Gadung: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.3 |
k Parameter klad |
||
(8 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 6:
| image_caption = Daun dan batang gadung, ''Dioscorea hispida''<br>dari [[Prembun, Tambak, Banyumas|Prembun]], [[Tambak, Banyumas|Tambak]], [[Banyumas]]
| regnum = [[Plantae]]
{{kladtb|[[Tumbuhan berpembuluh|Tracheophyta]]}}
{{kladtb|[[Tumbuhan berbunga|Angiospermae]]}}
{{kladtb|[[Tumbuhan berkeping biji tunggal|Monokotil]]}}
| ordo = [[Dioscoreales]]
| familia = [[Dioscoreaceae]]
Baris 15 ⟶ 16:
| binomial_authority = [[August Wilhelm Dennstedt|Dennst.]], 1818<ref>{{aut|Dennstedt, A.W.}}. 1818. ''Schlüssel Hortus Malab.'' 15, 20, 33.</ref>
| synonyms =
Referensi:<ref>The Plant List: [http://www.theplantlist.org/tpl/record/kew-240268 ''Dioscorea hispida'' Dennst.] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20220816223332/http://www.theplantlist.org/tpl/record/kew-240268 |date=2022-08-16 }}</ref>
* ''Dioscorea daemona'' <small>[[William Roxburgh|Roxb.]], 1832</small><ref>{{aut|Roxburgh, W.}}. 1832. ''Flora Indica, or, Descriptions of Indian plants''. [http://biodiversitylibrary.org/item/29557#page/817/mode/1up vol. '''III''': 805] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20220819020826/https://www.biodiversitylibrary.org/item/29557#page/817/mode/1up |date=2022-08-19 }}. Serampore : printed for W. Thacker & co.</ref>
* ''D. hirsuta'' <small>[[Carl Ludwig Blume|Bl.]], 1827</small><ref>{{aut|Blume, C.L.}} 1827. ''Enumeratio plantarum Javae et insularum adjacentium minus cognitarum vel novarum ex herbariis Reinwardtii, Kuhlii, Hasseltii et Blumii'' [http://biodiversitylibrary.org/item/97559#page/37/mode/1up fasc. '''1''': 21]. Lugduni Batavorum : apud J.W. van Leeuwen.</ref>
* ''D. lunata'' <small>[[Albrecht Wilhelm Roth|Roth]], 1821</small>
Baris 22 ⟶ 23:
* ''D. triphylla'' <small>[[Karl von Linne|L.]]</small> var. ''daemona'' <small>(Roxb.) Prain & Burkill, 1914</small>
}}
'''Gadung''' (''Dioscorea hispida'') adalah sejenis tumbuhan berumbi dari suku uwi-uwian ([[Dioscoreaceae]]) yang umumnya dipakai sebagai tanaman pangan. Gadung menghasilkan [[umbi]] yang dapat dimakan, tetapi mengandung [[racun]] yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya.<ref>T. Bachtiar (2021) "[https://bandungbergerak.id/article/detail/1211/ingatan-masa-kecil-1965-1970-21-paila-paceklik-karena-dua-kali-gagal-panen Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (21): Paila, Paceklik karena Dua Kali Gagal Panen]" Bandung Bergerak</ref> Produk gadung yang paling dikenal adalah dalam bentuk [[keripik]] meskipun rebusan gadung juga dapat dimakan. Umbinya dapat pula dijadikan [[arak]] (difermentasi) sehingga di [[Malaysia]] dikenal pula sebagai ''ubi arak'', selain ''taring pelandok''.
Di [[Indonesia]], tumbuhan ini memiliki nama seperti ''janèng'' ([[Bahasa Aceh|Ac.]]),<ref>{{cite web |archiveurl=https://web.archive.org/web/20180925142234/https://www.pertamina.com/id/viewarchive/csr-news/proyek-sains-umbi-janeng |archivedate=25 September 2018 |accessdate=25 September 2018 |date=11 Februari 2015 |title=Proyek Sains Umbi Janeng |website=[[Pertamina]] |url=https://www.pertamina.com/id/viewarchive/csr-news/proyek-sains-umbi-janeng}}</ref> ''janiang'' ([[Bahasa Minangkabau|Min.]]), ''bitule'' ([[Bahasa Gorontalo|Gor.]]), ''gadu'' ([[Bahasa Bima|Bm.]]), ''gadung'' ([[Bahasa Bali|Bl.]], [[Bahasa Jawa|Jw.]], [[Bahasa Betawi|Btw.]], [[Bahasa Sunda|Sd.]]), ''ghâddhung'' ([[Bahasa Madura|Mdr.]]) ''iwi'' ([[Sumba|Smb.]]), ''kapak'' ([[Bahasa Sasak|Sas.]]), ''salapa'' ([[Bahasa Bugis|Bgs.]]) dan ''sikapa'' ([[Bahasa Makassar|Mak.]]).<ref name=VLSM>{{cite web |date=14 November 2001 |title=Dioscorea hispida Dennst. |publisher=[[Departemen Kesehatan Republik Indonesia|Departemen Kesehatan]] |url=http://bebas.vlsm.org/v12/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku1/1-109.pdf |accessdate=20 April 2013 |archive-date=2008-12-06 |archive-url=https://web.archive.org/web/20081206154155/http://bebas.vlsm.org/v12/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku1/1-109.pdf |dead-url=yes }}</ref>
Baris 31 ⟶ 32:
Tumbuhan gadung berbatang merambat dan memanjat, panjang 5–20 [[meter|m]]. Arah rambatannya selalu berputar ke kiri (melawan arah jarum jam, jika dilihat dari atas). Ciri khas ini penting untuk membedakannya dari [[gembili]] (''D. aculeata'') yang memiliki penampilan mirip namun batangnya berputar ke kanan. Gadung merambat pada [[tumbuhan]] berbatang keras.<ref name=Pangan/>
Batangnya kurus ramping, setebal 0,5–1 [[sentimeter|cm]], ditumbuhi duri atau tidak, hijau keabu-abuan. [[Daun|Daun-daunnya]] terletak berseling, dengan tiga anak daun menjari, bentuk bundar telur atau bundar telur sungsang, tipis bagai kertas. [[Bunga]] jantan terkumpul dalam tandan di ketiak; bunga betina majemuk berbentuk bulir. Mahkota bunganya berwarna kuning, [[benang sari]]nya berjumlah enam, dan berwarna kuning juga.<ref name=VLSM/> Umbinya terbentuk dalam tanah, berjumlah banyak dan tak beraturan bentuknya, menggerombol dalam kumpulan hingga selebar 25 cm.<ref name="sudar">{{aut|Sudarnadi, H. 1996.}} ''Tumbuhan Monokotil''. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal. 107-108</ref> Sementara [[buah]]nya, berbentuk elips, ber[[daging]], berdiameter ± 1 [[cm]], dan berwarna
Ada beberapa varietasnya,
== Pemanfaatan ==
=== Pengobatan ===
Umbi gadung dikenal sangat beracun. Umbi ini digunakan sebagai racun [[ikan]] atau mata panah. Sepotong umbi sebesar [[apel]] cukup untuk membunuh seorang pria dalam waktu 6 jam. Efek pertama berupa rasa tidak nyaman di tenggorokan, yang berangsur menjadi rasa terbakar, diikuti oleh pusing, muntah darah, rasa tercekik, mengantuk dan kelelahan.<ref name="prosea">{{aut|Chung, R.C.K. 2001.}} [http://www.proseanet.org/prosea/e-prosea_detail.php?frt=&id=1064 ''Dioscorea'' L.] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110925082133/http://www.proseanet.org/prosea/e-prosea_detail.php?frt=&id=1064 |date=2011-09-25 }} [Internet] Record from Proseabase. J.L.C.H. van Valkenburg and N. Bunyapraphatsara (Editors). ''Plant Resources of South-East Asia'' No. '''12'''(2): Medicinal and poisonous plants 2 [http://www.proseanet.org. PROSEA] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20220104011325/https://www.proseanet.org/ |date=2022-01-04 }} (Plant Resources of South-East Asia) Foundation, Bogor, Indonesia. Diakses pada: 16-Apr-2010</ref>
Meski demikian di [[Indonesia]] dan [[Cina]], parutan umbi gadung ini digunakan untuk mengobati penyakit [[kusta]] tahap awal, kutil, kapalan dan mata ikan. Bersama dengan [[gadung cina]] (''Smilax china'' L.), umbi gadung dipakai untuk mengobati luka-luka akibat [[sifilis]]. Di [[Thailand]], irisan dari umbi gadung dioleskan untuk mengurangi kejang perut dan kolik, dan untuk menghilangkan [[nanah]] dari luka-luka. Di [[Filipina]] dan Cina, umbi ini digunakan untuk meringankan arthritis dan [[rematologi|reumatik]],<ref name=VLSM/> dan untuk membersihkan luka binatang yang dipenuhi belatung.<ref name="prosea"/>
Baris 44 ⟶ 45:
=== Sebagai pangan ===
[[Berkas:Criping gadung Pj IMG 20150531 223938.JPG|jmpl|
[[Umbi]] gadung dipergunakan sebagai [[makanan pokok]].<ref name=Penebar>{{aut|Soeseno, Slamet}} (1985). ''Sayur-Mayur untuk Karang Gizi''. hal.101-103. Jakarta:Penebar Swadaya.</ref> Catatan sejarah menunjukkan bahwa pada tahun [[1628]], di saat [[Batavia]] (sekarang [[Jakarta]]) [[Pengepungan Batavia (1628)|dikepung]], masyarakat memakan [[singkong]] dan gadung.<ref name=Sejarah>{{aut|Creutzberg, Pieter; Laanen, J.T.M. van}} ''[http://books.google.co.id/books?id=8jhyO4bJj-MC&pg=PA39 Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230727043157/https://books.google.co.id/books?id=8jhyO4bJj-MC&pg=PA39&hl=id |date=2023-07-27 }}'' hal.39{{spaced ndash}}40. [[Jakarta]]:Yayasan Obor Indonesia.</ref> Pada masa [[Rumphius]], beberapa jenis ''[[Dioscorea]]'' juga ikut dimakan. Ini diperkuat dengan kebiasaan masyarakat yang memakan singkong hutan liar di [[Priangan]] dan sebagian [[Jawa Timur]] pada 1830. Kebiasaan ini diperkuat bahwa di [[Jawa Tengah]] pun, memakan [[nasi]] adalah kebiasaan yang belum umum di sana. Ini diperkuat dengan kebiasaan makan nasi yang mulai menjalar pada 1800 Masehi. Pada masa itu, serdadu [[VOC]] yang sering bertugas ke kampung-kampung sering membawa nasi untuk makanan mereka. Ini memberi kejelasan bagi kita bahwa [[nasi]] belum umum hingga bagian pertama abad ke-19 dan [[umbi]]-umbian semacam gadung umum dimakan pada masa penjajahan [[Kolonial Belanda]].<ref name=Sejarah/>
Gadung terkenal beracun dan mengandung [[alkaloid]] dioskorina (''dioscorine'') yang menyebabkan [[pusing]]-pusing.<ref name=Penebar/> Di [[Nusa Tenggara]] dan [[Maluku]], biasa digunakan sebagai makanan pokok sebagai pengganti [[jagung]] dan [[sagu]] terutama di wilayah-wilayah kering.<ref name=BP>Sastrapradja, Setijati; Soetjipto, Niniek Woelijarni; Danimihardja, Sarkat; Soejono, Rukmini (1981). ''Proyek Penelitian Potensi Sumber Daya Ekonomi:Ubi-Ubian'' '''7''':24{{spaced ndash}}25 [[Jakarta]]: [[LIPI]] bekerja sama dengan [[Balai Pustaka]].</ref> Pada tahun 80-an, gadung dapat ditemui di [[pasar]]-pasar [[Indonesia]] -terutama di [[Pulau Jawa]]- sebagai [[keripik gadung]].<ref name=Penebar/> Di zaman sekarang ini, hanya
[[Berkas:Janèng_.jpg|jmpl|250px|Krabe janeng, olahan gadung dari Aceh. Buah gadung dicampur dengan parutan kelapa dan gula pasir.]]
Berikut adalah cara menghilangkan racun dari gadung:<ref name=Penebar/>
* Di [[Ambon]] irisan umbi gadung diremas-remas dalam air [[laut]] kemudian direndam kembali ke laut selama
* Di Aceh irisan atau parutan umbi gadung (janeng) ini dimasukkan dalam karung atau keranjang dan diletakkan dalam air bersih yang mengalir terus menerus (misalnya dalam sungai yang mengalir) selama sekurang kurangnya 24 jam, atau lebih lama.
* Di [[Bali]], setelah gadung dikupas dan diiris-iris menjadi kepingan, maka ia dicampur dengan [[abu gosok]]. Kemudian direndam dalam air laut (atau dalam air garam bertakaran 3%), dan dicuci lagi dengan air tawar. Penjemuran terus dilakukan selama 3 hari. Untuk mengetahui apakah racun yang ada sudah hilang, maka biasanya dicobakan kepada [[ayam]]. Satu pertanda kalau [[racun]]nya sudah hilang, bahwa si ayam tidak akan merasa mabuk.
* Cara ketiga, di [[Kebumen]], [[Jawa Tengah]] setelah gadung dilumasi dengan abu gosok, maka gadung tersebut harus dipendam dalam [[tanah]] selama
Selain itu pula, ada alternatif pembersihan yang dikerjakan masyarakat Baling, Malaysia. Setelah dikupas,
Apabila pengolahannya tidak betul, maka akan menimbulkan rasa sakit seperti memakan [[talas]] (mentah). Keracunan gadung dapat diobati dengan air [[kelapa]] muda.<ref name=Penebar/>
Baris 70 ⟶ 71:
Untuk menanam gadung, maka pertama-tama buatlah lubang seukuran 50 × 50 [[cm]]. Hendaknya ditanam pada awal musim hujan. Tanah yang diinginkan gadung haruslah gembur. Karena batangnya merambat, bisa ditanam sepanjang pagar.<ref name=sastra/> Setelah itu, campurlah sampah kebun -sebagai [[kompos]]- ke dalam tanah tersebut. Usahakan agar umbi kelak terbentuk tidak akan keluar dari [[tanah]] dengan warna hijau, karena itu pertanda kalau [[racun]]nya sudah pekat. Akibatnya, gadung yang kita tanam tersebut tidak bisa dimakan karena racunnya yang sudah pekat.<ref name=Penebar/><ref name=BP/> [[Racun]] ini larut dalam air.<ref name=sastra/> Adapun, umbi yang telah ber[[tunas]] itulah yang digunakan untuk bibit. Hendaknya, ditanam menjelang musim [[hujan]]. Setelah berusia 1 tahun, barulah dipanen. Dalam pada itu, sebatang umbi yang berusia berusia satu tahun dapat menghasilkan umbi yang bisa mencapai 5 kg beratnya.<ref name=webpas/> Panen dilakukan dengan [[tanjau]] atau [[garpu]] [[tanah]].<ref name=BP/>
[[Tumbuhan]] ini dapat tumbuh pada ketinggian 800 [[mdpl]], walau bisa ditemui pada ketinggian 1200 [[mdpl]]. Umumnya tidak dapat tumbuh pada daerah dengan suhu rata-rata di bawah 20 °C. Kebutuhan curah [[hujan]] paling rendah 1000 [[milimeter|mm]]/[[tahun]] dengan musim [[kemarau]] tidak lebih dari 2-4 [[bulan]].<ref name="sastra">Sastrapradja, Setijati; Naiola, Beth Paul; Rasmadi, Endi Rochandi; Roemantyo; Soepardijono, Ernawati Kasim; Waluyo, Eko Baroto (Red. S. Sastrapradja) (1980). ''Tanaman Pekarangan''. '''16''':13{{spaced ndash}}14. [[Jakarta]]:Kerjasama [[Lembaga Biologi Nasional|LBN]] - [[LIPI]] dengan [[Balai Pustaka]].</ref>
== Dalam kebudayaan ==
Dari nama gadung muncul istilah "gadungan" (yang berarti: palsu, tiruan), karena gadung serupa dengan ubi gembili tetapi umbinya beracun, sehingga "membohongi" orang yang mengonsumsinya. Di [[Jakarta Timur]], ada daerah yang bernama [[Pulo Gadung]], yang asal katanya mengacu kepada nama tanaman ini.<ref>Abdullah, Nurudin (27 Desember 2014). [Http://m.bisnis.com/jakarta/read/20141227/387/386096/tahukah-anda-asal-usul-nama-pulo-gadung-jakarta Tahukah Anda Asal Usul Nama Pulo Gadung Jakarta?] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230727043705/https://kabar24.bisnis.com/read/20141227/387/386096/tahukah-anda-asal-usul-nama-pulo-gadung-jakarta |date=2023-07-27 }} ''Bisnis.com''. Diakses pada 24 September 2018.</ref> Sedangkan [[ular gadung]] (''Ahaetulla prasina'') dinamai demikian karena warna dan bentuk tubuhnya menyerupai pucuk tanaman gadung yang kurus lampai.
== Catatan kaki ==
Baris 79 ⟶ 80:
== Pranala luar ==
* Plantamor: [http://www.plantamor.com/index.php?plant=483 Gadung] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20220814144709/http://www.plantamor.com/index.php?plant=483 |date=2022-08-14 }}
{{Taxonbar|from=Q10752741}}
[[Kategori:
[[Kategori:Dioscorea]]
[[Kategori:Tumbuhan obat]]
[[Kategori:Umbi-umbian]]
[[Kategori:Tumbuhan beracun]]
[[Kategori:Umbi]]
|