM Timor Timur [[La'o Hamutuk]] mengatakan:<blockquote>Kejahatan Terhadap Kemanusiaan yang tidak terhitung jumlahnya dilakukan selama periode 1975-1999 di Timor Timur. Meskipun pengadilan internasional tidak dapat mengejar mereka semua, itu ... [akan] menegaskan bahwa invasi, pendudukan dan penghancuran Timor Timur oleh Indonesia adalah konspirasi kriminal yang sudah berlangsung lama, sistematis, direncanakan dan diperintahkan pada tingkat tertinggi. Banyak dari para pelaku terus memegang otoritas dan pengaruh di tetangga terdekat Timor Timur. Masa depan perdamaian, keadilan, dan demokrasi di Timor Timur dan Indonesia bergantung pada meminta pertanggungjawaban pelaku tingkat tertinggi.<ref>[http://laohamutuk.org/Bulletin/2001/Oct/bulletinv2n6a.html#Editorial "Editorial: Time to Get Serious About Justice for East Timor"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20210209110632/http://laohamutuk.org/Bulletin/2001/Oct/bulletinv2n6a.html#Editorial |date=9 February 2021 }}. ''La'o Hamutuk Bulletin''. 2:6–7. Oktober 2001. Diakses tanggal 28 Mei 2022.</ref></blockquote>
|