Perfilman Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
WowACloud (bicara | kontrib)
M. Adiputra (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(15 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox cinema market
| name = Sinema Indonesia
| image = Indonesia film clapperboard.svg
| image_size =
| alt =
| caption =
| screens = 2088 (2022)<ref name=JG1>{{cite news|url=https://industri.kontan.co.id/news/penonton-di-bioskop-membludak-gpbsi-yakin-industri-perfilman-indonesia-akan-membaik|title=Penonton di Bioskop Membludak, GPBSI Yakin Industri Perfilman Indonesia Akan Membaik|newspaper=Kontan|access-date=9 March 2023}}</ref>
| screens_per_capita =
| distributors = <!-- {{br separated entries|entry1|entry2|entry3}} <ref name=distributors_uis>{{cite web|title=Table 6: Share of Top 3 distributors (Excel)|url=http://stats.uis.unesco.org/unesco/ReportFolders/reportFolders.aspx|publisher=UNESCO Institute for Statistics|access-date=5 November 2013}}</ref> -->
| produced_year = 2022
| produced_ref = <ref name=prod_avg_uis>{{cite web|title=Daftar film berdasarkan tahun "2022"|url=http://filmindonesia.or.id/movie/title/list/year/2022}}</ref>
| produced_total = 126 {{increase}}
| produced_fictional =
| produced_animated =
| produced_documentary =
| admissions_year = 2018
| admissions_ref = <ref name=adm_gross_uis>{{cite web|title=Table 11: Exhibition – Admissions & Gross Box Office (GBO)|url=http://stats.uis.unesco.org/unesco/TableViewer/tableView.aspx?ReportId=5538|publisher=UNESCO Institute for Statistics|access-date=5 November 2013|archive-date=3 November 2013|archive-url=https://web.archive.org/web/20131103112139/http://stats.uis.unesco.org/unesco/TableViewer/tableView.aspx?ReportId=5538|url-status=dead}}</ref>
| admissions_total = 51,100,000
| admissions_national =
| box_office_year = 2017
| box_office_ref = <ref>{{cite web|title=Indonesia the next biggest box office market|publisher=Film Journal|url=http://www.filmjournal.com/features/nation-rise-indonesia-emerges-one-watch-asia-pacific-growth-markets|access-date=11 December 2017|archive-url=https://web.archive.org/web/20181127191947/http://www.filmjournal.com/features/nation-rise-indonesia-emerges-one-watch-asia-pacific-growth-markets|archive-date=27 November 2018|url-status=dead}}</ref>
| box_office_total = $345 million [[USD]]
| box_office_national = <!-- ${{Format price| }} -->
}}{{Budaya Indonesia}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De Menteng Bioscoop in Djakarta TMnr 60054768.jpg|jmpl|275px|[[Bioskop Metropole, Jakarta]] (sekitar 1950-1960)|al=]]
{{Budaya Indonesia}}
'''Perfilman Indonesia''' memiliki sejarah yang panjang. Proyeksi film indonesia pertama muncul pada masa kolonial, yang mana film-film tersebut terbatas hanya dapat ditonton oleh orang-orang Eropa dan Amerika. Film ini pun kebanyakan adalah film dokumenter mengenai kehidupan warga lokal indonesia dan keindahan alam, selain itu film-film panjang banyak diimpor dari Prancis dan Amerika Serikat. Salah satu contoh film dokumenter yang tayang pada 1919 adalah ''Onze Oost'' atau ''Timur Milik Kita''. Sempat menjadi raja di negara sendiri pada tahun 1980-an, dekade tersebut merupakan puncak pencapaian dalam popularitas industri setelah periode Kemerdekaan, terutama ketika film Indonesia merajai [[Bioskop|bioskop-bioskop]] lokal. Film-film yang terkenal pada saat itu antara lain, ''[[Catatan si Boy]]'', ''[[Blok M (film)|Blok M]]'' dan masih banyak film lain. Bintang-bintang muda yang terkenal pada saat itu antara lain [[Onky Alexander]], [[Meriam Bellina]], [[Lydia Kandou]], [[Nike Ardilla]], [[Paramitha Rusady]], [[Desy Ratnasari]].
 
Baris 9 ⟶ 32:
Hal tersebut berlangsung sampai pada awal abad baru, muncul film ''[[Petualangan Sherina]]'' yang diperankan oleh [[Sherina Munaf]], [[penyanyi]] cilik penuh bakat Indonesia. Film ini sebenarnya adalah film musikal yang diperuntukkan kepada anak-anak. [[Riri Riza]] dan [[Mira Lesmana]] yang berada di belakang layar berhasil membuat film ini menjadi tonggak kebangkitan kembali perfilman Indonesia. Antrian panjang di bioskop selama sebulan lebih menandakan kesuksesan film secara komersial.
 
Setelah itu muncul film film lain yang lain dengan segmen yang berbeda-beda yang juga sukses secara komersial, misalnya film ''[[Jelangkung (film)|Jelangkung]]'' yang merupakan tonggak tren film horor remaja yang juga bertengger di bioskop di Indonesia untuk waktu yang cukup lama. Selain itu masih ada film ''[[Ada Apa dengan Cinta?]]'' yang mengorbitkan sosok [[Dian Sastrowardoyo]] dan [[Nicholas Saputra]] ke kancah perfilman yang merupakan film ''romance'' remaja. Sejak saat itu berbagai film dengan tema serupa yang dengan film ''[[Petualangan Sherina]]'' (diperankan oleh [[Derby Romero|Derbi Romero]], [[Sherina Munaf]]), yang mirip dengan ''[[Jelangkung (film)|Jelangkung]]'' (''[[Di Sini Ada Setan the Movie]]'', ''[[Tusuk Jelangkung]]''), dan juga ''romance'' remaja seperti ''[[Biarkan Bintang Menari]]'', ''[[Eiffel I'm in Love]]''. Ada juga beberapa film dengan tema yang agak berbeda seperti ''[[Arisan!]]'' oleh [[Nia Dinata]].
 
Selain film-film komersial itu juga ada banyak film film nonkomersil yang berhasil memenangkan penghargaan di mana-mana yang berjudul ''[[Pasir Berbisik]]'' yang menampilkan [[Dian Sastrowardoyo]] dengan [[Christine Hakim]] dan [[Didi Petet]]. Selain dari itu ada juga film yang dimainkan oleh [[Christine Hakim]] seperti ''[[Daun di Atas Bantal]]'' yang menceritakan tentang kehidupan anak jalanan. Tersebut juga film-film [[Garin Nugroho]] yang lainnya, seperti ''[[Aku Ingin Menciummu Sekali Saja]]'', juga ada film ''[[Marsinah (film)|Marsinah]]'' yang penuh kontroversi karena diangkat dari kisah nyata. Selain itu juga ada film film seperti ''[[Beth (film)|Beth]]'', ''[[Novel tanpa huruf R]]'', ''[[Kwaliteit 2]]'' yang turut serta meramaikan kembali kebangkitan film Indonesia. [[Festival Film Indonesia]] juga kembali diadakan pada tahun [[2004]] setelah vakum selama 12 tahun.
Baris 53 ⟶ 76:
 
=== Periode 1970 - 1991 ===
Pada masa ini [[teknologi]] pembuatan film dan era perbioskopan mengalami kemajuan, meski di satu sisi juga mengalami persaingan dengan televisi ([[TVRI]]). Pada tahun [[19781971]] didirikan [[Sinepleks Jakarta Theater]] oleh pengusaha Indonesia, [[Sudwikatmono]] menyusul dibangunnya [[Studio 21]] pada tahun [[1987]]. Akibat munculnya raksasa bioskop bermodal besar itu mengakibatkan terjadinya monopoli dan berimplikasi terhadap timbulnya krisis bagi bioskop - bioskop kecil dikarenakan jumlah penonton diserap secara besar-besaran oleh bioskop besar. Pada masa ini juga muncul fenomena pembajakan video tape.
 
=== Periode 1991 - 1998 ===
Baris 62 ⟶ 85:
Pada era ini muncul juga buku mengenai perfilman Indonesia yaitu '''Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia'' yang terbit pada tahun [[1992]] dan mengupas tahapan perfilman Indonesia hanya sampai periode [[1991]].
 
Pada masa inipun sinetron mulai mengisi jam-jam hiburan masyarakat. Dengan tajamnya tingkat penurunan produksi film nusantara, pembajakan karya audiovisual, dan kehadiran sinetron di stasiun Tv nasional memperburuk suasana industri perfilman dalam negeri. Meskipun begitu, tidak banyak pilihan yang dapat ditemukan oleh penonton tanah air saat itu. Dikarenakan juga oleh produksi film yang secara mayoritas adalah film-film dewasa yang bernuansa vulgar dan dinilai kurang mendidik secara moral, dan tidak sesuai dengan definisi film nasional Indonesia tayang secara bebas di bioskop kecil daerah, melalui media video, televisi dan/atau proyeksi publik.
 
Sinetron juga secara mayoritas di awal kehadirannya diproduksi oleh Multivision Plus yang didirikan oleh Raam Punjabi. Perusahaan film yang pada masa itu lebih banyak memproduksi sinetron untuk televisi.
Baris 77 ⟶ 100:
 
=== Periode 2020 - Sekarang ===
Pandemi COVID-19 di awal tahun 2020 melumpuhkan industri perfilman dalam dan luar negeri. Indonesia yang tidak luput dari pandemi sempat menjadi salah satu negara dengan tingkat infeksi tertinggi di dunia pada Juli 2021 dengan sekitar 44.721 kasus aktif, hal ini juga memaksa pemerintah untuk membuat keputusan Penegakan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat, yaitu pembatasan berbagai kegiatan berkelompok salah satu imbasnya menyentuh pengusaha bioskop dan kegiatan pembuatan film untuk tutup atau tertunda untuk sementara secara nasional sejak pertengahan maret 2020.
 
Penutupan bioskop secara nasional menyentuh sekitar 68 bioskop, 387 layar yang tersebar di 33 kota dan 15 provinsi di Indonesia di periode awal pandemi demi keamanan staff dan penonton. Meskipun terbatas dengan kewajiban menjaga jarak dan kerja daring, pandemi tidak melumpuhkan kreativitas anak bangsa untuk menulis dan membuat film, dan pengusaha rumah produksi untuk tetap melanjutkan kegiatan profesional mereka melalui platform daring. Hal ini pun mengadaptasi mulai berkembangnya tren penonton daring dari platform Netflix dan mendorong industri lokal untuk meningkatkan mutu platform mereka, dan/atau bekerja sama dengan pihak channel televisi nasional untuk menghindari krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi.
Baris 102 ⟶ 125:
Hingga tahun 2019, sebanyak 2.000 cabang bioskop di Indonesia telah beroperasi dan akan terus bertambah seiring pembukaan cabang bioskop di daerah-daerah yang belum ada bioskop sama sekali. Beberapa pemain besar mendominasi jumlah cabang bioskop yang beroperasi, seperti Cineplex 21 Group, CJ CGV, dan Cinépolis.<ref name=JG1>{{cite news|url=https://jakartaglobe.id/business/number-of-cinema-screens-in-indonesia-expected-to-double-over-next-3-years/|title=Number of Cinema Screens in Indonesia Expected to Double Over Next 3 Years|newspaper=Jakarta Globe|access-date=15 November 2018}}</ref>
 
[[Cineplex 21 Group]] adalah pelopor jaringan bioskop tertua dan memiliki cabang bioskop dan jumlah layar terbanyak di Indonesia. Jaringan ini memiliki tiga merek bioskop terpisah, yakni Cinema 21, Cinema XXI, dan The Premiere. Perusahaan ini juga mengoperasikan teater [[IMAX]] sejak tahun 2012 di beberapa cabang bioskop mereka. Sejak tahun 2012, beberapa cabang bioskop Cinema 21 direnovasi dan dilebur ke dalam merek Cinema XXI.
 
Blitzmegaplex menjadi pemain bioskop terbesar kedua di Indonesia. Dibuka pertama kali pada tahun 2006 di Bandung, Blitzmegaplex menawarkan konsep konsep baru untuk memberikan pengalaman yang berbeda saat menonton film. Pada tahun 2017, perusahaan bioskop Korea Selatan mengakuisisi perusahaan ini dan mengganti nama jaringan bioskopnya menjadi [[CJ CGV|CGV Cinemas Indonesia]].<ref>{{cite news|url=http://jakartaglobe.id/features/cgv-blitz-rebrands-changes-name-cgv-cinemas/|title=CGV Blitz Rebrands, Changes Name to CGV Cinemas|newspaper=The Jakarta Globe|access-date=2017-06-09}}</ref><ref>{{cite news|url=https://properti.kompas.com/read/2019/01/16/130837021/kontrak-habis-cgv-moi-ditutup|title=Kontrak Habis, CGV MoI Ditutup|newspaper=Kompas|access-date=2019-01-15}}</ref> CGV Cinemas telah meraih penghargaan dari [[MURI]] sebagai bioskop dengan layar terbesar di tanah air yaitu di auditorium 1 di CGV Cinemas [[Grand Indonesia]].<ref>{{en}} http://www.blitzmegaplex.com/en/about_blitz.php {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131216011604/http://www.blitzmegaplex.com/en/about_blitz.php|date=2013-12-16}}</ref>
 
Pada tahun 2014, [[Lippo Group]] ikut bermain dalam bisnis bioskop melalui jaringan bioskop merek Cinemaxx. Awalnya bioskop ini beroperasi eksklusif di jaringan pusat perbelanjaan [[Lippo Malls]], namun pada perkembangannya jaringan ini dapat meluas ke pusat perbelanjaan lainnya di Indonesia, termasuk di daerah yang belum terdapat bioskop sama sekali. Pada tahun 2019, perusahaan bioskop multinasional Meksiko mengakuisisi operasional bioskop Cinemaxx di Indonesia dan mengganti namanya menjadi [[Cinépolis]]<ref>{{Cite web|last=AS|first=Anastasia|date=20 September 2019|title=Cinemaxx Ganti Nama Menjadi Cinépolis|url=https://swa.co.id/swa/trends/cinemaxx-ganti-nama-menjadi-cinepolis|website=SWA|access-date=24September 2019}}</ref><ref>{{Cite web|title=News - Cinemaxx Theater|url=http://www.cinemaxxtheater.com/NewsDetails.aspx?id=59|website=www.cinemaxxtheater.com|access-date=2019-10-28|archive-date=2019-10-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20191003043740/http://www.cinemaxxtheater.com/NewsDetails.aspx?id=59|dead-url=yes}}</ref>
 
Pada tahun 2017, Grup Agung Sedayu membuka cabang bioskop [[FLIX Cinema]]. Jaringan bioskop ini beroperasi secara premium di pusat perbelanjaan yang dibangun oleh Agung Sedayu, sehingga saat ini jaringan bioskop tersebut hanya tersedia di wilayah Jabodetabek.
Baris 113 ⟶ 136:
 
=== Jumlah Penonton Nasional ===
Pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 34 tahun 2019 tentang Tata Edar, Pertunjukan, Ekspor dan Impor Film, pasal 17 menjelaskan perlunya pemberitahuan jumlah penonton suatu film secara berkala yang dibuat setiap akhir bulan melalui sistem pendataan Jumlah Penonton demi menyelenggarakan fungsi di bidang pengembangan perfilman. Pendataan dilakukan dengan sarana teknologi informasi dan komunikasi data perfilman yang  memuat jumlah perolehan penonton di setiap film yang masuk di bioskop nasional berdasarkan jam pertunjukan dan lokasi mendetail, inipun mencakup film lokal maupun film impor.
{| class="wikitable"
|Tahun
|Jumlah Penonton Nasional
|-
|2022
|54,07 juta<ref name=":0">{{Cite web|last=NABABAN|first=WILLY MEDI CHRISTIAN|date=2023-01-04|title=Tahun 2023, Penonton Film Indonesia Ditargetkan Pecahkan Rekor Baru|url=https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/01/04/tahun-2023-penonton-film-indonesia-ditargetkan-pecahkan-rekor-baru|website=kompas.id|language=id|access-date=2024-01-09}}</ref>
|-
|2019
|51,9 juta<ref name=":0" />
|-
|2017
Baris 138 ⟶ 167:
 
== Film Indonesia Terbaik ==
Sudah sejak lama ada beberapa pihak baik itu institusi, media ataupun perorangan yang berusaha menggolongkan film-film Indonesia sepanjang masa yang layak menjadi film yang terbaik berdasarkan kategori-kategori tertentu. Salah satunya adalah tabloid [[Bintang Indonesia]] yang pada akhir tahun 2007 berusaha memilah film-film apa saja yang dapat dikategorikan sebagai film Indonesia terbaik. Dari 160 film yang masuk dipilihlah 2527 film yang dapat dikategorikan sebagai film-film Indonesia terbaik sepanjang masa.
 
{{col|2}}
Baris 166 ⟶ 195:
# ''[[Eliana, Eliana]]'' (2002)
# ''[[Inem Pelayan Sexy]]'' (1977)
# ''[[Putri Solo]]'' (1953)
# ''[[Lenggang Djakarta]]'' (1953)
{{end-col}}
 
Baris 208 ⟶ 239:
Jumlah penonton ini tidak bisa diketahui dengan pasti mengingat produser film dan pihak eksebitor (bioskop) tidak mau mengungkapkan jumlah penonton sesungguhnya.{{fact}} Pihak bioskop melakukan pencatatan dan melaporkannya kepada produser film, tetapi mereka tak mau memberitahukannya kepada publik dengan alasan bahwa pengungkapan angka tersebut sepenuhnya adalah hak produser.{{fact}} Sedangkan produser cenderung untuk membesar-besarkan jumlah penonton mereka jika ditanya oleh media.{{fact}} Dicurigai, mereka menyembunyikan jumlah sesungguhnya dalam laporan mereka ke Dinas Pajak.{{fact}} Dengan demikian, pencatatan jumlah penonton film menjadi sesuatu yang sulit untuk dilakukan dengan sempurna.{{fact}}
-->
 
 
 
 
Berbagai faktor juga dapat mempengaruhi bagaimana film dapat dikategorikan sebagai film Indonesia yang terkenal tidak hanya didalam tetapi juga diluar negeri, entah melalui kebangsaan sang sutradara, atau apresiasi yang didapatkannya melalui ajang festival film internasional. Berikut merupakan daftar film indonesia yang tidak hanya diputar di luar negeri tetapi juga mendapat apresiasi tinggi dimata kritik film secara internasional.
Baris 225 ⟶ 253:
 
== Lihat pula ==
{{portal|Indonesia|Film}}
* [[Daftar film Indonesia]]
* [[Festival Film Indonesia]]
* [[Daftar film Indonesia yang dicekal]]
* [[Daftar film asing terlaris sepanjang masa di Indonesia]]
* [[Sinema Asia]]
* [[Sinema dunia]]
 
== Pranala luar ==