Chuo Sangi-In: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Xbypass (bicara | kontrib)
 
(54 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{nihongo|'''Chuo Sangi-In''' (Hepburn) atau '''Tyuuoo Sangi-in''' ([[Alih aksara Kunrei-shiki|Kunrei-shiki]])|中央参議院|Chūō San'gi In|5=Dewan Pertimbangan Pusat}} adalah dewan atau badan pertimbangan pusat pada saat pendudukan [[Jepang]] di wilayah [[Indonesia]].<ref name=":0">{{Cite book|last=|first=|date=|url=https://books.google.co.id/books?id=jSfrShDefd8C&pg=PA245&dq=chuo+sangi+in&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiyyoW0oKTrAhVu4nMBHYhtBkoQ6AEwAXoECAEQAg#v=onepage&q=chuo%20sangi%20in&f=false|title=Sejarah 2|location=|publisher=Yudhistira Ghalia Indonesia|isbn=978-979-746-906-1|pages=245|language=id|url-status=live}}</ref>
{{Sedang ditulis}}
'''Chuo Sangi-In''' adalah dewan atau badan pertimbangan pusat pada saat pendudukan [[Jepang]] di wilayah [[Indonesia]]. <ref name=":0" />
 
[[Berkas:Soekarno shakes hand with Moichiri Yamamoto.jpg|jmpl|Soekarno sebagai ketua Chuo Sangi-In berjabat tangan dengan Kepala Urusan Dalam Negeri Jepang untuk Pendudukan Hindia Belanda Moichiri Yamamoto.]]
== Pembentukkan ==
 
Pada 5 [[September]] 1943, ''Saiko Shikikan'' pada saat itu [[Kumaikici Harada]] mengeluarkan ''osamu seirei'' nomor 36 dan 37 tentang pembentukan Chuo Sangi In dan Chuo Sangi Kai. Adapun badan ini berada di bawah pengawasan ''Saiko Shikikan'' dan bertanggungjawab menjawab berbagai pertanyaan ''Saiko Shikikan'' dalam hal [[politik]] dan [[pemerintah]]an. Pimpinan pertama Chuo Sangi In adalah [[Ir. Soekarno]] yang didampingi dua orang wakil ketua, yaitu [[R.M.A.A. Kusumo Utoyo]] dan dr. [[Buntaran Martoatmojo]] yang diangkat melalui [[sidang]] Chuo Sangi In pertama pada 17 [[Oktober]] 1943. Secara umum, badan ini mirip dengan ''[[volksraad]]'' pada masa pendudukan [[Belanda]] sebelumnya, tapi tidak berwenang menentukan pemerintahan Indonesia secara utuh. Pada waktu itu penentuan dan kendali utama pemerintahan Indonesia harus atas persetujuan pemerintah pusat di [[Tokyo]].<ref name=":0">{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=jSfrShDefd8C&pg=PA245&dq=chuo+sangi+in&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiyyoW0oKTrAhVu4nMBHYhtBkoQ6AEwAXoECAEQAg#v=onepage&q=chuo%20sangi%20in&f=false|title=Sejarah 2|publisher=Yudhistira Ghalia Indonesia|isbn=978-979-746-906-1|language=id}}</ref>
== Pembentukan ==
Pada 5 [[September]] 1943, Panglima Tertinggi (最高指揮官, ''SaikoSaikou Shikikan'' pada saat itu) [[Kumakichi Harada|Kumaikici Harada]] mengeluarkan Undang-undang (治政令, ''osamu seirei'') nomor 36 dan 37 tentang pembentukan Dewan Pertimbangan Pusat (中央参議院, Chuo Sangi -In) dan Dewan Pertimbangan Keresidenan (中央参議会, Chuo Sangi Kai). AdapunPembentukan badanini juga diiringi dengan kewajiban melibatkan [[Tokoh masyarakat|tokoh]]-tokoh Indonesia sebagai penasihat dan pelaksana ke dalam [[organisasi]] pemerintah secara resmi. Badan ini berada di bawah pengawasan ''Saiko Shikikan'' dan bertanggungjawab menjawab berbagai pertanyaan ''Saiko Shikikan'' dalam hal [[politik]] dan [[pemerintah]]an. Pimpinan pertama Chuo Sangi In adalah [[Ir. Soekarno]] yang didampingi dua orang wakil ketua, yaitu [[R.M.A.A. Kusumo Utoyo]] dan dr. [[Buntaran Martoatmojo]] yang diangkat melalui [[sidang]] Chuo Sangi In pertama pada tanggal 17 [[Oktober]] 1943. Secara umum, badan ini mirip dengan ''[[volksraad]]'' pada masa pendudukan [[Belanda]] sebelumnya, tapi tidak berwenang menentukan pemerintahan Indonesia secara utuh. Pada waktu itu, penentuan dan kendali utama pemerintahan Indonesia harus atas persetujuan pemerintah pusat di [[Tokyo]].<ref name=":0">{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=jSfrShDefd8C&pg=PA245&dq=chuo+sangi+in&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiyyoW0oKTrAhVu4nMBHYhtBkoQ6AEwAXoECAEQAg#v=onepage&q=chuo%20sangi%20in&f=false|title=Sejarah 2|publisher=Yudhistira Ghalia Indonesia|isbn=978-979-746-906-1|language=id}}</ref>
 
== Identitas ==
[[Bendera]] Chuo Sangi In berlambang [[bulan]] dan [[bintang]] dengan dasar berwarna [[putih]] dan [[hijau]]. Di bagian tengah ada [[matahari]] merah yang bersinar ke segala penjuru. Pemilihan lambang ini adalah salah satu cara [[politik]] yang ditempuh Jepang untuk mendekati seluruh [[umat]] [[Islam]]. [[Kantor]] Chuo Sangi In ada di [[Jakarta]] Pusat (sekarang jadi gedungGedung [[Pancasila]] atau gedungGedung [[kementerianKementerian luarLuar negeri]]Negeri [[Republik Indonesia]]).<ref>{{Cite book|last=Aritonang|first=Jan S.|date=2004|url=https://books.google.co.id/books?id=_r7Jiiu7DugC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false|title=Sejarah perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia|publisher=BPK Gunung Mulia|isbn=978-979-687-221-3|language=id}}</ref> Dalam berbagai sidangnya, Chuo Sangi In hanya boleh membahas hal-halpengembangan sebagai[[militer]], berikut[[kesehatan]], mempertinggi derajat [[rakyat]], [[Industri]] dan [[ekonomi]], [[pendidikan]] dan penerangan, [[kemakmuran]] dan pemberian bantuan [[sosial]].<ref>{{Cite book|last=|first=|date=|url=https://books.google.co.id/books?id=P30gk5yZAHkC&pg=PA140&dq=chuo+sangi+in&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiyyoW0oKTrAhVu4nMBHYhtBkoQ6AEwAnoECAAQAg#v=onepage&q=chuo%20sangi%20in&f=false|title=Llmu Pengetahuan Sosial|location=|publisher=Grasindo|isbn=978-979-462-448-7|pages=140|language=id|url-status=live}}</ref>
* Pengembangan [[militer]]
* [[Kesehatan]]
* Mempertinggi derajat [[rakyat]]
* [[Industri]] dan [[ekonomi]]
* [[Pendidikan]] dan penerangan
* [[Kemakmuran]] dan pemberian bantuan [[sosial]].<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=P30gk5yZAHkC&pg=PA140&dq=chuo+sangi+in&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiyyoW0oKTrAhVu4nMBHYhtBkoQ6AEwAnoECAAQAg#v=onepage&q=chuo%20sangi%20in&f=false|title=Llmu Pengetahuan Sosial|publisher=Grasindo|isbn=978-979-462-448-7|language=id}}</ref>
 
== Anggota ==
Anggota Chuo Sangi In terdiri dari 23 orang yang diangkat [[panglima]] tertinggi (最高指揮官, ''Saiko Shikikan''), 2 orang dipilih Chuo Sangi Kai dan Dewan Pertimbangan Kotapraja (特別市参議会, ''Tokubetsu-shi Sangi-kai''), dan 2 orang diusulkan oleh negeri berkerajaan (公地, ''kooti'' atau ''koci'') ([[Solo]] dan [[Yogyakarta]]).<ref>{{Cite web|title=Organisasi Masa Bentukan Jepang di Indonesia|url=https://www.hariansejarah.id/2017/01/organisasi-masa-bentukan-jepang-di.html|website=Harian Sejarah|language=en|access-date=2020-08-29|archive-date=2020-09-26|archive-url=https://web.archive.org/web/20200926124550/https://www.hariansejarah.id/2017/01/organisasi-masa-bentukan-jepang-di.html|dead-url=yes}}</ref> Setiap anggota Chuo Sangi In berhak mendapat [[uang]] [[jabatan]] f.3600/tahun dan jika bersidang mendapatkan uang saku f.5/hari dan tunjangan untuk [[penginapan]] senilai f.30/malam.<ref>{{Cite book|last=Aqsha|first=Darul|date=2005|url=https://books.google.co.id/books?id=dleWlsGRsjAC&pg=PA76&dq=chuo+sangi+in&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiyyoW0oKTrAhVu4nMBHYhtBkoQ6AEwA3oECAUQAg#v=onepage&q=chuo%20sangi%20in&f=false|title=Kiai Haji Mas Mansur, 1896-1946: perjuangan dan pemikiran|location=|publisher=Erlangga|isbn=978-979-781-145-7|pages=76|language=id|url-status=live}}</ref> Pada tanggal 15 [[November]] 1943, [[delegasi]] Chuo Sangi In yang terdiri dari Ir. Soekarno, [[Moh. Hatta]], dan [[Bagus Hadikusumo]] berangkat ke Jepang untuk memenuhi undangan [[Perdana Menteri]] [[Hideki Tojo|Tojo]]. Ketiga delegasi mendesak agar Indonesia bisa mengibarkan pusaka merah putih dan melantunkan [[lagu]] kebangsaan [[Indonesia Raya]]. Tapi, usulan itu ditangguhkan. Perdana Menteri Tojo tidak memberi janji dan jaminan karena belum tentu menang pada saat [[perang]] melawam [[sekutu]]. Pada tanggal 17 [[Juli]] 1944, kemunduran-kemunduran pasukan Jepang dan berbagai masalah politik lain membuat Perdana Menteri Tojo jatuh dan digantikan oleh [[KoisiKuniaki Koiso]] sehari setelahnya. Tanggal 07 September 1944, Jepang semakin terdesak pada [[perang dunia II]] dan memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia dengan gagasan Gerakan Hidoep Baroe.<ref>{{Cite Janjiweb|title=New KoisoNormal iniala membawaZaman anginJepang|url=https://historia.id/urban/articles/new-normal-ala-zaman-jepang-vo13p|website=Historia segar- untukMajalah perjuanganSejarah bangsaPopuler Pertama di Indonesia.|language=id-ID|access-date=2020-08-29}}</ref>
Anggota Chuo Sangi In adalah sebagai berikut.
Pada tanggal 10 September 1944, anggota Chuo Sangi In ditambah. Jumlah ''Saiko Shikikan'' yang tadinya beranggotadari 23 orang ditambah menjadi 28 orang. Lima orang anggota baru tersebutyang masuk adalah [[Abikoesno Tjokrosoejoso|R. Abikusno Cokrosuyoso]], R. [[Margono Djojohadikoesoemo|Margono Joyodikusumo]], Mr. [[R. W. Sumanang]], Mr. R. [[Sujono]], dan R. [[Gatot Mangkuprojo]]. Setelah itu, padaPada tanggal 7 November 1944 anggota keseluruhan ditambah lagi menjadi 60 orang. Ada beberapa tokoh penting yang ikut masuk seperti [[Moh. Yamin]], Mr. [[J. Latuharhary]], [[Abdurrahman Baswedan]], dan seorang berkebangsaan [[Tiongkok]] [[Yap CwanTjwan Bing]].<ref>{{Cite namebook|last="Suryanegara|first=Ahmad Mansur|date=2017-01-15|url=https:0"//books.google.co.id/books?id=fonfDQAAQBAJ&pg=PA45&lpg=PA45&dq=chuo+sangi+in&source=bl&ots=niS5xbvNQZ&sig=ACfU3U32qieqvRGJ2DZbeaP7QprLDFVWgQ&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjbj_2ujMHrAhVBfisKHZjSABc4WhDoATAJegQIBRAB#v=onepage&q=chuo%20sangi%20in&f=false|title=Api Sejarah 2|location=|publisher=Surya Dinasti|isbn=978-602-71237-2-4|pages=45-46|language=id|url-status=live}}</ref>
 
* 23 orang yang diangkat ''Saiko Shikikan'' ([[panglima]] tertinggi).
* 2 orang dipilih Chuo Sangi Kai dan Tokubetsu Shi Sangi Kai (Dewan Pertimbangan Kotapraja).
* 2 orang disulkan oleh ''kooti'' dan ''koci'' ([[Solo]] dan [[Yogyakarta]]).
Setiap anggota Chuo Sangi In mendapat [[uang]] [[jabatan]] f.3600/tahun dan jika bersidang mendapatkan uang saku f.5/hari dan tunjangan untuk [[penginapan]] senilai f.30/malam.<ref>{{Cite book|last=Aqsha|first=Darul|date=2005|url=https://books.google.co.id/books?id=dleWlsGRsjAC&pg=PA76&dq=chuo+sangi+in&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiyyoW0oKTrAhVu4nMBHYhtBkoQ6AEwA3oECAUQAg#v=onepage&q=chuo%20sangi%20in&f=false|title=Kiai Haji Mas Mansur, 1896-1946: perjuangan dan pemikiran|publisher=Erlangga|isbn=978-979-781-145-7|language=id}}</ref> Pada tanggal 15 [[November]] 1943, [[delegasi]] Chuo Sangi In yang terdiri dari Ir. Soekarno, [[Moh. Hatta]], dan [[Bagus Hadikusumo]] berangkat ke Jepang untuk memenuhi undangan [[Perdana Menteri]] [[Tojo]]. Ketiga delegasi mendesak agar Indonesia bisa mengibarkan pusaka merah putih dan melantunkan [[lagu]] kebangsaan [[Indonesia Raya]]. Tapi, usulan itu ditangguhkan. Perdana Menteri Tojo tidak memberi janji dan jaminan karena belum tentu menang pada saat [[perang]] melawam [[sekutu]]. Pada tanggal 17 [[Juli]] 1944, kemunduran-kemunduran pasukan Jepang dan berbagai masalah politik lain membuat Perdana Menteri Tojo jatuh dan digantikan oleh [[Koisi]] sehari setelahnya. Tanggal 07 September 1944, Jepang semakin terdesak pada [[perang dunia II]] dan memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia. Janji Koiso ini membawa angin segar untuk perjuangan bangsa Indonesia.
 
Pada 10 September 1944, anggota Chuo Sangi In ditambah. Jumlah ''Saiko Shikikan'' yang tadinya beranggota 23 orang ditambah menjadi 28 orang. Lima orang anggota baru tersebut adalah [[R. Abikusno Cokrosuyoso]], R. [[Margono Joyodikusumo]], Mr. [[R. W. Sumanang]], Mr. R. [[Sujono]], dan R. [[Gatot Mangkuprojo]]. Setelah itu, pada tanggal 7 November 1944 anggota keseluruhan ditambah lagi menjadi 60 orang. Ada beberapa tokoh penting yang ikut masuk seperti [[Moh. Yamin]], Mr. [[J. Latuharhary]], [[Abdurrahman Baswedan]], dan seorang berkebangsaan [[Tiongkok]] [[Yap Cwan Bing]].<ref name=":0" />
== Persidangan ==
Chuo Sangi In melakukan VIII8 kali Sidang antara tahun 1943 sampai dengan tahun -1945. Dengan rincian sidang sebagai berikut.
=== '''Sidang pertama''' ===
Sidang dimulai tanggal 16 sampai 20 Oktober 1943. Sidang pertama membentuk empat komisi (分科会, ''bunkakai''). Sidang ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan ''Saiko Shikikan'' tentang bagaimana cara yang paling tepat untuk memenangkan [[Perang Pasifik]]. ''Gunseikan'' dan para pejabat teras tentara Jepang ikut menghadiri dan melakukan fungsi pengawasannya selama sidang berlangsung.<ref>{{Cite book|last=Poesponegoro|first=Marwati Djoened|last2=Notosusanto|first2=Nugroho|last3=Pandji ;)|first3=Soejono ((Raden|last4=Leirissa|first4=Richard Z.|date=2008|url=https://books.google.com/books/about/Sejarah_nasional_Indonesia.html?id=bl1DzAEACAAJ|title=Sejarah nasional Indonesia: zaman Jepang dan zaman republik Indonesia (± 1942-1998). VI|location=|publisher=Balai Pustaka|isbn=|pages=24|language=id|url-status=live}}</ref> Jawaban dari persidangan ini berkaitan dengan pengerahan semua potensi [[kerja]] dan [[produksi]] untuk kepentingan [[perang]], terutama cara praktis memperkuat persiapan dalam menghadapi Perang Pasifik dengan meminta bantuan orang-orang dari [[Pulau]] [[Jawa]] dalam bentuk tenaga [[rakyat]] atau sumbangan [[sumber daya]] yang dimiliki.
=== '''Sidang pertama''' ===
SidangUntuk inimencari dimulai tanggal 16 sampai dengan 20 Oktober 1943. Sidang pertama dapat membentuk empat ''Bunkakai'' (komisi). Hal ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan ''Saiko Shikikan'' tentang bagaimana cara yang paling tepat untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya atau [[Perang Pasifik]]. ''Gunseikan'' dan para pejabat teras tentara Jepang ikut menghadiri dan melakukan fungsi pengawasannya selama sidang berlangsung. Jawaban yang didiskusikan selama berlangsungnya sidang tidak boleh keluar dari pertanyaan yang diajukan oleh panglima tertinggi mengenai pengerahan semua potensi [[kerja]] dan [[produksi]] untuk kepentingan [[perang]]. Sidang pertama ini memiliki pokok bahasan tentang usul yang diajukan ''Saiko Shikikan'', yaitu ''bagaimana cara praktis memperkuat persiapansolusi dalam menghadapi Perang Pasifik dengan meminta bantuan orang-orang dari [[Pulau]] [[Jawa]] dalam bentuk tenaga [[rakyat]] atau sumbangan [[sumber daya]] yang dimiliki''. Untuk memperdebatkan hal tersebut,persidangan dibentuk empat ''Bunkakaibunkakai'' ([[panitia]] kecil). ''Bunkakai'' I merundingkan melindungiperlindungan dan memperkuat para [[prajurit]] [[PETA]]. ''Bunkakai'' II merundingkan pengerahan tenaga kerja untuk menghadapi perang. ''Bunkakai'' III merundingkan masalah penghidupan rakyat saat peperangan berlangsung. ''Bunkakai'' IV, merundingkan cara memperbanyak hasil produksi dalam rangka menunjang kebutuhan Perang Pasifik. AdapunLangkah pelaksanaanpertama hasilyang rapatdilakukan pertamasetelah iniperumusan hasil persidangan adalah memperkuat latihan [[militer]] prajurit PETA dan mengerahkan masyarakat supaya bekerja keras dalam masa peperangan. Jepang menyebutkan bahwa [[petani]] yang tidak menjadi prajurit atau [[tentara]], akan ditugaskan untuk kerja paksa [[''romusha'']] untuk memenuhi kebutuhan perang. Banyak berbagai kalangan masyarakat yang dikirim keluar Pulau Jawa, bahkan sampai ada yang keluar tanah Indonesia. Keberadaan pekerja ini tidak dapat dipastikan dan tidak tahu kapan kembali, karena dalam sistem kerja romusha tidak dipedulikan masalah kesehatanke[[sehat]]an dan kesejahteraanke[[sejahtera]]an.<ref name=":2" />
 
=== Sidang kedua ===
Sidang ini dilakukan tanggal 30 Januari sampai dengan 3 Februari 1944. Sidang ini membahas pertanyaan ''Saiko Shikikan'' yaitu ''bagaimanatentang cara praktis dan nyata yang dilakukan oleh penduduk untuk menyempurnakan susunan kekuatan di Pulau Jawa yang sudah siap untuk peperanganmemenangkan yangPerang harus berujung dengan kemenangan''Pasifik. Dalam sidangSidang ini hanya dibentukmembentuk dua ''Bunkakai'' saja. ''Bunkakai'' I merundingkan cara memperkuat barisan tenaga rakyat untuk membela tanah air. Sedangkan ''Bunkakai'' II merundingkan peninjauan memperbanyak bahan makanan selama peperangan berlangsung. Hasil persidangan kedua ini adalah harus ada gerakan untuk membantu prajurit PETA melawan Sekutu dan siap kapan saja menghalau serangan mendadak dari pasukan Sekutu. Atas dasar itu, pemerintah pendudukan Jepang membentuk ''[[Jawa Hokokai]]'', ''[[Heiho]], [[Tonarigumi]]'' dan ''[[Keibodan|Keibondan]]''. Sedangkan dalam rangka menambah hasil bumi atau [[pertanian]], pemerintah pendudukan Jepang mengharapkan petani memperhatikan kesuburan tanaman. Petani dituntut telitteliti untukmelakukan pembasmian [[hama]], memberikan [[pupuk]] secara teratur, dan menjaga atau memperhatikan kesuburan tanah garapannya.<ref>{{Cite book|lastname=Poesponegoro|first=Marwati Djoened|last2=Notosusanto|first2=Nugroho|last3=Pandji ;)|first3=Soejono ((Raden|last4=Leirissa|first4=Richard Z.|date=2008|url=https"://books.google.co.id/books/about/Sejarah_nasional_Indonesia.html?id=bl1DzAEACAAJ&redir_esc=y|title=Sejarah2" nasional Indonesia: zaman Jepang dan zaman republik Indonesia (± 1942-1998). VI|location=|publisher=Balai Pustaka|isbn=|pages=|language=id|url-status=live}}</ref>
 
=== Sidang ketiga ===
Sidang ketiga dilaksanakan pada tanggal 7 sampai 11 Mei tahun 1944. Persidangan ini membicarakan cara menyadarkanpenyadaran penduduk untuk melaksanakan kewajiban dan meningkatkan kerjasama dalamsecara balutanbersahabat persahabatan yangdengan tidak memandang perbedaan suku bangsa, pekerjaan, dan jabatan. Hasil sidang ini adalah berdirinya [[koperasi]] di berbagai daerah untukdalam rangka memenuhi kebutuhan modal [[usaha]] dan pertanian masyarakat. Selain inisiatif itu, Pemerintahan Jepang juga menyelenggarakan berbagai kegiatan seperti [[seni]] [[tradisional]], [[olahraga]], dan [[budaya]] daerah untuk menjalin persatuan dan kesatuan antar individu di sekeliling Pulau Jawa dan Madura. Dalam persidangan ini, anggota sidang mengusulkan agar masyarakat dilatih menggunakan [[senjata]] api, tapi Jepang menolak karena ada ketakutan diserangserangan balik setelah dilatih. Jepang hanya berkenan melatih Masyarakatmasyarakat secara militer dengan senjata [[bambu]] runcing.<ref name=":2" />
 
=== Sidang keempat ===
Sidang ini dilaksanakan pada tanggal 12- sampai 16 Agustus 1944,. Sidang ini membicarakan usul ''Saiko'' ''Shikikan'' yaitu “tindakan apa yang akan dilakukan untuk meningkatkan tenagakinerja kerjapegawai, pembelaan terhadap tanah air, dan memperbanyak produksi”produksi hasil bumi. Untuk menjawab dan merealisasikan usul diusulan atastadi, maka dalam sidang yang ke IV ini dibentukmembentuk tiga ''Bunkakai''. ''Bunkakai'' I membahasmerundingkan masalah mempertinggi semangat bekerja para pegawai. ''Bunkakai'' II membahas masalah mempertinggipeningkatan efisiensi pekerja. ''Bunkakai'' III membahas masalah usaha menggandakandan mengadakan bantuan kepada kaum pekerja dan keluarganya. Dari persidangan yang ke-4, pemerintahPemerintah Jepang memerintahkan terhadap tokoh-tokoh Indonesia untuk membentuk perserikatan perusahaan pengangkutan di setiap daerah yang berada di Jawa dan Madura,. gunaCara ini dilakukan untuk mengontrol dan mendata perdagangan yang ada di setiap daerah dan mendata jumlah [[barang]] yang dijual di bawah pengawasan ''Tonari GumiTonarigumi''. Selain itu juga dilakukan pemberantasan terhadap [[pedagang]] gelap. Semua masyarakat tanpa terkecuali diharapkanharus bekerja, baik laki- laki dan perempuan tanpa terkecuali dan mereka akan didaftarkan sebagai anggota bekerja. Dalam masalah kemiliteran, Jepang akan melakukan pemeriksaan terhadap setiap anggota dan akansekaligus diperhatikanmemperhatikan masalah makanan dan kesehatannya. Selain ituNantinya, para prajurit jugayang menjadi anggota akan dihormati sebagai [[pejuang]]. Dengan ini makaMaka anggota dari ''Chuo Sangi-in'' berjumlah 48 anggota tetap, sehingga dapat diharapkan badan tersebut bisa bekerja dengan secara aktif dalam dunia pemerintahan. Kemudian pada tanggal 7 September 1944, perdana menteri Koiso mengumumkan “janjijanji kemerdekaan kepada Indonesia di kemudian hari”hari.<ref name=":2" />
 
=== Sidang kelima ===
'''''Kelima''''',Sidang sidangini dilaksanakan pada tanggal 11 sampai 15 September 1944, berdasarkan keputusan [[Maklumat]] No.nomor 5 pada 8 September 1944 tentang panggilan Sidang Istimewa ''Chuo Saingi-in''. PertanyaanHal yang diajukan oleh ''Saiko Shikikin''dibahas adalah “bagaimanakah caranyacara masyarakat Indonesia membuktikan rasa terima kasih terhadap Jepang atas keputusan perkenan untuk merdeka pada suatu hari nanti dan bagaimanakah membangkitkan semangat juang masyarakat Indonesia untuk melawan [[Amerika]] dan [[Inggris]]. Dari persidangan kelima ini, Jepang meminta supaya masyarakat lebih progresif dalam mempersiapkan diri untuk perang. Jepang mengatakan bahwa jika suatu saat Jepang kalah dalam perang Asia Timur Rayapasifik, maka tidak akan ada kemerdekaan bagi Indonesia. Masyarakat harus giat dalamdan bekerja keras untuk kepentingan perang Pasifik. MakaSebagai wujud daritimbal itubalik terhadap Jepang, masyarakat Indonesia harus memberikan semua kekayaannya untuk kepentinganmewujudkan perangkemenangan Asiadalam Timurperang Rayapasifik.<ref name=":2" />
 
=== Sidang keenam ===
Sidang ini dilakukan pada 12 sampai 17 November 1944. Pembahasan sidang tentang cara memperoleh kemenangan dalam perang pasifik dengan cara sungguh-sungguh dan gemilang. Dalam perang harus ada kontribusi nyata dari tenaga penduduk Indonesia untuk mempertinggi derajat pribumi di mata dunia. Dalam persidangan dibentuk dua ''Bunkakai''. ''Bunkakai I'' membahas peningkatan kontribusi tenaga dari masyarakat di Pulau Jawa. ''Bunkakai'' II membahas cara memenangkan perang untuk meningkatkan derajat pribumi di mata dunia. Sidang ''Chuo Sangi-in'' yang ke-6, menekankan upaya-upaya yang harus ditempuh oleh masyarakat dalam pemenangan perang pasifik, di antaranya menghambat kekuatan Sekutu di [[Asia]] [[Timur]] dan memberantas orang- orang yang dianggap sebagai mata-mata Sekutu dengan memberikan latihan senjata api terhadap masyarakat Jawa dan Madura. Jepang juga menghalau pengaruh Sekutu pada masyarakat mulai dari pemerintahan tingkat atas sampai pada paling bawah di daerah-daerah.
Jepang juga diharapkan melakukan pelatihan rohani yang bertujuan memperkuat rasa kesatuan dan menebalkan rasa kebangsaan untuk mencapai cita-cita kemanangan perang. Pelatihan jasmani juga diperlukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Jawa dan Madura. Selain itu Jepang juga menekankan kepada masyarakat Indonesia untuk melaksanakan pelatihan pengetahuan dalam rangkan memberantas buta huruf. Struktur pelaksanaan dimulai dari setiap ''Shu'' dan kemudian bekerja sama dengan pemerintah pusat melalui ''Jawa'' ''Hokokai''. Dalam masalah perekonomian, Jepang menyuruh kepada masyarakat untuk meningkatkan hasil bumi dan membentuk koperasi pertanian bersama [[pangreh praja]] untuk mempererat hubungan dengan pabrik penggilingan padi.<ref name=":2" />
 
=== Sidang ketujuh ===
'''''Keenam''''', sidang pada 12-17 November 1944, membahas masalah yang diajukan oleh ''Saiko Shikikin'' yaitu “bagaimana cara memperoleh hasil dalam perang Asia Timur Raya yang sungguh-sungguh dan gemilang dalam hal membulatkan segala tenaga penduduk untuk menjalankan perang dan cara apakah yang harus dilakukan masyarakat Indonesia untuk mempertinggi derajat penduduk pribumi pada saat perang yang telah memuncak”. Untuk menindak lanjuti permasalahan di atas, maka dibentuklah dua ''Bunkakai''. ''Bunkakai I'', membahas masalah memperhebat dan membulatkan segala tenaga dari masyarakat di Pulau Jawa. ''Bunkakai'' II, membahas bagaimana cara mempertinggi derajat dan martabat penduduk pada peperangan yang sudah memuncak. Dari hasil sidang ''Chuo Sangi-in'' yang ke-6, untuk lebih mematangkan perlawanan terhadap Sekutu dan pencapaian terhadap Janji Jepang atas kemerdekaan Indonesia, maka diharapkan kepada masyarakat Indonesia dengan bantuan Jepang untuk memantapkan beberapa usaha yang sebelumnya disepakati, seperti: melakukan upaya untuk menghambat kekuatan Sekutu di Asia Timur dengan memberikan latihan persenjataan api terhadap masyarakat Jawa dan Madura dan memberantas orang- orang di Jawa dan Madura yang dianggap sebagai mata-mata Sekutu. Jepang juga mengadakan pembersiahan masyarakat dari pengaruh Sekutu mulai dari pemerintahan tingkat atas sampai pada paling bawah di daerah-daerah. Jepang juga diharapkan melakukan pelatihan rohani yang bertujuan untuk memperkuat rasa kesatuan dan menebalkan rasa kebangsaan untuk mencapai cita-cita di Asia Timur Raya dan pelatihan Jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Jawa dan Madura. Selain itu Jepang juga menekankan kepada masyarakat Indonesia untuk dilakukan sebuah pelatihan pengetahuan untuk memberantas masalah buta huruf. Untuk mencapai semua itu, maka harus dimulai dari setiap ''Shu'' dan kemudian bekerja sama dengan pemerintah pusat melalui ''Jawa'' ''Hokokai''. Dalam masalah perekonomian, Jepang menyuruh kepada masyarakat untuk meningkatkan hasil buminya dan membentuk koperasi pertaian bersama pangreh praja untuk mempererat hubungan dengan pabrik penggilingan padi.
'''''Ketujuh''''',Sidang sidangdilakukan padatanggal 21- sampai 26 Februari 1945, berdasarkan Maklumat ''Saiko'' ''Shikikin'' Nomor I tanggal 10 Februari 1945 tentang panggilan Sidang 7ketujuh ''Chuoo Sangi-in'',. pertanyaanPembahasan yangsidang diajukanini adalah “bagaimanapelaksanaan melaksanakanpembaharuan kehidupan rakyat dengan cepat dan tepat pembaharuan penghidupan rakyat”. Alasan diajukannya pertanyaanpembahasan ini adalah mengingat pentingnya usaha untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. HasilDari darihasil sidang yangdiharapkan ke-7 ini adalah mengharapkan kepadaperan masyarakat Indonesia untuk siap menerima hidupkehidupan baru dengan menebalkan rasa [[nasionalisme]] Tanahterhadap Airtanah Indonesiaair dan semangat berjuang dengan [[ikhlas]] dandalam siapmenghadapi mati untuk agama dan Tanah Air Indonesiakemerdekaan. Untuk mencapaimewujudkan itu semua maka yang harus dilakukan adalah:cara strategis sebagai berikut.
* Melakukan pemantauan terhadap setiap barang-barang kepentingan perang yang berada di daerah-daerah di Jawa dan Madura guna kepentingan perang,.
* HendaknyaRakyat rakyatharus dilatih untuk selalu siap dan bersedia dalam menghadapi [[musuh]] yang akan datang dengan memberikan pelatihan penggunaan senjata dan strategi perang terutama adapenambahan kekuatan dengan pembentukan barisan ''Seineidan, Keibondan, [[Suisintai,]]'', [[Hizbullah]], dan [[prajurit]] propaganda lainnya,.
* Untuk masalah ''Rhomusaromusa'', setiap pekerja harus diberikan makanan yang secukupnyacukup dan sewaktu-waktu juga dilakukan pemeriksaan kesehatan,. sehinggaSehingga hasil dari setiap pekerjaan akan memberikanterus meningkat [[kualitas]]nya. yangRomusha baikjuga danharus memberikan tempatkesempatan bekerja bagi para [[wanita]] yang sesuai dengan kapasitasnya,kemampuannya.
* Masyarakat harus diberikan [[pendidikan]] melalui [[sekolah]] atau lembaga pendidikan lainnya untuk mempersiapkan masyarakat dalam menerima kemerdekaan secara utuh.
* Harus ada penggabungan dari kedua organisasi masyarakat Jawa dan Madura yang mewakili golongan nasionalis dan Islam yang diwujudkan melalui ''Jawa Hokokai'' dan [[Masyumi]].<ref name=":2" />
 
=== Sidang kedelapan ===
'''''Ketujuh''''', sidang pada 21-26 Februari 1945, berdasarkan Maklumat ''Saiko'' ''Shikikin'' Nomor I tanggal 10 Februari 1945 tentang panggilan Sidang 7 ''Chuoo Sangi-in'', pertanyaan yang diajukan adalah “bagaimana melaksanakan dengan cepat dan tepat pembaharuan penghidupan rakyat”. Alasan diajukannya pertanyaan ini adalah mengingat pentingnya usaha untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Hasil dari sidang yang ke-7 ini adalah mengharapkan kepada masyarakat Indonesia untuk siap menerima hidup baru dengan menebalkan rasa nasionalisme Tanah Air Indonesia dan semangat berjuang dengan ikhlas dan siap mati untuk agama dan Tanah Air Indonesia. Untuk mencapai itu semua maka yang harus dilakukan adalah:
Sidang kedelapan dilakukan pada 18 sampai 21 Juni 1945. Pembahasan sidang ini tentang cara membangkitkan semangat juang rakyat untuk mempercepat kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang ini, Soekarno membentuk dua ''Bunkakai''. ''Bunkakai'' I membahas cara membangkitkan semangat rakyat agar mengerahkan seluruh tenaganya untuk kemerdekaan Indonesia. ''Bunkakai'' II, membahas cara menjalankan latihan untuk memperkuat pembelaan dan penyempurnaan usaha dalam rangka merpercepat persiapan kemerdekaan dengan secepat-cepatnyaIndonesia. Hasil dari persidangan ke-8kedelapan ini adalah mengadakan gerakan semangat yangrakyat disebagai antaranya adalah:berikut.
* Memperkuat cinta Tanah Air;.
* Mengembangkan sifat keprajuritan.
* Membangkitkan rasa kekeluargaan dan persatuan bangsa.
* Menyerahkan selekasnyasepenuhnya kekuasaan [[pemerintah]], baik di pusat maupun di daerah kepada tenaga Indonesia.
* MemperluasMeningkatkan perkembangan kehidupan masyarakat dalam bidang [[ekonomi]], kesehatan, pendidikan, dan sebagainyasektor penting lainnya.
* Memperluas pergerakan tentara PETA dengan menyempurnakan latihan untuk menghadapi musuh dan perang [[gerilya]].
* Membangkitkan dan memperkuat usaha dalam segala bidang, seperti melatih para [[pemuda]] untuk ditempatkan dalam kota atau daerah, mengerahkan ahli [[ilmu]] [[pengetahuan]], [[filsafat]] dan kebudayaan [[Indonesia]] untuk memelihara benda-benda kebudayaan seperti [[museum]], [[perpustakaan]], arsip, kesenian, dan sebagainya, menyelenggarakan usaha pendidikan dan pengajaran, menyelenggarakan latihan [[politik]], misalnya pengetahuan tentang masalah kenegaraan, kemerdekaan, nasionalisme, dan lain-lain.<ref name=":2" />
 
==Pembubaran==
* Melakukan pemantauan terhadap setiap barang-barang yang berada di daerah-daerah di Jawa dan Madura guna kepentingan perang,
* Hendaknya rakyat dilatih untuk selalu siap dan bersedia dalam menghadapi musuh yang akan datang dengan memberikan pelatihan penggunaan senjata dan strategi perang terutama ada barisan ''Seineidan, Keibondan, Suisintai,'' Hizbullah, dan prajurit propaganda lainnya,
* Untuk masalah ''Rhomusa'', setiap pekerja harus diberikan makanan yang secukupnya dan sewaktu-waktu juga dilakukan pemeriksaan kesehatan, sehingga hasil dari setiap pekerjaan akan memberikan kualitas yang baik dan memberikan tempat bekerja bagi wanita yang sesuai dengan kapasitasnya,
* Perlu bagi masyarakat untuk diberikan pengetahuan di dalam sekolahan guna mempersiapkan masyarakat menerima kemerdekaan,
* Berhubungan dengan perlunya persatuan dan kesatuan di antara seluruh masyarakat yang berada di Jawa dan Madura, maka perlu adanya penggabungan dari kedua organisasi yang mewakili nasionalis dan Islam yaitu ''Jawa Hokokai'' dan Masyumi.
 
Pada persidangan ''Chuo Sangi-in'' yang ke-8 inikedelapan, SukarnoSoekarno memanfaatkan situasi untuk membahas masalah yang harussedang dibahasdibicarakan oleh panitia kecil,. kemudian Sukarno jugaSoekarno membentuk anggota panitia kecil yang biasa disebutterkenal dengan “panitiasebutan sembilan”''panitia sembilan''. Panitia ini bertugasdiberi tugas untuk membukukanmembuat buku rancangan [[undang-undang,]] termasukyang jugaakan Dasardijadikan Negaradasar negara. PanitiaPembentukan panitia sembilan dibentuk sebagaiadalah upaya untuk mempertemukanmenyatukan pandangan dari dua golongan, yangyaitu berbeda, antaragolongan Nasionalis dan Islam. PanitiaAkhirnya, [[panitia sembilan ini akhirnya]] berhasil merumuskan dan menyetujui rancangan Pembukaan UUD,Undang-Undang Dasar yang nantinyatelah disetujui dan ditandatangani oleh setiapseluruh anggota panitia sembilan pada tanggal 22 Juni 1945. Hasil perumusan UUDUndang-Undang itu disebut denganjuga “Piagam''[[Piagam Jakarta”Jakarta]].''<ref>{{Cite Setelahbook|last=Latif|first=Yudi|date=2011|url=https://books.google.co.id/books?id=0NBtWmlj1soC&printsec=copyright&hl=id#v=onepage&q&f=false|title=Negara persidangparipurna: Badanhistorisitas, Penasehatrasionalitas, Pusatdan aktualitas Pancasila|location=|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=978-979-22-6947-5|pages=76-77|language=id|url-status=live}}</''ref> Setelah persidangan terakhir Chuo Sangi-in'' ke-8telah selesai, para anggotanya lebih disibukkan denganberbagai persiapan kemerdekaan Republik Indonesia. hinggaSetelah padaJepang akhirnya,menyerah setelahkepada Jepang menyerahSekutu tanpa syarat kepada Sekutu, taktidak ada lagi usulan dari ''Saikho Sikikan'' untuk kepentingan perangPerang AsiaPasifik. TimurAtas Raya.dasar makaitu, berakhirlahmaka Badan Penasehat Pusat/'' atau Chuo Sangi-in'' dibubarkan tanpa ada pembubaran yangpernyataan resmi''.<ref name=":2">{{Cite book|last=Herkusumo|first=Arniati Prasedyawati|date=1984|url=https://books.google.co.id/books/about/Ch%C5%AB%C5%8D_Sangi_in.html?hl=id&id=W1YeAAAAMAAJ&output=html_text|title=Chūō Sangi-in: Dewan Pertimbangan Pusat pada masa pendudukan Jepang|location=|publisher=Rosda Jayaputra|isbn=|pages=|language=id|url-status=live}}</ref>''
'''''Kedelapan''''', sidang pada 18-21 Juni 1945, pembahasan yang akan dibicarakan adalah menjawab pertanyaan ''Saiko Shikikan''; “bagaimana cara dan jalan melaksanakan usaha untuk membangkitkan segenap penduduk agar mengerahkan tenaganya dan menjalankan latihan untuk memperkuat pembelaan dan penyempurnaan usaha persiapan kemerdekaan Indonesia secepatnya”.  Dalam sidang ini, Sukarno membentuk dua ''Bunkakai''. ''Bunkakai'' I membahas tentang bagaimana cara untuk menjalankan usaha dalam membangkitkan semangat penduduk
 
agar mengerahkan seluruh tenaganya untuk kemerdekaan Indonesia. ''Bunkakai'' II, membahas cara menjalankan latihan untuk memperkuat pembelaan dan penyempurnaan usaha dalam rangka persiapan kemerdekaan dengan secepat-cepatnya. Hasil dari persidangan ke-8 ini adalah mengadakan gerakan semangat yang di antaranya adalah:
 
* Memperkuat cinta Tanah Air;
* Mengembangkan sifat keprajuritan.
* Membangkitkan rasa kekeluargaan dan persatuan bangsa.
* Menyerahkan selekasnya kekuasaan pemerintah, baik di pusat maupun di daerah kepada tenaga Indonesia.
* Memperluas perkembangan masyarakat dalam bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
* Memperluas pergerakan tentara PETA dengan menyempurnakan latihan untuk menghadapi musuh dan perang gerilya.
* Membangkitkan dan memperkuat usaha dalam segala bidang, seperti melatih para pemuda untuk ditempatkan dalam kota atau daerah, mengerahkan ahli ilmu pengetahuan, filsafat dan kebudayaan Indonesia untuk memelihara benda-benda kebudayaan seperti museum, perpustakaan, arsip, kesenian, dan sebagainya, menyelenggarakan usaha pendidikan dan pengajaran, menyelenggarakan latihan politik, misalnya pengetahuan tentang masalah kenegaraan, kemerdekaan, nasionalisme, dan lain-lain.
 
== Referensi ==
Pada persidangan ''Chuo Sangi-in'' yang ke-8 ini, Sukarno memanfaatkan untuk membahas masalah yang harus dibahas oleh panitia kecil, kemudian Sukarno juga membentuk anggota panitia kecil yang biasa disebut dengan “panitia sembilan”. Panitia ini bertugas untuk membukukan rancangan undang-undang, termasuk juga Dasar Negara. Panitia sembilan dibentuk sebagai upaya untuk mempertemukan pandangan dari dua golongan yang berbeda, antara Nasionalis dan Islam. Panitia sembilan ini akhirnya berhasil merumuskan dan menyetujui rancangan Pembukaan UUD, yang nantinya ditandatangani oleh setiap anggota panitia sembilan pada 22 Juni 1945. Hasil perumusan UUD itu disebut dengan “Piagam Jakarta”. Setelah persidang Badan Penasehat Pusat/''Chuo Sangi-in'' ke-8 selesai, para anggotanya lebih disibukkan dengan persiapan kemerdekaan Indonesia. hingga pada akhirnya, setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, tak ada lagi usulan dari ''Saikho Sikikan'' untuk kepentingan perang Asia Timur Raya. maka berakhirlah Badan Penasehat Pusat/''Chuo Sangi-in'' tanpa ada pembubaran yang resmi.<ref>{{Cite book|last=Herkusumo|first=Arniati Prasedyawati|date=1984|url=https://books.google.co.id/books/about/Ch%C5%AB%C5%8D_Sangi_in.html?hl=id&id=W1YeAAAAMAAJ&output=html_text|title=Chūō Sangi-in: Dewan Pertimbangan Pusat pada masa pendudukan Jepang|publisher=Rosda Jayaputra|language=id}}</ref>
{{Reflist}}
== Pranala luar ==
*[https://www.youtube.com/watch?v=7p5zkRGPZmE Pembukaan Sidang Chuo Sangi-In Pertama]
 
== Referensi ==
[[Kategori:Sejarah Nusantara]]
[[Kategori:Pendudukan Jepang di Indonesia]]