Kerajaan Mempawah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Habar Tapin (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pengembalian manual
Zul Hamid (bicara | kontrib)
k Perbaikan kesalahan pengetikan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(8 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Former Country
| native_name = کراجاءن ممڤاوه
| conventional_long_name = Kerajaan Mempawah
| common_name = Kerajaan Mempawah
| continent = Asia
|region region = Asia Tenggara
| country = [[Indonesia]]
| image_flag = File:Bendera Kerajaan Mempawah.png
| image_coat = Logo mempawah.png
| symbol_type =
| p1 =
| p2 =
| s1 =
| s2 =
| flag_p1 =
| flag_p2 =
| flag_s1 =
| year_start = 1740
| year_end = 1956
| date_start =
| date_end =
|event1 event1 = [[Peristiwa Mandor]]
| date_event1 = 1944
| event_start = Berkembangnya Islam
| event_end = Pembubaran Daerah Istimewa Kalimantan Barat
| image_map = Kraton.jpg
| image_map_caption = Istana Amantubillah di [[Mempawah]]
| capital = [[Mempawah]]
| common_languages = [[Bahasa Melayu|Melayu]] (resmidominan), [[Rumpun bahasa Dayak Darat|Dayak]]
| religion = Dari [[Hindu]] berpindah ke [[Islam]]
| government_type = [[Monarki]]
| title_leader = Panembahan
| leader1 = Pangeran Mas Surya Negara
| year_leader1 = 1740–1761
| leader2 = Gusti Muhammad Thaufiq Accamuddin
| year_leader2 = 1902–1943
| leader3 = Panembahan Muda Gusti Mustaan
| year_leader3 = 1946-1956
| leader4 = Pangeran Ratu Mulawangsa Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim
| year_leader4 = 2002-Sekarang
| currency =
| footnotes =
}}
{{Sejarah Indonesia}}
 
'''Kerajaan Panembahan Mempawah''' adalah sebuah kerajaan Islam yang saat ini menjadi wilayah [[Kabupaten Mempawah]], [[Kalimantan Barat]], [[Indonesia]].<ref name="melayu Online"/> Nama Mempawah diambil dari istilah "Mempauh", yaitu nama pohon yang tumbuh di hulu sungai yang kemudian juga dikenal dengan nama [[Sungai Mempawah]].<ref name="Lontaan"/> Pada perkembangannya, Mempawah menjadi lekat sebagai nama salah satu kerajaan/kesultanan yang berkembang di [[Kalimantan Barat]].<ref name="melayu Online"/> Riwayat pemerintahan adatyang pernah ada atau mencakup wilayah Mempawah sendiri terbagi atas dua periode, yakni pemerintahan kerajaanlokal (pada wilayah terbatas) [[Suku Dayak]] yangkemudian berdasarkanpada ajaranmasa [[HinduIslam]] dan(kesultanan) masayang pengaruhwilayahnya [[Islam]]mencakup seluruh kabupaten Mempawah sekarang yang mana dua politi ini berdiri secara asing dan sendiri-sendiri (kesultanantidak berkelanjutan).<ref name="melayu Online"/>
 
== Mempawah pada Masa Kerajaan Dayak-Hindu ==
Cikal-bakal Kerajaanpemerintahan di wilayah Mempawah di [[Kalimantan Barat]] terkaitterdiri eratatas denganbeberapa riwayat beberapa kerajaan pendahulunyapoliti, di antaranya adalah [[Kerajaan Bangkule|Kerajaan Sultankng]] dan [[KerajaanBangkule SidiniangRajangk]].<ref name="Erwin Rizal"/> [[Kerajaan Bangkule Sultankng]] merupakan kerajaan orang-orang [[Suku Dayak]] yang didirikan oleh [[Ne`Rumaga]] di sebuah tempat yang bernama [[Bahana]].<ref name="Erwin Rizal"/>
 
kerajaanPemerintahan [[Suku Dayak]] yang dipimpin [[Patih Gumantar]] adalah sebuah pemerintahan yang berdiri sendiri dan sudah eksis sejak sekitar tahun [[1380]] Masehi.<ref name="Umberan"/> Dikarenakan pusat kerajaan ini berada di Pegunungan [[Sidiniang]], di daerah [[Sangking]], [[Mempawah Hulu]], maka kerajaan ini lebih dikenal dengan nama [[Kerajaan Sidiniang]].<ref name="Umberan">Musni Umberan et.al., 1996-1997. Kerajaan-kerajaan di Kalimantan Barat. Pontianak: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak.</ref>
 
Dikisahkan, [[Patih Gumantar]] pemah menjalin hubungan dengan [[Gajah Mada]] dari Kerajaan [[Majapahit]] dalam rangka mempersatukan negeri-negeri di nusantara di bawah naungan [[Majapahit]].<ref name="Lontaan"/> Bahkan, [[Patih Gumantar]] dan [[Gajah Mada]] konon pemah bersama-sama ke Muang Thai (Thailand) untuk membendung serangan [[Khubilai Khan]] dari [[Kekaisaran Mongol]].<ref name="Lontaan"/> Bukti hubungan antara [[Kerajaan Sidiniang]] dengan Kerajaan [[Majapahit]] adalah adanya keris yang dihadiahkan kepada [[Patih Gumantar]].<ref name="Lontaan"/> Keris ini masih disimpan di Hulu Mempawah dan oleh warga setempat keris pusaka ini disebut sebagai "Keris Susuhunan".<ref name="Lontaan"/>
 
Eksistensi [[Kerajaan Sidiniang]] tidak lepas dari ancaman.<ref name="Lontaan"/> Salah satunya adalah serangan dari [[Kerajaan Suku Biaju]].<ref name="Lontaan"/> Dalam pertempuran yang terjadi pada sekitar tahun [[1400]] M itu, terjadilah perang penggal kepala atau perang kayau-mengayau yang mengakibatkan gugurnya [[Patih Gumantar]].<ref name="Lontaan"/> Dengan gugurnya [[Patih Gumantar]], riwayat [[Kerajaan Sidiniang]] pun berakhir.<ref name="melayu Online"/> Namun, ada pendapat yang mengatakan bahwa kedudukan [[Patih Gumantar]] diteruskan oleh puteranya yang bernama [[Patih Nyabakng]].<ref name="melayu Online"/> Namun, masa pemerintahan [[Patih Nyabakng]] tidak bertahan lama karena [[Kerajaan Sidiniang]] terlibat perselisihan dengan [[Kerajaan Lara]] yang berpusat di [[Sungai Raya Negeri Sambas]].<ref name="melayu Online"/> Selepas kepemimpinan [[Patih Nyabakng]], riwayat [[Kerajaan Sidiniang]] belum terlacak lagi.<ref name="Umberan"/>
 
Dua ratus tahun kemudian, atau sekitar tahun [[1610]] M, berdirilah pemerintahan baru yang dibangun di bekas puing-puing [[Kerajaan Sidiniang]].<ref name="Umberan"/> Belum diketahui hubungan antara pendiri kerajaan baru ini dengan [[Patih Gumantar]].<ref name="Umberan"/> Dan sejumlah referensi yang ditemukan, hanya disebutkan bahwa pemimpin kerajaan baru ini bernama Raja Kodong atau [[Raja Kudung]].<ref name="Umberan"/> [[Raja Kudung]] kemudian memindahkanmendirikan pusat pemerintahannya dari Sidiniang kedi Pekana.<ref name="Umberan"/>
 
Pada sekitar tahun 1680 M, [[Raja Kudung]] mangkat dan dimakamkan di Pekana.<ref name="Umberan"/> Penerus tahtapemerintahan [[Raja Kudung]] adalah [[Panembahan Senggaok]], juga dikenal dengan nama Senggauk atau Sengkuwuk, yang memerintah sejak tahun [[1680]] M.<ref name="Lontaan"/> Penyebutan nama Panembahan “Senggaok” digunakan seiring dengan dipindahkannya pusat pemerintahan dari Pekana ke Senggaok, yakni sebuah daerah di hulu [[Sungai Mempawah]] wilayah politi pemerintahan Panembahan Senggaok dan Bangkule Rajangkng sendiri hanyalah dibagian hulu Mempawah yang pada masa ini hanyalah mencakup [[Toho, Mempawah|wilayah Toho]] dan wilayah [[Mempawah Hulu, Landak|Mempawah Hulu]] sedangkan wilayah hilir dan lepas pantai selalu berada dalam kekuasaan Kerajaan Matan.<ref name="Lontaan" /> [[Panembahan Senggaok]] menyunting puteri Raja Qahar dari [[Kerajaan Baturizal Indragiri]] di [[Sumatra]], bernama Puteri Cermin, dan dikaruniai seorang anak perempuan bernama [[Utin Indrawati]] namun nama Utin Indrawati sendiri adalah nama yang didapat ketika beliau menikah ke istana Matan dan masuk Islam, nama sebelum menikahnya tidak diketahui.<ref name="Lontaan" /> Puteri Utin Indrawati kemudian dinikahkan dengan [[[[Sultan Muhammad Zainuddin]]]] dari [[Kerajaan Tanjungpura|Kerajaan Matan Tanjungpura]].<ref name="Erwin Rizal"/> Dari perkawinan tersebut, mereka dikaruniai seorang anak bernama [[Puteri Kesumba]] yang tumbuh di Kerajaan Matan.<ref name="Umberan"/> [[Puteri Kesumba]] inilah yang kemudian menikah dengan [[Opu Daeng Menambun]], pelopor pengaruh [[Islam]] di Mempawah.<ref name="melayu Online"/>
 
== Mempawah pada Masa Kesultanan Islam ==
[[Opu Daeng Menambun]] berasal dari [[Kesultanan Luwu]] [[Bugis]] di [[Sulawesi Selatan]].<ref name="Raja Ali Haji"/> Ayah [[Opu Daeng Menambun]], bernama [[Opu Tendriburang Dilaga]], yang melakukan perjalanan dari Sulawesi ke negeri-negeri di tanah Melayu.<ref name="Raja Ali Haji"/> [[Opu Tendriburang Dilaga]] adalah putera dari [[Opu La Maddusilat]], Raja Bugis pertama yang memeluk [[Islam]].<ref name="Raja Ali Haji">Raja Ali Haji, 2002. Tuhfat AI-Nafis: Sejarah Riau-Lingga dan daerah takluknya 1699-1864. Tanjungpinang: Yayasan Khazanah Melayu.</ref> [[Opu Tendriburang Dilaga]] mempunyai lima orang putera yang diajak berkelana ke tanah Melayu.<ref name="Gusti Mhd Mulia"/> Kelima anak [[Opu Tendriburang Dilaga]] itu adalah [[Opu Daeng Menambun]], Opu Daeng Perani, Opu [[Daeng CelakChelak]], Opu [[Daeng Marewah]], dan Opu Daeng Kemasi.<ref name="Gusti Mhd Mulia"/> Kedatangan mereka ke tanah Melayu menjadi salah satu babak migrasi orang- orang Bugis yang terjadi pada abad ke-17 (Andi Ima Kesuma, 2004296).<ref name="Erwin Rizal"/> [[Opu Tendriburang Dilaga]] dan kelima anak lelakinya memainkan peranan penting di Semenanjung Melayu dan Kalimantan, terutama dalam hal penyebaran agama [[Islam]].<ref name="Erwin Rizal">Erwin Rizal, tt. “Kesultanan Mempawah dan Kubu," dalam Istana-istana di Kalimantan Barat. Pontianak: Inventarisasi Istana di Kalimantan Barat.</ref>
 
Kedatangan [[Opu Daeng Menambun]] ke Kalimantan sebenamya atas permintaan Sultan Matan (Tanjungpura), yakni [[Sultan Muhammad Zainuddin]] ([[1665]]-[[1724]] M), untuk merebut kembali tahta [[Kesultanan Matan]] yang diambil-paksa oleh Pangeran Agung, saudara [[Sultan Muhammad Zainuddin]].<ref name="Umberan"/> [[Opu Daeng Menambun]] bersaudara, yang saat itu sedang berada di [[Kesultanan Johor]] untuk membantu memadamkan pergolakan di sana, segera berangkat ke Tanjungpura.<ref name="Gusti Mhd Mulia"/> Atas bantuan [[Opu Daeng Menambun]] bersaudara, tahta [[Sultan Muhammad Zainuddin]] dapat diselamatkan.<ref name="Gusti Mhd Mulia">Gusti Mhd Mulia (ed.), 2007. Sekilas menapak langkah Kerajaan Tanjungpura. Pontianak: Tanpa Penerbit.</ref> [[Opu Daeng Menambun]] kemudian dinikahkan dengan Ratu Kesumba, puteri [[Sultan Muhammad Zainuddin]].<ref name="Umberan"/> Tidak lama kemudian, [[Opu Daeng Menambun]] bersaudara kembali ke [[Kesultanan Johor]].<ref name="Umberan"/>
Baris 95 ⟶ 93:
Setelah [[Gusti Amin]] wafat pada tahun [[1839]], [[Belanda]] menobatkan Gusti Mukmin menjadi Sultan Mempawah dengan gelar [[Panembahan Mukmin Nata Jaya Kusuma]].<ref name="Lontaan"/> Selanjutnya, pada tahun [[1858]], [[Belanda]] menabalkan [[Gusti Makhmud]] sebagai Sultan Mempawah dengan gelar [[Panembahan Muda Makhmud Alauddin]].<ref name="Lontaan"/> Pada tahun [[1858]] itu telah diangkat pula Gusti Usman sebagai Sultan Mempawah.<ref name="Lontaan"/> Dari tulisan itu, dimungkinkan [[Gusti Makhmud]] wafat tidak lama setelah dinobatkan. Gusti Usman, anak Gusti Mukmin, diangkat menjadi Sultan Mempawah untuk sementara.<ref name="Erwin Rizal"/> Kemungkinan tersebut mendekati kebenaran karena ketika Gusti Usman meninggal dunia pada tahun [[1872]], yang diangkat sebagai Sultan Mempawah adalah [[Gusti Ibrahim]] gelar Panembahan Ibrahim Muhammad Syafiuddin yang tidak lain adalah putera [[Gusti Makhmud]].<ref name="Erwin Rizal"/>
 
Ketika [[Gusti Ibrahim]] mangkat pada tahun [[1892]], sang putera mahkota, [[Gusti Muhammad Thaufiq Accamuddin]], dinilai belum cukup umur untuk diangkat sebagai penggantinya.<ref name="Johan Wahyudi"/> Oleh karena itu, yang dinobatkan selaku pemangku adat Kesultanan Mempawah untuk sementara adalah Gusti Intan, kakak perempuan [[Gusti Muhammad Thaufiq Accamuddin]].<ref name="Johan Wahyudi">Johan Wahyudi, “Berdirinya Kerajaan Amantubillah Mempawah", dalam Borneo Tribune, Desember 2007.</ref> [[Gusti Muhammad Thaufiq Accamuddin]] sendiri baru naik tahta pada tahun [[1902]].<ref name="Lontaan"/> Sultan ini membangun [[Amantubillah|Istana Amantubillah]] Wa Rusuli Allah di Pulau Pedalaman pada tahun [[1922]].<ref name="Lontaan"/> Pemerintahan [[Sultan Muhammad Thaufiq Accamuddin]] masih berlangsung hingga kedatangan [[Jepang]] di Indonesia pada tahun [[1942]].<ref name="Lontaan">J.U. Lontaan, 1975. Sejarah-hukum adat dan adat istiadat Kalimantan-Barat. Kalbar: Pemda Tingkat I Kalimantan Barat.</ref>
 
Kedatangan [[Jepang]] menimbulkan tragedi bagi kerajaan-kerajaan di [[Kalimantan Barat]], termasuk Kesultanan Mempawah.<ref name="Lontaan"/> Pada tahun [[1944]], [[Sultan Muhammad Thaufiq Accamuddin]] ditawan tentara [[Jepang]] hingga akhir hayatnya. Hingga kini, jasad ataupun makam [[Sultan Muhammad Thaufiq Accamuddin]] belum ditemukan.<ref name="Lontaan"/> Karena putera mahkota, [[Gusti Jimmi Muhammad Ibrahim]], belum dewasa, maka [[Jepang]] mengangkat Gusti Mustaan selaku Wakil Panembahan Kesultanan Mempawah yang menjabat hingga tahun [[1955]].<ref name="Umberan"/> Namun, waktu itu [[Gusti Jimmi Muhammad Ibrahim]] tidak bersedia dinobatkan menjadi Sultan Mempawah karena masih ingin menyelesaikan pendidikannya di [[Yogyakarta]].<ref name="Umberan"/> Oleh karena itu, yang dianggap sebagai Sultan Mempawah terakhir adalah [[Sultan Muhammad Thaufiq Accamuddin]].<ref name="Umberan"/>