Gereja Santo Yusuf, Semarang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
 
(33 revisi perantara oleh 23 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox church
| denomination = [[Gereja Katolik Roma|Katolik Roma]]
| name = Gereja Santo Yusuf<br>
| fullname = Gereja Paroki Santo Yusuf, Gedangan
|image=Exterior, Gedangan Church, 2014-06-18.jpg
|caption=Gereja Santoothername Yusuf, juga dikenal sebagai= Gereja Gedangan<br>
| image = [[Berkas:Exterior, Gedangan Church, 2014-06-18.jpg|275px]]
|imagealt=Gereja Santo Yusuf, juga dikenal sebagai Gereja Gedangan
| caption = Gereja Santo Yusuf, juga dikenal sebagai Gereja Gedangan<br>
|coordinates={{coord|-6.965963|110.431006|type:landmark_region:ID_dim:100|display=title}}
| imagealt = Gereja Santo Yusuf, juga dikenal sebagai Gereja Gedangan
|country=Indonesia
| coordinates = {{coord|-6.965963|110.431006|type:landmark_region:ID_dim:100|display=title,inline}}
|location=[[Semarang]]
| pushpin map = Kota Semarang
|functional status=Aktif
| map caption = Lokasinya di [[Semarang]]
|architect=W. I. van Bakel
| country = [[Indonesia]]
|style=Neogotik<br>
| location = [[Semarang]]
|groundbreaking=1 Oktober 1870
| status = [[Paroki|Gereja paroki]]
|completed date=12 Desember 1875
| functional status = Aktif
|capacity=800 orang<br>|length=<!-- {{convert|}} -->|width=<!-- {{convert|}} -->|width nave=<!-- {{convert|}} -->|height=<!-- {{convert|}} -->|diameter=<!-- {{convert|}} -->|floor count=2|floor area=<!-- {{convert|}} -->|dome height outer=<!-- {{convert|}} -->|dome height inner=<!-- {{convert|}} -->|dome dia outer=<!-- {{convert|}} -->|dome dia inner=<!-- {{convert|}} -->|spire quantity=1|spire height=<!-- {{convert|}} -->|bells=2|bell weight=<!-- {{CwtQtrLb to kg|}} -->
| architect = W. I. van Bakel
|parish=Gedangan
| style = [[Kebangkitan Gotik|Neogotik]]
|province=[[Jawa Tengah]]<br>}}
| groundbreaking = 1 Oktober 1870
'''Gereja Santo Yusuf''' atau '''Gereja Santo Yosef''', juga dikenal sebagai '''Gereja Gedangan'''{{Sfn|Widiarto 2003, Patung}} adalah sebuah gereja Katolik di [[Kota Semarang|Semarang]] yang merupakan gereja Katolik pertama di kota ini. Secara administratif, gereja ini merupakan bagian dari Paroki Santo Yusuf di [[Keuskupan Agung Semarang]].
| completed date = 12 Desember 1875
| capacity = 800 orang<br>|length=<!-- {{convert|}} -->|width=<!-- {{convert|}} -->|width nave=<!-- {{convert|}} -->|height=<!-- {{convert|}} -->|diameter=<!-- {{convert|}} -->|floor count=2|floor area=<!-- {{convert|}} -->|dome height outer=<!-- {{convert|}} -->|dome height inner=<!-- {{convert|}} -->|dome dia outer=<!-- {{convert|}} -->|dome dia inner=<!-- {{convert|}} -->|spire quantity=1|spire height=<!-- {{convert|}} -->|bells=2|bell weight=<!-- {{CwtQtrLb to kg|}} -->
| parish = Gedangan
| province = [[Jawa Tengah]]<br>}}
}}
{{Spoken Wikipedia|date=23 Juli 2021|Parakarta - Bagian 1 - Gereja Santo Yusuf Semarang.wav|Parakarta - Bagian 2 - Gereja Santo Yusuf Semarang.wav|Parakarta - Bagian 3 - Gereja Santo Yusuf Semarang.wav}}
'''Gereja Santo Yusuf''' atau '''Gereja Santo Yosef''', juga dikenal sebagai '''Gereja Gedangan'''{{Sfn|Widiarto 2003, Patung}} adalah sebuah gereja [[Gereja Katolik Roma|Katolik]] pertama di kota [[Kota Semarang|Semarang]] yang merupakan gereja Katolik pertama di kota ini. Secara administratif, gereja ini merupakan bagian dari Paroki Santo Yusuf di [[Keuskupan Agung Semarang]].
 
Gereja ini dirancang oleh arsitek Belanda bernama, W.I. van Bakel dan dibangun pada tahun 1870 hingga 1875 dengan biaya 110.000 [[gulden]] untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan penduduk Katolik Semarang dengan biaya 110.000 [[Gulden Hindia Belanda|gulden]]. Gereja tumbuh secara ekstensif selama lima puluh tahun dan pada awalnya didominasi oleh etnis Eropa dan orang-orang [[Orang Indo|campuran]]. Namun, namun sejak kemerdekaan, gereja mayoritasini memiliki mayoritas jemaat [[Pribumi-Nusantara|pribumi]]. Karena populasi Katolik bertumbuh, ukuran [[paroki]] mengecil karena paroki-paroki yang baru didirikan.
 
Kompleks gereja ini terdiri dari, antara lain gedung gereja, pastoran, dan sebuah biara. Gereja Santo Yusuf pun penuh hiasan, termasuk sembilan belas [[kaca patri]] jendela (termasuk tiga diantaranya didedikasikan untuk santo pelindung gereja, [[Yusuf (santo)|Yusuf]]), ukiran-ukiran yang menampilkan empat belas [[Jalan Salib|salib]], dan sebuah altar yang diimpor dari [[Jerman]]. Menara tunggal di gereja tersebut adalah rumah bagi dua [[lonceng gereja|lonceng]] yang dibuat oleh [[Petit & Fritsen]].
 
== Sejarah ==
 
=== Katolik di Semarang ===
Kali pertama, [[Gerejagereja Katolik Roma]] pertama kali memasuki [[kota Semarang]], [[Hindia Belanda]] (kini [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]]) pada awal abad ke-19. Pada tahun 1808 Pastor Lambertus Prinsen (1777-1840) dikirim dari Belanda ke Hindia Belanda sebagai pendeta untuk Semarang dan beberapa pemukimanpermukiman sekitarnya, termasuk [[Kota Salatiga|Salatiga]] dan [[Kabupaten Klaten|Klaten]]. Dengan cepat ia mendirikan sebuah dewan untuk menangani tugas-tugas keagamaan, dan pembaptisan mulaidimulai tahun berikutnya. Empat belas orang, sebagian besar [[Belanda]] dibaptis pada tahun 1809. Namun, jemaat ini tidak memiliki sebuah gereja di mana mereka bisadapat berdoa. Sampai tahun 1815 jemaat menggunakan gereja terdekat, yakni [[GPIB Immanuel Semarang|Gereja Immanuel]] yang sebenarnya adalah gereja [[Protestan]]. Antara tahun 1815 dan 1822, ibadah diadakan di rumah-rumah anggota jemaat, dan sejak 7 September 1822 [[misa]] diadakan di rumah baru Pastor Prinsen (dekat Gereja Immanuel).{{sfn|Parochial Council|2000|pp=12–13}}
 
Jemaat yang membutuhkan bangunan gereja dan, sudah memiliki tanah yang bisadapat digunakan, karena pada tahun 1828 umat Katolik telah membeli tanah bekas rumah sakit dan sekitarnya yang berada di Gedangan, di dekat [[Pelabuhan Tanjung Emas|pelabuhan,]] dankemudian mereka juga mendirikan sebuah panti asuhan di sana. Namun, [[Monsinyur|Monsiyur]] Joseph Lijnen (1815-1882), yang telah menjadi jemaat pendeta pada tahun 1858, meninggalkan Hindia Belanda ke [[Heythuysen]], [[Belanda]]. Ia yakin bahwa di sana beberapa biarawati [[Fransiskan]]<nowiki/>i akan bergabung dengannya ke Hindia Belanda dan mengembangkan jemaat melalui pendidikan dan kementerian. Setelah kembali ke Hindia Belanda, desaindibuatlah dibuat untukdesain sebuah bangunan gereja di panti asuhan tersebut, dan biara yang-biara didirikan sebagai tempat untuk para biarawati.{{sfn|Parochial Council|2000|pp=14–16}}
 
=== Gereja yang baru ===
Gereja ini dirancang oleh arsitek Belanda W. I. van Bakel dengan gaya [[Arsitektur Kebangkitan Gothik|neogotik]]. Biaya pembangunan sebesar 110.000 [[Gulden Hindia Belanda|gulden]] didanai sebagian oleh pemerintah kolonial, sertajuga dari hasil penjualan tanah yang tidak terpakai, dan sumbangan dari umat Katolik di seluruh koloni. Batu pertama diletakkan oleh pastor Lijnen pada 1 Juli 1870, dan konstruksi berjalan lancar hingga 12 Mei 1873 ketika menara gereja runtuh, meskipunketika pembangunan hampir selesai. Berbagai alasan telah dikemukakan, termasuk akibat rangka yang kurang bagus dan kualitas batu bata yang kurang baik. Setelah runtuh, desain gereja telah dimodifikasi menjadi lebih rendah dan pembangunan lebih lanjut dilakukan dengan menggunakan [[batu bata]] yang diimpor dari Belanda melalui kapal-kapal. Pembangunan gedunggereja ini selesai pada tanggal 12 Desember 1875 dan gereja ini diberkati oleh Lijnen.{{sfn|Gereja Gedangan, Sejarah Singkat}}{{sfn|Parochial Council|2000|pp=18–19}} Gereja ini adalah gereja Katolik pertama di kota Semarang dan digunakan sebagian besar oleh orang-orang Eropa dan [[Orang Indo|campuran]].{{sfn|Setiabudi|2013|p=1}}
 
[[Berkas:Interior,_Gedangan_Church,_2014-06-21_03.jpg|kiri|jmpl|Interior Gereja Gedangan]]
Penambahan interior dibuat selama seperempat abad selanjutnya. [[Altar]] gerjagereja yang bertema neogotik diproduksi di [[Düsseldorf]], Jerman dan dipasang pada tahun 1880. Dua tahun kemudian [[bangku persekutuan]] dipasang. Menara gereja ini juga dilengkapi denfgandengan sebuah jam dan [[lonceng]],. namumNamun jam telah dilepas pada tahun 1978 karena mesinnya rusak. Lijden meninggal pada tahun 1882, dan Joannes de Vries dari [[Yesuit]] menjadi pastor paroki, yang pertama dalam garis tak terputus dari pendeta [[Jesuit|Yesuit]] yang berlanjut sampai saat ini.{{sfn|Parochial Council|2000|pp=56–58}} De Vries segera terpilih sebagai [[pemimpin provinsi]] untuk [[Provinsi gerejawi|provinsi]] sehingga ia menghabiskan banyak waktu jauh dari gereja. Pada tahun 1885 ada 1.620, umat Katolik di Semarang{{sfn|Parochial Council|2000|pp=22–23}} bertambah menjadi 1.620 orang dari sekitar 1.004 orang pada tahun sebelumnya. Banyak dari mereka berasal dari militer kolonial.{{sfn|Steenbrink|2003|p=409}}
 
J. Keijzer menggantikan de Vries setelah meninggalnya de Vries terakhir pada tahun 1887, dan memimpin gereja selama tujuh tahun. Selama masa jabatannya, gereja dan sekitarnya diperluas secara signifikan. Konstruksi bertingkat [[Rumah klerus|pastoran]] dimulai pada tahun 1880-an dan selesai pada 1 Agustus 1890. Di seberang jalan, pada tahun 1888 biarawati mendirikan sebuah sekolah dasar dan mereka juga mulai membangun sebuah kapel untuk biara yang dibuka pada tanggal 6 Agustus 1892. Selama periode ini, bangunan gereja menerima [[kaca patrijendela|kaca patri]] dan [[bangku gereja]].{{sfn|Parochial Council|2000|pp=23–24}} Pembangunan berlanjut hingga abad ke-20. Sebuah [[organ pipa]] dipasang pada tahun 1903 dan dipasang ulang pada tahun 1993, tetapi tetap dalam kondisi buruk. Pada tahun itu juga dipasang ukiran yang menggambarkan empat belas [[Jalan Salib]].{{sfn|Parochial Council|2000|pp=21–23, 52, 63}}
 
=== Pertumbuhan dan penginjilan di kalangan penduduk pribumi ===
Pada akhir abad ke-19 gereja Katolik di Hindia Belanda mulai menargetkan penduduk pribumi yang mayoritas Muslim. Mereka tidak sendirian karena misionaris Protestan seperti [[Sierk Coolsma]] dari Serikat Misionaris Belanda dan Mattheus Teffer dari [[Nederlandsch Zendeling Genootschap|Perhimpunan Misionaris Belanda]] telah memiliki beberapa keberhasilan dengan penginjilan dalam [[Suku Sunda|bahasa Sunda]] di [[Cianjur, Cianjur|Cianjur]] dan [[Suku Jawa|Jawa]] di [[Ambarawa, Semarang|Ambarawa]].{{sfn|Aritonang|Steenbrink|2008|p=653}}{{sfn|Parochial Council|2000|p=24}} Keijzer, sebelum mengundurkan diri sebagai kepala pendeta pada tahun 1894, mengirim surat ke Belanda untuk meminta agar mereka mengirim seseorang untuk belajar [[bahasa Jawa]], dalam pemberitaan injil kepada orang-orang dan menerjemahkan [[katekismus]] dan beberapa buku-buku doa.{{Sfn|Parochial Council|2000}}
 
Tiga anggota Yesuit yang dikirim, yaitu&nbsp; P. Hebrans pada tahun 1895 serta P. Hoevanaars dan [[Franciscus Georgius Josephus van Lith|Frans van Lith]] (1863-1926) pada tahun 1896. Mereka belajar bahasa Jawa selama satu tahun. Akhirnya van LithlahLith lah yang paling sukses karena ia telah membangun sebuah sekolah di [[Muntilan, Magelang|Muntilan]] untuk melatih guru-guru yang diaharapkandiharapkan bisa menyebarkan agama Katolik melalui tugas mengajar. Hal ini akhirnya menyebabkan pendirian sejumlah sekolah Katolik di seluruh pulau [[Jawa]]. Selanjutnya, pada tahun 1904 ia memelopori baptis massamassal di Kalibawang, [[Kabupaten Kulon Progo|Kulon Progo]], dekat [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]]. TotalnyaTotal adaterdapat 168 orang Jawa yang dibaptis. Van Lith pun kembali ke Semarang, di mana ia mendirikan sebuah sekolah Kanisius di paroki Gedangan pada tahun 1924.{{sfn|Parochial Council|2000|pp=25–26}}
 
Pada awal abad ke-20 populasi Katolik Semarang telah menjadi cukup besar untuk membentuk beberapa paroki. Pada tahun 1915, kapel di Karangpanas, bagian selatan dari Semarang diangkat ke status [[gereja paroki]] dan didedikasikan untuk [[Athanasius|Santo Athanasius]]. [[Gereja Katedral Semarang|Gereja ketiga]], di Randusari, Semarang barat didirikan pada tahun 1927 dan menjadi gereja paroki pada tahun 1930. Paroki didirikan lebih lanjut selama dekade berikutnya, sampai pada tahun 2000. Gereja Santo Yusuf adalah salah satu dari sembilan gereja-gereja paroki di kota yang melayani kecamatan Semarang Timur, Genuk, Sayung, dan bagian Utara Semarang.{{sfn|Parochial Council|2000|pp=29–30}}
 
Pada tahun 1940, di bawah rekomendasi dari Monsinyur Petrus Willekens, [[Keuskupan Agung Jakarta|Keuskupan Agung Batavia]] dibagi dua;. Semarang menjadi ibu kota baru untuk [[Keuskupan Agung Semarang]]. [[Vikariat Apostolik]] yang baru pun diangkat, yakni Monsinyur [[Albertus Soegijapranata]] (1896-1963) yang memiliki [[Cathedra|posisi]] di gereja Randusari, namun tinggal di pastoran Gedangan.{{sfn|Moeryantini|1975|p=7}}{{sfn|Parochial Council|2000|pp=31}}
 
=== Setelah masa kolonial ===
[[Berkas:Gedangan_presbytery.JPG|kiri|jmpl|Selama [[Sejarah Nusantara (1942-1945)|penjajahan Jepang]], para klerus mencegah penyitaan pastoran.]]
Pada bulan Maret 1942 [[Sejarah Nusantara (1942-1945)|Hindia Belanda diduduki]] oleh [[Kekaisaran Jepang]].{{sfn|Adi|2011|pp=18–24}} Penjajahan Jepang menimbulkan banyak penangkapan orang (kebanyakan belandaBelanda), baik laki-laki dan perempuan, para klerus dan orang awam, dan menetapkan kebijakan-kebijakan yang mengubah cara ibadah diselenggarakan. Mereka melarang penggunaan bahasa Belanda dalam ibadah dan dalam menulis, danserta menyita beberapa kepemilikan gereja, termasuk pastoran Gedangan sehinngasehingga para klerus harus bersusah payah menjagaberjaga.{{Sfn|Subanar|2003}} Meskipun dianggap merusak gereja, Soegijapranata juga didukung beberapa kolaborasi., Misalnya,misalnya pada tanggal 28 Februari 1944 dari [[Paul Aijiro Yamaguchi]], uskup dari [[Keuskupan Agung Nagasaki|Nagasaki]].{{sfn|Parochial Council|2000|pp=31, 57}}
 
Pada tanggal 17 agustusAgustus 1945, tak lama setelah [[Pengeboman atom Hiroshima dan Nagasaki|bom atom Hiroshima dan Nagasaki]] danserta terjadinya denganperistiwa kekalahan Jepang, Presiden [[Soekarno]] memproklamasikan [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan negara Indonesia]]. Selama berlangsungnya [[Sejarah Indonesia (1945–1949)|revolusi]] melawan kembali pasukan Belanda, orang Eropa ditahan (meskipun kepala pastor Belanda tetap orang Belanda). Penahanan ini memastikan bahwa jemaat akan terus didominasi oleh orang Jawa dan pribumi lainnya.{{sfn|Parochial Council|2000|p=32}}
 
Sepanjang tahun 1950-an dan 1960-an, Gedangan tetap menjadi pusat aktivitas katolik di Semarang. Kantor pusat dari [[Yayasan Kanisius]] tetap di halaman gereja sampai dibukanya kantor baru yang dibuka pada tahun 1970.{{Sfn|Parochial Council|2000}} Selanjutnya ada beberapa pembangunan: yang dilakukan, yakni gedung perkantoran, bernama Bintang Laut yang selesai pada tanggal 6 Agustus 1988, dan renovasi gedung gereja berlangsung di awal 1990-an.{{sfn|Parochial Council|2000|pp=33–34}} Gereja rutin menyelenggarakan ibadah hingga pukul lima pada hari Minggu.{{sfn|Gereja Gedangan, Jadwal Misa}}
 
== Deskripsi ==
[[Berkas:Stained_glass_window,_Gedangan_Church,_2014-06-24_2.jpg|jmpl|Salah satu jendela kaca patri di Gereja Santo Yusuf.]]
Gereja Santo Yusuf terletak di sisi timur Jalan Ronggowarsito di [[Kota Semarang|Semarang]], [[Jawa Tengah]]. Secara administratif, gereja ini merupakan bagian dari Paroki Santo Yusuf di [[Keuskupan Agung Semarang]]. Bangunan gereja dapat menampung 800 orang.{{sfn|Parochial Council|2000|pp=18–19}}{{sfn|Widiarto 2003, Patung}} Bangunan ini menghadap ke barat dan, memiliki jendela di semua sisi, serta lima pintu masuk (dua di sisi utara, dua di sisi selatan, dan satu di sisi barat).{{Sfn|Setiabudi|2013}} Atapnya berupa [[kubah berusuk|kubah berusuk silang]] putih yang disokong oleh [[Ordo Ionia|tiang ionik]].{{sfn|Setiabudi|2013|pp=4–5}}
 
Interior gereja memiliki sembilan belas [[kaca patri]], tiga di belakang altar dan delapan di sepanjang semua sisi bangunan gereja. Jendela di belakang altar berfokus pada Santo Yusuf dan menggambarkan, -dari kanan ke kiri, [[Pelarian ke Mesir|persinggahan]] [[Keluarga Kudus]] di Mesir, kehidupan sehari-hari Keluarga Kudus, dan kematian Yusuf. Empat dari enam belas kaca patri pada sisi gereja menggambarkan [[bakung]]. Sisa dua belas kaca patri masing-masing menggambarkan satu santo, termasuk [[Ignatius Loyola|Ignatius dari Loyola]], [[Stanislaus Kostka]], dan [[Santa Cecilia]].{{sfn|Parochial Council|2000|pp=54–55}} Lebih lanjut ornamen dinding termasuk ukiran yang menggambarkan empat belas Jalan Salib serta dua belas [[triforium]] memegang lukisan yang menggambarkan [[Doa Bapa Kami]], [[Yohanes 6#Roti hidup|Roti Wacana Hidup]], dan pujian kepada Kristus dan Maria.{{Sfn|Parochial Council|2000}} Di atas mezbah, di ujung timur dari gereja adalah tempat [[tabernakel gereja]] berada. Bagian Altar, yang diimpor dari Jerman pada tahun 1880, dihiasi dengan patung-patung [[Abraham]], [[Simon Petrus|Petrus]], [[Paulus dari Tarsus|Paulus]], dan [[Melkisedek]].{{sfn|Widiarto 2003, Patung}}
 
Menara adalah rumah bagi dua lonceng [[besi tuang]]. Lonceng pertama berukuran {{Convert|93.5|cm}} dan tinggi {{Convert|90|cm}} lebar di dasar dan yang kedua berukuran {{Convert|75|cm}} dan tinggi {{Convert|70|cm}} diameter di dasar. Lonceng dibuat oleh [[Petit & Fritsen]] pada April 1882 dan diimpor dari [[Rotterdam]] oleh Caminada bersaudara. Keduanya tertulis dengan sebuah dedikasi, dalam bahasa Latin, yang menyatakan bahwa lonceng disumbangkan oleh [[orang Prancis]] yang lahir di Semarang bernama Joseph Andrieux. Lonceng pun dihiasi dengan tanaman dan salib. Ketika lonceng dipasang pada tahun 1882, lonceng didampingi sebuah jam. Namun, mesinnya dibiarkan rusak selama bertahun-tahun mesinnya rusak, dansehingga pada tahun 1978 diganti dengan [[Kristogram]] IHS (singkatan dari "Iesus Hominum Salvator", yang berarti "Yesus, Juruselamat Manusia").{{sfn|Widiarto 2003, Patung}}
 
Di sisi utara dari gereja adalah tempat pastoran yang didirikan pada 1 Agustus 1890 berada. Gedung berlantai dua ini memiliki dasar yang tinggi dan lantai [[marmer]]. Kedua lantai memiliki langit-langit yang tinggi, yakni 4 meter di atas lantai.{{sfn|Parochial Council|2000|p=23}} Lebih jauh ke utara adalah Bintang Laut, gedung yang berisi kantor-kantor untuk dewan paroki dan administrasi lainnya. Di sisi barat Jalan Ronggo Warsito adalah sebuah biara untuk para biarawati Fransiskan, yang memiliki kapel berdesain [[Arsitektur Kebangkitan Gothik|neogotik]].{{sfn|Parochial Council|2000|p=23}}
Baris 95 ⟶ 102:
|volume=35
|location=Leiden
|access-date=2018-10-21
}}
|archive-date=2023-08-02
* {{cite web |ref={{sfnRef|Gereja Gedangan, Jadwal Misa}}|url=http://www.gedangan.com/index.php/jadwal-misa/32-jadwal-misa |language=Indonesian |trans-title=Schedule for Mass |title=Jadwal Misa | date= |publisher=Gereja Gedangan |archiveurl=https://www.webcitation.org/6QXunDArd |archivedate=23 June 2014 |accessdate=23 June 2014}}
|archive-url=https://web.archive.org/web/20230802071052/https://books.google.com/books?id=cUoGJSs9yOUC
|dead-url=no
}}
* {{cite web |ref={{sfnRef|Gereja Gedangan, Jadwal Misa}} |url=http://www.gedangan.com/index.php/jadwal-misa/32-jadwal-misa |language=Indonesian |trans-title=Schedule for Mass |title=Jadwal Misa | date= |publisher=Gereja Gedangan |archiveurl=https://www.webcitation.org/6QXunDArd?url=http://www.gedangan.com/index.php/jadwal-misa/32-jadwal-misa |archivedate=2014-06-23 June 2014 |accessdate=23 June 2014 |dead-url=no }}
* {{cite book
|title=Mgr. Albertus Soegijapranata S.J
Baris 124 ⟶ 135:
}}
 
* {{cite web |ref={{sfnRef|Gereja Gedangan, Sejarah Singkat}} |url=http://www.gedangan.com/index.php/story/47-sejarah-singkat/ |language=Indonesian |trans-title=Short History |title=Sejarah Singkat | date= |publisher=Gereja Gedangan |accessdate=22 June 2014 |archive-date=2017-04-01 |archive-url=https://web.archive.org/web/20170401060545/http://www.gedangan.com/index.php/story/47-sejarah-singkat/ |dead-url=yes }}
* {{cite book
|url=https://books.google.com/books?id=fnLQ4hmhYOsC
Baris 136 ⟶ 147:
|volume=1
|location=Leiden
}}{{Pranala mati|date=Juni 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
}}
* {{cite book
|title=Soegija, Si Anak Bethleham van Java
Baris 149 ⟶ 160:
|first=G. Budi
}}
* {{Cite news|title=Patung Tahun 1880 Masih Berdiri Megah
* {{Cite web
|title=Patung Tahun 1880 Masih Berdiri Megah
|trans-title=Statues from 1880 Still Standing Strong
|archiveurl=https://www.webcitation.org/6QXpamCPu?url=http://www.suaramerdeka.com/harian/0312/24/kot4.htm
|url=http://www.suaramerdeka.com/harian/0312/24/kot4.htm
|archivedate=23 June 2014-06-23
|date=23 December 2003
|language=Indonesian
|work=[[Suara Merdeka|Suara Merdeka Online]]
|ref={{SfnRef|Widiarto 2003, Patung}}
|last=Widiarto
|first=Arie
|access-date=2017-03-31
}}
|dead-url=no
}}
{{refend}}
 
Baris 170 ⟶ 182:
 
{{artikel pilihan}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:GerejaParoki di Keuskupan Agung Semarang|Yusuf]]
[[Kategori:GerejaBangunan gereja Katolik Roma di IndonesiaJawa Tengah|Yusuf]]
[[Kategori:Bangunan dan struktur di Kota Semarang]]
[[Kategori:Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia]]
[[Kategori:Tempat ibadah di Kota Semarang|Yusuf]]