Siti Walidah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Masa muda: mengubah penamaan
Acacianida (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(7 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 3:
|image =
|caption = Nyai Ahmad Dahlan
|birth_name = Siti Walidah
|birth_date = {{birth date|1872|1|3}}
|birth_place = [[Kauman, Yogyakarta|Kauman]], [[Yogyakarta]], [[Hindia Belanda]]
Baris 26:
 
=== Sopo Tresno dan Aisyiyah ===
Pada tahun 1914, iaSiti Walidah mendirikan [[Sopo Tresno]],. diaSiti danWalidah suaminyabersama Ahmad Dahlan bergantian memimpin kelompok tersebut dalam membaca Al-Qur'an dan mendiskusikan maknanya.{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}} SegeraSiti iaWalidah mulai berfokus pada [[ayat]]-ayat Al-Qur'an yang membahas [[wanita dalam Islam|isu-isu perempuan]].{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}} Dengan mengajarkan [[membaca]] dan [[menulis]] melalui Sopo Tresno, pasangan ini memperlambat [[kristenisasi]] di [[Jawa]] melalui sekolah yang disponsorididukung oleh [[pemerintah]] [[Hindia Belanda]].{{sfn|Wahyudi|2002|p=50}}
 
Bersama suami dan beberapa pemimpin Muhammadiyah lainnya, NyaiSiti Ahmad DahlanWalidah membahas peresmian Sopo Tresno sebagai kelompok perempuan.{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}} Menolak [[proposal]] pertama, [[Fatimah az-Zahra|Fatimah]], mereka memutuskan mengganti nama menjadi [[Aisyiyah]], berasal dari nama istri [[Nabi Muhammad]], yakni [[Aisyah]].{{sfn|Wahyudi|2002|p=50}} Kelompok baru ini, diresmikan pada tanggal 22 April 1917, dengan NyaiSiti Ahmad DahlanWalidah sebagai kepalaketuanya.{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}} Lima tahun kemudian organisasi ini menjadi bagian dari Muhammadiyah.{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}}
 
Melalui Aisyiyah, NyaiSiti Ahmad DahlanWalidah mendirikan sekolah-sekolah putri dan [[asrama]], serta keaksaraan dan program [[pendidikan Islam]] bagi perempuan.{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}} Dia juga ber[[Khotbah (Islam)|khotbah]] menentang [[kawin paksa]].{{sfn|Wahyudi|2002|p=47}} Dia juga mengunjungi cabang-cabang di seluruh Jawa.{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}} Berbeda dengan tradisi masyarakat [[Suku Jawa|Jawa]] yang [[patriarki]], NyaiSiti Ahmad DahlanWalidah berpendapat bahwa perempuan dimaksudkan untuk menjadi mitra suami mereka.{{sfn|Wahyudi|2002|p=47}} Sekolah Aisyiyah dipengaruhi oleh [[ideologi]] pendidikan Ahmad Dahlan yakni Catur Pusat: pendidikan di rumah, pendidikan di sekolah, pendidikan di masyarakat, dan pendidikan di tempat-[[tempat ibadah]].{{sfn|Wahyudi|2002|p=53}}
 
=== Kepemimpinan dan kehidupan selanjutnya ===
Setelah Ahmad Dahlan meninggal dunia pada 1923, NyaiSiti Ahmad DahlanWalidah terus aktif di Muhammadiyah dan Aisyiyah.{{sfn|Komandoko|2006|p=244}} Pada tahun 1926, dia memimpin Kongres Muhammadiyah ke-15 di [[Kota Surabaya]]. Dia adalah wanita pertama yang memimpin konferensi seperti itu.{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}} Sebagai hasil dari liputan luas [[media massa]] di koran-koran seperti [[Pewarta Soerabaia]] dan [[Sin Tit Po]], banyak perempuan terpengaruh untuk bergabung ke dalam Aisyiyah, sementara cabang-cabang lainnya dibuka di pulau-pulau lain di [[Nusantara]].{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}}
 
NyaiSiti Ahmad DahlanWalidah terus memimpin Aisyiyah sampai tahun 1934.{{sfn|Sudarmanto|1996|p=191}} Selama masa [[Sejarah Nusantara (1942–1945)|pendudukan Jepang di Indonesia]], Aisyiyah dilarang oleh [[militer]] [[Jepang]] di Jawa dan [[Pulau Madura]] pada 10 September 1943, dia kemudian bekerja di sekolah-sekolah dan berjuang untuk menjaga siswa dari paksaan untuk menyembah [[matahari]] dan menyanyikan [[lagu]]-lagu Jepang.{{sfn|Wahyudi|2002|p=59}} Selama masa [[Revolusi Nasional Indonesia]], dia memasak sup dari rumahnya bagi para tentara{{sfn|Sudarmanto|1996|p=191}}{{sfn|Ajisaka|Damayanti|2010|p=134}} dan mempromosikan dinas militer di antara mantan murid-muridnya.{{sfn|Wahyudi|2002|p=60}} Dia juga berpartisipasi dalam [[diskusi]] tentang [[perang]] bersama Jenderal [[Soedirman]] dan [[Presiden Indonesia]], [[Soekarno]].{{sfn|Ajisaka|Damayanti|2010|p=134}}
 
NyaiSiti Ahmad DahlanWalidah meninggal pada pukul 01:00 siang pada tanggal 31 Mei 1946 dan dimakamkan di belakang [[Masjid Gedhe Kauman]], Yogyakarta empat [[jam]] kemudian.{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}}{{sfn|Wahyudi|2002|p=46}} [[Daftar Menteri Sekretaris Negara Indonesia|Sekretaris Negara]], [[Abdoel Gaffar Pringgodigdo]] dan [[Daftar Menteri Agama Indonesia|Menteri Agama]], [[Mohammad Rasjidi]] mewakili pemerintah pada saat pemakamannya.{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}}{{sfn|Wahyudi|2002|p=46}}
 
== Warisan ==
Pada 10 November 1971, NyaiSiti Ahmad DahlanWalidah dinyatakan sebagai salah satu [[Daftar pahlawan nasional Indonesia|pahlawan nasional Indonesia]] oleh [[Presiden Indonesia]] kedua, [[Soeharto]]. Ini sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 42/TK Tahun 1971;{{sfn|Wahyudi|2002|p=61}} Ahmad Dahlan telah diangkat sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia sepuluh tahun sebelumnya.{{sfn|Komandoko|2006|p=37}} Penghargaan tersebut diterima oleh cucunya, M. Wardan.{{sfn|Repubika 2008, Nyai Ahmad Dahlan}} Dia telah dibandingkan dengan pembela hak perempuan, [[Kartini]] dan gerilyawan, [[Cut Nyak Dhien]] dan [[Cut Nyak Meutia]].{{sfn|Wahyudi|2002|p=39}}
 
Dalam film ''[[Sang Pencerah]]'' yang dirilis pada tahun 2010 dan disutradarai oleh [[Hanung Bramantyo]], NyaiSiti Ahmad DahlanWalidah diperankan oleh [[Zaskia Adya Mecca]] sementara Ahmad Dahlan diperankan oleh [[Lukman Sardi]].{{sfn|Kurniasari 2010, Zaskia Adya Mecca}}
 
Kemudian pada tahun 2017, kisah hidup NyaiSiti Ahamd DahlanWalidah diangkat ke film ''[[Nyai Ahmad Dahlan (film)|Nyai Ahmad Dahlan]]''. Dalam film yang disutradarai oleh Olla Atta Adonara tersebut, NyaiSiti Ahmad DahlanWalidah diperankan oleh [[Tika Bravani]] sementara Ahmad Dahlan diperankan oleh [[David Chalik]].
 
== Kehidupan pribadi ==
NyaiSiti Ahmad DahlanWalidah memiliki enam orang [[anak]] dengan Ahmad Dahlan.{{sfn|Komandoko|2006|p=244}}
 
== Dalam budaya populer ==