Kerajaan Mempawah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Herroy Happyo (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Zul Hamid (bicara | kontrib)
k Perbaikan kesalahan pengetikan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(33 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Former Country
| native_name = کراجاءن ممڤاوه
| conventional_long_name = Kerajaan Mempawah
| common_name = Kerajaan Mempawah
| continent = Asia
|region region = Asia Tenggara
| country = [[Indonesia]]
| image_flag = File:Bendera Kerajaan Mempawah.png
| image_coat = Logo mempawah.png
| symbol_type =
| p1 =
| p2 =
| s1 =
| s2 =
| flag_p1 =
| flag_p2 =
| flag_s1 =
| year_start = 1740
| year_end = 19501956
| date_start =
| date_end =
|event1 event1 = [[Peristiwa Mandor]]
| date_event1 = 1944
| event_start = Berkembangnya Islam
| event_end = Pembubaran Daerah Istimewa Kalimantan Barat
| image_map = Kraton.jpg
| image_map_caption = Istana Amantubillah di [[Mempawah]]
| capital = [[Mempawah]]
| common_languages = [[Bahasa Melayu|Melayu]] (resmidominan), [[Rumpun bahasa Dayak Darat|Dayak]]
| religion = Dari [[Hindu]] berpindah ke [[Islam]]
| government_type = [[Monarki]]
| title_leader = Panembahan
| leader1 = Pangeran Mas Surya Negara
| year_leader1 = 1740–1761
| leader2 = Gusti Muhammad Thaufiq Accamuddin
| year_leader2 = 1902–19441902–1943
| leader3 = Pangeran Ratu Mulawangsa MardanPanembahan AdijayaMuda KesumaGusti IbrahimMustaan
| year_leader3 = 20021946-Sekarang1956
|currency leader4 = Pangeran Ratu Mulawangsa Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim
|footnotes year_leader4 = 2002-Sekarang
| currency =
| footnotes =
}}
{{Sejarah Indonesia}}
 
'''Kerajaan Panembahan Mempawah''' adalah sebuah kerajaan Islam yang saat ini menjadi wilayah [[Kabupaten Mempawah]], [[Kalimantan Barat]], [[Indonesia]].<ref name="melayu Online"/> Nama Mempawah diambil dari istilah "Mempauh", yaitu nama pohon yang tumbuh di hulu sungai yang kemudian juga dikenal dengan nama [[Sungai Mempawah]].<ref name="Lontaan"/> Pada perkembangannya, Mempawah menjadi lekat sebagai nama salah satu kerajaan/kesultanan yang berkembang di [[Kalimantan Barat]].<ref name="melayu Online"/> Riwayat pemerintahan adatyang pernah ada atau mencakup wilayah Mempawah sendiri terbagi atas dua periode, yakni pemerintahan kerajaanlokal (pada wilayah terbatas) [[Suku Dayak]] yangkemudian berdasarkanpada ajaranmasa [[HinduIslam]] dan(kesultanan) masayang pengaruhwilayahnya [[Islam]]mencakup seluruh kabupaten Mempawah sekarang yang mana dua politi ini berdiri secara asing dan sendiri-sendiri (kesultanantidak berkelanjutan).<ref name="melayu Online"/>
 
== Mempawah pada Masa Kerajaan Dayak-Hindu ==
Cikal-bakal Kerajaanpemerintahan di wilayah Mempawah di [[Kalimantan Barat]] terkaitterdiri eratatas denganbeberapa riwayat beberapa kerajaan pendahulunyapoliti, di antaranya adalah [[Kerajaan Bangkule|Kerajaan Sultankng]] dan [[KerajaanBangkule SidiniangRajangk]].<ref name="Erwin Rizal"/> [[Kerajaan Bangkule Sultankng]] merupakan kerajaan orang-orang [[Suku Dayak]] yang didirikan oleh [[Ne`Rumaga]] di sebuah tempat yang bernama [[Bahana]].<ref name="Erwin Rizal"/>
 
kerajaanPemerintahan [[Suku Dayak]] yang dipimpin [[Patih Gumantar]] adalah sebuah pemerintahan yang berdiri sendiri dan sudah eksis sejak sekitar tahun [[1380]] Masehi.<ref name="Umberan"/> Dikarenakan pusat kerajaan ini berada di Pegunungan [[Sidiniang]], di daerah [[Sangking]], [[Mempawah Hulu]], maka kerajaan ini lebih dikenal dengan nama [[Kerajaan Sidiniang]].<ref name="Umberan">Musni Umberan et.al., 1996-1997. Kerajaan-kerajaan di Kalimantan Barat. Pontianak: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak.</ref>
 
Dikisahkan, [[Patih Gumantar]] pemah menjalin hubungan dengan [[Gajah Mada]] dari Kerajaan [[Majapahit]] dalam rangka mempersatukan negeri-negeri di nusantara di bawah naungan [[Majapahit]].<ref name="Lontaan"/> Bahkan, [[Patih Gumantar]] dan [[Gajah Mada]] konon pemah bersama-sama ke Muang Thai (Thailand) untuk membendung serangan [[Khubilai Khan]] dari [[Kekaisaran Mongol]].<ref name="Lontaan"/> Bukti hubungan antara [[Kerajaan Sidiniang]] dengan Kerajaan [[Majapahit]] adalah adanya keris yang dihadiahkan kepada [[Patih Gumantar]].<ref name="Lontaan"/> Keris ini masih disimpan di Hulu Mempawah dan oleh warga setempat keris pusaka ini disebut sebagai "Keris Susuhunan".<ref name="Lontaan"/>
 
Eksistensi [[Kerajaan Sidiniang]] tidak lepas dari ancaman.<ref name="Lontaan"/> Salah satunya adalah serangan dari [[Kerajaan Suku Biaju]].<ref name="Lontaan"/> Dalam pertempuran yang terjadi pada sekitar tahun [[1400]] M itu, terjadilah perang penggal kepala atau perang kayau-mengayau yang mengakibatkan gugurnya [[Patih Gumantar]].<ref name="Lontaan"/> Dengan gugurnya [[Patih Gumantar]], riwayat [[Kerajaan Sidiniang]] pun berakhir.<ref name="melayu Online"/> Namun, ada pendapat yang mengatakan bahwa kedudukan [[Patih Gumantar]] diteruskan oleh puteranya yang bernama [[Patih Nyabakng]].<ref name="melayu Online"/> Namun, masa pemerintahan [[Patih Nyabakng]] tidak bertahan lama karena [[Kerajaan Sidiniang]] terlibat perselisihan dengan [[Kerajaan Lara]] yang berpusat di [[Sungai Raya Negeri Sambas]].<ref name="melayu Online"/> Selepas kepemimpinan [[Patih Nyabakng]], riwayat [[Kerajaan Sidiniang]] belum terlacak lagi.<ref name="Umberan"/>
 
Dua ratus tahun kemudian, atau sekitar tahun [[1610]] M, berdirilah pemerintahan baru yang dibangun di bekas puing-puing [[Kerajaan Sidiniang]].<ref name="Umberan"/> Belum diketahui hubungan antara pendiri kerajaan baru ini dengan [[Patih Gumantar]].<ref name="Umberan"/> Dan sejumlah referensi yang ditemukan, hanya disebutkan bahwa pemimpin kerajaan baru ini bernama Raja Kodong atau [[Raja Kudung]].<ref name="Umberan"/> [[Raja Kudung]] kemudian memindahkanmendirikan pusat pemerintahannya dari Sidiniang kedi Pekana.<ref name="Umberan"/>
 
Pada sekitar tahun 1680 M, [[Raja Kudung]] mangkat dan dimakamkan di Pekana.<ref name="Umberan"/> Penerus tahtapemerintahan [[Raja Kudung]] adalah [[Panembahan Senggaok]], juga dikenal dengan nama Senggauk atau Sengkuwuk, yang memerintah sejak tahun [[1680]] M.<ref name="Lontaan"/> Penyebutan nama Panembahan “Senggaok” digunakan seiring dengan dipindahkannya pusat pemerintahan dari Pekana ke Senggaok, yakni sebuah daerah di hulu [[Sungai Mempawah]] wilayah politi pemerintahan Panembahan Senggaok dan Bangkule Rajangkng sendiri hanyalah dibagian hulu Mempawah yang pada masa ini hanyalah mencakup [[Toho, Mempawah|wilayah Toho]] dan wilayah [[Mempawah Hulu, Landak|Mempawah Hulu]] sedangkan wilayah hilir dan lepas pantai selalu berada dalam kekuasaan Kerajaan Matan.<ref name="Lontaan" /> [[Panembahan Senggaok]] menyunting puteri Raja Qahar dari [[Kerajaan Baturizal Indragiri]] di [[Sumatra]], bernama Puteri Cermin, dan dikaruniai seorang anak perempuan bernama [[Utin Indrawati]] namun nama Utin Indrawati sendiri adalah nama yang didapat ketika beliau menikah ke istana Matan dan masuk Islam, nama sebelum menikahnya tidak diketahui.<ref name="Lontaan" /> Puteri Utin Indrawati kemudian dinikahkan dengan [[[[Sultan Muhammad Zainuddin]]]] dari [[Kerajaan Tanjungpura|Kerajaan Matan Tanjungpura]].<ref name="Erwin Rizal"/> Dari perkawinan tersebut, mereka dikaruniai seorang anak bernama [[Puteri Kesumba]] yang tumbuh di Kerajaan Matan.<ref name="Umberan"/> [[Puteri Kesumba]] inilah yang kemudian menikah dengan [[Opu Daeng Menambun]], pelopor pengaruh [[Islam]] di Mempawah.<ref name="melayu Online"/>
 
== Mempawah pada Masa Kesultanan Islam ==
[[Opu Daeng Menambun]] berasal dari [[Kesultanan Luwu]] [[Bugis]] di [[Sulawesi Selatan]].<ref name="Raja Ali Haji"/> Ayah [[Opu Daeng Menambun]], bernama [[Opu Tendriburang Dilaga]], yang melakukan perjalanan dari Sulawesi ke negeri-negeri di tanah Melayu.<ref name="Raja Ali Haji"/> [[Opu Tendriburang Dilaga]] adalah putera dari [[Opu La Maddusilat]], Raja Bugis pertama yang memeluk [[Islam]].<ref name="Raja Ali Haji">Raja Ali Haji, 2002. Tuhfat AI-Nafis: Sejarah Riau-Lingga dan daerah takluknya 1699-1864. Tanjungpinang: Yayasan Khazanah Melayu.</ref> [[Opu Tendriburang Dilaga]] mempunyai lima orang putera yang diajak berkelana ke tanah Melayu.<ref name="Gusti Mhd Mulia"/> Kelima anak [[Opu Tendriburang Dilaga]] itu adalah [[Opu Daeng Menambun]], Opu Daeng Perani, Opu [[Daeng CelakChelak]], Opu [[Daeng Marewah]], dan Opu Daeng Kemasi.<ref name="Gusti Mhd Mulia"/> Kedatangan mereka ke tanah Melayu menjadi salah satu babak migrasi orang- orang Bugis yang terjadi pada abad ke-17 (Andi Ima Kesuma, 2004296).<ref name="Erwin Rizal"/> [[Opu Tendriburang Dilaga]] dan kelima anak lelakinya memainkan peranan penting di Semenanjung Melayu dan Kalimantan, terutama dalam hal penyebaran agama [[Islam]].<ref name="Erwin Rizal">Erwin Rizal, tt. “Kesultanan Mempawah dan Kubu," dalam Istana-istana di Kalimantan Barat. Pontianak: Inventarisasi Istana di Kalimantan Barat.</ref>
 
Kedatangan [[Opu Daeng Menambun]] ke Kalimantan sebenamya atas permintaan Sultan Matan (Tanjungpura), yakni [[Sultan Muhammad Zainuddin]] ([[1665]]-[[1724]] M), untuk merebut kembali tahta [[Kesultanan Matan]] yang diambil-paksa oleh Pangeran Agung, saudara [[Sultan Muhammad Zainuddin]].<ref name="Umberan"/> [[Opu Daeng Menambun]] bersaudara, yang saat itu sedang berada di [[Kesultanan Johor]] untuk membantu memadamkan pergolakan di sana, segera berangkat ke Tanjungpura.<ref name="Gusti Mhd Mulia"/> Atas bantuan [[Opu Daeng Menambun]] bersaudara, tahta [[Sultan Muhammad Zainuddin]] dapat diselamatkan.<ref name="Gusti Mhd Mulia">Gusti Mhd Mulia (ed.), 2007. Sekilas menapak langkah Kerajaan Tanjungpura. Pontianak: Tanpa Penerbit.</ref> [[Opu Daeng Menambun]] kemudian dinikahkan dengan Ratu Kesumba, puteri [[Sultan Muhammad Zainuddin]].<ref name="Umberan"/> Tidak lama kemudian, [[Opu Daeng Menambun]] bersaudara kembali ke [[Kesultanan Johor]].<ref name="Umberan"/>
Baris 93:
Setelah [[Gusti Amin]] wafat pada tahun [[1839]], [[Belanda]] menobatkan Gusti Mukmin menjadi Sultan Mempawah dengan gelar [[Panembahan Mukmin Nata Jaya Kusuma]].<ref name="Lontaan"/> Selanjutnya, pada tahun [[1858]], [[Belanda]] menabalkan [[Gusti Makhmud]] sebagai Sultan Mempawah dengan gelar [[Panembahan Muda Makhmud Alauddin]].<ref name="Lontaan"/> Pada tahun [[1858]] itu telah diangkat pula Gusti Usman sebagai Sultan Mempawah.<ref name="Lontaan"/> Dari tulisan itu, dimungkinkan [[Gusti Makhmud]] wafat tidak lama setelah dinobatkan. Gusti Usman, anak Gusti Mukmin, diangkat menjadi Sultan Mempawah untuk sementara.<ref name="Erwin Rizal"/> Kemungkinan tersebut mendekati kebenaran karena ketika Gusti Usman meninggal dunia pada tahun [[1872]], yang diangkat sebagai Sultan Mempawah adalah [[Gusti Ibrahim]] gelar Panembahan Ibrahim Muhammad Syafiuddin yang tidak lain adalah putera [[Gusti Makhmud]].<ref name="Erwin Rizal"/>
 
Ketika [[Gusti Ibrahim]] mangkat pada tahun [[1892]], sang putera mahkota, [[Gusti Muhammad Thaufiq Accamuddin]], dinilai belum cukup umur untuk diangkat sebagai penggantinya.<ref name="Johan Wahyudi"/> Oleh karena itu, yang dinobatkan selaku pemangku adat Kesultanan Mempawah untuk sementara adalah Gusti Intan, kakak perempuan [[Gusti Muhammad Thaufiq Accamuddin]].<ref name="Johan Wahyudi">Johan Wahyudi, “Berdirinya Kerajaan Amantubillah Mempawah", dalam Borneo Tribune, Desember 2007.</ref> [[Gusti Muhammad Thaufiq Accamuddin]] sendiri baru naik tahta pada tahun [[1902]].<ref name="Lontaan"/> Sultan ini membangun [[Amantubillah|Istana Amantubillah]] Wa Rusuli Allah di Pulau Pedalaman pada tahun [[1922]].<ref name="Lontaan"/> Pemerintahan [[Sultan Muhammad Thaufiq Accamuddin]] masih berlangsung hingga kedatangan [[Jepang]] di Indonesia pada tahun [[1942]].<ref name="Lontaan">J.U. Lontaan, 1975. Sejarah-hukum adat dan adat istiadat Kalimantan-Barat. Kalbar: Pemda Tingkat I Kalimantan Barat.</ref>
 
Kedatangan [[Jepang]] menimbulkan tragedi bagi kerajaan-kerajaan di [[Kalimantan Barat]], termasuk Kesultanan Mempawah.<ref name="Lontaan"/> Pada tahun [[1944]], [[Sultan Muhammad Thaufiq Accamuddin]] ditawan tentara [[Jepang]] hingga akhir hayatnya. Hingga kini, jasad ataupun makam [[Sultan Muhammad Thaufiq Accamuddin]] belum ditemukan.<ref name="Lontaan"/> Karena putera mahkota, [[Gusti Jimmi Muhammad Ibrahim]], belum dewasa, maka [[Jepang]] mengangkat Gusti Mustaan selaku Wakil Panembahan Kesultanan Mempawah yang menjabat hingga tahun [[1955]].<ref name="Umberan"/> Namun, waktu itu [[Gusti Jimmi Muhammad Ibrahim]] tidak bersedia dinobatkan menjadi Sultan Mempawah karena masih ingin menyelesaikan pendidikannya di [[Yogyakarta]].<ref name="Umberan"/> Oleh karena itu, yang dianggap sebagai Sultan Mempawah terakhir adalah [[Sultan Muhammad Thaufiq Accamuddin]].<ref name="Umberan"/>
Baris 116:
# Syarif Hussein (1808–1820)
# Gusti Jati bergelar Sri Paduka Muhammad Zainal Abidin (1820–1831)
# Gusti AminAmir bergelar Panembahan Adinata Krama Umar Kamaruddin (1831–1839)
# Gusti Mukmin bergelar Panembahan Mukmin Nata Jaya Kusuma (1839–1858),
# Gusti Makhmud bergelar Panembahan Muda Makhmud Alauddin (1858)
# Gusti Usman bergelar Panembahan Usman (1858–1872)
# Gusti Ibrahim bergelar Panembahan Ibrahim Muhammad Syafiuddin (1872–1892)
# Gusti Intan bergelar Ratu Permaisuri (1892–1902)
# Gusti Muhammad Thaufiq Accamuddin (1902–1944)<ref name="Almanak 1905>{{cite book
| lang= nl
# Gusti Mustaan (1944–1955); diangkat oleh Jepang
| pages= 288
# Gusti Jimmi Muhammad Ibrahim Bergelar Panembahan XII (1955-2002)
| url= https://books.google.co.id/books?id=MDBBAQAAMAAJ&q=Pangeran-Ratoe-Anom-Kasoema-Joeda&dq=Pangeran-Ratoe-Anom-Kasoema-Joeda&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjgpK_j28HqAhWg7HMBHccSDRIQ6AEwAHoECAMQAg
# Pangeran Ratu Mulawangsa Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim bergelar Panembahan XIII (2002–sekarang)
| title= Regerings-Almanak voor Nederlandsch-Indië 1898, Tweede Gezeelte: Kalender en Personalia
| contribution= Landsdrukkerij
| location= Batavia
| publisher= Ter Lands-Drukkerij
| year= 1905
| volume=
| edition= 2
}}</ref>
#Pangeran Wira Negara (1943-1946)
#Panembahan Muda Gusti Mustaaan (1946-1956),Pendukung berdirinya negara Republik Indonesia
#Pemangku Adat, Gusti Mardan bergelar Pangeran Ratu Mulawangsa Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim bergelar Panembahan XIII (2002–sekarang),
#Pemangku Adat ,Tengku Pangeran Abdullah Ali Chandrarupa Wibowo bergelar Raja Muda Arya Mamangkunegara (2014-sekarang)
#Pemangku Adat, Ratu Arini Mariam bergelar Ratu Kencana Wangsa (2002-sekarang)
#Pemangku Adat ,PRA Herri Kusuma bergelar Prabu Anom (2013-sekarang)
#Pemangku Adat , Gusti Dzulkarnaen bergelar Pangeran Pemangku Adat (2002-sekarang)
 
== Wilayah Kekuasaan ==
Sepanjang riwayat sejarahnya, baik ketika masih berwujud kerajaan [[Suku Dayak]] maupun kesultanan bercorak [[Islam]], pusat pemerintahan Kerajaan/Kesultanan Mempawah telah mengalami beberapa kali perpindahan tempat.<ref name="melayu Online"/> Daerah-daerah yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan/Kesultanan Mempawah tersebut berada di wilayah [[Mempawah Hulu]] atau [[Mempawah Hilir]] yang kini termasuk ke dalam wilayah Provinsi [[Kalimantan Barat]].<ref name="melayu Online"/> Beberapa tempat yang pemah menjadi wilayah kekuasaan Kesultanan Mempawah tersebut antara lain [[Bahana]], [[Sidiniang]] ([[Sangking]]), [[Pekana]] (Karangan), [[Senggaok]], [[Sebukit Rama]], [[Kuala Mempawah]] (Galah Herang), [[Sunga]], dan [[Pulau Pedalaman]].<ref name="melayu Online">[http://melayuonline.com/ind/history/dig/422/kesultanan-mempawah kesultanan mempawah] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150328221655/http://melayuonline.com/ind/history/dig/422/kesultanan-mempawah |date=2015-03-28 }} diakses 30 Maret 2015</ref>
 
<ref name="melayu Online">[http://melayuonline.com/ind/history/dig/422/kesultanan-mempawah kesultanan mempawah] diakses 30 Maret 2015</ref>
 
== Kepangeranan Agung==
 
Kapangeranan Agung Chandrarupawiyah Patani Shri Mempawah
 
Monarki Adat setingkat [[Kepangeranan Agung]] / [[Grand Principality]] ini diaktifkan lagi sejak keturunan [[Kesultanan Patani]] dan [[Kerajaan Mempawah]] yang menjabat sebagai Pangeran Perbawa Budaya Kerajaan Mempawah dan Kapita Lau Sidamangura [[Kerajaan Tiworo]] [[HRH.Tengku Pangeran Abdullah Ali Chandrarupa Wibowo]] diberikan Hak adat oleh Raja Mempawah XIII Pangeran Ratu Mulawangsa Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim melalui sebuah pengukuhan hak adat Pangeran Agung Amantubillah Patani Mempawah yang dilakukan oleh Ratu Mempawah XIII Ratu Kencana Wangsa Ratu Kenanga Seri Istana Arini Mariam mewakili Raja Mempawah XIII
 
Monarki adat ini sebelumnya bernama Kadipaten Secapah Kerajaan Mempawah yang dipimpin oleh Tuan Abdurahman Hingga Pangeran Aria Tengku Pangeran Amir i dengan Kepangeranan Agung Chandrarupawiyah Patani Shri Mempawah.
 
Hubungan Kesultanan Patani dan Kerajaan Mempawah sudah lama terjalin sejak abad 17 yaitu sejak kedatangan Syeh Ali Faqih Al Fathani dengan rombongan 50 Kapal dari Kesultanan Patani yang berlabuh di kampung Kuala Kerajaan Mempawah
 
Kemudian hari Syeh Ali Faqih Al Fathani dinobatkan oleh Raja Mempawah pertama Pangeran Mas Surya Negara Opu Daeng Menambon sebagai Maharaja Imam Besar Mempawah dan berdomisili di Kuala Secapah Mempawah hingga turun temurun,salah satu keturunannya adalah Pangeran Aria Secapah Tengku Sri Utama Raja Tengku Pangeran Amir selain itu Tengku Pangeran Amir merupakan cucu Sultan Patani keempat yaitu Sultan Sulaiman Syarifaluddin Syah dari putra bungsunya Raja Muda Tengku Muhammad Salah yang menikahi Utin Sainub putri Pangeran Gusti Hassan Ali bin Panembahan Perabu Adinatakerama Oemar Kamaruddin bin Panembahan Adijaya dan Tengku Maimoon binti Tengku Abdurahman Wak Tapak bin Maharaja Imam Besar Mempawah Syeh Ali Faqih Al Fathani
 
Kepangeranan Agung ini sama dengan monarki lainnya di Indonesia,tidak memiliki kekuasaan politik dan hanya monarki adat yang melestarikan adat dan budaya diraja Patani dan Mempawah di Indonesia
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
10.^ ttp://ulama-nusantara.blogspot.com/2007/10/syeikh-ali-faqih-al-fathani-mufti.html?m=1
 
11.^http://ww1.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2007&dt=0910&pub=utusan_malaysia&sec=Bicara_Agama&pg=ba_01.htm&arc=hive
 
== Pranala luar ==
* https://portalbugis.wordpress.com/about-m/manusia-bugis-rantau-budayanya/sejarah-bugis-di-malaysia/salasilah-keturunan-daeng-chelak/