Hutan mangrove: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(1 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 44:
Di bagian timur Indonesia, di tepi [[Dangkalan Sahul]], hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya [[Papua]], terutama di sekitar [[Teluk Bintuni]]. Bakau di [[Papua]] mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan mangrove Indonesia.
 
== Flora ==
== Lingkungan fisik dan zonasi ==
[[Berkas:Mangroves.jpg|jmpl|
Pandangan di atas dan di bawah air, dekat perakaran pohon [[bakau]], ''Rhizophora'' sp.
]]
Jenis tumbuhan hutan mangrove ini berbeda-beda, karena bereaksi terhadap variasi (perubahan) lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah sebagai berikut :
 
=== Jenis tanah ===
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan mangrove yang tumbuh di atas lumpur [[tanah liat]] bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan mangrove yang tumbuh di atas tanah gambut.
 
Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan [[pasir]] yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan [[terumbu karang]].
 
=== Terpaan ombak ===
Bagian luar atau bagian depan hutan mangrove yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang.
 
Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan mangrove juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar.
 
=== Penggenangan oleh air pasang ===
Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.
 
Menghadapi variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi bakau; yang biasanya berlapis-lapis, mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering.
 
Jenis [[bakau]] (''Rhizophora'' spp.) biasanya tumbuh di bagian luar (yang kerap digempur ombak.) Bakau ''Rhizophora apiculata'' dan ''R. mucronata'' tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau ''R. stylosa'' dan [[perepat]] (''[[Perepat|Sonneratia alba]]'') tumbuh di atas pasir berlumpur.{{Butuh rujukan}} Pada sepanjang garis pantai yang terlindung, sungai yang terpengaruh pasang susut, atau bagian muka teluk menjadi zona pionir untuk spesies [[api-api hitam]] (''Avicennia alba'').<ref>{{Cite book|last=Suryanti, Supriharyono dan Anggoro, S.|date=2019|url=http://eprints.undip.ac.id/81428/1/BUKU_Pengelolaan_Wilayah_Pesisir_Terpadu_Suryanti__2019.pdf|title=Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu|location=Semarang|publisher=Undip Press|isbn=978-979-097-679-5|pages=70|url-status=live}}</ref>
 
Di bagian yang lebih dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau ''R. mucronata'' dengan jenis-jenis [[kendeka]] (''Bruguiera'' spp.), [[kaboa]] (''Aegiceras corniculata'') dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui [[nipah]] (''Nypa fruticans''), pidada (''Sonneratia caseolaris'') dan [[bintaro]] (''Cerbera'' spp.).
 
Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan [[nirih]] (''Xylocarpus'' spp.), [[teruntum]] (''Lumnitzera racemosa''), [[dungun kecil]] (''Heritiera littoralis'') dan [[kayu buta-buta]] (''Excoecaria agallocha'').
 
== Bentuk-bentuk adaptasi ==
[[Berkas:Muthupet.jpg|jmpl|Tegakan [[api-api]] ''Avicennia'' di tepi laut. Perhatikan akar napas yang muncul ke atas lumpur pantai.]]
Menghadapi lingkungan yang ekstrem di hutan mangrove, tetumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan [[vegetasi]] bakau menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar [[garam]] di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi [[fisiologi]]s.
 
Pohon-pohon bakau ([[Bakau|''Rhizophora'' spp]].), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan [[akar tunjang]] (''stilt root'') untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis [[api-api]] ([[Api-api|''Avicennia'' spp]].) dan [[pidada]] ([[Pidada|''Sonneratia'' spp]].) menumbuhkan [[akar napas]] (''pneumatophore'') yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil [[oksigen]] dari udara. Pohon [[kendeka]] ([[Bruguiera|''Bruguiera'' spp]].) mempunyai [[akar lutut]] (''knee root''), sementara pohon-pohon [[nirih]] (''Xylocarpus'' spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi bakau memiliki ''lentisel'', lubang pori pada [[pepagan]] untuk bernapas.
 
[[Berkas:Bruguiera gymnorhiza, black mangrove .jpg|jmpl|180px|Propagul ''[[Bruguiera gymnorhiza]]'' ]]
Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti ''Rhizophora mangle'', mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir [[tawar]], sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di [[daun]] tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun.
 
Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi bakau harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan mangrove mampu mengatur bukaan mulut daun (''[[stoma]]ta'') dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi [[evaporasi]] dari daun.
 
== Perkembangbiakan ==
[[Berkas:Red Mangrove, Panachikandal(Rhizophora mucronata ) seed.jpg|jmpl|180px|Propagul ''[[Rhizophora mucronata]]'' ]]
Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan mangrove hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.
 
Hampir semua jenis flora hutan mangrove memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis bakau yang bersifat [[vivipar]]: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.
 
Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (''Rhizophora''), [[tengar]] (''Ceriops'') atau kendeka (''Bruguiera''). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.
 
Buah [[nipah]] (''Nypa fruticans'') telah muncul pucuknya sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah api-api, [[kaboa]] (''Aegiceras''), [[jeruju]] (''Acanthus'') dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tak tampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tak pelak lagi meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah ''propagul''.
 
Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau [[selat]] bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (''dormant'') berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam dan propagul mengambang [[vertikal]] di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.
 
== Jenis perakaran mangrove ==
[[Berkas:Sonneratia alba Sm. (52264914886).jpg|jmpl|180px|Akar-akar pasak dari ''Sonneratia alba'' ]]
[[Berkas:Bruguiera gymnorhiza roots.jpg|jmpl|180px|Akar-akar lutut di sekeliling pohon ''Bruguiera gymnorhiza'' ]]
Tipe [[akar|perakaran]] [[mangrove]] ada beberapa macam. Sebenarnya, beranekanya jenis akar yang terdapat pada tumbuhan mangrove adalah sebagai bentuk usaha (daya [[adaptasi]]) untuk menghadapi kondisi [[habitat]]nya yang berupa [[substrat]] [[lumpur]] dan hampir selalu tergenang air (reaksi [[anaerob]]). [[Flora]] mangrove, beradaptasi dengan membentuk akar-akar khusus untuk dapat tumbuh dengan kuat dan membantu mendapatkan [[oksigen]] dari udara.<ref>https://mangrovemagz.com/2017/03/03/tujuh-tipe-akar-mangrove-yang-wajib-anda-ketahui/</ref>
 
Karena kekhasannya, bentuk-bentuk akar mangrove dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan mangrove. Ciri [[morfologi]] yang digunakan untuk mengenali sesuatu jenis atau spesies tumbuhan, biasanya, adalah bentuk dan susunan [[bunga]], bentuk dan susunan [[daun]], bentuk dan penampakan ranting dan [[batang]], serta beberapa kelengkapan lain seperti adanya [[daun penumpu]], [[sulur]], kelenjar, duri, rambut atau sisik, dan sebagainya. Terutama untuk pohon-pohon di wilayah mangrove dan rawa-rawa, pengenalan bentuk dan jenis perakarannya sangat membantu untuk identifikasi.
 
Tumbuhan mangrove mengembangkan struktur perakaran yang khas yang disebut [[akar udara]] (''aerial roots''). Yalah akar yang terkena udara secara langsung selama beberapa waktu dalam sehari atau bahkan sepanjang hari. Struktur perakaran tersebut merupakan kunci yang penting untuk membedakan jenis-jenis mangrove. [[Banir]] sebenarnya bukan termasuk akar udara, namun biasa ditemukan bersamaan dengan akar udara lainnya dan merupakan salah satu karakteristik yang penting untuk jenis-jenis mangrove.
 
Bentuk-bentuk perakaran mangrove itu, di antaranya:
[[Berkas:Phil Florencia Beach, Sarangani Bay.jpg|jmpl|180px|Akar-akar tunjang pada ''Rhizophora mucronata'' ]]
[[Berkas:Pneumatophore overkill - grey mangrove.JPG|jmpl|180px|Akar-akar gantung di pangkal batang ''Avicennia marina''. Perhatikan pula akar pensil yang berjejal-jejal di sekitarnya. ]]
[[Berkas:Bruguiera gymnorrhiza roots.jpg|jmpl|180px|Banir kecil di pangkal batang ''Bruguiera gymnorhiza'' ]]
# '''Akar pasak/akar napas''' (''pneumatophores''). Akar pasak adalah akar yang muncul dari sistem akar kabel yang tumbuh secara horisontal, dan memanjang ke atas ke arah udara. Akar ini bentuknya seperti pasak, pensil atau kerucut yang menonjol ke atas substrat (lumpur, pasir, tanah), dan acap kali berjejal-jejal. Akar napas ini terdapat pada jenis-jenis ''[[Avicennia]]'', ''[[Sonneratia]]'', dan juga ''Xylocarpus moluccensis''.
# '''Akar lutut''' (''knee roots''). Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya tumbuh keluar ke arah permukaan substrat, namun kemudian berbelok ke bawah kembali ke substrat lagi. Oleh sebab itu bentuknya menyerupai lutut yang tertekuk di atas permukaan substrat. Akar lutut seperti ini terdapat pada jenis-jenis ''[[Bruguiera]]'', seperti pada ''B. cylindrica'', ''B. gymnorhiza'' dan ''B. parviflora''.
# '''Akar tunjang''' (''stilt roots''). Akar tunjang merupakan bentuk perakaran yang keluar dari batang (di atas tanah) dan tumbuh miring atau melengkung ke bawah ke arah substrat, dan berfungsi untuk menunjang atau memperkuat berdirinya pohon. Akar ini mula-mula mencuat dari batang pohon dan dahan paling bawah, lalu memanjang ke luar dan menuju ke permukaan tanah. Akar semacam ini terdapat pada jenis-jenis bakau (''[[Rhizophora]]'' spp.), seperti pada ''R. apiculata'', ''R. mucronata'' dan ''R. stylosa''.
# '''Akar gantung''' (''aerial roots''). Akar gantung adalah akar napas yang muncul dari batang atau cabang bagian bawah, tetapi biasanya tidak mencapai substrat; jadi menggantung begitu saja di sisi batang. Akar gantung terdapat pada ''Rhizophora'', ''Avicennia'' dan ''[[Acanthus]]'' (jeruju).
# '''Akar papan''' (''plank roots''). Akar papan hampir sama dengan akar tunjang, tetapi akar ini melebar dan memipih tegak menjadi bentuk lempengan panjang, mirip dengan [[papan]] yang berkelok-kelok. Akar ini juga tumbuh secara horisontal, berbentuk seperti pita di atas permukaan tanah, bergelombang dan berliku-liku ke arah samping seperti ular. Akar ini, salah satunya, terdapat pada nyirih ''[[Xylocarpus granatum]]''.
# '''Banir''' (''buttress''). Bentuk banir adalah seperti papan miring, memanjang secara radial dari pangkal batang. Akar banir di antaranya terdapat pada ''[[Bruguiera gymnorhiza]]'', tengar (''[[Ceriops]]'' spp.) dan juga dungun (''[[Heritiera littoralis]]'').
# Tanpa akar udara. Banyak pula jenis tumbuhan mangrove yang memiliki perakaran biasa, tidak memiliki akar udara. Beberapa contohnya adalah jenis-jenis kaboa (''[[Aegiceras corniculatum]]''), teruntum putih (''[[Lumnitzera racemosa]]''), dan ''[[Xylocarpus rumphii]]''.
 
Sebagai catatan, beberapa jenis pohon mangrove dapat memiliki lebih dari satu macam bentuk akar udara secara bersamaan, seperti pada nyirih batu (''[[Xylocarpus moluccensis]]'').
 
== Suksesi hutan mangrove ==
[[Berkas:Avic marin 070728 020 mank.jpg|jmpl|180px|Akar-akar pensil [[api-api]] memerangkap sampah di [[Muara Angke]] ]]
Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (''forest succession'' atau ''sere''). Hutan mangrove merupakan suatu contoh suksesi hutan di [[lahan basah]] (disebut ''hydrosere''). Dengan adanya proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan mangrove pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.
 
Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (''mudflat'') yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan mangrove. Hingga pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi bakau, dan mulai lah terbentuk vegetasi [[pionir]] hutan mangrove.
 
Tumbuhnya mangrove di suatu tempat bersifat memerangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi bakau. Dengan demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan mangrove pun akan semakin meluas.
 
Pada saatnya bagian dalam hutan mangrove akan mulai mengering dan menjadi tidak cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti ''Avicennia alba'' dan ''Rhizophora mucronata''. Ke bagian ini masuk jenis-jenis baru seperti ''Bruguiera'' spp. Maka terbentuklah zona yang baru di bagian belakang.
 
Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu berpuluh hingga beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan meluaskan hutan mangrove, zona-zona berikutnya pun bermunculan di bagian pedalaman yang mengering.
 
Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih rumit. Karena tidak selalu hutan mangrove terus bertambah luas, bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti [[abrasi]]. Demikian pula munculnya zona-zona tak selalu dapat diperkirakan.
 
Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4 [[kilometer|km]] atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu.
 
== Kekayaan flora ==
Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan mangrove. Akan tetapi hanya sekitar 54 [[spesies]] dari 20 [[genus|genera]], anggota dari sekitar 16 suku, yang dianggap sebagai jenis-jenis bakau sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di lingkungan hutan mangrove dan jarang tumbuh di luarnya.
 
Baris 143 ⟶ 54:
 
=== Penyusun utama ===
{| class="wikitable"
! Suku !! Genus, jumlah spesies
|-
Baris 164 ⟶ 75:
=== Penyusun minor ===
[[Berkas:Acrostichum aureum.jpg|jmpl|Paku laut, ''Acrostichum aureum''.]]
{| class="wikitable"
! Suku !! Genus, jumlah spesies
|-
Baris 206 ⟶ 117:
| ''[[Heritiera]]'' (dungun)2, 3
|}
 
== Lingkungan fisik dan zonasi ==
[[Berkas:Mangroves.jpg|jmpl|
Pandangan di atas dan di bawah air, dekat perakaran pohon [[bakau]], ''Rhizophora'' sp.
]]
Jenis tumbuhan hutan mangrove ini berbeda-beda, karena bereaksi terhadap variasi (perubahan) lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah sebagai berikut :
 
=== Jenis tanah ===
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan mangrove yang tumbuh di atas lumpur [[tanah liat]] bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan mangrove yang tumbuh di atas tanah gambut.
 
Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan [[pasir]] yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan [[terumbu karang]].
 
=== Terpaan ombak ===
Bagian luar atau bagian depan hutan mangrove yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang.
 
Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan mangrove juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar.
 
=== Penggenangan oleh air pasang ===
Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.
 
Menghadapi variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi bakau; yang biasanya berlapis-lapis, mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering.
 
Jenis [[bakau]] (''Rhizophora'' spp.) biasanya tumbuh di bagian luar (yang kerap digempur ombak.) Bakau ''Rhizophora apiculata'' dan ''R. mucronata'' tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau ''R. stylosa'' dan [[perepat]] (''[[Perepat|Sonneratia alba]]'') tumbuh di atas pasir berlumpur.{{Butuh rujukan}} Pada sepanjang garis pantai yang terlindung, sungai yang terpengaruh pasang susut, atau bagian muka teluk menjadi zona pionir untuk spesies [[api-api hitam]] (''Avicennia alba'').<ref>{{Cite book|last=Suryanti, Supriharyono dan Anggoro, S.|date=2019|url=http://eprints.undip.ac.id/81428/1/BUKU_Pengelolaan_Wilayah_Pesisir_Terpadu_Suryanti__2019.pdf|title=Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu|location=Semarang|publisher=Undip Press|isbn=978-979-097-679-5|pages=70|url-status=live}}</ref>
 
Di bagian yang lebih dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau ''R. mucronata'' dengan jenis-jenis [[kendeka]] (''Bruguiera'' spp.), [[kaboa]] (''Aegiceras corniculata'') dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui [[nipah]] (''Nypa fruticans''), pidada (''Sonneratia caseolaris'') dan [[bintaro]] (''Cerbera'' spp.).
 
Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan [[nirih]] (''Xylocarpus'' spp.), [[teruntum]] (''Lumnitzera racemosa''), [[dungun kecil]] (''Heritiera littoralis'') dan [[kayu buta-buta]] (''Excoecaria agallocha'').
 
== Suksesi hutan mangrove ==
[[Berkas:Avic marin 070728 020 mank.jpg|jmpl|180px|Akar-akar pensil [[api-api]] memerangkap sampah di [[Muara Angke]] ]]
Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (''forest succession'' atau ''sere''). Hutan mangrove merupakan suatu contoh suksesi hutan di [[lahan basah]] (disebut ''hydrosere''). Dengan adanya proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan mangrove pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.
 
Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (''mudflat'') yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan mangrove. Hingga pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi bakau, dan mulai lah terbentuk vegetasi [[pionir]] hutan mangrove.
 
Tumbuhnya mangrove di suatu tempat bersifat memerangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi bakau. Dengan demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan mangrove pun akan semakin meluas.
 
Pada saatnya bagian dalam hutan mangrove akan mulai mengering dan menjadi tidak cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti ''Avicennia alba'' dan ''Rhizophora mucronata''. Ke bagian ini masuk jenis-jenis baru seperti ''Bruguiera'' spp. Maka terbentuklah zona yang baru di bagian belakang.
 
Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu berpuluh hingga beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan meluaskan hutan mangrove, zona-zona berikutnya pun bermunculan di bagian pedalaman yang mengering.
 
Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih rumit. Karena tidak selalu hutan mangrove terus bertambah luas, bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti [[abrasi]]. Demikian pula munculnya zona-zona tak selalu dapat diperkirakan.
 
Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4 [[kilometer|km]] atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu.
 
== Fungsi dan manfaat ==
Baris 232 ⟶ 186:
-->
 
== Ekowisata ==
Mangrove sangat potensial bagi pengembangan ekowisata karena kondisi mangrove yang sangat unik serta model wilayah yang dapat dikembangkan sebagai sarana wisata dengan tetap menjaga keasrian hutan serta organisme yang berada pada kawasan mangrove.<ref>{{Cite book|last=R|first=Alfira|date=2014|title=Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Pada Kawasan Suaka Margasatwa Mampie di Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar|location=Makassar|publisher=Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin|url-status=live}}</ref> Potensi jasa lingkungan hutan mangrove sebagai destinasi ekowisata harus dioptimalkan sebagai alternatif pengelolaan hutan atau ekowisata yang lebih ramah lingkungan.<ref>{{Cite journal|first=Mukhlisi|date=2017|title=Potensi pengembangan ekowisata mangrove di Kampung Tanjung Batu, Kecamatan Pulau Derawan, Kabupaten Berau.|journal=Jurnal Manusia dan Lingkungan|volume=24|issue=1|pages=23-30}}</ref> Pengembangan wisata mangrove memerlukan kesesuaian sumber daya dan lingkungan yang sesuai dengan yang disyaratkan.<ref>{{Cite journal|last=I|first=Rini|last2=AM|first2=Setyobudi|first3=Kamal|date=2018|title=Kajian Kesesuaian Daya Dukung dan Aktivitas Ekowisata di Kawasan Mangrove Lantebung Kota Makassar|journal=Jurnal Pariwisata|volume=5|issue=1|pages=1-10}}</ref> Kesesuaian karakteristik sumber daya dan lingkungan untuk pengembangan wisata dilihat dari aspek keindahan alam, keamanan dan keterlindungan kawasan, keanekaragaman biota, keunikan sumber daya, dan aksesibilitas.
 
Komunitas mangrove membentuk suatu ekosistem hutan mangrove yang memiliki berbagai potensi kekayaan sumber daya hayati.<ref>{{Cite journal|last=NTM|first=Kariada|last2=A|first2=Irsadi|date=2014|title=Peranan mangrove sebagai biofilter pencemaran air wilayah tambak bandeng Tapak, Semarang|journal=Jurnal Manusia dan Lingkungan|volume=21|issue=2|pages=188-194}}</ref> Selain memiliki potensi kekayaan sumber daya hayati, ekosistem hutan mangrove juga memiliki potensi yang lain yaitu sebagai penyedia jasa lingkungan yang sangat kaya.<ref>{{Cite journal|last=HH|first=Fahrian|last2=SP|first2=Putri|last3=F|first3=Muhammad|date=2015|title=Potensi ekowisata di kawasan mangrove, Desa Mororejo, Kabupaten Kendal|journal=Biosaintifika|volume=7|issue=2|pages=104-111}}</ref> Kekayaan hayati dan jasa lingkungan yang dimiliki oleh ekosistem hutan mangrove ini terdiri atas beragam jenis flora dan fauna yang ada di dalamnya serta bentang alam yang menyajikan keindahan pemandangan ekosistem hutan mangrove. Potensi baik sumberdaya hayati maupun hasil olahan dari mangrove ini dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk mengunjunginya.<ref>{{Cite journal|last=YI|first=Rahmila|last2=MAR|first2=Halim|date=2018|title=Mangrove forest development determined for ecotourism Mangunharjo Village Semarang|journal=E3S Web of Conference|volume=73|issue=04010|pages=1-5}}</ref>
 
=== Tujuan dan daya tarik ===
Potensi yang dimiliki oleh ekosistem hutan mangrove perlu dikelola dengan baik sebagai bentuk dari kegiatan konservasi sumberdaya alam dan sumber daya perairan pesisir. Pengelolaan ekosistem hutan mangrove merupakan hal yang penting yang untuk dilakukan agar lingkungan di kawasan pesisir tetap lestari.<ref>{{Cite journal|last=B|first=Utomo|last2=S|first2=Budiastuti|last3=C|first3=Muryani|date=2017|title=Strategi pengelolaan hutan mangrove di Desa Tanggul Tlare Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara|journal=Jurnal Ilmu Lingkungan|volume=15|issue=2|pages=117-123}}</ref> Pengelolaan yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan kegiatan ekowisata yang melibatkan unsur pemahaman dan pendidikan terhadap usaha-usaha konservasi. Ekowisata merupakan suatu pilihan yang terbaik karena dapat menunjukan potensi dari ekosistem hutan mangrove dengan keunikan sumber daya alamnya kepada masyarakat agar mereka tertarik untuk berkunjung.<ref>{{Cite journal|last=MK|first=Wardhani|date=2011|title=Kawasan konservasi mangrove: suatu potensi ekowisata|journal=Jurnal Kelautan|volume=4|issue=1|pages=60-76}}</ref>
 
Pembangunan ekowisata mangrove memerlukan perencanaan yang baik dengan memperhatikan berbagai aspek penting seperti aspek ekologi, sosial-ekonomi, dan pendidikan. Aspek ekologi yang dimaksudkan mengarah kepada fungsi mangrove dalam menjaga kestabilan garis pantai serta sebagai pelindung dari hempasan gelombang dan arus laut.<ref name=":0">{{Cite journal|last=E|first=Karlina|date=2015|title=Strategi pengembangan ekowisata mangrove di kawasan Pantai Tanjung Bara, Kutai Timur, Kalimantan Timur|journal=Jurnal Penelitian dan Konservasi Alam|volume=12|issue=2|pages=191-208}}</ref> Aspek sosial-ekonomi dalam pembangunan ekowisata mangrove berupa pemanfaatan dari ekosistem hutan mangrove melalui kegiatan ekowisata dengan melibatkan warga sekitar agar dapat meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan mereka. Aspek pendidikan dalam pengembangan ekowisata mangrove berupa pelaksanaan program ekowisata mangrove yang dapat memberikan pemahaman serta pandangan baru kepada pengunjung terhadap pentingnya melakukan pelestarian ekosistem hutan mangrove.
 
Ekowisata merupakan bentuk kegiatan wisata yang dilakukan dengan memanfaatkan lingkungan alam sekitar yang dikelola dengan pendekatan konservasi.<ref>{{Cite book|last=Y|first=Kristiana|date=2019|title=Buku Ajar Studi Ekowisata|location=Sleman|publisher=Budi Utama|url-status=live}}</ref> Pemberdayaan kawasan pesisir hutan mangrove untuk kegiatan ekowisata memiliki potensi menjadi kegiatan ''new tourism'', wisatawan yang datang dapat melakukan kegiatan-kegiatan terdapat di dalam kawasan tersebut yang mengandung unsur pendidikan dan konservasi.<ref>{{Cite journal|last=K|first=Umam|first2=Sudiyarto|last3=ST|first3=Winanto|date=2015|title=Strategi pengembangan ekowisata mangrove Wonorejo Surabaya|journal=AGRARIS|volume=1|issue=1|pages=39-42}}</ref> Daya tarik ekowisata mangrove memiliki keberagamannya masing-masing, sumber daya alam menjadi salah satu pesona daya tarik ekowisata yang terdapat pada kawasan mangrove. Kegiatan-kegiatan yang menjadi salah satu daya tarik ekowisata mangrove diantaranya:
 
==== Fotografi ====
Objek-objek yang terdapat di kawasan wisata mangrove dapat dijadikan sebagai objek fotografi seperti flora & fauna yang hidup dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Pemandangan pagi dan sore hari pesisir juga menjadi objek yang menarik perhatian pengunjung sehingga menjadi spot menarik untuk mengabadikan foto.
 
==== Kegiatan pengamatan burung ====
Kawasan mangrove atau hutan bakau menjadi salah satu habitat dari berbagai burung. Hutan bakau memiliki peran penting sebagai habitat dari berbagai macam jenis ikan, udang, kerang-kerang, dan lain sebagainya. Dikarenakan pada kawasan terdapat banyak sumber nutrien yang menjadi salah satu sumber penting makanan bagi banyak spesies khususnya jenis ''migratory'' seperti burung-burung pantai.<ref>{{Cite journal|last=H|first=Sulistyowati|date=2009|title=Biodiversitas mangrove di cagar alam Pulau Sempu|journal=Jurnal Saintek|volume=8|issue=1|pages=59-63}}</ref>
 
==== Budaya masyarakat sekitar hutan bakau ====
Kebudayaan masyarakat sekitar pesisir mangrove menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung. Masyarakat sekitar dapat mengolah limbah pohon bakau menjadi suatu kerajinan yang memiliki nilai jual. Pembuatan kerajinan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar pesisir merupakan salah satu keterampilan dalam mengelola limbah-limbah yang berasal dari tumbuhan mangrove. Wisatawan yang berkunjung juga dapat mempelajari dan membeli hasil kerajinan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar pesisir. Selain kerajinan, pengunjung juga dapat mempelajari budaya khas yang dilakukan oleh masyarakat.
 
==== ''Touring'' di kawasan mangrove ====
Kegiatan ini dilakukan dengan menelusuri kawasan-kawasan yang berada di sekitar mangrove dan melakukan kegiatan yang berhubungan tentang pendidikan lingkungan yang terdapat di kawasan mangrove yang akan didampingi serta dipandu oleh ''tour guide''. Masyarakat diajak untuk bercocok tanam, mengenal flora dan fauna yang hidup dan tumbuh di kawasan mangrove, serta menikmati kuliner dari olahan berbahan dasar ikan atau biota laut lainnya.
 
Sarana dan prasarana termasuk faktor penting untuk upaya mendukung daya tarik ekowisata, dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai pengunjung akan mendapatkan kepuasan serta kenyamanan. Sarana dan prasarana tersebut di antaranya:
 
==== Perahu ====
Perahu yang terdapat di kawasan pesisir mangrove merupakan salah satu fasilitas yang dapat digunakan oleh wisatawan yang berkunjung untuk menyelusuri kawasan hutan bakau.
 
==== Toko cendera mata ====
Toko cendera mata menjadi salah satu daya tarik wisatawan yang terdapat di kawasan mangrove. Cendera mata yang dijual merupakan hasil kerajinan oleh masyarakat sekitar pesisir mangrove. Tujuan dari adanya toko cendera mata ini untuk melibatkan masyarakat sekitar dalam pengelolaan mangrove serta membantu perekonomian masyarakat pesisir.
 
==== Papan interpretasi ====
Konten-konten yang ada pada papan interpretasi yang dibangun dalam kawasan mangrove mengandung informasi singkat yang membahas kawasan mangrove. Contohnya adalah papan pengenalan jenis tumbuhan mangrove serta gambar peta kawasan mangrove.
 
=== Ekowisata mangrove di Indonesia ===
Kawasan mangrove Pantai Tanjung Bara Sanggata Kutai Timur memiliki potensi dalam pengembangan ekowisata yang bersifat eksklusif. Salah satu bentuk pengembangan ekowisata eksklusif mangrove dengan memanfaatkan nya sebagai objek ekowisata tanpa menurunkan mutu dari Objek Vital Nasional. Potensi terhadap ekowisata kawasan mangrove yang berdasarkan hasil analisis unsur daya tarik dan penunjang kegiatan yang memiliki nilai dengan klasifikasi tinggi yang sesuai dengan Objek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA).
 
Kawasan wisata mangrove yang menarik, indah, dan alami akan memberi efek nyaman kepada pengunjung, apalagi dengan fasilitas dan kondisi jalan yang baik. Hal tersebut memberikan kepuasan serta pengalaman bagi para pengunjung. Selain itu, adanya fasilitas pendukung juga ikut menunjang tingkat kenyamanan pengunjung yang disajikan dalam bentuk program, yaitu berupa pengamatan burung, satwa, menikmati keindahan dengan jembatan kayu, memancing, bersampan di antara mangrove, dan fotografi pada kawasan mangrove yang indah sebagai objek.<ref name=":0" />
 
Ekowisata mangrove di Indonesia dapat ditingkatkan dengan memperhatikan fasilitas dan sarana berdasarkan aspek konservasi, keselamatan, kenyamanan dan kepuasan pengunjung.<ref>{{Cite journal|last=MZ|first=Ayob|last2=FM|first2=Saman|last3=Z|first3=Hussin|last4=K|first4=Jusoff|date=2009|title=Tourist’s satisfaction in Kilim River mangrove forest ecotourism service|journal=International Journal of Business and Management|volume=4|issue=7|pages=76-84}}</ref> Penambahan fasilitas dan sarana pada kegiatan ekowisata seperti pada jembatan kayu, menara pandang, pondok informasi, papan interpretasi, areal persemaian, dan perahu kayu. Fasilitas dan sarana yang digunakan harus memiliki sifat alami dan tidak merusak kondisi ekosistem mangrove. Pengembangan dan penambahan fasilitas ini tentunya harus dikerjakan oleh tenaga-tenaga yang kompeten untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Standar kompetensi yang ditetapkan pengelola dalam pengembangan ekowisata seperti pengetahuan, keterampilan dan sikap. Kemudian untuk pelatihan dan pendidikan terhadap petugas dapat dilakukan bersama pemerintah, perguruan tinggi atau lembaga berkompeten terkait pelatihan untuk petugas, pekerja yang sudah diberikan pendidikan dan pelatihan akan memberikan nilai tambah seperti kepuasan pengunjung pada ekowisata kawasan mangrove.<ref name=":0" />
 
Pengembangan ekowisata dapat dilakukan melalui website ekowisata. Website tersebut menyediakan informasi yang berisi keindahan alam, kenyamanan, keunikan, dan kekhasan tanaman serta hewan endemik. Kegiatan pengembangan ekowisata dapat dilakukan dengan kerjasama antara pihak pengelola dan pemerintah Kabupaten Kutai Timur dalam upaya pengembangan ekowisata mangrove berbasis konservasi berkelanjutan. Kolaborasi Pemda dengan pihak pengelola dalam mempertahankan kualitas dan kebersihan ekowisata dengan tujuan perlindungan ekowisata mangrove, keterpaduan tata guna lahan, peningkatan koordinasi serta sosialisasi kepada pihak kelembagaan pariwisata, meningkatkan penelitian dan pengembangan keanekaragaman hayati, monitoring, dan evaluasi kegiatan ekowisata mangrove. Daya dukung kawasan dimaksudkan untuk membatasi pemanfaatan yang berlebihan dan mencegah kerusakan ekosistem<ref>{{Cite journal|last=P|first=Nugraha|last2=H|first2=Indaro|last3=AM|first3=Helmi|date=2013|title=Studi kesesuaian dan daya dukung kawasan untuk rekreasi pantai di Pantai Panjang Kota Bengkulu|journal=Journal of Marine Research|volume=2|issue=2|pages=130-139}}</ref>
 
=== Upaya pelestarian mangrove melalui ekowisata ===
Hutan mangrove mempunyai manfaat penting bagi kehidupan masyarakat, baik dari segi sosial maupun ekonomi. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat, tergantung kemampuan dan kemauan yang kemudian mendorong kegiatan itu terjadi. Masyarakat memiliki peranan penting dalam keberlanjutan pelestarian ekosistem mangrove. Potensi yang dimiliki hutan mangrove bisa dikembangkan dan dikelola dengan baik melalui dukungan, niat serta respon dari masyarakat dalam kegiatan konservasi hutan mangrove tersebut.<ref>{{Cite journal|last=W|first=Putra|date=2014|title=Kawasan ekowisata hutan mangrove di Desa Kuala Karang Kabupaten Kubu Raya|journal=Jurnal Online Mahasiswa Arsitektur Universitas Tanjungpura|volume=2|issue=2|pages=41-55}}</ref>
 
Cara masyarakat melestarikan hutan mangrove adalah dengan mengembangkan kegiatan pembibitan dan penanaman mangrove bersama. Kegiatan pembibitan tanaman mangrove dapat dilakukan oleh berbagai kalangan instansi sekolah, masyarakat, pengelola, ataupun pengunjung. Adapun tujuan penanaman mangrove adalah agar jumlah pohon mangrove tetap stabil, dapat menggantikan fungsi dari pohon mangrove yang mengalami kerusakan baik akibat aktivitas manusia maupun faktor alam. Disisi lain, kegiatan rehabilitasi lahan kosong areal mangrove yang rusak juga merupakan upaya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat,<ref>{{Cite journal|last=R|first=Sugiarti|date=2020|title=Upaya pelestarian hutan mangrove Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur untuk meningkatkan fungsi hutan mangrove.|journal=Journal of Science and Biology Education (BIOLOVA)|volume=1|issue=1|pages=28-32}}</ref> dimana penanaman bibit tanaman mangrove merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan dalam upaya pelestarian hutan mangrove agar manfaatnya dapat dirasakan juga oleh generasi berikutnya, sehingga peranan masyarakat sangat dibutuhkan dalam upaya pelestarian hutan mangrove.<ref>{{Cite journal|last=W|first=Setiawan|last2=SP|first2=Harianto|last3=R|first3=Qurniati|date=2017|title=Ecotourism development to preserve mangrove conservation effort: case study in Mangasari Village, district of East Lampung, Indonesia|journal=OCEAN LIFE|volume=1|issue=1|pages=14-19}}</ref>
 
Pelestarian hutan mangrove tidak hanya semata-mata dilakukan oleh masyarakat, peranan pemerintah pun juga dibutuhkan disini.<ref>{{Cite journal|last=AU|first=Lele|date=2017|title=Pelestarian potensi ekowisata di kawasan hutan mangrove Desa Suwung Kauh Denpasar Selatan|journal=Jurnal Ilmiah dwijenAGRO|volume=7|issue=1|pages=7-11}}</ref> Selain melakukan kegiatan penanaman kembali, penanaman kesadaran kepada masyarakat serta peningkatan motivasi dalam menjaga dan memanfaatkan mangrove secara berkelanjutan perlu dilakukan, baik itu dengan melakukan penyuluhan, mengajarkan dengan melakukan kegiatan secara langsung ataupun melalui bentuk-bentuk edukasi lainnya seperti poster, video, dan lain sebagainya. Peranan lain yang juga diperlukan disini adalah dengan memberikan surat izin usaha kepada masyarakat yang berdagang atau membuka usaha di sekitar, melakukan peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan lokal tentang konservasi, serta peningkatan pendapatan masyarakat pesisir hutan mangrove sehingga dapat menunjang perekonomian.
 
=== Dampak ===
Masyarakat lokal dan lingkungan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu kawasan ekowisata sehingga potensi dan partisipasi masyarakat perlu dikembangkan. Hal tersebut bertujuan untuk memperoleh manfaat serta diharapkan dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam melestarikan lingkungan.<ref>{{Cite book|last=I|first=Nugroho|date=2011|title=Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan|location=Yogyakarta|publisher=Pustaka Belajar|url-status=live}}</ref> Suatu kegiatan dianggap ekowisata atau tidak dilihat partisipasi lokal beserta manfaatnya.<ref>{{Cite journal|last=DA|first=Friess|date=2017|title=Ecotourism as a tool for mangrove conservation|journal=Sumatra Journal of Disaster, Geography and Geography Education|volume=1|issue=1|pages=24-35}}</ref> Konsep yang mendasari adalah pengurangan ketergantungan pada penggunaan sumber daya alam secara konsumtif melalui manfaat dari ekowisata. Dengan berpartisipasi dalam kegiatan ekowisata, masyarakat setempat dapat memperoleh penghasilan tambahan sekaligus menjaga keanekaragaman hayati.
 
Adanya ekowisata mangrove pasti akan mempengaruhi aspek sosial dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan. Hal ini dapat menimbulkan dampak bagi masyarakat, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak dari suatu kegiatan pembangunan pada aspek sosial ekonomi khususnya untuk negara berkembang meliputi beberapa komponen yang ditetapkan sebagai indikator sosial ekonomi, yaitu penyerapan tenaga kerja, berkembangnya struktur ekonomi, seperti timbulnya aktivitas perekonomian lain akibat proyek itu seperti toko, warung, restoran, transportasi dan lain-lain, peningkatan pendapatan masyarakat, kesehatan masyarakat, persepsi masyarakat, dan laju pertumbuhan penduduk, dan lain sebagainya.<ref>{{Cite journal|first=Safuridar|last2=P|first2=Andiny|date=2020|title=Dampak pengembangan ekowisata hutan mangrove terhadap sosial dan ekonomi masyarakat di Desa Kuala Langsa, Aceh|journal=Jurnal Samudra Ekonomi dan Bisnis|volume=11|issue=1|pages=43-52}}</ref> Dampak positif dari ekowisata berdasarkan kacamata ekonomi antara lain, yaitu menciptakan kesempatan berusaha, menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat, sebagai akibat ''multiplier effect'' yang terjadi dari pengeluaran wisatawan yang relatif cukup besar, meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah, meningkatkan pendapatan nasional atau ''Gross Domestic Bruto (''GDB), mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor ekonomi lainnya, dan memperkuat neraca pembayaran.
 
Keberadaan ekowisata hutan mangrove dapat merubah pola pikir masyarakat. Masyarakat mampu memanfaatkan peluang dan sumberdaya yang ada untuk memenuhi kebutuhan mereka. Adanya ekowisata hutan mangrove dapat membuka lapangan pekerjaan yang baru bagi masyarakat sehingga angka pengangguran semakin berkurang. Masyarakat dapat berinovasi memanfaatkan sumber daya yang ada untuk meningkatkan ekonomi daerah mereka, seperti membuat cendera mata, olahan makanan atau minuman, dan pelayanan jasa transportasi. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan seperti semakin memburuknya kesenjangan pendapatan antarkelompok masyarakat, memburuknya ketimpangan antardaerah, hilangnya kontrol masyarakat lokal terhadap sumberdaya ekonomi.<ref name=":1">{{Cite book|last=IG|first=Pitana|last2=PG|first2=Gayatri|date=2005|title=Sosiologi Pariwisata|location=Yogyakarta|publisher=Andi Offset|url-status=live}}</ref> Hal ini juga dapat meningkatkan angka kriminalitas di sekitar kawasan. Dampak positif dalam aspek sosial antara lain pembangunan budaya dan modernisasi, pertukaran sosial, perubahan sosial, peningkatan citra masyarakat lokal, peningkatan kesehatan masyarakat, peningkatan fasilitas sosial, pendidikan, pelestarian budaya, dan perubahan politik kearah yang lebih baik. Sedangkan yang termasuk ke dalam dampak negatif adalah kehancuran budaya lokal, ketidakstabilan sosial, konsumerisme, perubahan dalam hukum dan keteraturan sosial, komersialisasi hubungan antarmanusia, perubahan nilai-nilai tradisional, dan ketidakstabilan politik.<ref name=":1" />
== Lihat pula ==
* [[Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung]]