Bupati: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
→‎Sejarah: pranala luar
Tag: VisualEditor-alih pranala ke halaman disambiguasi
Turmadan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(15 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Bentuk Pemerintah}}
[[Berkas:02 Mashudan Ridder Bupati Mojokerto 07.JPG|jmpl|Raden Adipati Arya Kromodyo Adinegoro IV (Raden Mashudan) RidderBupati RegentMojokerto of MojokertoRidder Tahuntahun 1896-1916 MasehiM.]]
'''Bupati''', dalam konteks otonomi Daerah di Indonesia adalah sebutan untuk kepala [[daerah tingkat]] [[kabupaten]], yang merupakan warisan dari era pemerintahandi Hindia BelandaIndonesia. Seorang bupati kewenangannya sejajar dengan [[wali kota]], yakni kepala daerah untuk daerah kotamadya[[Kota (Indonesia)|kota]]. Pada dasarnya, bupati memiliki tugas dan wewenang memimpinatasan penyelenggaraan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD[[Dewan kabupatenPerwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota]]. Bupati dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh [[rakyat]] ([[masyarakat]]) di kabupaten setempat. Bupati merupakan jabatan politis[[politik]] (karena diusung oleh [[partai politik]]), dan bukan [[Pegawai Negeri Sipil]]<ref>https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbanten/tata-kota-pandeglang-warisan-kolonial-rasa-lokal/</ref>.
 
Istilah ini sebenarnya merupakan [[warisan]] dari jaman [[pemerintahan]] [[Hindia Belanda]]. Sebelum tahun [[1945]], gelar bupati sebenarnya hanya dipakai di pulau [[Jawa]], [[Pulau Madura]], dan [[Bali]]. Dalam [[bahasa Belanda]], bahasa administrasi resmi pada masa Hindia Belanda, istilah bupati disebut sebagai '''''regent''''', dan istilah inilah yang dipakai sebagai padanan bupati dalam bahasa [[Inggris]].<ref>Sebetulnya dalam bahasa Inggris, ''[[regent|regent]]'', dari bahasa Prancis ''[[:fr:régent|régent]]'', menunjuk seorang yang memimpin kerajaan selama raja yang bertahta masih di bawah umur.</ref> Semenjak kemerdekaan, istilah bupati dipakai untuk menggantikan ''regent'' di seluruh wilayah Indonesia.<ref>https://m.tribunnews.com/nasional/2020/09/10/ternyata-ini-alasan-mengapa-pemimpin-kabupaten-adalah-seorang-bupati-bukan-pakpati?page=all</ref><ref>https://www.jogjakota.go.id/pages/sejarah-kota</ref>.
 
== Sejarah ==
Istilah ''bupati'' berasal dari [[bahasa Jawa]], yang sendirinya berasal dari [[bahasa Sanskerta]] aksara [[Kawi]] varian Melayu kuno, yaitu zaman Kerajaan-kerajaan [[Melayu]] yang muncul dari [[Abad ke-12]] Masehi sampai dengan [[Abad ke-19]] Masehi bahasa yang dipergunakan tidak lagi di pengaruhi oleh bahasa Sansekerta. Raja-raja yang berkuasa pada saat itu berketurunan Melayu<ref>https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/perkembangan-bahasa-melayu/</ref>.
 
Dalam [[prasasti Telaga Batu]], yang ditemukan di kampung tersebut dekat [[Palembang]] dan berisi pemujaan terhadap raja [[Sriwijaya]], kemungkinan terdapat kata ''bhupati''. Prasasti tersebut diperkirakan dari akhir Abad ke-7 Masehi, Pakar prasasti Indonesia [[Johannes Gijsbertus de Casparis]] menterjemahkan ''bhupati'' dengan istilah "kepala" (''hoofd'' dalam bahasa Belanda), kata ''bhupati'' juga ditemukan dalam [[prasasti Ligor]], yang ditemukan di [[provinsiProvinsi]] [[Nakhon Si Thammarat]] di Muangthai, Pada [[Abad ke-17]], orang Eropa menyebut [[daerah]] tersebut dengan nama "Ligor", [[prasasti]] ini teridentifikasi Tahun [[775]] Masehi [[Abad ke-7]] Masehi, istilah ''bhupati'' digunakan untuk menyebut raja [[Sriwijaya]] yuwaraja pada [[Abad ke-9]] Masehi dengan raja terahir Ratu Sekerummong [[Abad ke-12]] zaman setelah masa Kulothunga Chola I<ref>https://www.kompasiana.com/jatikumoro/5fec498dd541df6b12392cc3/prasasti-ligor-jejak-historis-raja-jawa-di-semenanjung-melayu-pada-abad-kedelapan-masehi#:~:text=Isi%20pokok%20tulisan%20prasasti%20Ligor,Caitya%20untuk%20Padmapani%2C%20Sakyamuni%2C%20dan</ref><ref>https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/30/204231679/kerajaan-sriwijaya-letak-raja-raja-masa-kejayaan-dan-peninggalan?page=all</ref><ref>https://rasindogroup.com/prasasti-hujung-langit/</ref><ref>Anton O. Zakharov, « Constructing the polity of Sriwijaya in the 7th-8th centuries: The view according to the inscriptions », ''Indonesian Studies Working Papers'', No. 9, juillet 2009</ref>.
 
Dalam bukunya ''Océanie ou cinquième partie du monde: revue géographique et ethnographique de la Malaisie, de la Micronésie, de la Polynésie et de la Mélanésie, ainsi que ses nouvelles classifications et divisions de ces contrées'' ("Oceania atau bagian dunia yang kelima: majalah geografi dan etnografi tentang [[Malaysia]], [[Mikronesia]], [[Polynesia]] dan [[Melanesia]], dan klasifikasi dan divisi baru untuk kawasan tersebut"), penjelajah asal [[Prancis]] Gérard Louis Domeny de Rienzi (1834) mencatat istilah "bapati"<ref>Grégoire Louis Domeny de Rienzi, ''[http://catalogue.bnf.fr/ark:/12148/cb303472019 Océanie ou cinquième partie du monde: revue géographique et ethnographique de la Malaisie, de la Micronésie, de la Polynésie et de la Mélanésie, ainsi que ses nouvelles classifications et divisions de ces contrées]'', Firmin Didot Frères, Paris, 1834</ref><ref>https://anri.go.id/profil/sejarah</ref>.
Baris 20:
* Sutherland, Heather, "Notes on Java's Regent Families: Part I" in ''Indonesia'', Volume 16 (October 1973), 113-147
 
== Lihat jugapula ==
{{Commonscat|Regents of the Netherlands Indies|Bupati di Hindia Belanda}}
* [[Gubernur]]
Baris 27:
* [[Lurah]]
{{Authority control}}
 
{{DEFAULTSORT:Bupati}}
[[Kategori:Bupati| ]]
[[Kategori:Kepala wilayah administratif Indonesia]]
[[Kategori:Pejabat politik di Indonesia]]
[[Kategori:Indonesia]]