Kudeta APRA: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pengembalian manual VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(73 revisi perantara oleh 47 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{untuk|kelompok milisi APRA|Angkatan Perang Ratu Adil}}
{{taknetral}}
{{Infobox military conflict
 
| conflict = Kudeta APRA
'''Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil''' atau '''Kudeta 23 Januari''' adalah peristiwa yang terjadi pada [[23 Januari]] [[1950]] dimana segerombolan orang bersenjata di bawah pimpinan mantan Kapten KNIL [[Raymond Westerling]] yang juga mantan komandan pasukan khusus (''Korps Speciaale Troepen''), masuk ke kota [[Bandung]] dan membunuh semua orang berseragam TNI yang mereka temui. Aksi gerombolan ini telah direncanakan beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda.
| partof = [[Revolusi Nasional Indonesia]]
| image = Siliwangi headquarter occupied by the APRA.jpg
| image_size = 300px
| caption = Markas Divisi Siliwangi diduduki APRA pada masa kudeta.
| date = 22–23 Januari 1950<ref name="Westerling180-81">Westerling (1952), p. 180-81</ref> ({{Age in months, weeks and days|month1=1|day1=22|year1=1950|month2=1|day2=23|year2=1950}})
| place = [[Bandung]] dan [[Jakarta]], [[Negara Pasundan]], Indonesia
| casus = Penentangan terhadap integrasi negara federal [[Republik Indonesia Serikat]] ke dalam [[Republik Indonesia]].<ref name="Westerling168">Westerling (1952), p. 168</ref>
| territory =
| result = Kemenangan Indonesia
* Kudeta awalnya berhasil dan APRA menduduki Bandung untuk sementara<ref name="Westerling189">Westerling (1952), p. 189</ref>
* Pasukan APRA kehabisan amunisi dan mundur setelah negosiasi
* Percepatan integrasi negara-negara federal ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950<ref name="Kahin456" />
| combatant1 = {{flagicon image|Flag of Legion of Ratu Adil.svg}} [[Angkatan Perang Ratu Adil]] (APRA)
| combatant2 = {{flag|Indonesia}}
* {{flagicon image|Flag of the Indonesian National Armed Forces.svg}} [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]]
| commander1 = [[Raymond Westerling|Kapten Westerling]]
| commander2 = Kolonel Ali Sadikin<br>[[Adolf Gustaaf Lembong]]{{KIA}}
| units1 =
| units2 = [[Divisi Siliwangi]]<ref name="Westerling180-81" />
| strength1 = 2.000 tentara APRA<ref name="Westerling189" />
| strength2 = 4.500 tentara TNI<ref name="Westerling189" />
| casualties1 =
| casualties2 = ≈100 terbunuh<ref name="Westerling189" />
| casualties3 =
| notes =
| campaignbox =
}}
'''Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil''' atau '''Kudeta 23 Januari''' adalah peristiwa yang terjadi pada [[23 Januari]] [[1950]] dimanadi segerombolanmana orangkelompok [[milisi]] [[Angkatan Perang Ratu Adil]] (APRA) yang bersenjataada di bawah pimpinan mantan Kapten [[KNIL]] [[Raymond Westerling]] yang juga mantan komandan pasukan khusus (''Korps[[Depot SpeciaaleSpeciale Troepen]]'' ([[Pasukan Khusus]]) KNIL, masuk ke kota [[Bandung]] dan membunuh semua orang berseragam [[TNI]] yang mereka temui. Aksi gerombolan ini telah direncanakan beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda.
 
== Latar belakang ==
 
Pada bulan November [[1949]], dinas rahasia militer Belanda menerima laporan, bahwa Westerling telah mendirikan organisasi rahasia yang mempunyai pengikut sekitar 500.000 orang. Laporan yang diterima Inspektur Polisi Belanda J.M. Verburgh pada [[8 Desember]] [[1949]] menyebutkan bahwa nama organisasi bentukan Westerling adalah "[[Ratu Adil Persatuan Indonesia]]" (RAPI) dan memiliki satuan bersenjata yang dinamakan [[Angkatan Perang Ratu Adil]] (APRA). Pengikutnya kebanyakan adalah mantan anggota KNIL dan yang melakukan desersi dari pasukan khusus KST/RST. Dia juga mendapat bantuan dari temannya orang Tionghoa, [[Chia Piet Kay]], yang dikenalnya sejak berada di kota Medan.
 
Pada [[5 DesemberMaret]] malam, sekitar pukul 20.00 Westerling menelepon Letnan Jenderal [[Buurman van Vreeden]], [[Panglima Tertinggi Tentara Belanda]], pengganti Letnan Jenderal [[Simon Spoor|Spoor]]. Westerling menanyakan bagaimana pendapat van Vreeden, apabila setelah penyerahan kedaulatan Westerling berencana melakukan kudeta terhadap [[Sukarno|Soekarno]] dan kliknya. Van Vreeden memang telah mendengar berbagai kabar, antara lain ada sekelompok militer yang akan mengganggu jalannya penyerahan kedaulatan. Juga dia telah mendengar mengenai kelompoknya Westerling.
 
Jenderal van Vreeden, sebagai yang harus bertanggung-jawab atas kelancaran "penyerahan kedaulatan" pada [[27 Desember]] [[1949]], memperingatkan Westerling agar tidak melakukan tindakan tersebut, tapitetapi van Vreeden tidak segera memerintahkan penangkapan Westerling.
 
== Surat ultimatum ==
 
Pada hari Kamis tanggal [[5 Januari]] [[1950]], Westerling mengirim surat kepada pemerintah [[RIS]] yang isinya adalah suatu ultimatum. Ia menuntut agar Pemerintah RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Negara Pasundan serta Pemerintah RIS harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan. Pemerintah RIS harus memberikan jawaban positif dalmdalam waktu 7 hari dan apabila ditolak, maka akan timbul perang besar.
 
Ultimatum Westerling ini tentu menimbulkan kegelisahan tidak saja di kalangan RIS, namuntetapi juga di pihak Belanda dan dr. H.M. Hirschfeld (kelahiran Jerman), ''Nederlandse Hoge Commissaris'' (Komisaris Tinggi Belanda) yang baru tiba di Indonesia. Kabinet RIS menghujani Hirschfeld dengan berbagai pertanyaan yang membuatnya menjadi sangat tidak nyaman. Menteri Dalam Negeri Belanda, Stikker menginstruksikan kepada Hirschfeld untuk menindak semua pejabat sipil dan militer Belanda yang bekerjasamabekerja sama dengan Westerling.
 
Pada [[10 Januari]] 1950, [[Hatta]] menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa pihak Indonesia telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Westerling. Sebelum itu, ketika [[A.H.J. Lovink]] masih menjabat sebagai Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda, dia telah menyarankan Hatta untuk mengenakan pasal ''exorbitante rechten'' terhadap Westerling. Saat itu Westerling mengunjungi [[Sultan Hamid II]] di [[Hotel Des Indes]], [[Jakarta]]. Sebelumnya, mereka pernah bertemu bulan Desember [[1949]]. Westerling menerangkan tujuannya, dan meminta Hamid menjadi pemimpin gerakan mereka. Hamid ingin mengetahui secara rinci mengenai organisasi Westerling tersebut. Namun dia tidak memperoleh jawaban yang memuaskan dari Westerling. Pertemuan hari itu tidak membuahkan hasil apapun. Setelah itu tak jelas pertemuan berikutnya antara Westerling dengan Hamid. Dalam otobiografinya, ''Mémoires'', yang terbit tahun [[1952]], Westerling menulis, bahwa telah dibentuk [[Kabinet Bayangan]] di bawah pimpinan Sultan Hamid II dari [[Pontianak]], oleh karena itu dia harus merahasiakannya.
 
Pertengahan Januari [[1950]], Menteri UNI dan Urusan Provinsi Seberang Lautan, Mr. [[Johannes Henricus van Maarseveen|J.H. van MaarsevenMaarseveen]] berkunjung ke Indonesia untuk mempersiapkan pertemuan Uni Indonesia-Belanda yang akan diselenggarakan pada bulan Maret 1950. Hatta menyampaikan kepada Maarseven, bahwa dia telah memerintahkan kepolisian untuk menangkap Westerling.
 
Ketika berkunjung ke Belanda, Menteri Perekonomian RIS [[Juanda]] pada [[20 Januari]] 1950 menyampaikan kepada Menteri Götzen, agar pasukan elit RST yang dipandang sebagai faktor risiko, secepatnya dievakuasi dari Indonesia. Sebelum itu, satu unit pasukan RST telah dievakuasi ke [[Pulau Ambon|Ambon]] dan tiba di Ambon tanggal [[17 Januari]] 1950. Pada 21 Januari Hirschfeld menyampaikan kepada Götzen bahwa Jenderal Buurman van Vreeden dan Menteri Pertahanan Belanda Schokking telah menggodok rencana untuk evakuasi pasukan RST.
Baris 27 ⟶ 55:
Pada 22 Januari pukul 21.00 dia telah menerima laporan, bahwa sejumlah anggota pasukan RST dengan persenjataan berat telah melakukan desersi dan meninggalkan tangsi militer di [[Batujajar]].
 
Mayor KNIL G.H. Christian dan Kapten KNIL J.H.W. Nix melaporkan, bahwa kompi "Erik" yang berada di ''Kampemenstraat'' malam itu juga akan melakukan desersi dan bergabung dengan APRA untuk ikut dalam kudeta, namuntetapi dapat digagalkan oleh komandannya sendiri, Kapten G.H.O. de Witt. Engles segera membunyikan alarm besar. Dia mengontak Letnan Kolonel TNI Sadikin, Panglima [[Divisi Siliwangi]]. Engles juga melaporkan kejadian ini kepada Jenderal Buurman van Vreeden di Jakarta.
 
Antara pukul 8.00 dan 9.00 dia menerima kedatangan komandan RST Letkol Borghouts, yang sangat terpukul akibat desersi anggota pasukannya. Pukul 9.00 Engles menerima kunjungan Letkol. Sadikin. Ketika dilakukan apel pasukan RST di Batujajar pada siang hari, ternyata 140 orang yang tidak hadir. Dari kamp di [[Purabaya]] dilaporkan, bahwa 190 tentara telah desersi, dan dari SOP di [[Cimahi]] dilaporkan, bahwa 12 tentara asal [[Pulau Ambon|Ambon]] telah desersi.
 
== Kudeta ==
Namun upaya mengevakuasi ''Reciment[[Regiment SpeciaaleSpeciale Troepen]]'' (RST), gabungan baret merah dan baret hijau telah terlambat untuk dilakukan. Dari beberapa bekas anak buahnya, Westerling mendengar mengenai rencana tersebut, dan sebelum deportasi pasukan RST ke Belanda dimulai, pada [[23 Januari]] 1950, Westerling melancarkan kudetanya. Subuh pukul 4.30, Letnan Kolonel KNIL [[T. Cassa]] menelepon Jenderal Engles dan melaporkan: "Satu pasukan kuat APRA bergerak melalui Jalan Pos Besar menuju Bandung."
 
Westerling dan anak buahnya menembak mati setiap anggota TNI yang mereka temukan di jalan. 94 anggota TNI tewas dalam pembantaian tersebut, termasuk [[Adolf Gustaaf Lembong|Letnan Kolonel Lembong]], sedangkan di pihak APRA, tak ada korban seorang pun.
Namun upaya mengevakuasi ''Reciment Speciaale Troepen'', gabungan baret merah dan baret hijau telah terlambat untuk dilakukan. Dari beberapa bekas anak buahnya, Westerling mendengar mengenai rencana tersebut, dan sebelum deportasi pasukan RST ke Belanda dimulai, pada [[23 Januari]] 1950, Westerling melancarkan kudetanya. Subuh pukul 4.30, Letnan Kolonel KNIL T. Cassa menelepon Jenderal Engles dan melaporkan: "Satu pasukan kuat APRA bergerak melalui Jalan Pos Besar menuju Bandung."
 
Sementara Westerling memimpin penyerangan di Bandung, sejumlah anggota pasukan RST dipimpin oleh Sersan Meijer menuju [[Jakarta]] dengan maksud untuk menangkap Presiden [[Soekarno]] dan menduduki gedung-gedung pemerintahan. Namun dukungan dari pasukan KNIL lain dan [[TII]] (Tentara Islam Indonesia]] (TII) yang diharapkan Westerling tidak muncul, sehingga serangan ke Jakarta gagal dilakukan.
[[Berkas:Apra.JPG|right|thumb|200px|TNI yang tewas oleh Gerombolan APRA]]
 
Setelah puas melakukan pembantaian di Bandung, seluruh pasukan RST dan satuan-satuan yang mendukungnya kembali ke tangsi masing-masing. Westerling sendiri berangkat ke Jakarta, dan pada [[24 Januari]] 1950 bertemu lagi dengan Sultan Hamid II di [[Hotel Des Indes]]. Hamid yang didampingi oleh sekretarisnya, [[dr. J. Kiers]], melancarkan kritik pedas terhadap Westerling atas kegagalannya dan menyalahkan Westerling telah membuat kesalahan besar di Bandung. Tak ada perdebatan, dan sesaat kemudian Westerling pergi meninggalkan hotel.
Westerling dan anak buahnya menembak mati setiap anggota TNI yang mereka temukan di jalan. 94 anggota TNI tewas dalam pembantaian tersebut, termasuk Letnan Kolonel Lembong, sedangkan di pihak APRA, tak ada korban seorang pun.
 
Setelah itu terdengar berita bahwa Westerling merencanakan untuk mengulang tindakannya. Pada [[25 Januari]], Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa Westerling, didukung oleh RST dan [[Darul Islam]], akan menyerbu Jakarta. Engles juga menerima laporan, bahwa Westerling melakukan konsolidasi para pengikutnya di [[Garut]], salah satu basis [[Darul Islam]] waktu itu.
Sementara Westerling memimpin penyerangan di Bandung, sejumlah anggota pasukan RST dipimpin oleh Sersan Meijer menuju [[Jakarta]] dengan maksud untuk menangkap Presiden [[Soekarno]] dan menduduki gedung-gedung pemerintahan. Namun dukungan dari pasukan KNIL lain dan [[TII]] (Tentara Islam Indonesia) yang diharapkan Westerling tidak muncul, sehingga serangan ke Jakarta gagal dilakukan.
 
Aksi militer yang dilancarkan oleh Westerling bersama APRA yang antara lain terdiri dari pasukan elit tentara Belanda, menjadi berita utama media massa di seluruh dunia. Hugh Laming, koresponden Kantor Berita [[Reuters]] yang pertama melansir pada [[23 Januari]] 1950 dengan berita yang sensasional. Osmar White, jurnalis [[Australia]] dari ''[[Melbourne Sun]]'' memberitakan di halaman muka: "''Suatu krisis dengan skala internasional telah melanda [[Asia Tenggara]]''." Duta Besar Belanda di [[Amerika Serikat]], van Kleffens melaporkan bahwa di mata orang Amerika, Belanda secara licik sekali lagi telah mengelabui Indonesia, dan serangan di Bandung dilakukan oleh "''de zwarte hand van Nederland''" (tangan hitam dari Belanda).
Setelah puas melakukan pembantaian di Bandung, seluruh pasukan RST dan satuan-satuan yang mendukungnya kembali ke tangsi masing-masing. Westerling sendiri berangkat ke Jakarta, dan pada [[24 Januari]] 1950 bertemu lagi dengan Sultan Hamid II di Hotel Des Indes. Hamid yang didampingi oleh sekretarisnya, dr. J. Kiers, melancarkan kritik pedas terhadap Westerling atas kegagalannya dan menyalahkan Westerling telah membuat kesalahan besar di Bandung. Tak ada perdebatan, dan sesaat kemudian Westerling pergi meninggalkan hotel.
 
== Rujukan ==
Setelah itu terdengar berita bahwa Westerling merencanakan untuk mengulang tindakannya. Pada 25 Januari, Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa Westerling, didukung oleh RST dan Darul Islam, akan menyerbu Jakarta. Engles juga menerima laporan, bahwa Westerling melakukan konsolidasi para pengikutnya di [[Garut]], salah satu basis [[Darul Islam]] waktu itu.
* {{Cite book|last =Kahin|first=George McTurnan|authorlink=|coauthors=|title = Nationalism and Revolution in Indonesia|url =https://archive.org/details/nationalismrevol0000kahi|publisher =Cornell University Press|year =1952|location= Ithaca, N.Y.|isbn = 0-8014-9108-8}}
 
* {{cite book|last=Westerling|first=Raymond Paul Pierre|year=1952|title=Mes aventures en Indonesie|language=Prancis}} – diterjemahkan dari bahasa Prancis ke Inggris oleh Waverley Root sebagai – {{cite book|title=Challenge to terror|date=1952-01-01|url=https://archive.org/details/challengetoterro0000raym|publication-place=London|publisher=W. Kimber}}
Aksi militer yang dilancarkan oleh Westerling bersama APRA yang antara lain terdiri dari pasukan elit tentara Belanda, menjadi berita utama media massa di seluruh dunia. Hugh Laming, koresponden Kantor Berita [[Reuters]] yang pertama melansir pada [[23 Januari]] 1950 dengan berita yang sensasional. Osmar White, jurnalis [[Australia]] dari ''Melbourne Sun'' memberitakan di halaman muka: "''Suatu krisis dengan skala internasional telah melanda Asia Tenggara''." Duta Besar Belanda di [[Amerika Serikat]], van Kleffens melaporkan bahwa di mata orang Amerika, Belanda secara licik sekali lagi telah mengelabui Indonesia, dan serangan di Bandung dilakukan oleh "''de zwarte hand van Nederland''" (tangan hitam dari Belanda).
 
== Pranala luar ==
* [http://batarahutagalung.blogspot.com/2006/04/pembantaian-westerling-ii.html Pembantaian Westerling II]
 
== Referensi ==
[[Kategori:Lembaran hitam dalam sejarah Indonesia]]
{{Revolusi Nasional Indonesia}}
[[Kategori:Peristiwa 1950]]
{{reflist}}
[[Kategori:{{Lembaran hitam dalam sejarah Indonesia]]}}
{{Bencana di Indonesia tahun 1950an}}
 
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[en:APRA Coup d'état]]
[[Kategori:Peristiwa 1950]]
[[Kategori:Indonesia dalam tahun 1950]]