Psikologi agama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
WanaraLima (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
 
Baris 11:
Berikutnya kata [[agama]] juga menyangkut masalah yang berhubungan dengan kehidupan batiniah manusia.<ref name="Jalaluddin"/><ref name="Bambang"/> Agama sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur secara tepat dan terperinci.<ref name="Jalaluddin"/><ref name="Bambang"/> Hal ini pula yang menyulitkan para ahli untuk mendefinisikan yang tepat tentang agama.<ref name="Jalaluddin"/><ref name="Bambang"/> J.H. Leube dalam bukunya ''A Psychological Study of Religion'' telah memasukkan lampiran yang berisi 48 definisi agama, tampaknya juga belum memuaskan.<ref name="Jalaluddin"/><ref name="Bambang"/> Max Muller berpendapat bahwa definisi agama secara lengkap belum tercapai kerena penelitian terhadap agama terus dilakukan dan para ahli masih menyelidiki asal usul agama.<ref name="Amsal Bakhtiar">Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A. ''Filsafat Agama''. (Jakarta: PT. Rajagrafindo Perasada, 2007) hal 14.</ref> [[Edward Burnett Tylor]] berpendapat bahwa definisi minimal agama adalah "kepercayaan kepada wujud spiritual" (''the belief in spiritual beings'').<ref name="Yusron & Ervan">Drs. Yusron Razak, M.A & Ervan Nurtawab, M.A. ''Antropologi Agama'' (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007) hal 13.</ref><ref name="Fiona Bowie">Fiona Bowie. ''Theories and Controversies, Antropologi of Religion''. (Massachusetts: Blackwell Publisher, 2000) hal 22.</ref>
 
Agama berasal dari bahasa Sanskirit.<ref name="Amsal Bakhtiar"/> [[Harun Nasution]] merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu ''al-Din, religi (relegere, religare)'' dan ''agama''.<ref name="Jalaluddin"/><ref name="Bambang"/> ''Al-Din (Semit)'' berarti undang-undang atau [[hukum]].<ref name="Jalaluddin"/><ref name="Bambang"/> Kemudian dalam [[bahasa Arab]] kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan.<ref name="Jalaluddin"/><ref name="Bambang"/> Sedangkan dari kata ''religi'' atau ''relegere'' berarti mengumpulkan dan membaca.<ref name="Jalaluddin"/><ref name="Bambang"/> [[Emile Durkheim]] berpendapat agama adalah alam gaib yang tidak dapat diketahui dan tidak dapat dipikirkan oleh akal manusia sendiri.<ref name="Amsal Bakhtiar"/><ref name="Zainal Arifin Abbas">Zainal Arifin Abbas. ''Perkembangan Pemikiran Terhadap Agama''. (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1984) h. 72.</ref> Menurut [[Sutan Takdir Alisjahbana]] agama adalah suatu sistem kelakuan dan perhubungan manusia yang berpokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuatan dan kegaiban yang tidak berhingga luas, mendalam dan mesrahnya, sehingga memberi arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya.<ref name="Amsal Bakhtiar"/><ref name="Alisjahbana">Sutan Takdir Alisjahbana. ''Antropologi Baru'' (Jakarta: Dian Rakyat, 1986) hal 48.</ref> Agama adalah wahyu yang diturunkan [[Tuhan]] untuk manusia.<ref name="Maman">Drs. U. Maman Kh., MSi. ''Metodelogi Penelitian Agama: Teori dan Praktik''. (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006) hal 1.</ref> Fungsi dasar agama adalah memberikan orietasi, motivasi dan membantu manusia untuk mengenal dan menghayati sesuatu yang sakral.<ref name="Maman"/><ref name="Ahmad Syafe’I">Ahmad Syafe’I (editor), ''Penelitian Pengembangan Agama Menjelang Awal Millenium III'' (Jakarta: Badan Litbang Agama, 1999), hal. 1</ref>
 
Psikologi Agama menurut Prof. Dr. Hj [[Zakiah Daradjat]] ialah meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan masuk kedalam konstribusi kepribadiannya.<ref name="Bambang"/><ref name="Heny & Andri"/> Dr. Nico Syukur Dister berpendapat psikologi agama adalah ilmu yang menyelidiki pendorong tindakan-tindakan manusia, baik yng sadar maupun yang tidak sadar, yang berhubungan dengan dengan kepercayaan terhadap ajaran/wahyu "Nan Illahi" (segala sesuatu yang bersifat Dewa-dewa) yang juga tidak terlepas dari pembahasan hubungan manusia dengan lingkungannya.<ref name="Heny & Andri"/>
Baris 31:
 
== Metode Penelitian ==
Metode yang digunakan dalam penelitian-penelitian psikologi agama adalah [[metode ilmiah]], yakni mempelajari fakta-fakta yang berada dalam lingkungannya, dengan cara yang obyektif.<ref name="Jalaluddin"/><ref name="Zakiah Darajat">Pof. Dr. Hj. Zakiah Darajat. ''Ilmu Jiwa Agama''. cet-17 (Jakarta: Bulan Bintang, 2005). hal 10.</ref> Dalam meneliti ilmu jiwa agama sejumlah metode dapat digunakan antara lain:<ref name="Jalaluddin"/><ref name="Bambang"/>
* Dokumen Pribadi
Metode ini digunakan untuk mempelajari bagaimana pengalaman dan kehidupan batin seseorang dalam keberagamaannya.<ref name="Jalaluddin"/><ref name="Bambang"/> Cara yang dapat ditempuh oleh peneliti adalah mengumpulkan dokumen pribadi orang per orang, baik dalam bentuk otobiografi, [[biografi]], tulisan, ataupun catatan-catatan yang dibuatnya.<ref name="Bambang"/> Dalam Penerapanya, metode dokumen pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara atau teknik-teknik tertentu, di antaranya teknik nomotatik, teknik analisis nilai, teknik idiografi, teknik penilaian terhadap sikap.<ref name="Jalaluddin"/><ref name="Bambang"/>
Baris 153:
Tingkat ini dimulai pada anak berusia 3-6 tahun.<ref name="Jalaluddin"/> Pada tingkat ini konsep mengenal Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi.<ref name="Jalaluddin"/> Pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya.<ref name="Jalaluddin"/>
* ''The Realistic Stage'' (Tingkat Kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk [[Sekolah dasar|Sekolah Dasar]].<ref name="Jalaluddin"/> Pada masa ini, ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang mendasar kepada kenyataan (realita).<ref name="Jalaluddin"/>
* ''The Individual Stage'' (Tingkat Individual)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosional yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka.<ref name="Jalaluddin"/>