Amangkurat I: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Budakbandes13 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(7 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 10:
|issue=[[Amangkurat II]]<br>[[Pakubuwana I]]<br/>GRA. Pamot<br/>KP. Martasana<br/>KP. Singasari<br/>
|father=[[Sultan Agung]]
|name=Amangkurat I<br />{{java|ꦲꦩꦁ​ꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧑꧇ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧑꧇}}
|royal house=[[Wangsa Mataram|Mataram]]
|successor=[[Amangkurat II]]
Baris 18:
|posthumous name=Sunan Tegalarum<br>Sunan Tegalwangi
|native_lang1=[[Bahasa Jawa]]
|native_lang1_name1=ꦲꦩꦁ​ꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧑꧇ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧑꧇
|regnal name=''Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I''
|birth_name=Raden Mas Sayyidin
Baris 28:
}}
 
'''Susuhunan Amangkurat I (Amangkurat Tegalarum)''' ({{lang-jv|ꦲꦩꦁ​ꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧑꧇ꦲꦩꦁꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧑꧇|amangkurat kapisan|amangkurat satu}}; 1618/1619 – 13 Juli 1677) adalah penguasa [[Kesultanan Mataram|Mataram]] keempat dengan gelar [[Susuhunansusuhunan]] yang memerintah dari 1646 hingga meninggal di tahun 1677. Pada masa pemerintahannya, ia harus menghadapi beberapa kali percobaan penggulingan kekuasaan dan [[Pemberontakan Trunajaya]] akibat kebijakannya yang banyak menyebabkan ketidakpuasan di internal kerajaan. Pemberontakan Trunajaya yang sukses menduduki [[Plered, Mataram|Keraton Plered]] memaksa Amangkurat I melarikan diri untuk meminta perlindungan [[VOC]], namun ia meninggal dunia ketika sedang dalam perjalanan. [[Amangkurat II|Raden Mas Rahmat]], putranya, kemudian naik takhta menggantikannya.
 
== Kehidupan awal ==
Sunan Amangkurat I atau Sunan Tegalarum lahir pada 1618 atau 1619 dengan nama kecil Raden Mas Sayyidin.{{Sfn|Ooi|2004|p=139}}{{Sfn|Kiernan|2007|p=143}} Ia adalah putra dari [[Sultan Agung dari Mataram|SusuhunanSultan Agung]] dan [[cicit]] dari [[Senapati dari Mataram|Panembahan Senapati]].{{Sfn|Purwadi|2016}} Semasa menjadi [[putra mahkota]], ia tersandung skandal perselingkuhan dengan istri seorang [[abdi dalem]] senior, Tumenggung Wiraguna, pada tahun 1637. Adiknya, Pangeran Alit, mendukung Wiraguna dalam kasus tersebut.{{Sfn|Ricklefs|2008|pp=86-87}}
 
== Masa pemerintahan ==
Pada 1645, ia diangkat sebagai raja Mataram menggantikan ayahnya yang bergelar ''Susuhunan ing Ngalaga''. Setelah penobatannya pada tahun 1646, ia bergelar ''Susuhunan Prabu Amangkurat Agung'', disingkat ''Amangkurat''. Dalam [[bahasa Jawa]], kata ''Amangku'' berarti "memangku" dan ''Rat'' berarti "bumi". Dengan demikian, gelar ''Amangkurat'' berarti "memangku bumi" atau makna harfiahnya "memerintah suatu negara". Ia kemudian menjadi raja yang memiliki kekuasaan penuh atas seluruh KasunananKesultanan Mataram dan negara bawahannya. Pada penobatannya, semua anggota keluarga kerajaan bersumpah setia kepadanya.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Siswanta|first=Siswanta|date=2019-04-01|title=Sejarah Perkembangan Mataram Islam Kraton Plered|url=https://journal.upy.ac.id/index.php/karmawibangga/article/view/329|journal=KARMAWIBANGGA: Historical Studies Journal|volume=2|issue=1|doi=10.31316/fkip.v2i1.329|issn=2715-4483}}</ref>
 
Amangkurat I mendapat warisan ayahnya berupa wilayah Mataram yang sangat luas. Dalam hal ini, ia menerapkan sentralisasi. Setelah naik takhta, ia mencoba untuk membawa stabilitas jangka panjang di [[pulau Jawa]], yang luasnya cukup luas tetapi dirusak oleh pemberontakan yang terus-menerus.{{sfn|Pigeaud|1976|p=66}}
 
Untuk memajukan kejayaannya kembali, raja baru meninggalkan istana di [[Karta, Mataram|Keraton Karta]] dan pindah ke istana baru di [[Plered, Mataram|Keraton Plered]].{{sfn|Pigeaud|1976|pp=54–55}} Amangkurat I menetap di sana hingga setidaknya pada tahun 1666.{{Sfn|Ricklefs|2008|p=87}}
Baris 49:
Pada 1647, sehubungan dengan skandal yang terjadi pada tahun 1637 silam, Amangkurat I yang merupakan raja baru mengirim Wiraguna ke [[Tapal Kuda, Jawa Timur|Daerah Tapal Kuda]] dengan kedok mengusir [[Kerajaan Blambangan]] dari Jawa. Tujuan sebenarnya adalah untuk membunuh Wiraguna selagi jauh dari keluarga dan pendukungnya. Kemudian, Amangkurat I memerintahkan keluarganya dan yang terlibat dalam skandal dibunuh.{{Sfn|Ricklefs|2008|pp=86-87}}{{Sfn|Ooi|2004|pp=139-140}}
 
Pangeran Alit yang melihat rekannya dibunuh kemudian memberontak dengan menyerang keraton Plered. Serangan itu dapat ditumpas dan Pangeran Alit sendiri terbunuh dalam serangan itu. Takut akan ancaman lebih lanjut dari para ulama yang mendukung Pangeran Alit, Amangkurat I memerintahkan pembantaian terhadap para ulama beserta keluarganya.{{Sfn|Ooi|2004|p=140}} Menurut laporan [[Rijcklof van Goens]], sekitar 5.000 hingga 6.000 orang yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak dibantai.{{Sfn|Ricklefs|2008|p=87}} Banyak rekan-rekan lama [[Sultan Agung dari Mataram|SusuhunanSultan Agung]] yang pernah mengabdinya juga ikut dibunuh.{{Sfn|Ooi|2004|p=140}}
 
Keluarga dekatnya juga turut menjadi korban. Pada 1659, Amangkurat I memerintahkan [[Pangeran Pekik]], ayah mertuanya, beserta keluarganya dibunuh. Hal ini disebabkan karena Pangeran Pekik berani mengambil seorang gadis yang bernama Rara Oyi, yang hendak dijadikan sebagai selirnya, untuk dinikahkan pada Raden Mas Rahmat.{{Sfn|Hoëvell|1849|p=213}} Pangeran Purbaya, pamannya, hampir menjadi korban pembunuhan ketika ia diselamatkan oleh ibunya Amangkurat I.{{Sfn|Ricklefs|2008|p=87}}
Baris 60:
 
=== Hubungan luar negeri ===
Amangkurat I Menjadimulai menjadi sekutu [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] pada tahun 1646. Sebelumnya, VOC merupakan pihak yang sebelumnyaberperang diperangimelawan olehayah ayahnyaAmangkurat I. PadaNamun 1646,Amangkurat iaI mengadakan perjanjian yang mengizinkan BelandaVOC untuk membuka pos-pos perdagangan di pulauwilayah Jawa,kekuasaan denganKesultanan timbalMataram. balikSelain diizinkannyaitu, Kesultanan Mataram juga memperoleh izin untuk berdagang di pulau-pulau lain yang dikuasaiberada Belandadalam kekuasaan VOC.<ref>{{Cite book|last=Hasibuan, H., dkk.|date=2020|url=https://repository.umj.ac.id/450/9/ARSITEKTUR%20PENINGGALAM%20MATARAM%20DARI%20KACAMATA%20MAHASISWA.pdf|title=Arsitektur Peninggalan Mataram dari Kacamata Mahasiswa|location=Jakarta Pusat|publisher=Arsitektur UMJ Press|isbn=978-602-5428-40-1|editor-last=Ashadi|pages=13|url-status=live}}</ref> Keduanya juga saling memberi keleluasaan satu sama lain. Perjanjian politik tersebut dipandang oleh Amangkurat I sebagai tanda dimulainya hubungan diplomatik VOC kepada kekuasaan Mataram. Namun, ia terkejut saat Belanda berhasil menaklukkan [[Kesultanan Palembang]] pada tahun 1659.
 
Permusuhan antara Mataram dan [[Kesultanan Banten]] juga semakin parah. Pada 1650, Cirebon dibawah [[Panembahan Ratu II]] diperintahkan untuk menaklukkan Banten tetapi gagal. Dua tahun kemudian, Amangkurat I melarang ekspor beras dan kayu menuju Banten.
 
Sementara itu, hubungan diplomatik antara [[Kesultanan Mataram|Kasunanan Mataram]] dan [[Kesultanan Gowa]] yang telah dibangun oleh Sultan Agung akhirnya merenggang. Amangkurat I menolak utusan Gowa dan meminta [[Sultan Hasanuddin]] sendiri untuk datang ke Jawa. Namun, permintaan itu ditolak.
 
== Isu Terbesar ==
Susuhunan Amangkurat I ini seringkali diisukan dengan raja yang kejam karena membunuh ulama sebanyak 6.000 orang dalam sekali waktu. Maka dapat dipastikan bahwa isu tersebut sangat tidak bisa rasional, karena rakyat Mataram pada saat itu juga belum sebanyak penduduk yang sekarang. Terlebih adanya ulama dibantai semakin membuat aneh, karena untuk mencari ulama sebesar itu sangat mustahil adanya. Apalagi Amangkurat I sendiri tergolong raja yang dekat dengan ulama bahkan selalu mempertimbangkan fatwa dari ulama yang ada di Karaton Mataram ketika hendak mengambil suatu keputusan karena ulama termasuk dalam bagian ''paranpara nata'' atau penasehat raja. Bahkan kelak ketika beliau meninggal juga berwasiat agar dimakamkan dekat dengan gurunya di Tegalarum.
 
== Kematian ==