A.P.T. Pranoto: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
PeragaSetia (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
PeragaSetia (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
(52 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 11:
| successor = Prodjosoemarto (pj.)<br>[[Abdoel Moeis Hassan|Abdul Muis Hassan]]
| birth_name = Aji Addin
| birth_date = {{birth date|1906|29|14}}
| birth_place = {{flagicon|Belanda}} [[Tenggarong]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{death date and age|1976|6|19|1906|29|14}}
| death_place = {{flagicon|Indonesia}}[[Samarinda]], [[JakartaKalimantan Timur]], [[Indonesia]]
| party = [[Partai Persatuan Indonesia Raya|PIR-Hazairin]]<br>[[Berkas:Nahdlatul Ulama Logo.svg|30px]] [[Nahdhatul Ulama]]
| profession = [[Politisi]]
| spouse = Aji Maisarah gelar Aji Raden Puspo Kusumo
| footnotes =
| parents = [[Aji Muhammad Alimuddin]] (ayah)
| office1 = [[Daftar Gubernur Kalimantan Timur|Residen Kalimantan Timur]]
| termstart1 = 1 September 1954
| termend1 = 9 Januari 1957
| predecessor1 = [[Achmad Arief]]
| successor1 = Jabatan dihapuskan
}}
'''Aji Pangeran Tumenggung''' '''Pranoto''' atau, biasa disingkat '''A.P.T. Pranoto''' dan awalnya bergelar '''Aji Raden Yudopranoto'''{{sfn|Adham|1981|p=296}} (14 FebruariSeptember 1906 – 19 Juni 1976), adalah [[Gubernur Kalimantan Timur]] yang pertama, yangdan menjabat dari tahun 1957 hingga 1961. Semasa [[Revolusi Nasional Indonesia|Perang Kemerdekaan]], Pranoto bertindak sebagai kepala kepolisian [[Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura|Kesultanan Kutai]]. Meski demikian, dia bersimpati terhadap perjuangan kemerdekaan [[Indonesia|Indonesia.]]<ref name=":1">{{Cite news|last=GM|first=Fel|date=2018-05-25|title=Gubernur APT Pranoto, Akhir Pilu Sang Pendukung Kemerdekaan|url=https://kaltimkece.id/historia/mereka/gubernur-apt-pranoto-akhir-pilu-sang-pendukung-kemerdekaan|work=Kaltim Kece|access-date=21 Februari 2024}}</ref>
 
Pranoto kemudian menjabat sebagai Residen Kalimantan Timur pada tahun 1956, sebelum menjadi gubernur pada tahun berikutnya. Dia juga anggota [[Partai Persatuan Indonesia Raya|Partai Persatuan Indonesia Raya (PIR) Hazairin]], lalu beralih menjadi anggota [[Nahdlatul Ulama|Partai Nahdhatul Ulama (NU)]] setelah PIR dibubarkan.{{sfn|Magenda|2010|p=149}} Masa jabatannya berakhir ketika dia ditahan pada tahun 1964 atas tuduhan [[korupsi]] dan hendak kembali mendirikan daerah [[swapraja]]. Pranoto ditahan di [[Kota Balikpapan|Balikpapan]], lalu dipindahkan ke [[Jakarta]], di mana kelak dia meninggal dunia pada tahun 1976 akibat kondisi penjara yang buruk.{{sfn|Magenda|2010|p=93-94}}
 
Pranoto kemudian menjabat sebagai Residen Kalimantan Timur pada tahun 1956, sebelum menjadi gubernur pada tahun berikutnya. Dia juga anggota [[Partai Persatuan Indonesia Raya|Partai Persatuan Indonesia Raya (PIR) Hazairin]], lalu beralih menjadi anggota [[Nahdlatul Ulama|Partai Nahdhatul Ulama (NU)]] setelah PIR dibubarkan.{{sfn|Magenda|2010|p=149}} Masa jabatannya berakhir ketika dia ditahan pada tahun 19641961 atas tuduhan [[korupsi]] dan hendak kembali mendirikan daerah [[swapraja]]. Pranoto ditahan di [[Kota Balikpapan|Balikpapan]], lalu dipindahkan ke [[Jakarta]],. diDia manakemudian kelakdibebaskan diapada meninggalmasa dunia[[Orde padaBaru]] tahundan 1976kembali akibatke kondisi[[Kota penjaraSamarinda|Samarinda]], yangdi burukmana dia kelak meninggal dunia.{{sfn|Magenda|2010|p=93-94}}{{sfn|Sarip|2023|p=228}}
== Awal kehidupan ==
Pranoto lahir di [[Tenggarong, Kutai Kartanegara|Tenggarong]] pada tanggal 14 September 1906 dengan nama Aji Addin. Dia merupakan putra ketujuh dari Sultan [[Aji Muhammad Alimuddin]] dan saudara tiri dari [[Aji Muhammad Parikesit]], sultan Kutai yang terakhir.<ref name=":1" /><ref name=":0">{{Cite news|last=Khaidir|first=Muh.|date=2007-03-11|title=APT Pranoto, Gubernur Kaltim yang Terlupakan|url=https://web.archive.org/web/20070311082216/http://www.tribunkaltim.com/viewweb2.php?id=12225/|work=Tribun Kaltim|access-date=21 Februari 2024}}</ref> Pranoto menempuhmenjalani studi di [[Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren|OSVIA]] (''Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren'')'' di [[Kota Makassar|Makassar]] dan setelah lulus, bekerja sebagai juru tulis pemerintah kesultanan di Tenggarong. Kemudian, Pranoto menjadi kepala distrik di [[Kota Bangun, Kutai Kartanegara|Kota Bangun]] dan [[Sangasanga, Kutai Kartanegara|Sangasanga]] dari tahun 1927 hingga 19291930.<ref name=":5">{{Cite news|date=1930-10-20|title=Raad van Justitie: Mishandeling|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22Adji+Adin%22&coll=ddd&sortfield=date&identifier=ddd:010279592:mpeg21:a0077&resultsidentifier=ddd:010279592:mpeg21:a0077&rowid=1|work=De Indische Courant|access-date=9 April 2024}}</ref> Dia diangkat menjadi Tumenggung (perdana menteri) pada tahun 1935.{{sfn|Magenda|2010|p=149}}<ref name=":0" />
 
== Kehidupan di Masa Revolusi ==
 
Pada masa [[Revolusi Nasional Indonesia|Revolusi Nasional]], Pranoto menjabat sebagai kepala kepolisian Kesultanan Kutai. Namun, akibat simpatinya terhadap kemerdekaan [[Indonesia]], Diadia tidak pernah menindak tegas para pejuang dan dengan sengaja menutup mata terhadap aksi-aksi mereka. Bahkan, saat utusan [[Barisan Sadewa]] mendatanginya pada tahun 1946, Pranoto menegaskan sendiri bahwa kesultanan bersedia untuk mendukung mereka.<ref name=":1" />{{sfn|Magenda|2010|p=149}}
 
Meski demikian, Pranoto tidak pernah menentang [[Belanda]] secara terang-terangan. Bahkan, Pranotodia masih menjalin hubungan yang baik dengan mereka. Pada tanggal 27 Agustus 1947, dia diangkat menjadi kesatria [[Orde Oranye-Nassau]].<ref name=":3">{{Cite news|date=1947-08-30|title=Koninklijke Onderscheidingen|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22Toemenggoeng+Pranoto%22&coll=ddd&sortfield=date&identifier=ddd:010897535:mpeg21:a0030&resultsidentifier=ddd:010897535:mpeg21:a0030&rowid=1|work=Het Dagblad|access-date=21 Februari 2024}}</ref> Pranoto pun hadir dalam acara peresmian [[Ereveld Balikpapan]] pada tanggal 30 November 1948.<ref>{{Cite news|date=1948-12-01|title=Ereveld Balikpapan|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22Toemenggoeng+Pranoto%22&coll=ddd&sortfield=date&identifier=MMNIOD04:000095925:mpeg21:a0064&resultsidentifier=MMNIOD04:000095925:mpeg21:a0064&rowid=7|work=Nieuwe Courant|access-date=21 Februari 2024}}</ref> Pada tahun 1949, dia menjadi anggota delegasi dari Kalimantan Timur, bersama dengan [[Adji Pangeran Afloes|Aji Raden Afloes]], [[Aji Pangeran Sosronegoro]], dan [[Adji Raden Djokoprawiro|Aji Raden Djokoprawiro]], yang pergi ke [[Batavia]] untuk membahas mengenai [[Negara Kalimantan Timur]] dengan [[Majelis Permusyawaratan Federal|BFO]] (''Bijeenkomst voor Federaal Overleg'')<ref>{{Cite news|date=1949-06-20|title=Korte Berichten|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22A.P.T.+Pranoto%22+&coll=ddd&sortfield=date&identifier=ddd:010863518:mpeg21:a0021&resultsidentifier=ddd:010863518:mpeg21:a0021&rowid=1|work=De Locomotief|access-date=21 Februari 2024}}</ref>
 
Selain itu, Pranoto juga melanjutkan studinya di Fakultas Indologi[[Indologie]] [[Universitas Leiden]] pada bulan Oktober 1947 selama sepuluh bulan. Pranoto berangkat dari [[Kota Makassar|Makassar]] ke Belanda dan tinggal di Huize Koetei di [[Wassenaar]], sebuah rumah yang dibeli oleh pemerintah [[Belanda]] dengan bantuan kesultanan untuk dijadikan sebagai tempat tinggal keluarga kesultanan dan pelajar dari [[Kalimantan Timur]] di Belanda.<ref>{{Cite news|date=1947-10-23|title=Indonesische princen op college|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22Toemenggoeng+Pranoto%22&coll=ddd&sortfield=date&identifier=ddd:010895950:mpeg21:a0053&resultsidentifier=ddd:010895950:mpeg21:a0053&rowid=5|work=Het Dagblad|access-date=21 Februari 2024}}</ref> Setelah menyelesaikan studinya, dia kembali ke Kalimantan dan tiba di [[Kota Balikpapan|Balikpapan]] pada tanggal 10 Agustus 1948.<ref>{{Cite news|date=1948-08-10|title=Landsgrote van Koetei teruggekeerd|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22Toemenggoeng+Pranoto%22&coll=ddd&sortfield=date&identifier=ddd:010898193:mpeg21:a0037&resultsidentifier=ddd:010898193:mpeg21:a0037&rowid=6|work=Het Dagblad|access-date=21 Februari 2024}}</ref>
 
== Karir politik ==
=== Menaiki tangga birokrasi ===
Berkat simpatinya terhadap kemerdekaan Indonesia, Pranoto dapat menaiki tangga birokrasi dengan mudah. Dia diangkat sebagai Bupati yang diperbantukan kepada Gubernur [[Kalimantan (provinsi)|Kalimantan]] pada tanggal 26 Agustus 1952.<ref name=":01" /><ref name=":10" /> Dia kemudian bergabung dan menjadi pengurus Partai PIR ([[Partai Persatuan Indonesia Raya|Persatuan Indonesia Raya]]) di Kalimantan Timur, memberi dukungan terhadap [[Adji Raden Djokoprawiro|Aji Raden Djokoprawiro]] yang saat itu menjadi anggota [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia|DPR]] mewakili partai tersebut dan juga sesama bangsawan Kutai. Saat terjadi perpecahan di tubuh PIR, Pranoto bergabung dengan fraksi [[Hazairin]].{{sfn|Magenda|2010|p=74}}
[[Berkas:IndonesiaBorneoProvince.png|jmpl|Peta [[Kalimantan (provinsi)|Provinsi Kalimantan]] sebelum dimekarkan menjadi tiga provinsi pada tahun 1957.]]
 
Melalui bantuan dari [[Adji Raden Djokoprawiro|Djokoprawiro]] dan [[Hazairin]], sertadan kedudukannya sebagai pejabat senior dalam jajaran pamong praja, dia ditunjuk menjadi Residen Kalimantan Timur pada tahunbulan 1956September 1954 oleh [[Daftar Gubernur Kalimantan|Gubernur Kalimantan]], [[R.T.A. Milono]], yang juga seorang anggota PIR.<ref name=":4">{{Cite news|last=Soelaiman|first=A.|date=1954-09-10|title=Heboh Sekitar Pengangkatan Residen Kalimantan Timur Adji Pangeran Temenggung Pranoto|url=https://gpa.eastview.com/crl/sean/?a=d&d=inra19540910-01.1.3&srpos=1&e=------195-en-25-inra-1--img-txIN-%22Kaltim%22---------|work=Indonesia Raya|access-date=30 Maret 2024}}</ref>{{sfn|Magenda|2010|p=72,74}} Pengangkatan tersebut ditentang oleh banyak pihak. Semua partai politik kecuali PIR menolak pengangkatan tersebut. Anang Sulaiman, seorang pimpinan [[Partai Nasional Indonesia|PNI]] di Samarinda, menganggap Pranoto tidak cakap dalam mengurus wilayah [[Kabupaten Kutai|Kutai]] dan meragukan kapasitasnya sebagai residen. Sikap Pranoto yang dipandang proswapraja dan menganaktirikan [[Kabupaten Bulungan|Bulungan]] dan [[Kabupaten Berau|Berau]] juga menjadi faktor lain ketidakpopulerannya.<ref name=":4" /> Meski demikian, karirnya tidak surut. Dia kemudian ditunjuk sebagai pelaksana tugas (Plt) [[Gubernur Kalimantan Timur]] yang pertama pada tanggal 9 Januari 1957 dan baru secara resmi dilantik menjadi gubernur pada tahun 1959.<ref name=":1" />{{sfn|Magenda|2010|p=149}}
 
=== Karir sebagai Gubernur ===
SejakAkibat awalafiliasinya masaterhadap jabatannyakelompok pro-swapraja, Pranoto sudah mendapatditentang tentangansejak awal masa jabatannya. Menjelang kedatangannya dari [[Kota Banjarmasin|Banjarmasin]] ke [[Kota Balikpapan|Balikpapan]] pada tanggal 18 Januari 1957, tersebar desas-desus bahwa Pranoto akan diculik oleh sekelompok orang. Sekalipun tidak terjadi, selama perjalanan dari Balikpapan ke [[Kota Samarinda|Samarinda]], rombongan Pranoto mendapat beberapa sambutan yang kurangtidak positiframah, seperti sebuah poster yang bertuliskan "kami tidak setuju dengan gubernur eks-[[Pemerintahan Sipil Hindia Belanda|NICA]]".<ref>{{Cite news|date=1957-01-23|title=Plan voor ontvoering van gouverneur?|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22A.P.T.+Pranoto%22&coll=ddd&sortfield=date&identifier=ddd:010861564:mpeg21:a0079&resultsidentifier=ddd:010861564:mpeg21:a0079&rowid=3|work=Java Bode|access-date=22 Februari 2024}}</ref>
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Gezicht over de Baai van Balikpapan met olietanks en steigers van de Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) TMnr 60051464.jpg|jmpl|Kilang minyak BPM di Balikpapan, 1950-an.]]
Selain itu, Pranoto juga harus menghadapi isu penyelundupan [[kopra]]. Menurut laporan dari pemerintah daerah, selama bulan Juni hingga Juli 1958, kurang lebih 10.000 ton kopra diselundupkan dari Kalimantan Timur ke [[Tawau]]. Perdagangan gelap ini memerlukan setidaknya 500 kapal untuk menjalankan operasinya dan membuat pemerintah pusat mengalami kerugian sebesar Rp 4 juta. Pranoto, yang sejak lama menentang perdaganganpraktik ini, berupaya untuk menindak tegas dengan meminta bantuan tambahan [[kapal patroli]] dari pemerintah pusat.<ref name=":2">{{Cite news|date=1957-10-03|title=Tarakan wordt vrijhaven: Poolse en Amerikaanse hulp voor provincie Oost-Borneo|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22A.P.T.+Pranoto%22&coll=ddd&sortfield=date&page=1&identifier=ddd:010475883:mpeg21:a0017&resultsidentifier=ddd:010475883:mpeg21:a0017&rowid=7|work=Het Nieuwsblad voor Sumatra|access-date=22 Februari 2024}}</ref><ref>{{Cite journal|date=16 Agustus 1958|title=Koprasmokkel|url=https://www.delpher.nl/nl/tijdschriften/view?identifier=MMKITLV3:002502007:00025&query=%22A.P.T.+Pranoto%22&coll=dts&sortfield=date&rowid=1|journal=ANP Indonesische Documentatie Dienst|volume=13|issue=33|pages=548}}</ref> Pranoto juga dihadapkan dengan kasus korupsi oleh [[Bataafsche Petroleum Maatschappij]] (BPM) yang menyebabkan kerugian besar bagi negara, di mana dia berjanji akan melakukan penyelidikan.<ref>{{Cite news|date=1957-10-14|title=Oliekwestie van B.P.M.|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22A.P.T.+Pranoto%22&coll=ddd&sortfield=date&page=1&identifier=ddd:010864443:mpeg21:a0087&resultsidentifier=ddd:010864443:mpeg21:a0087&rowid=8|work=Java Bode|access-date=22 Februari 2024}}</ref>
 
Masa pemerintahannya juga diwarnai beberapa kemajuan. Untuk memajukan perekonomian daerah, Pranoto berhasil memperoleh izin untuk menetapkan [[Kota Tarakan|Tarakan]] sebagai pelabuhan terbuka. Selain itu, dia juga berhasil meneken perjanjian dagang dengan [[Republik Rakyat Polandia|Polandia]] untuk ekspor [[kopra]] dengan imbalan bantuan pinjaman materiil untuk pembangunan pabrik dan empat buah kapal dagang, masing-masing berkapasitas 600 ton. Pranoto juga mengadakan perjanjian konsesi ekstraksi minyak dengan [[Amerika Serikat]].<ref name=":2" /> Dia juga berjasa dalam mendirikan sebuahBalai balaiWartawan wartawandi [[Kota Samarinda|Samarinda]] dan memberi nama pada sebuah surat kabar, ''Wisma Berita''.<ref name=":0" />{{sfn|Departemen Penerangan|1956|p=461}}
Selain itu, Pranoto juga harus menghadapi isu penyelundupan [[kopra]]. Menurut laporan dari pemerintah daerah, selama bulan Juni hingga Juli 1958, kurang lebih 10.000 ton kopra diselundupkan dari Kalimantan Timur ke [[Tawau]]. Perdagangan gelap ini memerlukan setidaknya 500 kapal untuk menjalankan operasinya dan membuat pemerintah pusat mengalami kerugian sebesar Rp 4 juta. Pranoto, yang sejak lama menentang perdagangan ini, berupaya untuk menindak tegas dengan meminta bantuan tambahan [[kapal patroli]] dari pemerintah pusat.<ref name=":2">{{Cite news|date=1957-10-03|title=Tarakan wordt vrijhaven: Poolse en Amerikaanse hulp voor provincie Oost-Borneo|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22A.P.T.+Pranoto%22&coll=ddd&sortfield=date&page=1&identifier=ddd:010475883:mpeg21:a0017&resultsidentifier=ddd:010475883:mpeg21:a0017&rowid=7|work=Het Nieuwsblad voor Sumatra|access-date=22 Februari 2024}}</ref><ref>{{Cite journal|date=16 Agustus 1958|title=Koprasmokkel|url=https://www.delpher.nl/nl/tijdschriften/view?identifier=MMKITLV3:002502007:00025&query=%22A.P.T.+Pranoto%22&coll=dts&sortfield=date&rowid=1|journal=ANP Indonesische Documentatie Dienst|volume=13|issue=33|pages=548}}</ref> Pranoto juga dihadapkan dengan kasus korupsi oleh [[Bataafsche Petroleum Maatschappij]] (BPM) yang menyebabkan kerugian besar bagi negara, di mana dia berjanji akan melakukan penyelidikan.<ref>{{Cite news|date=1957-10-14|title=Oliekwestie van B.P.M.|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22A.P.T.+Pranoto%22&coll=ddd&sortfield=date&page=1&identifier=ddd:010864443:mpeg21:a0087&resultsidentifier=ddd:010864443:mpeg21:a0087&rowid=8|work=Java Bode|access-date=22 Februari 2024}}</ref>
 
Masa pemerintahannya juga diwarnai beberapa kemajuan. Untuk memajukan perekonomian daerah, Pranoto berhasil memperoleh izin untuk menetapkan [[Kota Tarakan|Tarakan]] sebagai pelabuhan terbuka. Selain itu, dia juga berhasil meneken perjanjian dagang dengan [[Republik Rakyat Polandia|Polandia]] untuk ekspor [[kopra]] dengan imbalan bantuan pinjaman materiil untuk pembangunan pabrik dan empat buah kapal dagang, masing-masing berkapasitas 600 ton. Pranoto juga mengadakan perjanjian konsesi ekstraksi minyak dengan [[Amerika Serikat]].<ref name=":2" /> Dia juga berjasa dalam mendirikan sebuah balai wartawan dan memberi nama pada sebuah surat kabar, ''Wisma Berita''.<ref name=":0" />
 
=== Persaingan kekuasaan ===
Kedudukan Pranoto sebagai Gubernur sangat menguntungkan golongan bangsawan Kutai. Dia mengangkat [[Aji Raden Padmo]], sesama bangsawan dan anggota PIR, sebagai Bupati [[Kabupaten Kutai]] yang pertama pada tanggal 20 Januari 1960. Pada hari yang sama, Pranoto juga mengangkat beberapa kepala daerah yang hampir semua berasal dari kalangan bangsawan, seperti [[Aji Raden Sayid Mohammad]] sebagai [[Daftar Wali Kota Balikpapan|Wali Kota Balikpapan]], [[Aji Raden Muhammad Ayub|Aji Raden Muhammad Ajub]] sebagai [[Daftar Bupati Berau|Bupati Berau]], dan [[Andi Tjatjo]] gelar Datuk Wihardja sebagai [[Daftar Bupati Bulungan|Bupati Bulungan]]. Hanya Kapten [[Soedjono AJ|Soedjono A.J.]] selaku [[Daftar Wali Kota Samarinda|Wali Kota Samarinda]] yang bukan berasal dari golongan bangsawan.{{sfn|Magenda|2010|p=77}} Setelah pembubaran PIR-Hazairin pada masa [[Demokrasi Terpimpin (1959–1965)|Demokrasi Terpimpin]], Pranoto bergabung dengan Partai NU ([[Nahdlatul Ulama|Nahdhatul Ulama]]).{{sfn|Magenda|2010|p=149}} Selain itu, sebagaiselaku Gubernur, Pranoto juga menjabat sebagai pengurus daerah [[Front Nasional (Orde Lama)|Front Nasional]] di Kalimantan Timur pada tahun 1961.{{sfn|DeppenDepartemen Penerangan|1961|p=412}}
 
Menguatnya kedudukan bangsawan tidak disukai oleh golongan pejuang yang antifeodal dan terpusat di [[Kota Balikpapan|Balikpapan]] dan [[Kota Samarinda|Samarinda]]. Mereka terlibat dalam persaingan politik dengan para bangsawan. Sebagian besar dari merekapara pejuang di Samarinda tergabung dalam PNI, sedang di Balikpapan didominasi oleh ([[Partai NasionalMusyawarah IndonesiaRakyat Banyak|Murba]]I). Untuk menandingi Pranoto, PNI menunjuk [[Inche Abdoel Moeis|Inche Abdul Muis]], yang juga seorang anggota partai, sebagai [[Daftar Gubernur Kalimantan Timur|Kepala Daerah Kalimantan Timur]]. Penunjukkan ini dipermudah dengan dominasi PNI di [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Timur|DPRDparlemen Kalimantan Timurprovinsi]]. PNI menggunakan UU Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, yang mewajibkan Gubernur bekerja sama dengan seorang Kepala Daerah dalam menjalankan pemerintahan, sebagai dasar hukum untuk penunjukkan ini.<ref name=":1" />{{sfn|Magenda|2010|p=81}}
 
== Pemenjaraan dan kematian ==
[[Berkas:Soehario Padmodiwirio (Hario Kecik) 1964.jpg|jmpl|Brigjen [[Soehario Padmodiwirio]], Pangdam IX/Mulawarman yang menentang Pranoto.]]
Selain golongan pejuang, Pranoto juga tidak disukai oleh pihak militer, terutama [[Komando Daerah Militer VI/Mulawarman|Pangdam IX/Mulawarman]], Brigjen [[Soehario Padmodiwirio|Suhario Padmodiwirio]] yang antifeodal dan dekat dengan golongan kiri. Menguatnya kekuatan politik PNI di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] dan keinginan Suhario agar Pranoto digantikan, berhasil membujuk [[Soekarno|Sukarno]] untuk menunjuk [[Abdoel Moeis Hassan|Abdul Muis Hassan]] sebagai pengganti Pranoto pada tahun 1961.{{sfn|Magenda|2010|p=81}}
Selain golongan pejuang, Pranoto juga tidak disukai oleh pihak militer, terutama [[Komando Daerah Militer VI/Mulawarman|Pangdam IX/Mulawarman]], Brigjen [[Soehario Padmodiwirio]] yang antifeodal dan dekat dengan golongan kiri. Jenderal [[Abdul Haris Nasution]] juga memandang negatif Pranoto, menganggapnya "menyeleweng" sejak dia hendak mengangkat Pangdam sebelumnya, Kolonel [[Hartojo]], menjadi seorang pangeran. Izin yang diberikan oleh Pranoto kepada [[Daftar Bupati Bulungan|Bupati Bulungan]] saat itu, [[Andi Tjatjo]], untuk bebas bepergian ke [[Tawau]] juga menambah rasa curiga Soehario padanya.{{sfn|Kecik|2009|p=178}} Soehario juga menganggap Pranoto bertanggung jawab atas nasib malang para transmigran dari Jawa Tengah di [[Petung, Penajam, Penajam Paser Utara|Petung]], yang alih-alih mengerjakan lahan pertanian, terpaksa mengerjakan proyek pemasangan pipa minyak [[Bataafsche Petroleum Maatschappij|BPM]] dari [[Tanjung, Tabalong|Tanjung]] ke [[Kota Balikpapan|Balikpapan]] dan diterlantarkan begitu saja sehingga sebagian besar terpaksa mengemis di Balikpapan.{{sfn|Kecik|2009|p=188-189}}
 
Akibat tuntutan [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Timur|DPRD Kalimantan Timur]], pada tahun 1961, Pranoto ditahan oleh pihak kepolisian atas tuduhan tindak pidana korupsi penggelapan uang negara sebesar Rp 13 juta. Kasusnya ditangani oleh [[Kejaksaan Agung Republik Indonesia|Kejaksaan Agung]] dan Pranoto menjalani persidangan di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]].{{sfn|Kecik|2009|p=177}} Untuk menggantikan Pranoto, Soehario mengusulkan [[Abdoel Moeis Hassan]], salah seorang calon yang diusung PNI, kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) [[Ipik Gandamana]].{{sfn|Kecik|2009|p=181}} Dia kemudian ditahan di markas [[Komando Daerah Militer VI/Mulawarman|Kodam Mulawarman]] di Balikpapan, sebelum dipindahkan ke RTM (Rumah Tahanan Militer) di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]. Pranoto kemudian dibebaskan dari tahanan pada awal masa [[Orde Baru]] dan kembali ke [[Kota Samarinda|Samarinda]]. Di sana, dia tinggal di Perumahan Voorfo bersama keluarganya. Pranoto meninggal di kediamannya pada tanggal 19 Juni 1976.{{sfn|Sarip|2023|p=228}}<ref name=":0" />
Pada bulan Agustus 1964, Soehario mengirimkan pasukannya ke Tenggarong untuk menangkap beberapa tokoh, seperti mantan sultan Kutai, [[Aji Muhammad Parikesit]], Bupati Kutai [[Aji Raden Padmo]], Mansjursjah yang saat itu menjabat sebagai ketua [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara|DPRD Kutai]] dan anggota PNI, dan Pranoto sendiri. Mereka ditangkap atas tuduhan ingin kembali mendirikan daerah swapraja. Khusus untuk Pranoto, terdapat tuduhan lain yang dialamatkan padanya, yakni melakukan tindak korupsi terhadap [[Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah|APBD]] sebesar Rp 13 juta. Meskipun tuduhan kedua terbukti benar, namun yang sebenarnya dilakukan Pranoto adalah membagi-bagikan uang tersebut kepada kawan-kawan dan sekutunya yang benar-benar memerlukan uang. Hal ini sudah menjadi kebiasaannya sejak masih menjadi pejabat kesultanan, sehingga dapat disimpulkan bahwa Pranoto tidak pernah memperkaya diri melalui uang tersebut.{{sfn|Magenda|2010|p=93-94}}
 
Meskipun tuduhan tersebut terbukti benar, namun menurut [[Harun Nafsi]], yang sebenarnya dilakukan Pranoto adalah membagi-bagikan uang tersebut kepada kawan-kawan dan sekutunya yang benar-benar memerlukan uang. Hal ini sudah menjadi kebiasaannya sejak masih menjadi pejabat kesultanan, sehingga disimpulkan bahwa Pranoto tidak pernah memperkaya diri melalui uang tersebut.{{sfn|Magenda|2010|p=93-94}}
Akibatnya, Pranoto ditahan di markas [[Komando Daerah Militer VI/Mulawarman|Kodam Mulawarman]] di [[Kota Balikpapan|Balikpapan]], sebelum dipindahkan ke RTM (Rumah Tahanan Militer) di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]. Pranoto akhirnya meninggal pada tanggal 19 Juni 1976 sebagai tahanan akibat kondisi penjara yang buruk.{{sfn|Magenda|2010|p=93-94}} Adapun sumber lain menyebutkan bahwa Pranoto meninggal di kediaman anaknya di Samarinda.<ref name=":0" />
 
== Kehidupan pribadi ==
Pranoto menikah dengan seorang wanita bernama Aji Maisarah gelar Aji Raden Puspo Kusumo. Pasangan tersebut dikaruniai 17 anak. Di kalangan masyarakat, Pranoto dikenal sebagai pribadi yang ramah dan kooperatif. Menurut putrinya, Aji Juwita Kirana, dia selalu mengulurkan tangannya untuk memberi bimbingan kepada siapa pun, termasuk keluarganya. Selain itu, Pranoto juga selalu berusaha untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri.<ref name=":01" /> Setelah kematiannya, istri Pranoto hidup menderita dan harus menyewa sebuah rumah di Samarinda.<ref name=":10" />{{sfn|Magenda|2010|p=94}}
 
== Kontroversi ==
 
=== Kasus penganiayaan ===
Saat masih menjabat sebagai kepala distrik [[Kota Bangun, Kutai Kartanegara|Kota Bangun]], Pranoto terlibat dalam penganiayaan seorang mandor bernama Salman bin Hadji Demang di [[Tenggarong, Kutai Kartanegara|Tenggarong]]. Kejadian tersebut berlangsung pada malam tanggal 14 Februari 1928 di kediaman seorang Raden Soedjono sekitar pukul delapan hingga sembilan malam.<ref name=":5" /> Saat kejadian, Salman hendak mencari anak buahnya untuk mengangkut muatan perahu seperti yang diperintahkan atasannya. Sebab itu, dia hendak menemui salah seorang kenalannya, Soemo, di kediaman Raden Soedjono. Setibanya di sana, dia ditahan oleh empat orang, termasuk Pranoto yang saat itu membawa sebilah [[mandau]]. Mereka menahannya dengan dalih perselisihan di masa lalu antara Salman dengan keluarga sultan.<ref name=":6">{{Cite news|date=1930-11-04|title=Laffe mishandeling|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22Adji+Adin%22&coll=ddd&sortfield=date&identifier=MMKB15:000102053:mpeg21:a00021&resultsidentifier=MMKB15:000102053:mpeg21:a00021&rowid=5|work=Deli Courant|access-date=9 April 2024}}</ref>
 
Tak lama kemudian, terjadi bentrok antara kedua belah pihak. Salman ditahan oleh salah seorang tersangka, lalu dipukul oleh [[Aji Pangeran Soemantri]] (bernama asli Aji Mohammad Ilyasin), dengan sebalok kayu hingga kakinya patah. Setelah jatuh ke tanah, dia ditendang lagi oleh tersangka yang lain, Aji Bambang Mohammad Saleh. Kemudian, datang beberapa orang ke lokasi, termasuk [[Aji Muhammad Parikesit|sultan]] sendiri dan seorang bernama Bambang Djanidin. Djanidin mengejek Salman dengan mengatakan bahwa dia akan mati pada malam itu, dan seandainya mereka bertemu pada hari kemarin, dia seharusnya mati saat itu juga. Salman lalu tak sadarkan diri, sebelum akhirnya dibawa ke rumah sakit dan berhasil siuman.<ref name=":5" /><ref name=":6" />
 
Setelah dua tahun berlalu, kasus ini akhirnya dibawa ke meja hijau. Saat persidangan, Soemantri berdalih bahwa dia hanya menahan Salman, bukan memukulnya. Soemantri juga mengatakan bahwa dia mendengar dari Pranoto bahwa ada seorang tahanan yang kabur dan bersembunyi di kolong rumah Raden Soedjono. Karena itu, dia langsung bergegas untuk mencari Salman dan keduanya terlibat cekcok. Pranoto lalu pergi mencari bantuan dan setelah kembali, menemui keduanya sudah jatuh ke tanah. Dia membangunkan Soemantri dan karena tidak mengenali Salman di kegelapan, menendangnya berkali-kali.<ref name=":6" />
 
Namun, ketika ditanya oleh jaksa penuntut mengenai apa yang ia pikir dilakukan oleh Salman di bawah rumah Soedjono, dia tidak bisa menjawab. Dia juga tak bisa menjelaskan mengapa Salman dianiaya jika tidak ada dasar yang jelas. Jaksa juga menunjukkan bahwa kaki Salman patah bukan karena ditendang, tetapi karena pukulan balok kayu. Awalnya, Pranoto dituntut dua bulan penjara oleh jaksa. Akan tetapi, oleh pengadilan di [[Kota Surabaya|Surabaya]] dia hanya divonis bayar denda sebesar ƒ200 (dua ratus [[Gulden Hindia Belanda|gulden]]).<ref name=":6" /><ref>{{Cite news|date=1930-10-29|title=Perkara penganiajahan di bilangan Koetei|url=https://opac.perpusnas.go.id/uploaded_files/dokumen_isi3/Terbitan%20Berkala/SWARA_PUBLIEK_No_240_Tahun_69_1930_10_29_001.pdf|work=Swara Publiek|access-date=9 April 2024}}</ref><ref>{{Cite news|date=1930-11-07|title=Mishandelingzaak|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22Adji+Adin%22&coll=ddd&sortfield=date&identifier=ddd:010361937:mpeg21:a0144&resultsidentifier=ddd:010361937:mpeg21:a0144&rowid=6|work=De Sumatra Post|access-date=9 April 2024}}</ref>
 
=== Kasus penggelapan uang ===
Pada tahun 1932, Pranoto dibuang oleh pemerintah kolonial bersama dengan dua orang lainnya, [[Adji Pangeran Afloes|Aji Raden Afloes]] dan Aji Bambang Hassan, karena terbukti melakukan penggelapan uang. Pranoto dan Hassan dibuang ke [[Muara Teweh]], sedangkan Afloes dibuang ke [[Kuala Kurun (kota)|Kuala Kurun]]. Mereka tiba di [[Kota Banjarmasin|Banjarmasin]] pada tanggal 21 Juni 1932 setelah diangkut dengan kapal SS Van Diemen.<ref>{{Cite news|date=1932-06-21|title=Verbannen Sultanszonen|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22Joedo+pernato%22&coll=ddd&sortfield=date&identifier=ddd:011109414:mpeg21:a0090&resultsidentifier=ddd:011109414:mpeg21:a0090&rowid=1|work=Soerabaijasch Handelsblad|access-date=9 April 2024}}</ref><ref>{{Cite news|date=1932-06-22|title=Poetra Sultan Bikin Penggelapan Oeang|url=https://gpa.eastview.com/crl/sean/?a=d&d=djwa19320622-01.1.3&srpos=1&e=-------en-25--1--img-txIN-%22Joedo+pernato%22---------|work=Djawa Tengah|access-date=9 April 2024}}</ref>
 
== Warisan ==
Nama Pranoto diabadikan sebagai nama bandar udara internasional di [[Kota Samarinda|Samarinda]], [[Bandar Udara Internasional APT Pranoto]] yang dibuka pada tanggal 24 Mei 2018. Selain itu, namanya juga diabadikan sebagai nama sebuah jalan utama di Kecamatan [[Samarinda Seberang, Samarinda|Samarinda Seberang]].
 
== Penghargaan ==
*[[File: Order of Orange-Nassau ribbon.svg|70px]] Kesatria [[Orde Oranye-Nassau]] dengan Pedang (1947)<ref name=":3" />
 
== Referensi ==
Baris 71 ⟶ 93:
 
== Daftar Pustaka ==
*{{Cite book|last=DeppenAdham|first=D.|date=19611981|url=https://booksrepositori.googlekemdikbud.cogo.id/books?id=_4lbX0TdF10C&pg=PA413&dq=%22Fachrul+Baraqbah%22&hl=en&newbks=8369/1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjpxOnz-b6EAxUGxTgGHZNoBUkQ6AF6BAgGEAI#v=onepage&q=/SALASILAH%22Pranoto%22&f=false20KUTAI.pdf|title=AlmanakSalasilah Lembaga-Lembaga Negara dan KepartaianKutai|location=Jakarta|publisher=Departemen PeneranganPendidikan Republikdan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah|ref=harv|url-status=live}}
*{{Cite book|last=Departemen Penerangan|date=1956|url=https://books.google.co.id/books?id=_1YdAQAAIAAJ&pg=PA461&dq=%22A.A.+Adiwidjaja%22&hl=en&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwj8ou_T6O2GAxXyxjgGHfy6B94Q6AF6BAgKEAI#v=onepage&q=%22A.A.%20Adiwidjaja%22&f=false|title=Mimbar Penerangan|location=Jakarta|publisher=Departemen Penerangan Republik Indonesia|volume=7|ref=harv|url-status=live}}
*{{Cite book|last=Departemen Penerangan|date=1961|url=https://books.google.co.id/books?id=_4lbX0TdF10C&pg=PA413&dq=%22Fachrul+Baraqbah%22&hl=en&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjpxOnz-b6EAxUGxTgGHZNoBUkQ6AF6BAgGEAI#v=onepage&q=%22Pranoto%22&f=false|title=Almanak Lembaga-Lembaga Negara dan Kepartaian|location=Jakarta|publisher=Departemen Penerangan Republik Indonesia|ref=harv|url-status=live}}
*{{Cite book|last=Kecik|first=Hario|date=2009|url=https://books.google.co.id/books?id=hIz8DQAAQBAJ&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|title=Pemikiran Militer 2: Sepanjang Masa Bangsa Indonesia|location=Jakarta|publisher=Yayasan Obor Indonesia|isbn=978-979-461-719-9|ref=harv|url-status=live}}
*{{Cite book|last=Magenda|first=Burhan Djabier|date=2010|url=https://books.google.co.id/books?id=f9T74ges6DIC&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q=%22Pranoto%22&f=false|title=East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy|location=Singapura|publisher=Equinox Publishing|isbn=978-602-8397-21-6|ref=harv|url-status=live}}
*{{Cite book|last=Sarip|first=Muhammad|date=2023|title=Histori Kutai: Peradaban Nusantara di Timur Kalimantan dari Zaman Mulawarman hingga Era Republik|location=Samarinda|publisher=RV Pustaka Horizon|ref=harv|url-status=live}}
 
{{S-start}}
Baris 82 ⟶ 108:
{{Gubernur Kalimantan Timur}}
{{lifetime|1906|1976|Pranoto}}
[[Kategori:Tokoh Kutai]]
 
[[Kategori:Gubernur Kalimantan Timur]]
[[Kategori:Bangsawan Kutai]]
[[Kategori:Tokoh Kalimantan Timur]]
[[Kategori:Tokoh dari Kutai Kartanegara]]
[[Kategori:TokohPolitikus KutaiIndonesia]]
[[Kategori:Gubernur Kalimantan Timur]]
[[Kategori:Kelahiran 1906]]
[[Kategori:Kematian 1976]]