Samudramantana: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
M. Adiputra (bicara | kontrib) k →Kisah |
||
(39 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[File:Churning of the ocean - Manthan.jpg|jmpl|Ilustrasi Samudaramantana dari ''[[Razmnama]]'', [[abad ke-16]].]]
Cerita Samuderamantana merupakan salah satu bagian dari sekumpulan cerita [[mitologi]] agama [[Hindu]] yang tergabung di dalam naskah [[Adiparwwa]], [[parwwa]] pertama dari [[Mahabharata]]. Berdasarkan sumbernya, kitab [[Mahabharata]], maka dapat diketahui bahwa cerita ini berlatar belakang agama Hindu dan merupakan bagian dari pengaruh kebudayaan yang diadopsi dari India. Meskipun demikian, cerita ini telah begitu dikenal oleh masyarakat pendukung budaya Hindu pada waktu itu dengan diketahui telah disalinnya kisah ini ke dalam bahasa Jawa Kuna (manjawaken) semenjak zaman [[Dharmawangsa Teguh]], Raja [[Mataram Hindu]] yang memerintah pada sekitar tahun 991 M-1016 M. <ref name="buku"> Marwati Djoened, Poesponegoro, ed. Sejarah Nasional Indonesia, Jil. II, ed.4; Cet 5, Jakarta: Balai Pustaka. 1984. hlm. 255.<ref/> Masyarakat [[Jawa Kuna]] telah menganggap cerita ini sebagai cerita [[Jawa Kuna]] asli, dan segala sesuatunya tentang cerita ini dianggap terjadi di tanah [[Jawa]]. Keadaan ini sebenarnya disebabkan oleh kebijaksanaan dan kecerdasan dari para sastrawan yang telah mampu memindahkan [[Islam]] pikiran para pembaca dan pendengarnya dari suasana [[India]] menjadi suasana [[Jawa]] asli. Inti dari cerita ini adalah pengadukan [[Samudera]] yang dilakukan oleh para dewa dan raksasa untuk mendapatkan air amerta (air suci)<ref name="jurnal ilmiah"> Siti Maziyah. “Sumbangan Cerita Samuderamathana Terhadap Pemahaman Arti Air Penghidupan Pada Masyarakat Jawa Kuna”, dalam Jurnal Citra Lekha, Volume IV, Nomor 1, Februari 2001, hal. 16, Semarang.<ref/> ▼
'''Samudramantana''' {{Sanskerta|समुद्रमन्थन|Samudramanthana}} atau '''Ksirasagaramantana''' {{Sanskerta|क्षीरसागरमन्थन|Kṣirasāgaramanthana}} merupakan salah satu cerita [[mitos]] [[agama Hindu]] yang tercatat dalam beberapa kitab-kitab ''[[Purana]]'', serta tersisipkan di dalam naskah ''[[Adiparwa]]'', kumpulan pertama dari [[astadasaparwa|18 kitab]] ''[[Mahabharata]]''. ''Samudramanthana'' merupakan istilah [[bahasa Sanskerta]] yang secara [[harfiah]] berarti "pengadukan [[samudra]]", sedangkan ''Kṣirasāgaramanthana'' berarti "pengadukan lautan [[susu]]" (''[[ksirasagara|kṣirasāgara]]'' adalah nama lautan susu dalam [[mitologi Hindu]]).<ref name="hudson">D. Dennis Hudson: The body of God: an emperor's palace for Krishna in eighth-century Kanchipuram, Oxford University Press US, 2008, {{ISBN|978-0-19-536922-9}}, pp.164-168</ref>
Berdasarkan salah satu sumbernya, yaitu kitab ''[[Mahabharata]]'', maka dapat diketahui bahwa cerita ini berlatar belakang agama Hindu dan merupakan bagian dari pengaruh kebudayaan yang diadopsi dari [[India]]. Kisah ini menguraikan upaya para [[dewa (Hindu)|dewa]] dan [[asura]] ([[rakshasa|raksasa]], [[detya]], [[danawa]]) dalam memperoleh air keabadian, atau "tirta [[amerta]]" dari pengadukan [[ksirasagara|samudra susu]], melalui proses yang mirip dengan cara pembuatan [[mentega]] tradisional, yaitu mengaduk-aduk cairan krim [[susu]].
Selain di India, kisah ini terkenal di lingkungan kerajaan-kerajaan yang dipengaruhi budaya Hindu, seperti [[Kerajaan Khmer]] di [[Kamboja]], kerajaan-kerajaan [[Jawa]] Kuno di [[Indonesia]], serta kerajaan [[Thailand]]. Terdapat [[relief rendah]] yang besar dan indah menggambarkan Samudramantana pada dinding candi [[Angkor Wat]]. Terdapat pula mastaka atau kemucak candi berupa replika adegan Samudramantana di [[Trowulan]], [[Majapahit]]. Pada masa kini adegan Samudramantana juga terwujud dalam bentuk patung di [[Bandara Suwarnabhumi]], [[Bangkok]], [[Thailand]].
== Kisah ==
{{mitologi Hindu}}
[[File:Vishnu_and_Lakshmi_on_Shesha_Naga,_ca_1870.jpg|jmpl|Lukisan [[Wisnu]] dan [[Laksmi]] bersantai di tubuh [[nāga]] [[Sesa]], di tengah [[Ksirasagara]]. Lukisan tahun 1870-an.]]
=== Latar belakang ===
Menurut [[agama Hindu|kepercayaan Hindu]], kisah Samudramantana terjadi di "[[Ksirasagara]]" (lautan susu), suatu tempat dalam [[kosmologi Hindu]] yang mengelilingi benua Kraunca (''Krauncadwipa'').<ref name="hudson"/> Kisah ini berawal dari perseteruan para [[dewa (Hindu)|dewa]] dan [[asura]] ([[rakshasa|raksasa]], [[detya]], [[danawa]]) untuk memperoleh air suci "tirta [[amerta]]" yang dapat memberikan keabadian bagi siapa saja yang meminumnya. [[Wisnu]] menyarankan para dewa dan asura agar mereka bekerja sama untuk mendapatkan amerta, alih-alih berseteru. Ia pun memimpin kaum dewa dan asura untuk melilitkan [[nāga]] raksasa [[Wasuki|Basuki]] pada [[gunung Mandara]], lalu memindahkan gunung tersebut ke samudra, sebagai tongkat pengaduk. Supaya gunung Mandara tidak tenggelam, maka Wisnu berubah wujud menjadi [[Kurma (awatara)|Kurma]], yaitu [[kura-kura]] raksasa untuk menopang gunung Mandara. Wisnu memerintahkan para asura untuk memegang bagian pangkal tubuh Basuki, sementara para dewa memegang bagian ekornya. Akibatnya para asura terkena bisa yang keluar dari mulut Basuki. Meskipun demikian, para dewa maupun para asura tetap bekerja sama menarik tubuh Basuki dengan gerakan seperti [[tarik tambang|menarik tambang]], untuk menggoyang gunung Mandara, sehingga samudra susu teraduk.
Dari dalam adukan ini muncullah racun berbahaya yang disebut [[Halahala]]. Racun ini demikian berbahaya sehingga dapat memusnahkan alam semesta. Wisnu membujuk [[Siwa]] untuk membantu, maka Siwa menelan racun ini dan menyelamatkan jagat raya. Istri Siwa, yaitu [[Parwati]] membantu menekan leher Siwa agar racun tidak lolos keluar. Karena hal itu, leher Siwa berubah menjadi biru, sehingga muncul julukan Siwa sebagai ''Nilakanta'' (dari bahasa Sanskerta: ''nila''= biru; ''kantha''= leher).
[[Kategori:mitologi]]▼
=== Hasil pengadukan ===
[[File:Samudramanthan.jpg|jmpl|ka|Lukisan Samudramantana dari [[India]], sekitar [[abad ke-19]].]]
[[Berkas:Sagar Manthan.jpg|jmpl|ka|Lukisan India menggambarkan Sagaramantana, beserta objek yang dihasilkan dari pengadukan lautan susu.]]
Dari adukan Samudramantana tersebut muncullah beberapa harta benda berharga (dalam [[bahasa Sanskerta]] disebut ''ratna'' atau "permata"), yaitu:<ref name="vp">{{cite book|last=Wilson|first=Horace Hayman |authorlink=Horace Hayman Wilson|title=The Vishnu Purana|url=http://www.sacred-texts.com/hin/vp/vp044.htm#fr_236|year=1840}}</ref>
* [[Laksmi]]: dewi keberuntungan dan kekayaan, yang akhirnya menerima Wisnu sebagai suaminya.
* [[Apsara]]: golongan [[bidadari]] seperti [[Ramba]], [[Menaka]], Punjistala, [[Urwasi]], [[Tilotama]], dan lain-lain, yang memilih para [[dewata]] sebagai pasangannya.
* [[Baruni]] atau Sura: dewi pencipta minuman memabukan, yang secara enggan menerima para asura sebagai pasangannya.
Dari adukan Samudramantana, muncul pula beberapa binatang ajaib seperti:
* [[Kamadenu]] atau [[Surabi]] (Sansekerta: ''Kāmadhuk''), sapi ajaib pengabul harapan, yang diambil oleh Wisnu dan diberikan kepada para [[resi]] agar mentega dari susunya dapat dijadikan persembahan.
* [[Airawata]]: gajah putih yang diambil oleh [[Indra]], pemimpin para dewa sebagai [[wahana]]nya.
* [[Uccaihsrawa]]: kuda berkepala tujuh yang diberikan kepada asura.
Selain itu, diperoleh pula tiga benda berharga:
* [[Kostuba]]: permata paling berharga di dunia, dikenakan oleh Wisnu di mahkotanya.
* [[Parijata]]: pohon berbunga abadi, dibawa ke Indraloka oleh para dewa.
* [[Sarangga]]: busur yang sangat kuat, diberikan kepada Wisnu.
Daftar ''ratna'' atau benda berharga juga berbeda-beda menurut beberapa versi ''[[Purana]]'', ''[[Ramayana]]'', dan ''[[Mahabharata]]''. Beberapa benda berharga menurut versi lainnya yaitu:
* [[Sangkakala|Sangka]]: terompet kerang Wisnu.
* [[Jyesta]]: dewi kemalangan.
* Payung yang diambil dewa [[Baruna]].
* Anting yang diberikan kepada [[Aditi]] oleh Indra, putranya.
* Pohon ajaib [[Kalpawreksa]] atau [[Kalpataru]].
* Nidra, binatang seperti [[kungkang]].
Hasil adukan lainnya yang diperoleh antara lain:
* [[Halahala]]: racun berbahaya yang dihirup Siwa.
* [[Candra]]: bulan yang kemudian menghiasi kepala Siwa.
* [[Dhanwantari]]: tabib para dewa yang membawa air keabadian "tirta [[amerta]]".
=== Perolehan amerta ===
[[File:Mohini_Samudra_manthan.jpg|jmpl|Mohini (tengah) membagikan amerta kepada para dewa (kiri), sementara para asura (kanan) menanti dengan tidak sabar. ]]
Hasil akhir pengadukan lautan susu adalah [[Dhanwantari]], tabib para dewa yang muncul sambil membawa [[kendi]] berisi tirta [[amerta]]. Akhirnya, muncul perseteruan kembali antara para dewa dan asura demi memperebutkan amerta. Untuk melindungi amerta, [[Garuda]] pun mengamankannya dengan cara membawanya terbang jauh dari para dewa dan asura. Para dewa memohon kepada Wisnu untuk menyelesaikan perkara. Wisnu pun mengubah wujudnya menjadi wanita cantik bernama [[Mohini]], yang mempesona para asura. Lalu ia mengambil amerta dan membagikannya terlebih dahulu kepada para dewa. Asura yang bernama [[Swarbanu]] beralih rupa menjadi dewa agar mendapat jatah amerta. Karena memiliki pandangan yang terang dan jeli, Dewa [[Surya (dewa)|Surya]] dan Dewa [[Candra]] mengetahui perbuatan asura tersebut. Mereka segera memberi tahu Mohini tepat sebelum Swarbanu berhasil menenggak amerta. Mohini pun memenggal Swarbanu dengan [[cakram|cakra]]. Namun amerta berhasil menyentuh kerongkongan Swarbanu sehingga kepala asura tersebut masih dapat bertahan hidup. Sejak saat itu, kepalanya disebut [[Rahu]], sedangkan badannya disebut [[Ketu]].<ref>[http://www.sacred-texts.com/hin/m01/m01020.htm ''Mahabharata'', Adi Parva, Section 19.]</ref>
Akhir cerita mengisahkan para dewa—yang telah meminum amerta—berhasil mengalahkan para asura. Sementara itu, Rahu menelan Candra dan Surya pada saat tertentu. Karena Rahu tidak memiliki badan, maka Candra dan Surya lolos kembali setelah melewati kerongkongannya. Proses tersebut menyebabkan terjadinya gerhana.<ref>{{Cite book|last=Santhanam|first=R.|url=http://archive.org/details/BPHSEnglish|title=Brihat Parashara Hora Shastra (vol. 1)|publisher=|year=|isbn=|location=|pages=24}}</ref>
== Samudramantana di Indonesia ==
Kisah Samudramantana telah begitu dikenal oleh masyarakat pendukung kebudayaan Hindu di [[Indonesia]] pada [[Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha|era kerajaan Hindu-Buddha]]. Hal itu diketahui dari penyalinan kisah ini ke dalam bahasa Jawa Kuno (''dijawakan'') semenjak zaman [[Dharmawangsa Teguh]], Raja [[Mataram Hindu]] yang memerintah pada sekitar tahun 991 M–1016 M.<ref name="buku"> Marwati Djoened, Poesponegoro, ed. Sejarah Nasional Indonesia, Jil. II, ed.4; Cet 5, Jakarta: Balai Pustaka. 1984. hlm. 255.</ref>
▲
== Galeri ==
<gallery widths="240" heights="180">
Berkas:Awatoceanofmilk01.JPG|Pengadukan Samudramantana ditampilkan dalam relief di [[Angkor Wat]], [[Kamboja]]. [[Wisnu]] ditampilkan di tengah, [[awatara]]nya berwujud kura-kura raksasa ([[Kurma (awatara)|Kurma]]) di bawahnya, sementara [[asura]] di kiri dan [[dewa (Hindu)|dewa]] di kanan menarik tubuh naga [[Wasuki|Basuki]].
Berkas:Samudrala churning.JPG|Patung Samudramantana di [[bandara Suwarnabhumi]] di [[Bangkok]], [[Thailand]].
Berkas:Tirta Amerta.jpg|Kisah Samudramantana dalam teater dan tari Bali
</gallery>
== Referensi ==
{{reflist}}
==Pranala luar==
{{commons category|Samudra manthan|Samudramantana}}
* [http://www.sacred-texts.com/hin/m01/m01019.htm Samudramantana dalam ''Mahabharata'']
* [http://www.sacred-texts.com/hin/vp/vp044.htm Samudramantana dalam ''Wisnupurana'']
* [http://www.valmikiramayan.net/utf8/baala/sarga45/bala_45_prose.htm Samudramantana dalam ''Ramayana'']
|